Selena bak bintang lapangan, dia begitu menguasai olahraga voli. Bukan hanya Selena, bahkan saudaranya juga seperti itu. Matt tidak ingin kalah oleh adiknya. Dia terlihat begitu unggul dalam permainan ini. Seolah paket sempurna dimiliki mereka berdua, semua murid langsung saja mengidolakan Selena dan Matt.
Selama jam pelajaran olahraga berlangsung, Selena tidak melihat kehadiran Rain. Lelaki itu lagi-lagi bolos pelajaran ini.
Apa yang dia inginkan di sekolah kalau apa saja dia lewatkan? Kenapa dia harus sekolah? Lebih baik dia di rumah saja. Dasar manusia aneh! … Selena terus memaki dalam hati saat sadar Rain hanya duduk di tribun sambil membaca buku.
“Lea,” panggil Selena pada Syilea yang sedang duduk di lantai meluruskan kakinya yang pegal-pegal.
“Ya?”
Selena duduk di samping Syilea. Dia tidak tampak kelelahan sedikit pun meski sudah mengeluarkan banyak tenaga dan itu aneh pikir Syilea.
“Kenapa
“Hal yang paling kubenci adalah saat aku tidak bisa membenci orang yang membenciku.”***Bianca begitu berani karena dia memutuskan untuk keluar dari sekolah sementara pelajaran masih berlangsung. Dia menyelinap keluar lalu berjalan lewat belakang sekolah, di mana tidak banyak orang-orang yang akan lewat sana.Pohon pinus yang tinggi dan besar menjulang ke langit. Dia terus berjalan dengan mata mengawasi sekitar. Memperhatikan apakah aka nada mangsa yang bisa dia buru hari ini. Dahaga yang dia rasakan sudah sangat tidak tertahankan.Diam-diam dia menyetujui permintaan Henry untuk tidak membuat onar dengan cara mencari manusia untuk dijadikan tumbal. Cukup dia mencari rusa di hutan untuk diambil darahnya lalu mencabik sehingga terlihat bahwa si rusa malang itu telah dimakan binatang buas. Setidaknya itu yang selalu mereka lakukan.“Kenapa tidak ada rusa satu pun?!” geram Bianca.Tenggorokannya semakin terasa p
“Berterima kasih lah pada semesta dan Tuhan karena kau masih diberikan napas.”***Syilea tampak merasa sangat bersalah. Beberapa kali dia berbisik pada Selena selama jam pelajaran untuk memaafkan dirinya. Meski bingung apa yang terjadi pada teman sebangkunya, setidaknya Syilea merasa tidak enak hati karena sudah membuat Selena mual hingga muntah seperti itu.“Padahal coklatnya masih bagus. Mana mungkin aku memberikanmu coklat yang sudah basi,” ucap Syilea setelah pulang sekolah. Dia terus berjalan mengimbangi langkah cepat Selena yang menuju ke pintu gerbang.“Sudah kubilang tidak masalah, Lea … aku hanya sedang tidak sehat. Pencernaanku begitu buruk hari ini, makanya aku mual,” jawab Selena mencoba menenangkan Syilea dari perasaan bersalah.“Benarkah? Aku sungguh-sungguh meminta maaf,” ucapnya lagi.Selena memaksakan senyumnya dan mengangguk. Di depan sana berjarak sekitar lim
“Entah manusia bahkan mahkluk abadi, mereka tidak bisa menahan satu hal yaitu nafsu.”***Selena mengepalkan tangannya. Tubuhnya mendadak gemetar. Lidahnya kelu dan matanya membulat sempurna. Dalam batinnya terus berperang untuk menahan diri agar tidak tergoda dengan wangi darah yang memenuhi kamar Bianca.Sementara di depan mata Selena tampak John yang memegangi badan Bianca yang berontak. Gadis itu seperti bukan dirinya. Matanya merah menyala sama seperti Selena dan wajahnya berlumuran dengan darah segar.“ELLE! TELPON SAUDARA-SAUDARAMU!” perintah John dengan nada tinggi untuk mengimbangi suara musik opera yang begitu keras.Aku tidak bisa. Aku tidak bisa menghubungi mereka. Badanku tidak bisa bergerak.Selena membatin. Dalam kepalanya terdengar suara-suara untuk mencicipi darah itu. Kejadian ini seperti dejavu, di mana saat dia melihat darah yang keluar dari kaki Syilea.“ELLE!”
