==Lima Bulan Lalu==
Micko yang masih menjalankan tugas ke luar kota tiba-tiba datang ke apartemen Farah. Farah yang mendengar suara bel, membuka pintunya. Ia kaget bahwa yang datang adalah Micko,“Micko!.”kata Farah dengan memamerkan senyumnya.
Micko pun mengecup pipi Farah, “Hai, sayang. Aku datang.”
“Aku pikir kamu nggak bakalan datang ke sini.”katanya yang langsung cemberut.
“Aku bakalan datang ‘kok, apalagi buat lihat kamu.”gombal Micko.
Micko pun langsung menyosor bibir Farah yang merah merona. Farah membalas ciuman Micko yang penuh dengan nafsu. Tangan Micko dengan cepat membuka baju Farah, hingga Farah benar-benar polos tanpa sehelai busana begitu pun dengan Micko yang sudah setengah telanjang. Farah pun berusaha mencoba menghentikan aksi Micko, “Kamu mau nginep?.”tanya Farah di sela-sela aksi mereka.
“Kalau boleh. Aku sudah lama sekali nggak seperti ini sama kamu.”kata Micko.
Mereka berdua benar-benar di mabuk cinta. Tangan Micko bermain dan menyentuh daerah sensitivitas Farah. Farah pun mengerang keenakan. Ciuman mereka pun berubah menjadi ciuman yang membara, Micko menggendong Farah yang sudah tak berbusana masuk ke dalam kamar Farah. Bagian sensitivitas Micko juga ikut mengencang, sehingga mereka berdua benar-benar melakukan hubungan intim layaknya sepasang suami istri.
Farah dan Micko pun tertidur pulas. Ini kali ketiganya Farah berhubungan badan dengan Micko di dalam apartemennya. Micko pun tahu bahwa ia tak akan pulang kepada istrinya, Micko yang sudah bangun terlebih dahulu membersihkan tubuhnya dan menuju dapur. Micko melihat persediaan makan apa saja yang masih ada di dalam lemari pendingin. Walau hanya seadanya saja, Micko mampu mengubah makanan yang seadanya menjadi lebih ada lagi.
Di saat Micko masih menyediakan makanan untuk mereka berdua, Farah terbangun dan mendapati Micko tak ada di sisinya. Ia pun membasuh tubuhnya dan menghampiri Micko yang ada di dapur, “masak apa sayang?.”tanya Farah.
“Hai, sayang, sudah bangun kamu?.”katanya sembari memeluk pinggang Farah dan mencium bibirnya. Farah pun membalas ciumannya walau hanya sebentar karena ia merasa lapar.
“Mau donk. Aku lapar.”kata Farah.
“Belum jadi. Tunggu saja, cantik.”katanya menggoda Farah.
“Cepetan, aku lapar.”katanya dengan menggemaskan.
Micko yang melihat hal tersebut mempercepat tangannya supaya Farah bisa memakan hasil masakannya. Hanya dengan beberapa bahan, Micko membuat sup dan ikan mackarel kesukaan Farah. Micko pun menyuapi Farah dan begitu pula sebaliknya. Setelah mereka selesai sarapan, Micko izin pulang dan berpesan supaya Farah jangan meneleponnya.
==Lima Bulan Setelahnya==
Hal itu menjadi momen indah bagi Micko dan Farah, selama perjalanan menuju Cafe Farah masih saja menangis teringat bagaimana ia menjalankan hubungannya dengan Micko, ia tak menyangka bahwa hubungannya dengan Micko dengan cepat hampir saja berakhir. Ia pun tak segan masih memandangi handphone nya berharap Micko menghubunginya.
“Sudah lah Farah lupakan pria itu.”kata Vicka yang berusaha menenangkan anak angkatnya tersebut.
“Aku nggak bisa menghubunginya, ma.”
“Ya sudah lepaskan, Farah, berarti dia bukan pria baik untukmu.”
“Tapi…”
“Tapi, apa? Kau memikirkan anakmu itu. Kita akan periksa tapi setidaknya aku perlu kebenaran siapa yang salah dan siapa yang benar, aku tak mau asal menuduh.”
Mobil mereka pun menderu menuju lokasi yang mereka tuju. Vicka memarkirkan mobilnya dan masuk ke dalam Cafe bersama dengan Farah. Siska dan Filemon sudah menunggu kehadiran mereka. Siska melihat kondisi Farah yang benar-benar seperti orang habis terkena pukulan bertubi-tubi,
“Far..kamu nggak apa-apa?.”tanya Siska dengan suara pilu.
