"Ck kenapa pria itu ada di sana? Aku tidak bisa mendekati Andrea kalau begini. Bisa-bisa rencanaku akan gagal karena dia. Mengganggu saja, obat itu akan bereaksi dalam dua jam. Selama itu aku harus mencari cara agar pria asing itu menjauh dari Andrea," ujar Erlan pada dirinya sendiri.
Dengan cepat ia pergi dari tempatnya berdiri untuk mengawasi Andrea. Ia harus memberi tahu kakaknya tentang ini. Tidak sulit menemukan kakaknya itu karena Erni terlihat paling mencolok di antara ibu-ibu yang sedang bercengkerama di salah satu sudut halaman rumah milik Andrea ini. "Maaf ya ibu ibu semua, aku pinjam Kak Erninya sebentar."
Tanpa basa basi lagi Erlan menarik Erni menjauh. "Ada apa lagi sih, Lan. Kau terus mengganggu kesenangan kakak. Kakak sudah melakukan bagian kakak. Sekarang giliranmu."
"Itu aku mengerti, Kak. Tapi lihat itu!" ujar Erlan sambil menunjuk ke arah Dimas dan Reta yang asyik bermain dengan anak-anak. "Pria asing itu terus berada di dekat Andrea, bagaiman
"Kau tampak pucat Andrea." "Memang aku merasa sedikit pening, Bi, tapi aku baik-baik saja." "Eh? Kalau begitu kau istirahat saja. Ini pasti karena kau kelelahan," seru wanita paruh baya yang merupakan istri dari Galang itu. "Tidak apa-apa, Bi Ratih. Aku baik-baik saja. Akan aku lanjutkan, tinggal sedikit lagi." Ratih menggeleng. "Tidak-tidak! Bibi tidak ingin kau semakin sakit lagi, nanti. Jadi sekarang tinggalkan itu. Biarkan bibi dan yang lainnya, yanh melanjutkannya. Seperti katamu, ini tinggal sedikit lagi." "Tapi ..." "Yang dikatakan Ratih benar. Kami di sini tidak ingin kau sakit. Jadi beristirahatlah!" imbuh Aruni. Wanita paruh baya yang merupakan istri dari Danu itu mendekat ke arah Andrea lalu menjauhkan tubuh gadis itu dari piring-piring yang harus mereka cuci. Aruni menuntun pelan tubuh Andrea ke arah kamar gadis itu. "Ayo! Bibi antar ke kamarmu." "Tidak perlu, Bi. Aku bisa sendiri ke kamar," tolak Andrea. Me
Andrea terus merasa kepanasan. Ia sudah menghabiskan air minumnya, tapi entah mengapa tubuhnya masih terasa panas. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya seperti ini. Andrea berusaha untuk membaringkan tubuhnya. Berharap rasa panas yang ia rasakan hilang. Namun, bukannya menghilang. Rasa panas itu terus itu terus menjalar ke seluruh bagian tubuhnya.Saat tubuhnya bergesekan dengan selimut yang membalutnya, tubuh entah mengapa merasakan sensani luar biasa yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa lebih baik. Jadi ia terus melakukannya agar tubuhnya merasa baik. Namun, itu hanya berlangsung sesaat karena tubuhnya semakin terasa panas, dan rasa itu semakin menjeratnya. Mengikuti instingnya, Andrea mencoba menyentuh tubuhnya sendiri, tapi tetap saja itu belum cukup. Ia ingin disentuh lagi dan lagi. 'Ada apa ini?' batinnya. Kenapa ia seakan mendamba seseorang untuk menyentuhnya. Menyentuh seluruh bagian tubuhnya bahkan yang terdalam. 'Tolong! Tolong aku!'Andrea
"Bibi Aruni?"Wanita paruh baya itu, menoleh saat seseorang memanggil namanya. "Oh Nak Dimas? Kau sudah selesai membantu paman-pamanmu membereskan yang di luar?""Ya, Bi! Aku sudah selesai. Bibi dan yang lainnya sudah selesai juga?" tanyanya saat melihat para ibu tadi ia berpapasan di halaman hendak pulang ke rumah masing-masing."Baru saja! Ini bibi mau pulang sekarang bersama Ratih yang masih mengambil beberapa barangnya di di dapur. Nanti bibi dan paman Danu akan menginap di sini, tapi sekarang bibi harus pulang sebentar, membereskan rumah. Pamanmu juga harus mengembalikan barang-barang ke balai desa. Untuk sementara tolong jaga Andrea ya? Dia sepertinya kelelahan sampai-sampai pusing tadi.""Apa? Andrea sakit?""Iya, bibi sudah menyuruhnya istirahat tadi. Tapi dia belum sempat meminum obatnya karena sudah tertidur lebih dulu saat bibi tinggal mengambil obat dan air. Pastikan dia meminum obat itu biar cepat pulih.""Iya bi! Aku akan menja