“Apakah vampir juga bisa merasakan peduli? Jawabannya, iya.”***Selena terus berlari masuk ke dalam hutan. Berlari, berlari dan terus berlari tanpa melihat ke belakang. Dia tahu takkan ada yang berani mengikutinya, entah Matt, Henry bahkan John sekali pun. Selena merasakan sangat murka sekarang. Dia bahkan tidak ingin mendengar nama saudara-saudaranya.Beberapa kali dia hampir terjatuh karena terus berlari tanpa melihat arah di depannya. Tidak ada tujuan, hanya ingin terus menjauh dari rumahnya.Jahat! Kenapa yang mereka lakukan padaku selalu hal yang jahat?! Kenapa mereka begitu lancang? KENAPA?!Pertanyaan demi pertanyaan memutar di dalam kepalanya. Menuntut penjelasan kenapa hal itu bisa terjadi. Sungguh hari ini begitu sial rasanya. Di sekolah dia mendapatkan penolakan tegas dari lelaki yang mencuri seluruh perhatiannya, kemudian di rumah dia menemukan fakta bahwa dirinya sama menjijikan seperti saudaranya karena
“Memilih dalam berteman itu adalah suatu kewajiban.”***Sekarang Selena sudah duduk di sebuah sofa berwarna merah muda dalam kamar Syilea. Sebelumnya pemilik kamar tersebut menawari dia untuk minuman hangat, namun ditolak Selena. Tidak ingin memaksa karena peristiwa tadi siang masih membuat Syilea harus lebih berhati-hati dalam memberikan makanan ke Selena. Mungkin teman barunya itu memiliki riwayat penyakit serius pada bagian lambungnya.“Aku punya coklat hitam,” kata Selena mengeluarkan satu batang coklat hitam dari saku jaketnya. Itu adalah coklat pemberian Matt tadi siang saat pelajaran olahraga. Bekal berwarna hitam yang diberikannya itu berisi coklat hitam, makanan favorit Selena.“Bukankah itu pahit?” ringis Syilea setelah melihat Selena yang begitu menikmati coklat tersebut.“Tidak sama sekali,” jawabnya sambil mengulurkan pada Syiela. “Apa kamu mau mencobanya?”&l
“Hanya kekasih yang bisa menjadi pengobat rindu.”***Matt mengejar Selena yang tampak berlari di bawah gerimis dalam gelapnya malam. Dia penasaran ingin kemana gadis itu di tengah malam seperti ini. Sambil diam-diam mengikuti dari belakang, akhirnya dia berhenti di sebuah tempat.Sebuah rumah besar yang tidak terawat dengan pencahayaan seadanya. Halaman yang luas dengan dipenuhi dedaunan layu dan kering. Kolam air mancur kecil di depan rumah yang benar-benar terbengkalai. Matt mengerutkan kening, kenapa bisa Selena menuju tempat mengerikan seperti ini.“Apa yang dilakukannya?” gumam Matt yang memilih mengintip Selena dari balik pohon besar.Gadis itu berjalan tenang dengan dua tangan dikantongi dalam saku jaket. Matanya menatap lurus ke depan, ke arah rumah yang pintunya tertutup rapat. Dia sama sekali tidak sadar kalau sudah diikuti oleh Matt. Fokusnya hanya ingin melihat wajah Rain sekarang juga.Selena be
“Bagaimana caranya untuk memaafkan sementara dirimu memiliki sifat pendendam?”***Valley High School.Sejak pagi hingga siang, Selena hanya diam tidak bersuara. Bahkan ketika Syilea mengajaknya berbicara, dia hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan kepala. Dia benar-benar bungkam.Dia terus memikirkan tentang keluarganya yang begitu lancang menyakitinya. Mungkin hanya dia saja yang merasa tersakiti, karena kata Matt sebelumnya, itu dilakukan demi menyelamatkan dirinya.Tidak bisa percaya satu kata pun, itu adalah hal yang tersulit. Bukan mau Selena untuk memiliki sifat buruk seperti ini. Dia sendiri sudah lelah membenci. Dia juga ingin menjadi normal seperti Bianca dan Henry. Yang menganggap diri mereka sama seperti manusia normal lainnya meski yang membedakan adalah mereka abadi dan manusia makhluk fana.Seperti yang terjadi sekarang. Saat istirahat makan siang di sekolah, Selena berjalan menuju belakang
“Apa kau lupa caranya tersenyum yang tulus?”***Ada mitos di kalangan vampir yang mengatakan bahwa setiap vampir yang usianya mencapai genap 300 tahun, maka saat itu dia akan diberikan dua pilihan dalam dirinya. Menjadi vampir baik atau vampir jahat. Semua tergantung bagaimana kehidupan dia sebelumnya. Apakah dipenuhi dengan kegelapan seperti kebencian dan dendam atau dipenuhi berkah seperti senyum dan bahagia yang dirasakan.John sempat khawatir pada Selena, apakah anak adopsinya itu akan menjadi vampir baik seperti dirinya atau berubah menjadi vampir yang penuh kegelapan. Dilihat dari kehidupan Selena selama beratus-ratus tahun selalu membenci dan mendendam.Hanya ada satu cara untuk memastikan, yaitu membiarkan Selena jatuh cinta. Membiarkan gadis itu merasakan tentang kepedulian terhadap semua makhluk. Entah manusia atau bukan. Yang jelas Selena harus membuka hatinya agar tidak selalu gelap karena masa lalu yang kelam.***