Share

ENAM

last update Last Updated: 2021-10-26 07:33:23

Arya sedang berada di ruang kerjanya di LAPAN saat ponselnya berbunyi.

Dari Priska? Tanyanya heran.

“Halo?” sapa Arya.

“Lo masih di kantor?” tanya Priska.

“Iya. Ada apa?”

“Pulang jam berapa?”

“Paling jam 3 atau jam 4. Kenapa sih?”

“Mau nggak nemenin Gue  buka puasa?”

Arya tertegun mendengar ucapan Priska.

“Nemenin Lo buka puasa?” Pemuda itu balik bertanya.

“Iya, sekalian kita lanjutin obrolan kita. Gue masih pengin ngobrol ama Lo,” jawab Priska.

“Ngg... itu...”

“Lo nggak bisa ya? Udah ada acara?” Tukas Priska

“Bukan... bukan...”

“Nggak papa kalau Lo ada acara atau nggak bisa,”

“Nggak. Gue nggak ada acara kok. Jam berapa?”

“Beneran Lo bisa?” tanya Priska lagu-ragu.

“Bisa.” Arya memastikan.

“Asyiik... Di mana ya enaknya kita buka?”

“Terserah Lo aja.”

“Hmmm...  kantor Lo di Jakarta Timur ya?” tanya Priska.

“Rawamangun,”

“Ya udah kita ketemu di Kelapa Gading aja. Nggak terlalu jauh kan dari kantor Lo,”

“Emang Lo berangkat dari mana?”

“Tempat kos gue.”

“Tempat Kos? Bukannya Lo kos di Mampang? Nggak kejauhan tuh.”

 “Nggak papa. Gue bisa berangkat agak pagian biar nggak macet,”

“Nggak...nggak. Kita ketemu di kuningan aja. Biar Gue yang ke sana.”

“Tapi...”

“Lo mau Gue temenin buka nggak?” tukas Arya.

“Mau...”

“Makanya nurut.”

Priska terdiam sejenak.

“Ya udah, nanti Gue kabari di mana kita ketemu,” kata gadis itu akhirnya.

“Oke,”

Arya baru saja mengakhiri pembicaraannya dengan Priska saat pintu ruang kerjanya terbuka sedikit.

“Ada yang ingin bertemu denganmu, “ Kata Purwanto yang juga satu kantor dengan Arya.

Belum sempat Arya berkata apa-apa, pintu yang tadinya terbuka sedikit menjadi melebar, dan masuklah seorang pria Seorang pria bertubuh tinggi besar, berkulit putih an rambut coklat, berusia sekitar 50 tahunan. Arya mengenalnya sebagai Peter Gilbert, ahli astronomi dan fisika asal Amerika Serikat yang telah 6 bulan ini berada di Indonesia untuk sebuah penelitian. Arya sering berdiskusi dengan Peter yang menurut dia telah membuka wawasannya tentang astronomi. Pengalaman Peter yang telah berkecimpung dalam dunia astronomi selama lebih dari 25 tahun dan telah melanglang buana ke berbagai belahan dunia merupakan sesuatu yang berharga bagi Arya.

Peter juga yang membantu Arya mempublikasikan penemuan bintang baru dua tahun yang lalu. Pria itu juga memperjuangkan supaya bintang baru itu diberi nama Alpha Veta, yang merupakan nama yang diusulkan oleh Arya. Peter mempunyai seorang kakak yang bekerja untuk NASA, sehingga dia bisa cepat mendapat informasi mengenai astronomi, atau mengenai luar angkasa.

“Hai... maaf telah mengganggu kamu..” sapa Peter dalam bahasa Indonesia yang terpatah-patah. Sebelum tinggal selama 6 Bulan di Indonesia,  Peter sering bolak-balik ke sini, juga pernah bekerja sama dengan Arya,  dan itu memang membuat dirinya bisa belajar Bahasa Indonesia sedikit-demi sedikit.

“It’s okay, saya juga senang bertemu Anda kembali.” jawab Arya.

