Menjelang tengah hari, kereta yang membawa Priska dan Arya tiba di Stasiun Gambir, Jakarta. Terlambat sepuluh menit dari jadwal seharusnya. Ketika turun dari gerbong yang ber-AC itulah Priska baru menyadari panasnya udara Jakarta siang ini.
“Eh, perasaan Gue atau Jakarta juga makin panas yah?” tanya Priska pada Arya.
Arya yang berjalan di sampingnya juga merasakan hal yang sama. Dalam beberapa hari ini suhu udara di Jakarta terasa meningkat. Dan menurut Arya hal itu tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Di Bandung dia juga merasakan adanya peningkatan suhu. Mungkin hal ini terjadi di seluruh Indonesia.
“Iya, kayaknya akhir-akhir ini udara makin panas aja.” Balas Arya.
“Kira-kira kenapa bisa begitu?” tanya Priska.
“Apa?”
“Lo kan sarjana astronomi. Gue tanya kenapa bisa begitu....”
“Mungkin karena musim kemarau yang panjang menyebabkan kelembaban udara menjadi rendah, atau bisa juga pengaruh angin panas di Pasifik. “ jawab Arya sekenanya. Dia sendiri belum tahu pasti penyebab naiknya suhu udara sekarang. Kalau dilihat, matahari tidak terlalu terik, bahkan agak tertutup awan. Arya sendiri bermaksud menanyakan pada temannya di kantor yang lebih menguasai soal ini.
“Oooo,” hanya itu komentar Priska mendengar jawaban Arya. Entah dia mengerti atau tidak.
“Kirain karena matahari makin deket aja ke kita. Kalo itu sih udah mau kiamat,” kata Priska lagi.
“Emang gitu kalo kiamat?” tanya Arya.
Pertanyaan itu membuat Priska terenyak. Dia tidak menduga kalau Arya akan menanyakan hal itu.
“Katanya sih,” jawab Priska
“Kata siapa?”
“Ya... kata Gue.” jawab Priska sambil tertawa.
“Tapi tenang aja kok! Gue yakin kiamat nggak bakal datang sekarang. Gue rasa masih lama.” lanjut gadis itu lagi.
“Kok Lo begitu yakin sih? Kan kita nggak tau kapan kiamat datang?”
“Perasaanku aja. Kan Gue belum kawin he...he...he...”
Jawaban Priska sama sekali tidak nyambung!
Di depan Stasiun, Arya dan Priska terpaksa harus berpisah karena keduanya mempunyai tujuan dan arah yang berbeda. Priska akan menuju ke tempat kerjanya di Van TV, sedang Arya ke kantor LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) tempatnya bekerja sekarang. Walau saat ini sedang libur, tapi ada sesuatu yang harus dikerjakannya, membuat dirinya harus datang ke kantor.
Mereka berpisah di depan stasiun setelah saling memberikan nomor Ponsel masing-masing dan berjanji akan saling menelepon.
Suasana VanTV terasa lengang ketika Priska tiba. Maklum, saat ini libur begini tidak semua karyawan TV masuk ke kantor. Karyawan dan kru yang ada juga kebanyakan telah berada di lapangan untuk mencari liputan masing-masing. Priska juga menduga dirinya tidak akan lama berada di kantornya.
Sebentar lagi pasti ada penugasan baru! Batinnya.
Sebagai reporter baru kadang-kadang Priska merasa dirinya selalu dijadikan sapi perahan. Disuruh melaksanakan tugas ini dan itu, bahkan kadang-kadang menggantikan tugas para seniornya. Untuk Hari Raya Idul Fitri tahun ini pun dia sudah dapat dipastikan tidak akan bisa berlebaran bersama kedua orang tua dan adiknya, karena sudah dijadwalkan akan bertugas saat Idul Fitri menggantikan reporter yang cuti, terutama reporter senior. Mungkin tahun ini Priska tidak akan sempat pulang ke Jayapura, tempat tinggal keluarganya selama 10 tahun terakhir. Walau ayah ibunya berasal dari Yogya, tapi ayah Priska sering dipindah tugaskan karena pekerjaannya sebagai seorang pegawai kejaksaan. Sejak lahir Priska pernah tinggal di Jakarta, Bali, Makassar, hingga terakhir ayahnya dipindahkan ke Jayapura, menjabat sebagai kepala kejaksaan di sana. Priska sendiri hanya sekitar 4 tahun tinggal lama di Jayapura, karena dia diterima kuliah di Jurusan Jurnalistik Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, kemudian mendapat pekerjaan di Jakarta setelah lulus.
