Beranda / Young Adult / The Reason Why / 5. Tingkah Gila Iblis

Share

5. Tingkah Gila Iblis

Penulis: atriaskhaer
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-01 20:00:14

Pagi-pagi sekali Athena sudah bersiap ke sekolah. Ia sengaja membuat bekal lebih banyak. Kebiasaannya adalah membawa makanan ringan untuk dimakan di istirahat pertama yang singkat, ia malas pergi ke kantin yang hanya akan membuatnya berdesakan. Biasanya Athena akan makan ke kantin pada jam istirahat kedua. Tapi karena ia menyadari bahwa telah hadir seorang iblis yang akan mengganggunya di sekolah, maka Athena sengaja membuat bekal lebih banyak agar tidak perlu pergi ke kantin dan bertemu dengan Ares.

Tapi semua harapannya pupus. Sia-sia saja ia membawa bekal lebih banyak kalau pagi ini saja ia sudah melihat Ares berdiri di samping mobilnya yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah Athena. Gadis itu hanya bisa menghela napas, ia melirik iPhonenya yang menampilkan maps pada aplikasi ojol. Abang ojol yang sebentar lagi tiba mungkin bisa ia jadikan alasan untuk menghindari Ares pagi itu.

“Selamat pagi, Ana.”

“Nggak usah sok baik. Abang ojol gue udah deket.”

“Terus?”

Athena hanya bisa mengerutkan dahi, heran, “Ya maksudnya, gue nggak mau berangkat sekolah sama lo. Paham, kan?”

Ares terkekeh, memegangi perutnya, “Kata siapa gue mau nganter lo ke sekolah?”

“Apa?” Athena jadi malu sendiri. Terus kenapa ada di depan rumahnya kalau tidak ingin mengajaknya berangkat sekolah bersama? Bukannya di novel-novel biasanya begitu?

Abang ojol seperti penolongnya, ia tidak perlu berlama-lama malu di depan Ares, “Neng Nana, betul?” tanya abang ojol memastikan setelah melirik nama pengguna Athena pada aplikasi ojol. Gadis itu mengangguk, dan segera menerima uluran helm dari abang ojol—yang menatapnya dan Ares bergantian, mungkin kebingungan.

“Berangkat, Bang.” Athena memberi aba-aba bahwa ia sudah duduk dengan nyaman.

“Hati-hati ya, Bang, bawa motornya. Pelan-pelan aja, takut dia terbang karena badannya kekecilan.” pinta Ares dengan wajah serius, padahal maksudnya hanya bercanda. Athena menatapnya tajam, sedangkan si abang ojol hanya mengacungkan jempol.

Ojol yang dinaiki Athena berjalan. Ares juga tidak membuang waktu, ia segera masuk ke dalam mobil silvernya dan mengikuti ojol dari belakang. Sesuai permintaan Ares, Abang ojol membawa motornya dengan pelan, sampai membuat Athena geram sendiri. Berpikir mungkin saja ia bisa telat jika terus pada kecepatan seperti siput itu.

“Bang, ngebut juga nggak apa-apa. Kata-kata orang tadi nggak usah didengerin. Nanti saya telat kalau abang pelan-pelan gini.”

“Oh, maaf, Neng. Abis tadi muka pacar Neng serem banget gitu, jadi saya ikutin aja amanatnya. Lagi berantem ya sama pacarnya?”

“Pacar apaan, dia bukan pacar saya, Bang. Nggak waras dia, terobsesi buat ganggu saya. Dari mukanya aja nyeremin kayak iblis. Abang lihat sendiri tadi.”

“Waduh, Neng udah pernah ketemu iblis?”

“Itu dia iblisnya.”

Si abang ojol hanya tertawa. Menganggap bahwa Athena berkata demikian karena sedang bertengkar dengan pacarnya yang dia sebut iblis. Kemudian ojol itu melaju lebih cepat sesuai perintah Athena dengan alasan takut terlambat.

###

“Wah, lo bener-bener hebat banget kalau soal menghindar.”

Setelah pagi bertemu Ares, Athena benar-benar berusaha bersembunyi dari lelaki itu. Selama jam istirahat, Athena membawa bekalnya dan mencari tempat yang tidak bisa ditemukan oleh Ares. Tapi tetap saja, pada istirahat kedua lelaki itu berhasil menemukannya.

“Gila emang. Gue pikir cewek kalau sembunyi itu di perpustakaan, UKS, rooftop, atau taman belakang sekolah… nggak nyangka gue malah nemuin lo di ruang soundsystem. Kayaknya kalau guru ngebosenin itu nggak nyuruh gue ngambil kabel buat masang LCD, hari ini gue nggak bakal ketemu sama lo.”

“Udah ngocehnya?” Athena menaikan satu alisnya, “Kalau udah, minggir dikit. Gue mau balik ke kelas.”