Walau telah 6 bulan tinggal di Indonesia, tapi Peter memang jarang bertemu Arya. Selain karena kesibukan masing-masing, bidang kerja mereka juga berbeda, dan keduanya berada di instansi yang berbeda. Arya bekerja di LAPAN sedang Peter lebih banyak menghabiskan waktunya di Planetarium yang berada di komplekss Taman Ismail Marzuki, Cikini. Pertemuan Arya dengan Peter daman 6 bulan terakhir bisa dihitung dengan jari, terbanyak saat Peter baru tiba di Indonesia. Setelah itu Arya sibuk dengan pekerjaannya, demikian juga Peter mulai fokus dengan penelitiannya. Oleh sebab itu Arya heran saat pagi ini Peter mendatanginya. Terakhir kali mereka bertemu sekitar dua bulan yang lalu. Saat Arya berkunjung ke planetarium untuk urusan pekerjaan.

“Saya datang ke sini untuk menyampaikan suatu kabar...” ujar Peter lagi.

“... anakmu sudah mulai nakal, dan dia bisa membunuh kita semua,” lanjutnya.

Arya terkejut mendengar ucapan Peter.

Toko emas di Pasar Cipulir, daerah Kebayoran Lama baru saja buka saat dua orang pria memasuki toko. Kedua pria itu sama-sama mengenakan jaket dan topi, serta menenteng tas ransel esar yang sudah rusuh. Bedanya pria yang berbadan tinggi besar mengenakan jaket kulit coklat yang sudah lusuh, sedangkan pria lain yang perawakan tubuhnya lebih kecil mengenakan jaket parasut berwarna merah tua. Begitu masuk ke dalam toko, kedua pria itu menyebar ke kedua sisi etalase. Pria yang berbadan besar melihat sekelilingnya, seolah-olah sedang mencari sesuatu. Tangan kanannya dimasukkan ke dalam saku jaket kulit yang dipakainya

Satu dari tiga orang karyawan toko menghampiri pria yang berbadan besar.

“Ada yang bisa dibantu, Pak?” tanya karyawan toko, seorang wanita berusia 30 tahunan bertubuh pendek dan rambut diikat ke belakang. Karyawan toko itu agak bergidik saat melihat sebagian wajah pria yang disapanya. Terlihat kumis dan janggut tebal menyelimuti wajahnya yang hitam.

“Ada,” jawab pria itu,  lalu mengeluarkan tangan kanannya.

Yang memegang sepucuk pistol rakitan.

“Cepat buka etalase dan masukkan semua perhiasan ke dalam tas!” kata Pria itu sambil tangan kirinya membuka tas ransel yang dibawanya dan ditaruh di atas etalase. Hampir bersamaan, rekannya juga melakukan hal serupa.

Ketiga karyawan toko emas, ditambah si pemilik toko yang merupakan seorang wanita setengah baya. yang semuanya wanita tentu saja menjadi histeris melihat pistol yang ditodongkan ke arah mereka.

“Jangan berisik kalau mau hidup! Cepat masukkan semua perhiasan ke dalam tas!” bentak pria berjaket kulit sambil menodongkan pistolnya ke arah pegawai dan pemilik toko secara bergantian.

Mata semua karyawan toko melihat ke arah bosnya, seolah-olah minta persetujuan atas permintaan pria berjaket kulit tersebut. Setelah pemilik toko memberi isyarat supaya menuruti kemauan si perampok, barulah ketiga karyawan toko itu membuka etalase dan memindahkan perhiasan-perhiasan emas yang ada di etalase ke dalam tas ransel milik kedua perampok itu.

“Semuanya!” bentak perampok kedua yang mengenakan jaket merah tua saat melihat seorang karyawan toko memisahkan emas logam mulia dan tidak dimasukkan ke dalam tas.

“Tangan diangkat ke atas, Ci!” kata perampok pertama saat melihat kedua tangan pemilik toko berada di bawah dan tertutup oleh mejanya.

Wanita pemilik toko terpaksa menuruti perintah si perampok. Kelihatannya perampok pertama tahu kalau di balik meja kerja si pemilik toko terdapat tombol alarm bisu, yang terhubung dengan pos keamanan pasar. Yang perampok itu tidak tahu, selain berada di meja pemilik toko, alarm bisu juga berada di salah satu ujung etalase, dan salah seorang karyawan toko telah menekan tombol itu.

“HEH! NGAPAIN LO!?” bentak perampok kedua saat melihat apa yang dilakukan karyawan toko.

DOR!

Suara tembakan terdengar!

Diikuti dengan robohnya salah seorang karyawan toko dengan dada berlumuran darah.

