Share

ENAM

Arya sedang berada di ruang kerjanya di LAPAN saat ponselnya berbunyi.

Dari Priska? Tanyanya heran.

“Halo?” sapa Arya.

“Lo masih di kantor?” tanya Priska.

“Iya. Ada apa?”

“Pulang jam berapa?”

“Paling jam 3 atau jam 4. Kenapa sih?”

“Mau nggak nemenin Gue  buka puasa?”

Arya tertegun mendengar ucapan Priska.

“Nemenin Lo buka puasa?” Pemuda itu balik bertanya.

“Iya, sekalian kita lanjutin obrolan kita. Gue masih pengin ngobrol ama Lo,” jawab Priska.

“Ngg... itu...”

“Lo nggak bisa ya? Udah ada acara?” Tukas Priska

“Bukan... bukan...”

“Nggak papa kalau Lo ada acara atau nggak bisa,”

“Nggak. Gue nggak ada acara kok. Jam berapa?”

“Beneran Lo bisa?” tanya Priska lagu-ragu.

“Bisa.” Arya memastikan.

“Asyiik... Di mana ya enaknya kita buka?”

“Terserah Lo aja.”

“Hmmm...  kantor Lo di Jakarta Timur ya?” tanya Priska.

“Rawamangun,”

“Ya udah kita ketemu di Kelapa Gading aja. Nggak terlalu jauh kan dari kantor Lo,”

“Emang Lo berangkat dari mana?”

“Tempat kos gue.”

“Tempat Kos? Bukannya Lo kos di Mampang? Nggak kejauhan tuh.”

 “Nggak papa. Gue bisa berangkat agak pagian biar nggak macet,”

“Nggak...nggak. Kita ketemu di kuningan aja. Biar Gue yang ke sana.”

“Tapi...”

“Lo mau Gue temenin buka nggak?” tukas Arya.

“Mau...”

“Makanya nurut.”

Priska terdiam sejenak.

“Ya udah, nanti Gue kabari di mana kita ketemu,” kata gadis itu akhirnya.

“Oke,”

Arya baru saja mengakhiri pembicaraannya dengan Priska saat pintu ruang kerjanya terbuka sedikit.

“Ada yang ingin bertemu denganmu, “ Kata Purwanto yang juga satu kantor dengan Arya.

Belum sempat Arya berkata apa-apa, pintu yang tadinya terbuka sedikit menjadi melebar, dan masuklah seorang pria Seorang pria bertubuh tinggi besar, berkulit putih an rambut coklat, berusia sekitar 50 tahunan. Arya mengenalnya sebagai Peter Gilbert, ahli astronomi dan fisika asal Amerika Serikat yang telah 6 bulan ini berada di Indonesia untuk sebuah penelitian. Arya sering berdiskusi dengan Peter yang menurut dia telah membuka wawasannya tentang astronomi. Pengalaman Peter yang telah berkecimpung dalam dunia astronomi selama lebih dari 25 tahun dan telah melanglang buana ke berbagai belahan dunia merupakan sesuatu yang berharga bagi Arya.

Peter juga yang membantu Arya mempublikasikan penemuan bintang baru dua tahun yang lalu. Pria itu juga memperjuangkan supaya bintang baru itu diberi nama Alpha Veta, yang merupakan nama yang diusulkan oleh Arya. Peter mempunyai seorang kakak yang bekerja untuk NASA, sehingga dia bisa cepat mendapat informasi mengenai astronomi, atau mengenai luar angkasa.

“Hai... maaf telah mengganggu kamu..” sapa Peter dalam bahasa Indonesia yang terpatah-patah. Sebelum tinggal selama 6 Bulan di Indonesia,  Peter sering bolak-balik ke sini, juga pernah bekerja sama dengan Arya,  dan itu memang membuat dirinya bisa belajar Bahasa Indonesia sedikit-demi sedikit.

“It’s okay, saya juga senang bertemu Anda kembali.” jawab Arya.

Walau telah 6 bulan tinggal di Indonesia, tapi Peter memang jarang bertemu Arya. Selain karena kesibukan masing-masing, bidang kerja mereka juga berbeda, dan keduanya berada di instansi yang berbeda. Arya bekerja di LAPAN sedang Peter lebih banyak menghabiskan waktunya di Planetarium yang berada di komplekss Taman Ismail Marzuki, Cikini. Pertemuan Arya dengan Peter daman 6 bulan terakhir bisa dihitung dengan jari, terbanyak saat Peter baru tiba di Indonesia. Setelah itu Arya sibuk dengan pekerjaannya, demikian juga Peter mulai fokus dengan penelitiannya. Oleh sebab itu Arya heran saat pagi ini Peter mendatanginya. Terakhir kali mereka bertemu sekitar dua bulan yang lalu. Saat Arya berkunjung ke planetarium untuk urusan pekerjaan.

“Saya datang ke sini untuk menyampaikan suatu kabar...” ujar Peter lagi.

“... anakmu sudah mulai nakal, dan dia bisa membunuh kita semua,” lanjutnya.

Arya terkejut mendengar ucapan Peter.