Dugaan Priska benar. Baru beberapa langkah memasuki ruang kerjanya, dia berpapasan dengan seorang pria berusia 30 tahun yang langsung memanggilnya. Orang itu adalah Andri Rustaman, kepala bagian pemberitaan.
“Kok baru datang? Keretanya terlambat?” tanya Andri saat Priska memasuki ruang kerjanya.
Priska mengiyakan dengan nada lirih. Dia merasa sangat lelah dan lemas. Rencananya untuk tidur selama perjalanan buyar gara-gara keasyikan ngobrol dengan Arya.
“Kamu sebentar lagi ikut kru kita ke Merak. Melaporkan situasi lalu lintas sepanjang tol Jakarta – Merak dan situasi terakhir Pelabuhan Merak.” kata Andri lagi.
“Tapi Pak, kan sudah ada reporter kita di sana?”
“Benar, tapi kita akan menambah seorang lagi reporter lagi, karena kepadatan di sana meningkat drastis. Sebentar lagi kamu ikut helikopter kita yang akan berangkat ke sana, sekalian kamu melaporkan situasi di sepanjang tol Jakarta-Merak dari udara. Kamu belum pernah kan? Ini kesempatan emas kamu. Bisa?”
Priska memandang pada tas berisi pakaian yang dibawanya, kemudian mengangguk lemas.
“Hai... kamu udah pulang?”
Sebuah suara membuat Priska menoleh ke arah pintu.
Ternyata Astri, rekan Priska sesama reporter yang memanggilnya. Astri empat tahun lebih tua dari Priska, dan telah tiga tahun bekerja di VanTV. Priska banyak belajar darinya. Astri sendiri telah menikah dan mempunyai seorang anak yang masih berusia satu tahun. Setahu Priska Astri saat ini sedang meliput suasana liburan di Stasiun Gambir. Kenapa bisa ada di sini?
“Mbak Astri bukannya lagi liputan di gambir? Liputannya udah selesai Mbak?” tanya Priska.
“Belum. Mbak ada keperluan dulu di kantor. Kamu juga bukannya di Bandung? Kok udah pulang?” Astri balik bertanya.
“Di rolling, Gue disuruh ke Merak,” jawab Priska.
“Ooo...gitu,” jawab Astri.
Astri menggigit bibirnya saat melihat wajah Priska yang kelihatan lelah. Mudah-mudahan Priska tidak tahu kalau sebetulnya yang ditugaskan ke Merak adalah Astri, tapi dia menolak dengan alasan tidak bisa meninggalkan anaknya yang masih kecil. Karena itu Andri yang bertanggung jawab atas liputan mudik tahun ini memutuskan untuk menugaskan Priska yang sedang meliput di Bandung.
“Mbak?”
Suara Priska membuat Astri tersadar dari lamunannya.
“Kok malah ngelamun sih, Mbak? Mikirin apa?”
“Eh, nggak. Nggak papa.” Jawab Astri.
“Kamu mau berangkat sekarang?” tanya Astri.
“Nanti, tunggu komando.” Jawab Priska.
“Ooo...”
Tiba-tiba pintu yang terbuka diketuk dari luar. Priska melihat Andri berdiri di sana.
“Berangkat sekarang, Kak?” tanya Priska.
“Justru itu Priska. Helikopter yang rencananya akan mengantar kamu ternyata sedang dipakai mengantar kru ke Semarang, dan mungkin baru sore kembali ke Jakarta. Sebaiknya sekarang kamu pulang aja, istirahat dulu karena besok kamu harus udah berangkat seusai subuh.” Kata Andri.
Ucapan Andri bagaikan durian runtuh untuk Priska, sementara itu Astri hanya memandang juniornya itu dengan tatapan mata sedikit iri. Andai saja tadi dia yang menerima tawaran Andri, tentu saat ini dia bisa pulang ke rumah dan bermain-main dengan buah hatinya sambil menunggu waktu berbuka puasa.
“Astri. Kamu cepat kembali ke gambir untuk liputan berita sore,” kata Andri pada Astri.