Lelaki itu tidak membantah, ia langsung menyingkir dari hadapan Athena. Walau sedikit membuat gadis itu bingung karena marasa Ares tidak seperti biasanya yang menurut begitu. Dengan tenang ia membuka pintu ruang soundsystem. Tapi tiba-tiba lehernya terbelit kabel yang muncul dari belakang. Athena hampir tidak bisa bernapas, kotak bekalnya jatuh dari pegangan.

“A—Ares!” Ia berusaha berteriak.

Senyum licik terpantri di wajah Ares. Lelaki itu memegang sambungan kabel yang melilit di leher Athena, lalu menyeret gadis itu keluar dari sana. Ia menoleh ke sekitar, koridor dekat ruang soundsystem memang sepi, tapi pasti ada satu dua murid yang lewat karena ada dua kelas yang harus melalui jalan itu. Ketika ia melihat segerombol siswi yang berjalan sambil membawa jajannya, Ares memulai dramanya.

“Ana! Ya ampun, Ana. Kamu nggak boleh bunuh diri di sekolah. Gantung diri pake kabel yang ada bikin kamu mati kesetrum, bukan kehabisan napas.”

Ares berlagak melepaskan lilitan kabel pada leher Athena. Gadis itu terbatuk-batuk setelah lilitan berhasil terlepas. Para siswi yang melihat kejadian itu terkejut, seketika mereka berbisik, ada pula beberapa yang berhasil merekam.

“Ana, kamu nggak apa-apa?”

“LO GILA?!”

“Kamu yang gila. Dari tadi aku nyariin kamu kemana-mana ternyata ada di sini. Kalau aku nggak dateng, mungkin kamu bakal jadi hantu penunggu sekolah karena bunuh diri di sini.”

“Sarap lo. Gue masih mau hidup lebih lama dari lo!”

Athena kesal setengah mati. Ia tidak peduli apa yang dipikirkan para siswi yang melihatnya dan Ares tadi. Ia hanya harus segera pergi dari hadapan Ares atau lelaki Psikopat itu benar-benar akan membunuhnya. Sedangkan Ares hanya menatap Athena yang berjalan menjauh. Wajahnya datar.

Kemudian ia melirik pada para siswi yang masih berdiri mematung. Salah tingkah, para siswi itu segera pergi dari hadapan Ares. Lelaki itu menatap kotak bekal Athena yang terjatuh di lantai. Ia mendapat ide baru untuk alasan bertemu Athena lagi.

###

“Athena, emang bener ya lo mau bunuh diri?”

“APA?!” Sidney yang sedang bersama Athena di dalam kelas, terkejut mendengar pertanyaan dari teman sekelasnya itu, “Lo mau bunuh diri, Na?”

“Nggak lah.” Athena dengan malas menjawab sambil memasukan alat tulisnya ke dalam tas, bersiap pulang.

“Rumornya gitu. Ada anak kelas 10 yang lihat lo sama Ares di depan ruang soundsystem, katanya leher lu kelilit kabel terus Ares nolongin lo,”

“Salah orang kali. Emang ada anak kelas 10 yang kenal gue?” Athena tak acuh dan menjawab asal. Si Ares itu emang biang onar.

“Ada videonya, Na.”

“Demi apa lo?” seketika pergerakan tangan Athena terhenti, teman sekelasnya itu mengangguk cepat lalu menyerahkan HPnya pada Athena, “Dapet dari mana ini?”

“Ada di portal draf sekolah. Lo tahu kan, akun sekolah yang dibuat alumni buat ngirim pesan anonim gitu lewat LINE.”

“Hah… beneran sarap tu cowok.” Athena bergumam, tapi masih bisa didengar.

“Jadi bener?”

“Ya nggak lah. Gue belum jadi podcaster terkenal, belum bisa beli Apartemen sendiri, belum punya kendaraan pribadi, belum punya deposito satu miliar dan saham. Nggak mungkin gue mau bunuh diri.”

“Oh gitu.” Teman sekelasnya itu hanya mengangguk canggung, syok mendengar target hidup Athena yang ternyata seperti itu, “Jadi lo cuma cari perhatian, ya?”

“Apa lo bilang?!” Sidney memekik tidak terima, “Sejak kapan cari perhatian dengan nyekek diri sendiri sampe kehabisan napas kayak gitu? Lo nggak lihat di videonya? Itu tangan si Ares jelas-jelas megangin bagian belakang kabelnya. Cowok itu yang psikopat, bukan Athena yang cari perhatian!” tegas Sidney, otomatis membela Athena karena dirasa gadis itu hanya akan diam dan menerima sebutan pencari perhatian.

“Kok lo nggak nyangkal, Na?”

