Share

5. Tingkah Gila Iblis

Pagi-pagi sekali Athena sudah bersiap ke sekolah. Ia sengaja membuat bekal lebih banyak. Kebiasaannya adalah membawa makanan ringan untuk dimakan di istirahat pertama yang singkat, ia malas pergi ke kantin yang hanya akan membuatnya berdesakan. Biasanya Athena akan makan ke kantin pada jam istirahat kedua. Tapi karena ia menyadari bahwa telah hadir seorang iblis yang akan mengganggunya di sekolah, maka Athena sengaja membuat bekal lebih banyak agar tidak perlu pergi ke kantin dan bertemu dengan Ares.

Tapi semua harapannya pupus. Sia-sia saja ia membawa bekal lebih banyak kalau pagi ini saja ia sudah melihat Ares berdiri di samping mobilnya yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah Athena. Gadis itu hanya bisa menghela napas, ia melirik iPhonenya yang menampilkan maps pada aplikasi ojol. Abang ojol yang sebentar lagi tiba mungkin bisa ia jadikan alasan untuk menghindari Ares pagi itu.

“Selamat pagi, Ana.”

“Nggak usah sok baik. Abang ojol gue udah deket.”

“Terus?”

Athena hanya bisa mengerutkan dahi, heran, “Ya maksudnya, gue nggak mau berangkat sekolah sama lo. Paham, kan?”

Ares terkekeh, memegangi perutnya, “Kata siapa gue mau nganter lo ke sekolah?”

“Apa?” Athena jadi malu sendiri. Terus kenapa ada di depan rumahnya kalau tidak ingin mengajaknya berangkat sekolah bersama? Bukannya di novel-novel biasanya begitu?

Abang ojol seperti penolongnya, ia tidak perlu berlama-lama malu di depan Ares, “Neng Nana, betul?” tanya abang ojol memastikan setelah melirik nama pengguna Athena pada aplikasi ojol. Gadis itu mengangguk, dan segera menerima uluran helm dari abang ojol—yang menatapnya dan Ares bergantian, mungkin kebingungan.

“Berangkat, Bang.” Athena memberi aba-aba bahwa ia sudah duduk dengan nyaman.

“Hati-hati ya, Bang, bawa motornya. Pelan-pelan aja, takut dia terbang karena badannya kekecilan.” pinta Ares dengan wajah serius, padahal maksudnya hanya bercanda. Athena menatapnya tajam, sedangkan si abang ojol hanya mengacungkan jempol.

Ojol yang dinaiki Athena berjalan. Ares juga tidak membuang waktu, ia segera masuk ke dalam mobil silvernya dan mengikuti ojol dari belakang. Sesuai permintaan Ares, Abang ojol membawa motornya dengan pelan, sampai membuat Athena geram sendiri. Berpikir mungkin saja ia bisa telat jika terus pada kecepatan seperti siput itu.

“Bang, ngebut juga nggak apa-apa. Kata-kata orang tadi nggak usah didengerin. Nanti saya telat kalau abang pelan-pelan gini.”

“Oh, maaf, Neng. Abis tadi muka pacar Neng serem banget gitu, jadi saya ikutin aja amanatnya. Lagi berantem ya sama pacarnya?”

“Pacar apaan, dia bukan pacar saya, Bang. Nggak waras dia, terobsesi buat ganggu saya. Dari mukanya aja nyeremin kayak iblis. Abang lihat sendiri tadi.”

“Waduh, Neng udah pernah ketemu iblis?”

“Itu dia iblisnya.”

Si abang ojol hanya tertawa. Menganggap bahwa Athena berkata demikian karena sedang bertengkar dengan pacarnya yang dia sebut iblis. Kemudian ojol itu melaju lebih cepat sesuai perintah Athena dengan alasan takut terlambat.

###

“Wah, lo bener-bener hebat banget kalau soal menghindar.”

Setelah pagi bertemu Ares, Athena benar-benar berusaha bersembunyi dari lelaki itu. Selama jam istirahat, Athena membawa bekalnya dan mencari tempat yang tidak bisa ditemukan oleh Ares. Tapi tetap saja, pada istirahat kedua lelaki itu berhasil menemukannya.

“Gila emang. Gue pikir cewek kalau sembunyi itu di perpustakaan, UKS, rooftop, atau taman belakang sekolah… nggak nyangka gue malah nemuin lo di ruang soundsystem. Kayaknya kalau guru ngebosenin itu nggak nyuruh gue ngambil kabel buat masang LCD, hari ini gue nggak bakal ketemu sama lo.”