“Ba...baik, Mas.” Jawab Astri.
“Jangan lupa Priska... besok kamu harus sudah ada di studio sebelum subuh. Atau kamu sahur di sini aja sekalian, biar habis sahur kamu bisa langsung berangkat.” Ujar Andri lagi pada Priska.
“Iya. Mas.”
Arya sedang berada di ruang kerjanya di LAPAN saat ponselnya berbunyi.Dari Priska? Tanyanya heran.“Halo?” sapa Arya.“Lo masih di kantor?” tanya Priska.“Iya. Ada apa?”“Pulang jam berapa?”“Paling jam 3 atau jam 4. Kenapa sih?”“Mau nggak nemenin Gue buka puasa?”Arya tertegun mendengar ucapan Priska.“Nemenin Lo buka puasa?” Pemuda itu balik bertanya.“Iya, sekalian kita lanjutin obrolan kita. Gue masih pengin ngobrol ama Lo,” jawab Priska.“Ngg... itu...”“Lo nggak bisa ya? Udah ada acara?” Tukas Priska“Bukan... bukan...”“Nggak papa kalau Lo ada acara atau nggak bisa,”“Nggak. Gue nggak ada acara kok. Jam berapa?”“Beneran Lo bisa?” tanya
Priska duduk menghadapi meja yang berada di dalam sebuah rumah makan di kawasan Pasar Festival, Kuningan Jakarta selatan. Sudah hampir satu jam dia berada di sana, setelah sebelumnya sengaja datang lebih awal dari waktu buka puasa supaya bisa mendapat tempat di rumah makan. Maklum, menjelang buka puasa, hampir semua rumah makan pasti penuh, apalagi rumah makan yang berada di daerah pemukiman padat penduduk atau perkantoran yang ramai. Terlambat datang sedikit saja, dipastikan tidak akan mendapat tempat makan. Bahkan jika sudah mendapat meja, harus selalu dijaga dan jangan pernah ditinggal walau hanya sebentar, karena pasti langsung diisi oleh orang lain, Bahkan andaikan telah memesan makanan dan minuman dan semuanya telah tersaji di atas meja, tetap tidak boleh ditinggal. Kalau sudah mendekati jam buka puasa memang terkadang suasana menjadi liar, di mana kadang berlaku hukum rimba ; siapa kuat dia yang menang.Waktu buka puasa tinggal lima belas menit
08.33 WS Kantor pusat NASA di Washington DC, Amerika Serikat.Tiga unit helikopter militer mendarat di halaman depan kantor NASA. Beberapa orang prajurit militer turun dari helikopter-helikopter tersebut, mengawal beberapa orang sipil yang berada di antara mereka. Termasuk di antara orang-orang sipil itu adalah Paul Gilbert dan Tracy Austin.Seorang karyawan NASA menyambut kedatangan rombongan yang berasal dari Mauna Kea itu. Dengan dipandu karyawan NASA berpakaian necis tersebut, Paul, Tracy, dan beberapa orang lainnya memasuki gedung di depan mereka dengan dikawal beberapa tentara. Mereka menyusuri koridor menuju ke suatu tempat.Suasana di NASA sangat sibuk seperti biasanya. Banyak orang yang terlihat sibuk, atau menyibukkan diri. Semua orang tampak memiliki pekerjaan masing-masing yang tidak dapat ditinggalkan. Bagi Paul yang pernah berada di lingkungan NASA, hal ini tidak aneh baginya. Tapi bagi Tracy da
International Space Station (ISS) adalah stasiun luar angkasa hasil kerja sama Amerika Serikat dengan sebelas negara termasuk Jepang dan Kanada. ISS yang masih dalam tahap penyelesaian itu selalu mengorbit di atas bumi. Saat ini ada tiga astronaut Amerika Serikat dan seorang kosmonaut Rusia yang kini berada dalam stasiun ruang angkasa tersebut. Mereka sedang mengerjakan proyek dari negaranya masing-masing.“Rusia sialan!” gerutu Daniel Byrd, salah seorang astronaut yang berada dalam ISS. Rekannya, Jose Estevez yang berada di sebelahnya heran mendengar gerutukan Daniel.“Ada apa?” tanya Jose sambil tetap mengerjakan apa yang sedang dikerjakannya, yaitu mengadakan penelitian mengenai kondisi udara dalam ruang hampa.Ruangan dalam stasiun yang tanpa gravitasi membuat tubuh mereka melayang-layang di dalam ruangan. Untung saja para astronaut dan para kosmonaut itu sudah terbiasa hidup dalam kondisi seperti itu.“Bukankah