“Ngapain lo?? tanya perampok pertama pada rekannya.

“Dia nekan alarm di bawah meja,” jawab perampok kedua.

“Sial!”

Kedua perampok bukan baru pertama kali merampok toko mas. Sebelumnya mereka telah melakukan perampokan emas di beberapa tempat, dan bahkan saat ini masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) polisi. Borex dan komplotannya memang terkenal sebagai perampok yang sadis, yang tidak segan-segan melukai atau  bahkan membunuh korbannya jika mereka melawan atau tidak menuruti perintahnya.

Borex yang memakai jaket kulit mengarahkan pistol ke arah si pemilik toko.

DOR!

Tembakan tepat di kepala membuat wanita pemilik toko terkapar. Borex kemudian mengarahkan pistolnya pada dua karyawan wanita yang tersida, dan menembak semuanya.

“Kita pergi!” kata pria itu pada rekannya.

Saat keluar toko, Borex melihat kerumunan orang di dekat pasar. Mereka berkumpul karena mendengar suara letusan pistol dari arah toko emas.

“Minggir!” seru Borex sambil melepaskan tembakan ke atas.

Tembakan Borex membuat orang-orang yang berkerumun menjadi kocar-kacir. Tidak ada yang berani mendekat, apalagi mencoba melumpuhkan kedua perampok tersebut. Semua mencari selamat. Borex dan rekannya berlari menuju ke arah pintu keluar pasar, di mana telah menunggu dua rekan lainnya yang di atas sepeda  motor masing-masing.

Suara sirene polisi terdengar dari kejauhan saat Borex duduk di bangku belakang salah satu sepeda motor rekannya.

“Ayo jalan!” perintah Borex.

Kedua sepeda motor pun langsung melaju dengan kecepatan tinggi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Heart Between Stars   DUA PULUH

    09.41 WS Hal yang sama terjadi juga pada Jakarta. Seperti juga kota-kota lainnya yang terletak di pinggir pantai, Jakarta hampir rata dengan tanah, tersapu gelombang raksasa yang memorak-porandakan semua infrastruktur di ibukota negara tersebut. Dari puncak bukit, Arya memandang ke bawah, ke kejauhan di mana tadinya terdapat sebuah kota bernama Jakarta. Kini yang terlihat hanya hamparan air membiru yang sangat luas. Walau serangan gelombang telah reda, tapi air tidak segera surut. Hal itu karena Jakarta terletak di dataran yang paling rendah dekat bibir pantai, dan datarannya yang luas relatif sama ketinggiannya sehingga air mengalir lambat kembali ke laut. Hujan sendiri telah mereda, hanya tinggal bintik-bintik air saja yang masih turun. Walau begitu awan tebal masih menggelayut di langit. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hati Arya. Terlebih dia memikirkan nasib Priska yang terakhir kali diketahuinya masih berada di dalam kota.

  • The Heart Between Stars   SEMBILAN BELAS

    11.35 WSKota Jayapura yang terletak di pinggir pantai Samudera Pasifik bagaikan lenyap di telan bumi. Gelombang raksasa yang menghantam daratan hingga sejauh beberapa puluh kilometer dari bibir pantai telah menghancurkan segalanya. Bangunan, tumbuhan, dan kehidupan lainnya. Belum lagi adanya arus balik kembali ke laut yang menyeret apa saja yang dilaluinya. Pasca serangan gelombang raksasa yang mendadak itu meninggalkan genangan air setinggi kurang lebih 5-10 meter. Mayat makhluk hidup termasuk binatang dan manusia tampak mengambang. Beberapa orang yang selamat dari gelombang raksasa tersebut tampak mencari tempat yang lebih aman, seperti puncak gedung bertingkat, ataupun perbukitan yang mengelilingi ibukota provinsi paling timur Indonesia itu.Sekitar 8 kilometer sebelah selatan Jayapura, sebuah kompleks perumahan penduduk juga tidak luput dari serangan gelombang raksasa yang mendadak itu. Tapi tidak seperti tempat lainnya, kompleks perumaha