“Aku nggak apa-apa.”
“Kamu yakin, Farah?.”tanya Filemon penasaran.
“Aku nggak apa-apa, Filemon. Kalian sudah berapa lama di sini?.”tanya Farah yang berusaha tegar.
“Sudah kamu nggak usah pura-pura tegar.”kata Siska.
“Sudah berapa bulan anak kamu?.”tanya Filemon.
Farah bingung mau menjawab apa namun ia tahu bahwa ia tak bisa berbohong lagi, semakin perutnya membesar pasti semua orang akan tahu bahwa ia sedang hamil, “Dua Bulan.”
“Duduk.”kata Vicka kepada semuanya.
Mereka semua duduk dan harus menceritakan semuanya apa yang terjadi supaya Vicka pun dapat melihat mana yang benar dan salah. Siska pun menceritakan bagaimana mereka pertama kali bertemu. Hingga akhirnya Vicka tahu bahwa Micko lah yang terlebih dahulu menggoda Farah.
“Tapi, kamu salah juga Farah. Mau-maunya aja kamu percaya semuanya.”
“Memang itu kenyataannya, mama.”
“Walaupun seperti itu yaa tetep kamu juga salah. Mana ada pria beristri mau cerai dengan istri pertamanya.”
“Ooh ya, tante. Terakhir yang ku tahu istrinya juga pakai susuk dan guna-guna.”kata Siska.
“Zaman sekarang masih pakai gituan?.”tanya Vicka penasaran
“Iya, tante.”
Di saat yang bersamaan pintu Cafe terbuka ternyata Micko yang datang. Farah yang melihat hal tersebut tercengang antara harus menghampirinya atau tidak, “Sis…”kata Farah.
“Apa?.”
“Itu Micko.”
Vicka yang mendengar nama Micko di sebut oleh Farah seakan berusaha untuk menyadarkan anaknya bahwa dia tak ada di situ, namun berakhir bahwa benar dia datang ke tempat Cafe tersebut. Siska tahu bahwa sebentar lagi perbuatannya akan ketahuan.
“Micko!.”kata Farah.
“Farah, kamu kenapa ada di sini?.”tanya Micko. Micko memiliki tampang yang seperti habis kena pukulan dan hantaman seakan tak percaya apa yang baru saja ia lihat. Ia bahkan hanya menerima pesan singkat dari seseorang untuk datang ke Cafe tersebut.
“Aku hamil.”kata Farah.
“Kau hamil?.”Kata Micko dingin. Micko yang mendengarnya seakan sudah bosan apa yang baru saja ia dengar. Bahkan di benaknya ia ingin sekali mengugurkan anak yang ada didalam perut Farah.
“Awas saja kalau kau tak mau bertanggung jawab!!.”teriak Farah yang semakin memanas. Di saat yang bersamaan, sesosok wanita cantik muncul di belakang Micko. Micko kaget waktu ia melihat Danita, “Hai, Micko.”kata Danita.
Farah yang melihat hal tersebut merasa sangat tak berdaya, di dalam hatinya dasar laki-laki brengsek!!!!!! Ia pun menyiram Micko dengan air es dingin ke muka Micko dan, “Siapa dia?!.”katanya. Micko tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa mendapatkan rasa malu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Namun, ketika ia melihat bahwa Farah membuang minumannya ia tetap tak bergeming.
“Laki-laki sialan!.”teriak Vicka sembari menggebrak meja.
“Kamu beneran playboy.”kata Farah yang akhirnya tersadar bahwa benar apa yang dikatakan oleh Vicka.
“Sudah hamilin anak orang masih jalan sama perempuan lain lagi.”
Danita memiliki wajah bagaikan putri salju, menawan dan memiliki paras lembut bingung mau bicara apa. Satu sisi ia memang membuntuti Micko karena tak ada kabar satu sisi ia juga melihat Farah.
“Wow, daebak!!”kata Siska yang tak tahu akan jadi seperti ini.
“Farah, kenapa kamu ada di sini?.”tanya Danita.
“Aku hamil anaknya Micko, Danita. Terus kamu ngapain di sini juga.”
“Aku nggak sengaja ikutin dia, karena sudah lama aku nggak ada contact sama Micko. Karena istri Micko duluan yang blokir nomor aku.”jelas Danita.
“Hmm…sorry yaa, Micko. Aku yang minta datang.”kata Siska yang membuka percakapan.
“Nggak masalah buat aku.”sahut Vicka.
“Tapi apa-apaan ini semua?.”kata Micko yang seakan tak mau di salahkan.
