Dua hari yang lalu, setelah keributan yang dibuat Ares di kantin itu selesai, Athena tidak masuk sekolah selama dua hari itu. Ia tidak bisa menghadapi orang yang menatapinya dengan berbagai macam pandangan. Belum lagi harus bertemu Ares, si iblis dari neraka itu—panggilan Athena pada Ares. Sebagai gantinya Sidney yang mendapat berbagai pertanyaan dari teman sekelas mereka, tapi gadis itu tidak bisa menjelaskan apa-apa. Dia hanya berkata bahwa Athena bukan gadis seperti itu. Sidney juga berusaha berbicara dengan para guru, menjelaskan bahwa saat itu Athena bukan tidak sadar karena mabuk, tapi ia hanya asal bicara dan Ares memanfaatkan itu untuk menjebak Athena. Sebagai ganti agar guru-guru percaya, dua hari lalu Athena menjalani tes alkohol dan NAPZA di Rumah Sakit milik kerabat Sidney. Dan hasil mengatakan bahwa Athena negatif dari alkohol dan NAPZA. Walau setelah itu guru-guru kebingungan siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi karena Sidney membawa bukti dan Ares tidak bisa membuktikan Athena ada di Bar saat itu, maka guru-guru memutuskan untuk percaya pada Athena dan membatalkan rapat dengan komite siswa.
Masalah dengan Guru memang sudah diselesaikan. Tapi rumor di kalangan siswa tidak bisa dihentikan. Ada yang percaya pada Athena setelah Sidney menjelaskan. Ada juga yang masih bertanya-tanya soal kebenarannya bagaimana. Fakta bahwa Sidney tidak bisa menjelaskan apa maksud dibalik video pernyataan Ares di kantin waktu itu, membuat beberapa orang masih ragu untuk percaya pada Sidney maupun Athena. Mereka hanya percaya bahwa Athena tidak mabuk, tapi mereka masih ragu antara Athena dan Ares tidak ada hubungan apapun, karena Ares sampai harus pindah sekolah. Apa lagi alasan yang masuk akal jika bukan untuk Athena?
“Sid, gue bener-bener nggak tahu lagi deh harus ngadepin si iblis dari neraka itu kayak gimana. Besok gue harus masuk sekolah. Ada ulangan harian sejarah, kan?” Athena yang sedang berada di rumah Sidney itu merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk sahabat berponinya.
Omong-omong, dua hari sebelum tes ke rumah sakit, Sidney meminta maaf atas pengkhianatannya pada Athena sambil menangis. Gadis berinisial AA itu tidak bisa marah terlalu lama pada sahabat satu-satunya.
“Lo tenang aja. Image baik lo di antara para guru udah balik. Tinggal kita bikin anak-anak percaya kalau lo bukan pacar si Iblis itu.”
“Tapi kalau dia mulai bikin rencana macem-macem atau ngancem gua gitu, gimana, Sid? Kalau misal lo dituntut karena ngelanggar perjanjian kalian, gimana?”
Perjanjian yang dimaksud adalah, Sidney tidak boleh memberitahu bahwa semua yang dikatakan Ares di video adalah bohong. Pengecualian untuk masalah mabuk, karena memang sangat kontroversial dan bisa membuat Athena diberikan skors dan poin. Dengan berat hati saat itu Sidney harus memohon pada Ares dan berkata bahwa dia akan bersedia jadi pesuruh Ares selama seminggu jika Sidney diperolehkan menjelaskan pada guru soal Athena yang sebenarnya tidak mabuk, ia berhasil mendapat kemurahan hati dari Ares. Tapi selama dua hari itu Ares hanya menyuruh Sidney membelikan makanan ke kantin dan mengerjakan PRnya. Tidak ada tindakan yang lebih kejam dari itu, atau setidaknya belum, karena masih tersisa 5 hari lagi.
“Huft… apa harusnya gue berlutut ke dia dan minta izin buat ngejelasin yang sejelas-jelasnya ke semua orang aja, ya?”