“Pak Presiden,” John menyalami Presiden.“Selamat datang kembali di Gedung Putih.” sapa Presiden sambil tetap tersenyum. Senyum yang getir mengingat apa yang sedang dihadapinya sekarang.Berturut-turut kemudian orang yang datang bersama John bersalaman dengan Presiden Thomas, termasuk Paul. Presiden memandang Paul dengan pandangan bertanya-tanya karena tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Apalagi melihat pakaian Paul yang berbeda dengan yang lain. Paul memang baru pertama kali masuk ke gedung Putih. Dan karena mendadak, dia tidak sempat mempersiapkan baju yang pantas untuk itu.“Prof. Paul Gilbert, ahli astronomi. Dia dapat membantu Anda dalam konferensi pers nanti.” John menjelaskan.“Oya, selamat datang,”“Terima kasih Pak Presiden,” jawab Paul.“Anda akan mengatakannya sekarang?” kata John.Presiden menatap John.“Menurutmu? Kukira sekar
15 November 201404.46 WSLembaga Pemasyarakatan Cipinang, JakartaAli Fachruddin berjalan pelan menelusuri lorong Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan dikawal dua orang petugas. Sesampainya di depan salah satu sel yang kosong, salah sorang petugas membuka pintu sel dan Ali masuk ke dalamnya.“Terima kasih” ujar Ali.Kedua petugas Lapas itu tidak menjawab.Setelah mengunci kembali pintu sel, keduanya pun beranjak pergi. Ali kemudian menghampiri sebuah tas yang tergeletak di samping ranjang. Pria berusia 28 tahun itu mengambil sebuah buku yang berada di dalam tas besar miliknya yang juga berisi berbagai keperluan pribadi selama berada di penjara terbesar di Indonesia sepuluh hari yang lalu.Saat mulai membaca, suara lirih dari arah ranjangnya membuatnya terhenti sejenak dan menoleh.“Jangan berisik! Gue masih mau tidur!&r
07.12 WS Rumah mewah di kompleks perumahan elite di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu terlihat begitu lengang. Tentu saja, sebab rumah berukuran besar itu hanya ditempati oleh 4 orang. Rumah itu ditempati oleh dr. Andi Prasetyo beserta istri dan kedua anaknya. Andi adalah dokter muda yang kariernya sangat cemerlang. Di usianya yang baru menginjak 34 tahun, dia telah menjadi seorang dokter spesialis bedah dan tulang nomor satu di Indonesia. Walau secara resmi Andi bekerja di RS Cipto Mangunkusumo, dia juga sering menangani pembedahan di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama pembedahan yang sangat komplekss dan memerlukan keahlian tinggi. Pria itu juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya, sehingga tidak heran jika penghasilannya sebulan di atas rata-rata dokter lain di Indonesia. Dengan penghasilannya tersebut Andi dapat menghidupi keluarganya lebih dari cukup. “Anak-anak sudah bangun?”
Suasana di planetarium menjadi sunyi dan mencekam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing, memikirkan apa yang akan terjadi pada diri mereka dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka, khususnya orang-orang yang mereka sayangi. Dinginnya AC yang terpasang di dalam ruangan membuat suasana mencekam semakin terasa.Peter tercenung di depan layar laptopnya, Mengamati data dari NASA yang terkirim secara online. Hal yang sama dilakukan Arya di. Sementara Sudaryanto tampak mondar-mandir di dalam ruangan. Serasa ada yang mengganjal pikiran pria itu, dan dia ingin mengatakan sesuatu tapi urung dilakukannya.Dering Ponsel memecahkan kesunyian. Sudaryanto mengangkat Ponsel miliknya yang berbunyi.“Iya Pak... baik.. saya mengerti...” demikian ucapan Sudaryanto di telpon. Seluruh pasang mata memandang ke arah Sudaryanto sambil menebak-nebak siapa yang menelepon.“Tadi dari kepala BMKG. Dia sudah berbicara d