“Karena kamu sudah hamilin anak ‘ku.”kata Vicka kepada Micko.
“Lha anaknya yang mau kok, tante.”kata Micko sembari tertawa.
“Jangan salahin anak saya. Salahin diri kamu juga.”
“Tunggu-tunggu, tante, ini ada apa?.”kata Danita.
“Kamu pergi, nggak ada urusannya sama kamu.”jelas Vicka kepada Danita.
“Maaf, tante, tapi saya juga selingkuhannya.”kata Danita yang berusaha memberitahu dari awal bahwa ia juga selingkuhan Micko.
“Kamu selingkuhannya juga?.”kata Vicka tak percaya.
“Iya, tante.”
“Kok kalian mau sih di jadiin selingkuhan. Harusnya kalian sebagai perempuan punya harga diri donk. Bisa-bisanya kalian di jadiin giliran.”jelas Vicka yang kepancing emosi.
“Hmm…kayaknya ada kesalah pahaman deh, tante.”sela Siska yang seakan ia sudah tahu apa yang terjadi.
“Salah paham gimana?.”tanya Vicka.
“Danita sama Farah itu sebenarnya sahabatan, tante. Nah, yang kenalin Micko itu Danita ke Farah karena Danita tahu bahwa sebenarnya istri Micko sudah bermasalah semenjak mereka menikah.”kata Siska yang menjelaskan.
Semua mata pun mengarah kepada Siska seakan ia yang lebih paham masalah yang di hadapi oleh Farah, Micko, Danita dan istri Micko. Micko pun yang berusaha menutupi hanya bisa meratapi nasibnya, dari bibirnya yang kelu keluarlah semua penjelasan yang terjadi selama beberapa tahun ia menikah dengan istrinya.
Siapa yang bermasalah yaa dan siapa yang jadi apinya yaaa….
“Kau bisa bertindak gila juga,” ledek Anneta yang berjalan beriringan dengan Louis.“Terkadang orang-orang yang seperti itu harus kita gertak. Aah, karena aku lupaan tolong beritahu aku untuk mengingatkan pemungutan suara. Aku sudah meyakinkan beberapa pihak luar untuk tetap memilih Vicka,” kata Louis yang memberitahu Anneta akan rencananya.Mendengar pengakuan Lousi wajah Anneta seakan penuh kemenangan. “Kau tak bisa di tebak,” aku Anneta terhadap Louis.“Kau baru melihat pertama kalinya, namun aku pastikan kalian akan menang. Kau tidak tahu bagaimana aku bekerja, tapi di luar sana orang-orang mengatai aku si ‘raja negosiator’,” akunya kepada Anneta.Anneta tertawa mendengar banyolan Louis. “Pantas saja, dia langsung bertekuk lutut,” kekeh Anneta.“Setidaknya untuk sementara kita lakukan hal itu,” timpal Louis.“Apa mereka bisa melakukan tindakan yang aneh lagi?” tanya Anneta yang sembari berjalan.“Seharusnya tidak. Biasanya jika di luar mereka yang aku ancam akan terus mengingatnya
Kedua mata Micko dan Farah saling mengerjap sama-sama terkejut bukan main bahwa Louis kembali untuk membayar kesalahannya di masa lalu. “Ha…hawai?” Micko terkejut mengetahui bahwa Louis memberikan dua ticket secara cuman-cuma kepada mereka berdua.“Sepertinya dia yakin akan menebusnya,” celoteh Farah. Farah sedikit tersenyum melihat punggung ayahnya sendiri yang sudah menjauh.“Sepertinya,” balas Micko. Micko memasukkan dua ticket tersebut ke dalam sarung jaketnya dan melenggang bersama Farah masuk ke dalam ruang kamar make-up.Anneta melihat kedatangan pasangan baru tersebut. “Bagaimana? Apakah dia menerimanya? Lalu, apa yang kalian lakukan?” berondong Anneta dengan banyak pertanyaan kepada kedua pasangan yang belum lama mengikat janji.“Semua berjalan dengan lancar, bahkan di luar dugaan kami.” Micko mengeluarkan dua buah ticket dari sakunya, “Dia memberikan kami ini, supaya kami bisa berbulan madu,” imbuh Micko.Anneta memegang kedua ticket tersebut, wajahnya juga ikut terperanjat