“Lo mau dituntut, Sid?”
“Sebagai gantinya gue sewa pengacara aja. Minta bokap gue cariin pengacara bagus.”
“Lo lupa siapa Ares Adiwangsa, Sid?”
“Iblis dari neraka?”
Athena mengangguk, “Ditambah fakta kalau iblis dari neraka itu adalah anak dari seorang Hakim Tertinggi di Mahkamah Agung dan seorang keturunan ningrat. Gue searching marganya yang nggak biasa itu, dan nemu satu artikel yang nyebutin kalau Ares satu-satunya penerus di keluarganya. Nyokapnya punya beberapa restoran di New York dan Australia padahal kerjaan tetapnya Dokter Bedah Jantung.”
“Wah gila, lo sampe nyaritahu gitu.”
“Kalau berurusan sama iblis yang susah dikalahin, harus tahu beberapa hal tentang dia, kan?” Athena seakan bangga karena bisa mencaritahu fakta yang sulit didapatkan itu, “Emang nggak disebutin kalau namanya Ares sih, tapi di artikel itu bilang kalau keluarga Adiwangsa cuma punya satu penerus berinisial A, dan dia masih muda. Nggak ada foto apapun di sana. Bener-bener nggak ada foto Ares di internet.”
“Jiwa kepo gue jadi meronta-ronta nih abis denger cerita lo. Apa gue cari tahu aja ya lebih lanjut soal si Ares? Kan bagus juga kalau kita tahu rahasia atau kekurangan dia buat jadi kartu AS kita!” Sidney mulai semangat. Athena ikut mengangguk setuju.
“Tapi gimana caranya?”
“Kita pikirin nanti kalau udah tahu caranya. Yang penting kita udah punya tujuan buat ngebales si iblis dari neraka itu.” ucap Sidney girang. Mereka berdua bertos ria, terlampau senang bisa memiliki rencana itu.
“Lo balik atau nginep di sini?” Sidney memecah keheningan yang tercipta setelah tawa mereka reda.
Athena berpikir beberapa detik, “Nginep aja kali, ya? Bokap gue ada perjalanan bisnis ke Surabaya. Nyokap juga balik malem.”
“Dua adik lo yang kembar itu gimana?”
“Ah bodo amat. Paling mereka ngerusuh di rumah karena bokap nggak ada. Sebelum gue ke sini, tadi beli frozen foods dulu buat mereka makan.” Athena memejamkan mata, “Eh tapi seragam gue, ya?” dengan penuh kesadaran Athena terduduk di kasur.
“Ah iya. Proporsi badan kita nggak sama, lo nggak bisa pinjem seragam gue. Yang ada lo bakal kelihatan kayak orang-orangan sawah.” ucap Sidney diiringi tawa. Athena lantas memukul sahabatnya itu dengan bantal di dekatnya.
“Gue sadar sih kalau gue emang pendek dan kecil. Tapi lo nggak usah memperjelas gitu dong.”
“Gue Cuma bilang lo bakal kelihatan kayak orang-orangan sawah, lo sendiri yang bilang badan lo pendek dan kecil, Na. HAHAHAHAHA.” Sidney kalau sudah bercanda, memang ahlinya membuat orang terpancing.
“Terserah lo deh. Ya udah, gue balik sekarang ya. Takut kemaleman.” Athena membereskan barang-barangnya.
“Mau gue anter sampe depan?” Athena menggeleng, “Okey.”
###
Athena turun dari ojek online. Membayar sebesar 20 ribu, kemudian menyerahkan helm, “Makasih, Bang. Kembaliannya ambil aja.” walau hanya dua ribu, tapi Athena selalu memberikan lebih pada Abang ojol. Itung-itung sedekah, menurutnya.
“Makasih, Neng.”
Athena mengangguk, dan membuka gerbang rumahnya. Ia sedikit terkejut ketika melihat ada mobil silver terparkir di garasi rumahnya, “Papa udah balik?” monolognya. Athena pikir itu mobil dari kantor Papanya yang memang suka berganti-ganti. Jadi ia sudah menyiapkan penjelasan kenapa ia bisa pulang jam tujuh malam. Dengan jantung yang berdebar, takut dimarahi, Athena masuk perlahan ke rumahnya.