“Udah ngocehnya?” Athena menaikan satu alisnya, “Kalau udah, minggir dikit. Gue mau balik ke kelas.”

Lelaki itu tidak membantah, ia langsung menyingkir dari hadapan Athena. Walau sedikit membuat gadis itu bingung karena marasa Ares tidak seperti biasanya yang menurut begitu. Dengan tenang ia membuka pintu ruang soundsystem. Tapi tiba-tiba lehernya terbelit kabel yang muncul dari belakang. Athena hampir tidak bisa bernapas, kotak bekalnya jatuh dari pegangan.

“A—Ares!” Ia berusaha berteriak.

Senyum licik terpantri di wajah Ares. Lelaki itu memegang sambungan kabel yang melilit di leher Athena, lalu menyeret gadis itu keluar dari sana. Ia menoleh ke sekitar, koridor dekat ruang soundsystem memang sepi, tapi pasti ada satu dua murid yang lewat karena ada dua kelas yang harus melalui jalan itu. Ketika ia melihat segerombol siswi yang berjalan sambil membawa jajannya, Ares memulai dramanya.

“Ana! Ya ampun, Ana. Kamu nggak boleh bunuh diri di sekolah. Gantung diri pake kabel yang ada bikin kamu mati kesetrum, bukan kehabisan napas.”

Ares berlagak melepaskan lilitan kabel pada leher Athena. Gadis itu terbatuk-batuk setelah lilitan berhasil terlepas. Para siswi yang melihat kejadian itu terkejut, seketika mereka berbisik, ada pula beberapa yang berhasil merekam.

“Ana, kamu nggak apa-apa?”

“LO GILA?!”

“Kamu yang gila. Dari tadi aku nyariin kamu kemana-mana ternyata ada di sini. Kalau aku nggak dateng, mungkin kamu bakal jadi hantu penunggu sekolah karena bunuh diri di sini.”

“Sarap lo. Gue masih mau hidup lebih lama dari lo!”

Athena kesal setengah mati. Ia tidak peduli apa yang dipikirkan para siswi yang melihatnya dan Ares tadi. Ia hanya harus segera pergi dari hadapan Ares atau lelaki Psikopat itu benar-benar akan membunuhnya. Sedangkan Ares hanya menatap Athena yang berjalan menjauh. Wajahnya datar.

Kemudian ia melirik pada para siswi yang masih berdiri mematung. Salah tingkah, para siswi itu segera pergi dari hadapan Ares. Lelaki itu menatap kotak bekal Athena yang terjatuh di lantai. Ia mendapat ide baru untuk alasan bertemu Athena lagi.

###

“Athena, emang bener ya lo mau bunuh diri?”

“APA?!” Sidney yang sedang bersama Athena di dalam kelas, terkejut mendengar pertanyaan dari teman sekelasnya itu, “Lo mau bunuh diri, Na?”

“Nggak lah.” Athena dengan malas menjawab sambil memasukan alat tulisnya ke dalam tas, bersiap pulang.

“Rumornya gitu. Ada anak kelas 10 yang lihat lo sama Ares di depan ruang soundsystem, katanya leher lu kelilit kabel terus Ares nolongin lo,”

“Salah orang kali. Emang ada anak kelas 10 yang kenal gue?” Athena tak acuh dan menjawab asal. Si Ares itu emang biang onar.

“Ada videonya, Na.”

“Demi apa lo?” seketika pergerakan tangan Athena terhenti, teman sekelasnya itu mengangguk cepat lalu menyerahkan HPnya pada Athena, “Dapet dari mana ini?”

“Ada di portal draf sekolah. Lo tahu kan, akun sekolah yang dibuat alumni buat ngirim pesan anonim gitu lewat LINE.”

“Hah… beneran sarap tu cowok.” Athena bergumam, tapi masih bisa didengar.

“Jadi bener?”

“Ya nggak lah. Gue belum jadi podcaster terkenal, belum bisa beli Apartemen sendiri, belum punya kendaraan pribadi, belum punya deposito satu miliar dan saham. Nggak mungkin gue mau bunuh diri.”

“Oh gitu.” Teman sekelasnya itu hanya mengangguk canggung, syok mendengar target hidup Athena yang ternyata seperti itu, “Jadi lo cuma cari perhatian, ya?”

“Apa lo bilang?!” Sidney memekik tidak terima, “Sejak kapan cari perhatian dengan nyekek diri sendiri sampe kehabisan napas kayak gitu? Lo nggak lihat di videonya? Itu tangan si Ares jelas-jelas megangin bagian belakang kabelnya. Cowok itu yang psikopat, bukan Athena yang cari perhatian!” tegas Sidney, otomatis membela Athena karena dirasa gadis itu hanya akan diam dan menerima sebutan pencari perhatian.