  • The Heart Between Stars   DELAPAN BELAS

    Andi sedang berada di dalam mobil BMWnya, terjebak di tengah kemacetan dan genangan air yang menghambat perjalanannya. Dalam hati dokter muda itu menyesal memakai mobil barunya di tengah hujan lebat yang mengguyur Jakarta sejak pagi. Kini, mobil yang dibelinya dengan sangat mahal itu, yang tadi pagi masih berkilat, telah basah dan dipenuhi lumpur dari genangan air yang dilewatinya sepanjang jalan. Andi juga merutuk karena tidak memperkirakan jalanan bakal semacet ini. Karena kesibukannya, Andi tidak sempat mencari info apa pun mengenai kondisi lalu lintas sebelum pergi. Yang jelas saat ini dia melihat orang-orang yang panik di jalan, sibuk seperti hendak keluar kota. Dokter muda itu hanya menduga mungkin ini karena liburan panjang dan efek arus mudik menjelang Idul Fitri. Tapi di sisi lain, Andi juga sempat melihat beberapa kerumunan massa yang nekat menjebol toko-toko dan menjarah isinya. Ada apa ini? batinnya. Setahu Andi, walau menjelang Idul Fitri terjadi

  • The Heart Between Stars   TUJUH BELAS

    Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat, Bandung. Hujan deras yang mengguyur Bandung sejak dini hari tidak urung membuat Markas Polda Jawa Barat terkena banjir. Apalagi daerah di mana markas itu berdiri adalah dataran yang lebih rendah dari daerah lain, sehingga menjadi tempat berkumpulnya air yang mengalir dari daerah yang lebih tinggi. Sejak pagi para anggota polisi yang berada di Polda sibuk menyelamatkan segala sesuatunya dari banjir, termasuk para tahanan yang berada di sel. Karena sel tahanan yang berada di bagian belakang kompleks Polda termasuk salah satu area yang tergenang air cukup tinggi, maka para tahanan harus dipindahkan ke area yang lebih aman. Dengan diiringi pengawalan para petugas polisi bersenjata, para tahanan pun digiring dari selnya ke bagian depan kompleks. Termasuk di antara para tahanan tersebut adalah Albertus Somata, pemimpin Sekte Hari Kiamat yang menghebohkan akhir-akhir ini, dan baru ditangkap kemarin.

  • The Heart Between Stars   ENAM BELAS

    Di dalam toilet, Priska menenangkan dirinya sambil membasuh wajahnya di wastafel. Gadis itu masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, dan di dalam hatinya dia menyangkal hal tersebut. Hari kiamat? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi! Timbul setitik penyesalan di hati Priska. Kenapa dia tidak menuruti kemauan ibunya agar sekali saja bisa pulang ke rumah. Jika saja ketika itu dia pulang, paling tidak jika hari kiamat itu benar-benar terjadi, saat ini dia telah berkumpul bersama keluarganya, bersama orang-orang yang dicintai dan mencintai dirinya. Tiba-tiba seperti teringat sesuatu, Priska merogoh saku bajunya dan mengeluarkan Ponselnya. Dia hendak menelepon ke orang tuanya. Memberitahu semuanya sekaligus permintaan maaf dan penyesalannya. Tidak ada respons dari seberang telepon. Priska mencoba kembali menekan nomor ponsel orang tuanya. Hasilnya sama saja. Berapa kali pun dia mencoba, tetap tidak berhasil. Kenap

  • The Heart Between Stars   LIMA BELAS

    Priska tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hari kiamat? Hal itu tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Lutut gadis itu serasa lemas. Keingintahuan yang begitu besar yang tadi menghinggapi dirinya hilang seketika, berganti dengan perasaan-perasaan lain yang tidak menentu. “Kita harus pergi sebelum segala sesuatunya menjadi buruk.” Kata Peter. “Apa yang menjadi buruk?” tanya Ferry heran. “Tentu saja cuaca ini.” “Maksud Anda?” Peter memandang Ferry sejenak. Dia maklum, sebagai orang awam Ferry memang tidak begitu mengerti tentang ilmu astronomi dan cuaca. “Terus terang saya tidak mengerti. Jika benar ada bintang dekat kita yang sangat panas, kenapa di Jakarta malah hujan. Disertai badai lagi. Ada apa ini?” tanya Ferry lagi. Peter menarik nafas. Dia terpaksa harus menjelaskan semuanya. “Anda tentu tahu tentang penguapan air bukan? Siklus air di alam hingga menghasilkan hujan?” kata Peter. Ferr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status