Dari dalam rumahnya terdengar suara tawa dua adiknya yang kembar itu. Dugaan Athena adalah Papanya membelikan oleh-oleh yang membuat Alfred dan Alvin kegirangan. Tapi ketika dirinya masuk ke ruang keluarga, tubuhnya membeku di ambang pintu. Di sana, duduklah seorang iblis yang sangat ia hindari. 'Gimana bisa dia ada di sini?!' Batin Athena memekik keras.
“Eh, kamu udah pulang, Ana.” Ares yang melihatnya lebih dulu, tersenyum seperti iblis ke arahnya. Membuat kedua adik kembarnya ikut menoleh serempak.
“Kamu? Ana?” Athena menekan pertanyaannya, “Sejak kapan lo pura-pura jadi malaikat? Ini bukan di sekolah, lo nggak usah pura-pura lagi.”
“Kamu yang nggak usah pura-pura? Mereka udah tahu kalau kita pacara.”
“Hah?”
“Kak Nana nggak usah pura-pura lagi. Tadi kakak ganteng ini udah ngejelasin kalau dia pacar Kak Nana. Bahkan dia nunjukin video Kak Nana yang salah paham di Café itu.”
“Iya, kakak ganteng ini juga bawain kita pizza.”
Athena dibuat melongo mendengar perkataan mereka bertiga, “Kak Nana? Kakak ganteng?!” dada Athena naik turun menahan marah, “Lo berdua nggak usah sok-sokan sopan sama gue di depan iblis itu. Biasanya juga manggil Nana doang tanpa embel-embel ‘kak’. Dan lo, Ares… pergi dari sini sekarang.” Athena mengarahkan jari telunjuknya pada pintu keluar.
“Okey, kita nggak bakal pura-pura sopan lagi sama lo, Na. Yah, karena umur kita cuma beda satu tahun, dan kita berdua laki-laki.” ucap Alfred, yang lebih tua 3 menit dari Alvin.
“Terserah.”
“Tapi lo jangan pura-pura nggak pacaran sama dia. Orang di video itu jelas banget kok.” Alvin menimpali. Ares menatap Athena dengan senyum penuh arti, merasa menang.
“Itu cuma video prank yang gagal buat konten Sidney, paham?” Athena berusaha sabar menjelaskan.
“Prank apaan? Lihat sendiri nih,” Alvin menyerahkan HPnya pada Athena. Gadis itu bisa melihat jelas bahwa video tersebut sudah diedit. Tidak ada bagian dia meminta maaf karena salah orang, ataupun Sidney yang menariknya pergi dari sana. Hanya ada dia yang menggandeng tangan Ares, dan tanggapan Ares pun berubah, seakan videonya dibuat dengan cara cut and tample oleh video yang berbeda seperti dibuat ulang. Di sana Ares tersenyum kikuk dan berusaha menjelaskan bahwa wanita itu adalah Tantenya. Athena tidak mengerti kenapa video itu bisa berubah, tapi ia sadar bahwa Ares memang gila.
“Itu udah dimanipulasi. Video aslinya ada di channel youtube—“ Athena menghela napas, ia baru ingat bahwa video prank yang asli sudah dihapus sebagai salah satu perjanjian Sidney dan Ares. Gadis itu menutup wajah dengan kedua tangannya, kemudian berteriak keras.
“Kalau Nana nggak mau ngakuin. Apa kita harus kasih tahu Papa?”
“JANGAN!” Athena sontak berteriak, akan jadi lebih rumit kalau Papanya yang notabenenya melarang dia berpacaran mengetahui hal ini, meskipun hanya permainan licik Ares. Athena menghela napas lagi, “Kalian disogok berapa sama dia? Gue bayar dua kali lipat.” ucapnya pasrah.