Beberapa pengunjung mulai merasa rishi dengan keributan yang hampir terjadi. Farah duduk untuk tidak memancing orang-orang mendekat ke lokasi mereka. “Tolong, jelaskan kepada kami!” sindir Farah. Micko juga akhirnya ikut duduk untuk mendengar penjelasan yang akan dikatakan Louis.“Maaf, jika sudah terlalu lama, aku juga awalnya tidak ingin ini terjadi namun mungkin kau sudah tahu banyak tentang kejadian yang menimpa hubungan antara Ibumu. Memang benar akulah pelakunya,” aku Louis pada akhirnya. Farah menutup matanya, ia sudah tahu bahwa Louis akan mengatakan hal tersebut. “Kenapa kau melakukan hal itu?” celetuk Farah dengan kesal.“Aku sangat menyukai Ibumu, hingga akhirnya malam itu aku hilang akal. Aku meminta Bobby untuk berpura-pura menggantikan aku sementara aku menjalani pengobatan.”Mendengar hal tersebut wajah Farah dan Micko yang sedari tadi sudah kesal melemaskan pundak mereka, seakan mereka harus mendengar penjelasan mengapa ia harus menghilang setelah sekian lama.Louis
Setelah pernikahan mereka berjalan dengan lancar, Anneta kembali bersama dengan Farah. Anneta membantunya melepas gaun pengantin yang dikenakan oleh Farah sementara Vicka sedang berdiskusi dengan para pegawai yang berada di tempat tersebut.Suasana hati Anneta sangat senang, ia bisa melihat Micko untuk menikah dengan wanita yang tepat apalagi setelah melihat bahwa ayah kandung Farah merupakan orang yang terpandang juga. “Sepertinya rencana kita berjalan dengan lancar,” ungkap Anneta senang.Farah yang mendengarnya menghembuskan nafasnya dengan berat. “Tapi, ada yang tak senang, seseorang yang mengatakan aku ‘pelakor’,” komen Farah.“Kata siapa kau seorang pelakor?” sebut Anneta.“Alice Dianora dan Nafa,” sebut Farah dengan nada sinis. “Mereka benar-benar merendahkan diri ‘ku, seakan mereka tidak puas dengan perbuatan yang sudah mereka lakukan,” sentak Farah yang masih ingat bagaimana diam-diam Nafa memanggilnya.“Yang mana? Alice atau Nafa?” tanya Anneta penasaran.“Nafa.” Suara Farah
Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya datang, mereka semua sudah mulai sibuk dengan pernikahan yang mereka gadang-gadangkan sebagai sebuah strategi termuktahir dari segalanya. Rencana Anneta dan Vicka berhasil, beberapa tamu sudah mulai hadir terutama dari kalangan atas.Terutama para petinggi di tempat Vicka bekerja juga ikut datang. Adelard yang di tunjuk oleh Anneta untuk yang meneguhkan acara pernikahan tersebut juga sudah datang, ia mengenakan jas abu-abu dengan dalaman kemeja putih terlihat membuat dirinya lebih wibawa.Di samping Adelard berdiri istrinya, Rachel. “Sepertinya aku kenal dengan wanita itu,” batin Vicka.Vicka melenggang menghampiri Rachel namun hal itu di hadang oleh Anneta. “Mau kemana?” tanya Anneta.“Aku kenal dengan wanita itu,” gumamnya sementara jari telunjuknya menunjuk pada Rachel kakak iparnya.Mata Anneta melotot lebar. “Bagaimana kau bisa mengenal kakak iparku?” tanyanya yang terkejut.“Ka..kakak iparmu!” seru Vicka.“Kita memang berjodoh,” seloroh Anneta
Anneta dan Micko keluar dari took tersebut, kaki mereka melangkah menuju restaurant cepat saji. Anneta ingat bahwa terakhir kalinya ia keluar membeli makanan beberapa tahun yang lalu. Dia juga masih ingat restaurant yang sama pula dengan yang pernah ia mampir.Anneta memesankan makanan yang akan di makan di tempat, ia juga memesankan beberapa makanan yang hendak di bawa pulang oleh Micko. “Bu, tambahkan McFlurry untuk Villa,” celetuknya.“Ibu, kangen Villa,” imbuhnya yang teringat akan Villa. “Tolong pesankan satu McFlurry Oreo,” sambungnya.“Baik,” jawab petugas itu. Petugas itu memesankan pesanan tersebut untuk di bawa pulang. Mereka menunggu pesanan yang di peruntukkan untuk Villa sementara mereka menunggu pesanan tersebut Anneta melihat kepada anaknya tersebut.Micko canggung akan perasaannya itu tiba-tiba saja, ia menerima telepon dari Farah. “Kamu dimana?” gerung Farah yang menahan kesakita