Toko emas di Pasar Cipulir, daerah Kebayoran Lama baru saja buka saat dua orang pria memasuki toko. Kedua pria itu sama-sama mengenakan jaket dan topi, serta menenteng tas ransel esar yang sudah rusuh. Bedanya pria yang berbadan tinggi besar mengenakan jaket kulit coklat yang sudah lusuh, sedangkan pria lain yang perawakan tubuhnya lebih kecil mengenakan jaket parasut berwarna merah tua. Begitu masuk ke dalam toko, kedua pria itu menyebar ke kedua sisi etalase. Pria yang berbadan besar melihat sekelilingnya, seolah-olah sedang mencari sesuatu. Tangan kanannya dimasukkan ke dalam saku jaket kulit yang dipakainya

Satu dari tiga orang karyawan toko menghampiri pria yang berbadan besar.

“Ada yang bisa dibantu, Pak?” tanya karyawan toko, seorang wanita berusia 30 tahunan bertubuh pendek dan rambut diikat ke belakang. Karyawan toko itu agak bergidik saat melihat sebagian wajah pria yang disapanya. Terlihat kumis dan janggut tebal menyelimuti wajahnya yang hitam.

“Ada,” jawab pria itu,  lalu mengeluarkan tangan kanannya.

Yang memegang sepucuk pistol rakitan.

“Cepat buka etalase dan masukkan semua perhiasan ke dalam tas!” kata Pria itu sambil tangan kirinya membuka tas ransel yang dibawanya dan ditaruh di atas etalase. Hampir bersamaan, rekannya juga melakukan hal serupa.

Ketiga karyawan toko emas, ditambah si pemilik toko yang merupakan seorang wanita setengah baya. yang semuanya wanita tentu saja menjadi histeris melihat pistol yang ditodongkan ke arah mereka.

“Jangan berisik kalau mau hidup! Cepat masukkan semua perhiasan ke dalam tas!” bentak pria berjaket kulit sambil menodongkan pistolnya ke arah pegawai dan pemilik toko secara bergantian.

Mata semua karyawan toko melihat ke arah bosnya, seolah-olah minta persetujuan atas permintaan pria berjaket kulit tersebut. Setelah pemilik toko memberi isyarat supaya menuruti kemauan si perampok, barulah ketiga karyawan toko itu membuka etalase dan memindahkan perhiasan-perhiasan emas yang ada di etalase ke dalam tas ransel milik kedua perampok itu.

“Semuanya!” bentak perampok kedua yang mengenakan jaket merah tua saat melihat seorang karyawan toko memisahkan emas logam mulia dan tidak dimasukkan ke dalam tas.

“Tangan diangkat ke atas, Ci!” kata perampok pertama saat melihat kedua tangan pemilik toko berada di bawah dan tertutup oleh mejanya.

Wanita pemilik toko terpaksa menuruti perintah si perampok. Kelihatannya perampok pertama tahu kalau di balik meja kerja si pemilik toko terdapat tombol alarm bisu, yang terhubung dengan pos keamanan pasar. Yang perampok itu tidak tahu, selain berada di meja pemilik toko, alarm bisu juga berada di salah satu ujung etalase, dan salah seorang karyawan toko telah menekan tombol itu.

“HEH! NGAPAIN LO!?” bentak perampok kedua saat melihat apa yang dilakukan karyawan toko.

DOR!

Suara tembakan terdengar!

Diikuti dengan robohnya salah seorang karyawan toko dengan dada berlumuran darah.

“Ngapain lo?? tanya perampok pertama pada rekannya.

“Dia nekan alarm di bawah meja,” jawab perampok kedua.

“Sial!”

Kedua perampok bukan baru pertama kali merampok toko mas. Sebelumnya mereka telah melakukan perampokan emas di beberapa tempat, dan bahkan saat ini masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) polisi. Borex dan komplotannya memang terkenal sebagai perampok yang sadis, yang tidak segan-segan melukai atau  bahkan membunuh korbannya jika mereka melawan atau tidak menuruti perintahnya.

Borex yang memakai jaket kulit mengarahkan pistol ke arah si pemilik toko.

DOR!

Tembakan tepat di kepala membuat wanita pemilik toko terkapar. Borex kemudian mengarahkan pistolnya pada dua karyawan wanita yang tersida, dan menembak semuanya.

“Kita pergi!” kata pria itu pada rekannya.

Saat keluar toko, Borex melihat kerumunan orang di dekat pasar. Mereka berkumpul karena mendengar suara letusan pistol dari arah toko emas.

“Minggir!” seru Borex sambil melepaskan tembakan ke atas.

Tembakan Borex membuat orang-orang yang berkerumun menjadi kocar-kacir. Tidak ada yang berani mendekat, apalagi mencoba melumpuhkan kedua perampok tersebut. Semua mencari selamat. Borex dan rekannya berlari menuju ke arah pintu keluar pasar, di mana telah menunggu dua rekan lainnya yang di atas sepeda  motor masing-masing.

Suara sirene polisi terdengar dari kejauhan saat Borex duduk di bangku belakang salah satu sepeda motor rekannya.

“Ayo jalan!” perintah Borex.

Kedua sepeda motor pun langsung melaju dengan kecepatan tinggi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status