“Kita nggak disogok. Tapi emang niatnya mau malak duit lo sih. Gue bakal rahasiain ini dari Papa kalau royalti hasil podcast lo selama sebulan buat kita.” Alfred tersenyum licik.
Athena dibuat pusing. Kenapa juga dua adiknya malah bertingkah seperti ini. Padahal biasanya mereka hanya mengganggu tiap Athena sedang rekaman, sampai membuat gadis itu harus merekam di rumah Sidney untuk setiap topiknya.
“Bisa nggak percaya aja sama kakak kalian yang cantik ini?” Athena tersenyum manis pada Alfred dan Alvin. Tidak mungkin memberikan satu bulan royaltinya pada dua adiknya itu. Bisa-bisa ia jalan kaki ke sekolah setiap hari, karena semenjak tahu bisa menghasilkan uang sendiri, Papa dan Mamanya tidak pernah lagi memberikan uang saku bulanan, hanya uang untuk kebutuhan dirumah, seperti uang makan dan uang listrik. Padahal keluarga mereka berkecukupan.
“Nggak bisa, Na. Karena nggak ada bukti. Lo sendiri yang bilang, semua penjelasan perlu bukti, kan?” balas Alvin.
Athena menghela napas, “Okey. Gue akui gue pacaran sama dia. Jangan kasih tahu, Papa, okey? Nah, karena gue udah ngaku, kalian nggak perlu uang royalti gue.” Athena beranjak dari sana. Ia ingin segera mandi dan mendinginkan kepalanya.
“Okey. Gue akui gue pacaran sama dia. Jangan kasih tahu, Papa, okey?” suaranya terputar ulang pada rekaman di ponsel Alvin.
Athena berbalik arah, “APA-APAAN? KALIAN CUMA MANCING GUE BUAT BIKIN SENJATA ANCAMAN BIAR TETEP BISA AMBIL DUIT ROYALTI GUE?!”
Suara tawa Ares menggema di seluruh penjuru ruangan. Ia yang dari tadi hanya mengamati akhirnya bereaksi. Tawanya tidak berhenti bahkan ketika Athena sudah melemparinya dengan bantal sofa, “KENAPA LO KETAWA, IBLIS?”
“Lo bego banget, HAHAHAH. Udah tahu cuma dipancing tapi tetep lo ucapin, HAHAHAHA… sumpah, lo emang—“ tawa Ares baru berhenti ketika mendapat tatapan dari AL kembar, “Ekhem, sorry kelepasan. Gue emang suka kelepasan tiap sama Athena. Habis, dia lucu-lucu-bego gitu.” AL kembar semakin menatapnya tajam, “Ah, maksud gue bukan kelepasan yang kayak gitu, tapi ketawa kayak tadi.”
“Barusan Kak Ares bilang Nana bego, Al?” tanya Alvin pada Alfred.
“Iya kayaknya, Al.” jawab Alfred.
“Eh, sorry, maksudnya tuh—“
“Nggak apa-apa Kak Ares. Berarti bukan cuma kita yang nganggep Nana bego, akhirnya.” ucapan Ares dipotong Alvin.
“Sialan.” Athena hanya bisa membiarkan. Ia sudah lelah sekali.
“Ya udah, karena kita udah dapet senjata, kita balik dulu ke atas. Dadah.” AL kembar segera pergi dari hadapan Ares dan Athena, tidak lupa membawa semua kotak pizza yang Ares berikan.
Ares hanya bisa tersenyum kecil melihat AL kembar, ada serat iri dan kerinduan ketika melihat mereka berdua. Dan Athena bisa menangkap tatapan tidak biasa Ares pada dua adiknya. Bukan tatapan iblis, tapi tatapan yang lebih tulus.
“Sana balik. Udah puas kan lo lihat gue diperas adik sendiri?”
“Puas banget.” senyum iblis itu kembali, “Sampai ketemu besok pagi.”
“Terserah lo.”
“Okey. Gue balik.”
“Nggak peduli.”
Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian
Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,
Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu
Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney
“Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar
Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn