Share

Debat

Vicka pun mulai menerima keadaan anaknya yang sudah terlanjur hamil terlebih dahulu, namun ia juga harus mencari tahu siapa yang bersalah sehingga tidak terjadi antara tuduh menuduh karena menurut Vicka tak baik untuk Farah maupun si jabang bayi bahkan tak baik pula kepada Micko. Sehingga Vicka mengambil jalan tengah dengan berbicara dari hati ke hati mengenai apa yang terjadi dengan dengan anaknya.

Farah yang masih tak tahu apa yang sudah terjadi dengan dirinya tetap tak mau mengakhiri hubungannya dengan Micko. Mereka masih saja tetap ingin berhubungan walau nomor Farah sendiri sudah di blockir oleh Micko.

            “Micko, kemana kamu? Dasar brengsek.”katanya yang selalu meratapi hasil hubungannya dengan Micko.

Tak berapa lama handphone Farah berbunyi dan ternyata yang menelepon bukanlah Micko melainkan teman dekatnya, Siska. Siska tahu apa yang baru saja di alami oleh Farah, tak mudah Farah dapat menjalankan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya itu, “Siska…”katanya dengan menangis.

            “Giliran sudah begini saja, baru nangis.”

            “Maaf.”

            “Telat. Lagi dimana? Ayo ketemuan.”

            “Dirumah. Nggak boleh keluar sama mama.”

            “Kamu masih beruntung punya mama yang peduli sama hidup kamu. Tapi, saking egoisnya kamu bahkan kamu nggak mau dengerin mama kamu sendiri kan.”

            “Bukan gitu, sis. Mama kan belum tahu yang sebenarnya apa yang terjadi antara aku, Micko dan istrinya itu.”

            “Farah, kamu tuh cantik, buat apa mikirin laki-laki yang sudah punya istri itu. Tinggalin aja sih.”

            “Siska, ‘kan aku sudah pernah cerita semuanya sama kamu. Kalau yang sebenarnya salah juga dari istrinya juga itu kenapa Micko mau sama aku.”

            “Farah, aku tuh sayang sama kamu sebagai sahabat pun aku juga nggak akan mau lihat kamu seperti ini. Aku nggak tega, masalahnya di sini adalah Micko juga laki-laki brengsek. Lihat sekarang kondisi kamu, kalau dia bener-bener laki yang mau tanggung jawab, dia nggak akan ninggalin kamu dengan kondisi badan dua, say, dia pasti bakalan nemenin kamu. Gimana nggak brengsek coba kalau bukan kayak gitu.”

            “Siapa itu Farah?.”Tanya mamanya.

            “Sis…Siska.”katanya dengan terpatah-patah.

Vicka pun merebut ponsel anaknya dan Siska sudah tahu pasti dia yang akan menjadi incaran mamanya Farah, “Hai, siska.”kata Vicka dengan senyumnya yang sedikit menakutkan.

            “Hai, tante.”sapa Siska di ujung teleponnya itu.

            “Farah cerita apa saja dengan kamu tentang pria tersebut?.”Tanya Vicka yang langsung menuju sasarannya.

Siska pun hanya menelan ludahnya seakan ia tak percaya apa yang baru saja ia dengar, ia hanya berusaha supaya mamanya Farah tidak melontarkan kata-kata tersebut, namun di luar dugaan Siska, Vicka menyebutkan apa yang tak ingin Siska dengar. Siska pun tak bisa berkutik dengan pernyataan melekit yang dilemparkan oleh mama Farah, “Banyak banged, tante.”katanya yang berusaha tak mau membongkar.

Vicka pun mengarahkan kepalanya kepada anaknya sendiri, Farah, dan memperlihatkan bahwa ia mampu melakukan apa yang tak bisa anaknya lakukan. Dengan gerakan kepalanya, Vicka, Farah tahu bahwa ia sedang dalam masalah besar, “Lanjutkan, Siska.”

            “Intinya kalau, tante, mau tahu dengan cerita sebenarnya. Aku very-very welcome dengan kehadiran, tante, di café ku.”kata Siska yang pastinya akan mengusir pelanggan yang datang ke café nya tersebut dalam hitungan beberapa jam karena pasti akan terjadi tuduh menuduh yang menyebabkan keributan.

            “Oke, tante dan Farah akan ke sana sebentar lagi.”katanya ketus kepada Siska.

            “Siap, tante, aku tunggu.”kata Siska.