"Loh! Nak Erlan kenapa wajahnya memar seperti itu?" tanya Yudi yang sedang bersama Danu dan Aruni. Ketiganya berpapasan di jalan. Yudi hendak ke rumah putranya sedang Danu dan Aruni akan kembali ke rumah Andrea untuk menginap di sana. Sekaligus menemani Andrea yang sedang sakit. Mereka tidak tega meninggalkan keduanya sendiri di sana. Dimas pun pasti kelelahan setelah membantu memindahkan barang-barang tadi.Erlan memutuskan pergi dari rumah Andrea daripada menghadapi kemarahan Dimas yang tampak kalap itu. Namun sepertinya keberuntungan masih berpihak padanya. Ia bisa memanfaatkan keadaan ini membuat Dimas jelek di mata warga desa."Ini bukan apa-apa, Paman. Yang lebih penting itu si Kak Dimas mencoba melakukan hal yang tidak senonoh dengan Andrea di sana. Aku memergoki mereka saat setelah dari toilet tadi. Bibi Aruni tahu, 'kan aku minta izin meminjam toliet tadi di sana? Saat kembali itulah aku melihat mereka hendak melakukan hal itu dan mencoba menghentikan mereka t
"Aku pun tidak percaya akan hal itu," ujar Yudi akhirnya angkat bicara juga. Walaupun baru mengenal Andrea tiga tahun ini dan Dimas beberapa bulan ini,ia tahu keduanya tidak akan berbuat hal serendah itu. Lagi pula ia tahu, bagaimana perangai Erlan. Pun kecurigaannya pada pemuda ini masih belumlah hilang. Bisa saja Erlan mengatakan ini untuk menjelekkan Dimas hingga ia bisa dengan mudah mendekati Andrea. "Terserah paman mau percaya atau tidak. Apa tidak cukup wajah babak belurku ini? Dimas itu tidak sebaik yang kalian pikirkan. Kalian tertipu dengan wajah tanpa dosanya itu." "Nak Erlan tidak bisa menghakimi orang lain seperti itu. Apa Nak Erlan memiliki buktinya?" tanya Aruni. Ia tidak mungkin membiarkan Erlan terus menjelekkan Andrea dan Dimas. "Jika kalian ingin bukti, ayo kita ke rumah Andrea. Kalian pasti akan menemukan buktinya di sana dan aku tidak berbohong," tantang Erlan. "Bukti apa?" Suara dari arah belakang mereka mem
"Apa yang kalian lakukan?"Mendengar pertanyaan itu memnbuat Dimas yang hendak mengangkat tubuh Andrea menegakkan kembali tubuhnya. "Aku hanya ingin membantu Andrea, Paman. Tubuhnya ...""Dia pasti bohong. Dilihat dari mana pun, dia tidak terlihat ingin membantu Andrea. Lihat saja bajunya itu. Sudah berantakan. Baju Andrea juga sudah tidal berbentuk seperti itu. Mereka pasti hendak melakukannya, atau dia yang memaksa Andrea. Bisa saja bukan?" tuduh Erlan menyela perkataan Dimas. Ia tidak akan memberikan kesempatan untuk Dimas membela diri. Biar saja pria asing ini mendapat ganjarannya karena telah menggagalkan rencananya untuk memiliki Andrea.Sementara Danu hanya terdiam, menatap miris ke arah Dimas dan Andrea. Ia ingin membela keduanya, tapi bukti ada di depan mata yang memberatkan keduanya. Sedangkan Aruni yang melihat kondisi Andrea langsung saja masuk ke dalam kamar tersebut. Menyelimuti tubuh Andrea dengan selimut yang tergeletak di lantai. Ia dapat merasa
"Tolong jaga Andrea sebentar, Runi. Aku ingin bicara dengan Dimas. Aku masih tidak percaya dengan yang terjadi dan perkataan Erlan tadi," ujar Danu pada Aruni.Aruni mengangguk. "Aku pun tidak percaya. Pintalah penjelasan padanya," balas Aruni.Danu duduk di sebelah Andrea yang masih gemetar. "Tenanglah, Rea. Paman akan memastikan semuanya. Tenangkan dirimu. Ada bibi Arunimu yang akan menemanimu di sini. Paman pulang sebentar."Setelah itu, Danu beranjak. Ia menyusul Pak Wira dan Dimas menuju rumahnya. Pak Wira pasti akan memastikan Dimas benar-benar ke rumahnya atau tidak.Sesampainya di rumahnya yang hanya berjarak dua rumah dari rumah Andrea, Danu langaung masuk. Dugaannya benar. Pak Wira masih berada di sana. Duduk dengan Dimas serta Alfi putranya."Ayah pulang? Kata Paman Wira ayah dan ibu akan menemani Kak Andrea. Sebenarnya apa yang terjadi, Ayah? Tumben sekali Kak Dimas yang menginap di sini? Biasanya 'kan kalau bukan ayah, ibu pasti aku ya
"Sebenarnya apa yang terjadi, Andrea? Kenapa kau bisa seperti ini?"Aruni terus saja mengusap punggung Andrea. Tubuh gadis ini masih bergetar dan melenguh pelan dalam pelukannya. Andrea pun masih mengeluh panas padanya. Bahkan bibir gadis ini masih mendesah beberapa kali. Entah mengapa tubuh Andrea sensitif hanya karena usapannya?Pertanyaan itu terus terngiang dalam kepala Aruni hingga ia ingat perkataan Dimas. Pemuda itu bilang kemungkinan Andrea diberi obat hingga menjadi seperti ini. Untuk menghilangkan efek obat itu, Dimas hendak merendam Andrea dengan air dingin. Mungkin cara itu bisa coba untuk membuat keadaan Andrea lebih baik.Aruni melepaskan rengkuhannya pada Andrea dan beranjak bangun. "Ayo Andrea! Kita ke kamar mandi. Bibi akan merendammu dengan air dingin seperti yang dikatakan Dimas."Andrea yang terlihat sudah lemas itu hanya bisa menurut. Ia menyambut uluran tangan wanita paruh baya di hadapannya untuk menuntunnya ke kamar mandi. Tanpa me