“Kok lo nggak nyangkal, Na?”

“Gue udah punya juru bicara.” jawab gadis yang rambutnya dicepol itu sambil tangannya menunjuk Sidney dan tidak lupa tersenyum manis.

Dua teman kelasnya yang tadi mengintrogasi akhirnya mengangguk-angguk dan pergi dari hadapan Athena dan Sidney. Dada Sidney masih naik turun menahan amarah walau dua gadis tadi sudah pergi. Ia paling tidak bisa mendengar sahabat baiknya diejek seperti itu, apalagi di depan mata kepalanya sendiri. Sedangkan Athena dengan tenang segera menggendong ranselnya, dan menjinjing tas laptopnya.

“Hari ini balik sama gue aja, Na.” Sidney mengikuti Athena berjalan ke luar kelas.

“Gue udah pesen ojol, abangnya udah di depan.” Athena menunjukan layar iPhone yang menunjukan fotmat pemesanan ojolnya.

“Bagus deh, gue cuma takut lo diseret sama si iblis itu.”

“Sekarang senjata gue adalah abang ojol, hahahaha.” Athena tertawa riang. Sidney ikut menepuk-nepuk kepala sahabatnya itu, ikut senang.

Saat tiba di depan gerbang, Athena tidak melihat ada Abang ojol satupun. Jemputan Sidney sudah datang, “Eh itu jemputan gue. Duluan ya, Na.” gadis berponi itu melambai.

Athena balas melambai pada Sidney. Dua menit ia menunggu, kepalanya celingukan mencari motor yang berplat nomor sama dengan di aplikasi, tapi ia tidak menemukannya. Lalu format pesanannya tiba-tiba dibatalkan oleh si Abang ojol.

“Lah kok di-cancel?” Athena memekik pelan, “Bisa-bisanya si Abang nolak rezeki.” lanjutnya bermonolog pada diri sendiri.

Kemudian tangannya dengan cekatan bersiap mencari driver lain. Tapi suara klakson mobil yang kencang mengejutkannya. Ia menoleh pada mobil itu, tahu betul siapa yang ada di balik kemudi mobil silver tersebut. Dalam hati Athena mengumpat pada kebetulan yang terjadi. 'Kenapa juga sih dia muncul pas abang ojolnya udah ngebatalin pesanan?!'

“Butuh tumpangan?” Ares menurunkan kaca mobil.

“Nggak.” jawab Athena cepat.

“Yakin?”

“100 persen.”

“Oh, okey. Kalau gitu kotak bekalnya buat gue aja, ya?”

“Apa?”

Athena kebingungan, lalu dia teringat kotak bekal yang tidak sengaja dijatuhkan ketika Ares mencekik lehernya dengan kabel siang tadi. Seketika matanya membulat sempurna. Dia bisa kena omel kalau Mamanya tahu sepaket alat makan merek ternama itu hilang begitu saja. Namanya mungkin akan dicoret dari kartu keluarga.

“Res, nggak lucu. Balikin.”

“Naik.”

“Nggak.”

“Okey.” Ares menginjak gasnya sedikit, Athena refleks mencegah mobil Ares berlalu.

“Fine!” akhirnya gadis itu membuka pintu belakang mobil Ares.

“Enak aja duduk di belakang, emangnya gue supir lo?”

Tanpa berkata apa-apa, Athena menutup kembali pintu belakang mobil, dan duduk di kursi penunpang sebelah kemudi. Gadis itu langsung memejamkan mata, menolak bicara dengan Ares melalui gesturnya.

“Pasang seatbelt sendiri. Jangan berharap gue pasangin buat lo.”

Tangan Athena dengan cepat memasang seatbelt, “Lupa. Lagian siapa juga yang mau dipasangin sama lo.” cibirnya.

“Ya… siapa tahu lo berharap ada adegan romantis sama gue.”

“Adegan romantis? Sama lo? Jangan harap!”

“Jangan terlalu benci sama gue. Nanti lo naksir.”

“Harusnya gue yang ngomong gitu.”

“Loh, gue nggak benci sama lo.”

“Nggak benci, tapi dendam, kan.”

“Lebih tepatnya, gue suka kalau lihat lo tersiksa.”

“Nggak waras emang lo.”

“Aku nggak pernah bilang kalau aku waras, Ana.” mata coklat Ares mengerling pada Athena. Sedangkan mata hitam pekat gadis itu hanya menatapnya jengah.

“Udah gue duga.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status