Siska pun menutup teleponnya dan ia berusaha mengatur nafasnya supaya ia bisa memahami apa yang baru saja terjadi, “mimpi apa semalam?.”kata Siska yang berbicara kepada dirinya sendiri. Lamunan Siska tersebut di buyarkan dengan kehadiran Filemon yang tiba-tiba datang.

            “Siska.”kata Filemon. Filemon merupakan pemuda langganan tetap Siska di Café tersebut. Ia memiliki postur tubuh yang kekar, berotot, wajah tampan dan bahu yang bidang. Filemon merupakan seorang guru Gym.

            “Filemon...bisa gila aku.”

            “Masalah apa lagi?.”Tanya Filemon yang sebenarnya dia sudah tahu.

            “Kau sudah tahu kenapa masih nanya.”kata Siska kesal.

            “Apalagi yang dilakukan Farah?.”

            “Ini bukan masalah Farah lagi. Tante Vicka.”katanya panic.

Filemon yang mendengar nama Tante Vicka langsung paham dengan perkataan Siska. Ia pun langsung panik seakan ia akan datang tak lama lagi. Siska yang melihat kelakukan Filemon seperti cacing kepanasan memukulnya, “Sama saja kan ‘kau. Gimana aku nggak pusing coba.”

            “Yaa mau gimana lagi.”

            “Sudah ayo bubarin pelanggan dulu.”

 Di saat Siska dan Filemon membubarkan pelanggan. Di rumah Vicka, malah terjadi persaingan sengit antara anak dan ibu. Vicka pun yang sudah tahu bahwa Farah pasti akan sering bercerita dengan Siska memergokinya secara tak sengaja,

            “Ayo, ikut.”kata Vicka dengan sarkatik.

            “Mama! Ini urusan aku.”

            “Sudah bukan urusan kamu lagi! Mama sudah harus turun tangan!.”katanya dengan makian.

            “Farah sudah besar, ma. Mana mungkin mama paham kondisi Farah.”

            “Farah, mau kamu bicara kamu sudah besar atau apapun itu kamu tetap seperti anak kecil di hadapan mama yang nggak bisa di atur!?.” Perkataan Vicka memang betul, Farah layaknya seperti anak kecil yang tak bisa di atur, “Sekarang, mama, tanya sama kamu. Berapa banyak uang mama yang habis sama kamu? Kamu tahu nggak, Farah. Kamu juga tahu kalau mama bukan mama kandung kamu, Farah.”

            “Aku tahu, mama bukan mama kandung aku. Tapi, aku cuman mau sama dia, ma.”kata Farah yang mulai menangis.

            “Farah, kamu hidup di dalam kemewahan mama. Karena apa? Mama kandung kamu titipin sama aku. Layak lah aku menganggap kamu seperti anak’ku sendiri. Aku sendiri bahkan tidak pernah meminta se sen uang pun sama kamu. Kamu bahkan bebas bisa menggunakan uang kamu. Uang kamu habis pun aku masih peduli sama kamu. Coba lihat di sekeliling kamu, mana oom dan tante kamu yang mau peduli sama kamu?.”katanya dengan penuh emosi. Vicka pun tanpa sadar menitikkan air matanya tanda ia peduli dengan kehidupan Farah.

            “Sekarang saja kamu hamil. Di luar nikah lagi. Siapa yang mau biayain kalau bukan aku? Tolonglah, Farah, anggap aku seperti ibu kandungmu.”katanya dengan nada menyentak, “Mama, sayang sama kamu sama seperti mama kandung kamu sayang ke kamu. Ini saatnya, mama bela kamu. Karena mama anggap kamu seperti darah daging sendiri. Salah kalau aku yang seperti ini sama kamu, Farah.”

Farah tertunduk menangis. Vicka yang tahu bahwa ujungnya seperti ini hanya bisa berusaha menahan ke sabarannya. Ia pun teringat bahwa tiap kali karyawannya melihat Farah berulah maka akan selalu di gunjingkan bahwa Farah anak bermasalah, namun ketika ia melihat yang sebenarnya, ia sadar bahwa Farah butuh perhatian lebihnya. Bukan hanya sekedar materi namun kasih sayang yang tak bisa Vicka berikan. Vicka pun menghampiri anak angkatnya, ia memeluknya bahkan mengecup keningnya, “Ayo, sayang, kita ke Café Siska. Mama nggak mau asal nuduh. Mama perlu kebenarannya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status