“Gue udah punya juru bicara.” jawab gadis yang rambutnya dicepol itu sambil tangannya menunjuk Sidney dan tidak lupa tersenyum manis.

Dua teman kelasnya yang tadi mengintrogasi akhirnya mengangguk-angguk dan pergi dari hadapan Athena dan Sidney. Dada Sidney masih naik turun menahan amarah walau dua gadis tadi sudah pergi. Ia paling tidak bisa mendengar sahabat baiknya diejek seperti itu, apalagi di depan mata kepalanya sendiri. Sedangkan Athena dengan tenang segera menggendong ranselnya, dan menjinjing tas laptopnya.

“Hari ini balik sama gue aja, Na.” Sidney mengikuti Athena berjalan ke luar kelas.

“Gue udah pesen ojol, abangnya udah di depan.” Athena menunjukan layar iPhone yang menunjukan fotmat pemesanan ojolnya.

“Bagus deh, gue cuma takut lo diseret sama si iblis itu.”

“Sekarang senjata gue adalah abang ojol, hahahaha.” Athena tertawa riang. Sidney ikut menepuk-nepuk kepala sahabatnya itu, ikut senang.

Saat tiba di depan gerbang, Athena tidak melihat ada Abang ojol satupun. Jemputan Sidney sudah datang, “Eh itu jemputan gue. Duluan ya, Na.” gadis berponi itu melambai.

Athena balas melambai pada Sidney. Dua menit ia menunggu, kepalanya celingukan mencari motor yang berplat nomor sama dengan di aplikasi, tapi ia tidak menemukannya. Lalu format pesanannya tiba-tiba dibatalkan oleh si Abang ojol.

“Lah kok di-cancel?” Athena memekik pelan, “Bisa-bisanya si Abang nolak rezeki.” lanjutnya bermonolog pada diri sendiri.

Kemudian tangannya dengan cekatan bersiap mencari driver lain. Tapi suara klakson mobil yang kencang mengejutkannya. Ia menoleh pada mobil itu, tahu betul siapa yang ada di balik kemudi mobil silver tersebut. Dalam hati Athena mengumpat pada kebetulan yang terjadi. 'Kenapa juga sih dia muncul pas abang ojolnya udah ngebatalin pesanan?!'

“Butuh tumpangan?” Ares menurunkan kaca mobil.

“Nggak.” jawab Athena cepat.

“Yakin?”

“100 persen.”

“Oh, okey. Kalau gitu kotak bekalnya buat gue aja, ya?”

“Apa?”

Athena kebingungan, lalu dia teringat kotak bekal yang tidak sengaja dijatuhkan ketika Ares mencekik lehernya dengan kabel siang tadi. Seketika matanya membulat sempurna. Dia bisa kena omel kalau Mamanya tahu sepaket alat makan merek ternama itu hilang begitu saja. Namanya mungkin akan dicoret dari kartu keluarga.

“Res, nggak lucu. Balikin.”

“Naik.”

“Nggak.”

“Okey.” Ares menginjak gasnya sedikit, Athena refleks mencegah mobil Ares berlalu.

“Fine!” akhirnya gadis itu membuka pintu belakang mobil Ares.

“Enak aja duduk di belakang, emangnya gue supir lo?”

Tanpa berkata apa-apa, Athena menutup kembali pintu belakang mobil, dan duduk di kursi penunpang sebelah kemudi. Gadis itu langsung memejamkan mata, menolak bicara dengan Ares melalui gesturnya.

“Pasang seatbelt sendiri. Jangan berharap gue pasangin buat lo.”

Tangan Athena dengan cepat memasang seatbelt, “Lupa. Lagian siapa juga yang mau dipasangin sama lo.” cibirnya.

“Ya… siapa tahu lo berharap ada adegan romantis sama gue.”

“Adegan romantis? Sama lo? Jangan harap!”

“Jangan terlalu benci sama gue. Nanti lo naksir.”

“Harusnya gue yang ngomong gitu.”

“Loh, gue nggak benci sama lo.”

“Nggak benci, tapi dendam, kan.”

“Lebih tepatnya, gue suka kalau lihat lo tersiksa.”

“Nggak waras emang lo.”

“Aku nggak pernah bilang kalau aku waras, Ana.” mata coklat Ares mengerling pada Athena. Sedangkan mata hitam pekat gadis itu hanya menatapnya jengah.

“Udah gue duga.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Reason Why   Ucapan Terima Kasih

    Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian

  • The Reason Why   Extra Chapter III: Kembali Pulang (END)

    Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,

  • The Reason Why   Extra Chapter II: Momen Mendebarkan

    Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu

  • The Reason Why   Extra Chapter I: Roller Coaster

    Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney

  • The Reason Why   Epilog

    “Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar

  • The Reason Why   86. Bersiap untuk Awal yang Baru

    Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status