Share

The Rich Poor
The Rich Poor
Penulis: AisyahdbSA

BAB 1. Prolog

Kejadian aneh sedang terjadi di kota Numeria bagian barat. Ribuan rumah kehilangan koneksi jaringan. Semua lampu gedung, perumahan, hingga lampu jalan, semuanya mati total.

"Dasar pencuri, pergilah dari sini!" teriak pemilik toko ikan di pasar.

Dalam keadaan yang cukup gelap, membuat wajah orang itu tidak terlihat. Mereka yang menyaksikan hanya dapat melihat warna rambutnya yang putih.

Pemilik toko itu memukulinya tanpa ampun. Namun, orang itu hanya diam, tidak melawan dan tidak mengeluarkan sedikit pun suara.

Tanpa disadari olehnya, ada seorang berjubah hitam di belakangnya. Dengan senjata api yang ditodongkan tepat ke arah kepalanya. Tidak ada yang mengetahuinya, karena keadaan di sana benar-benar gelap.

"Berdiri dan pergilah dari sini!" Pemilik toko terus menyiksa orang itu.

Hingga pada saat lampu menyala, terlihat jelas wajah semua orang yang berada di sana. Termasuk seorang lelaki yang telah dihakimi atas dasar pencurian. Bertepatan dengan hal itu, di hadapan si pemilik toko pun telah berdiri sesosok lelaki misterius. Dia menyodorkan tangan dan membantu pencuri itu untuk berdiri.

"Atas dasar apa kamu memukulinya?" tanyanya.

Pemilik toko tersebut menelusuri bagian tubuh dari atas hingga ke bawah. "Kamu siapa? Kenapa membelanya? Dia itu pencuri. Jangan-jangan, kamu adalah komplotan pencuri ini? Berpakaian rapi seperti ini hanya untuk mengelabui kami, bukan?"

"Mengelabui?" Lelaki misterius tersebut menyunggingkan senyuman, lalu meludah tepat di wajah pemilik toko. "Adapun kamu yang mengelabui semua orang di sini. Menghakimi orang lain hanya untuk diperhatikan."

"Jangan memutar-balikkan fakta!" erangnya dengan nada tinggi membentak lelaki tersebut. 

Lelaki misterius mengambil sebuah koper hitam yang ada di kakinya. Membuka dan memperlihatkan isinya kepada semua orang. Setelahnya, dia melemparkan koper tersebut kepada pemilik toko. Koper itu terjatuh, diiringi oleh lembaran uang kertas berwarna merah.

"Kita pergi," ujar lelaki itu, berjalan mendahului si pencuri.

Si pencuri tidak berkata apa-apa, dengan segera dia mengikuti langkah lelaki misterius itu. Sesaat kemudian, lampu di sepanjang jalan mulai mati, serta keadaan gedung-gedung pun mulai gelap kembali.

"Terima kasih," kata si pencuri, terus mengikuti langkah lelaki yang ada di depannya.

"Jangan menganggap ini semua gratis." Lelaki itu memberikan sebuah senjata api kepada si pencuri.

Si pencuri terkejut melihat sebuah benda berbahaya ada di tangannya. "Untuk apa ini?"

"Anggap saja itu untuk membayarku."

"Ta-tapi apa ini?"

Lelaki itu mengambil jalan sebelah kanan, melewati toko barang antik yang tertutup rapat. Si pencuri masih terus mengikuti langkah orang di depannya. Hingga mereka berdua berhenti di samping mobil van berwarna hitam dan masuk ke dalamnya. Lelaki  itu tampak seperti sedang menunggu sesuatu.

"Kamu pernah memakai senjata seperti ini sebelumnya?" tanya lelaki itu, melihat pistol yang ada di genggaman si pencuri.

Sontak si pencuri menjawabnya. "Tidak—"

"Jangan terlalu keras!" gumam lelaki itu dengan jari telunjuk kanan didekatkan ke bibirnya.

"Aku belum pernah memakai senjata seperti ini, bahkan aku belum pernah memegangnya," lirih si pencuri.

"Baiklah. Jadi ini adalah kesempatanmu untuk mencoba. Arahkan pistol ini ke arah jendela di gedung itu." Lelaki misterius menunjuk jendela sebuah gedung di lantai 14.

"Ti-tidak, aku tidak bisa melakukannya," tolak si pencuri, meneguk air ludahnya.

Lelaki itu menodongkan pistol lain yang diambilnya dari balik jas tepat ke arah kepala si pencuri. "Tembak, atau kamu yang akan aku tembak."

Si pencuri semakin bimbang terhadap apa yang harus dipilihnya. "Tapi apa yang dapat kujadikan alasan untuk melakukan ini?

"Apa kamu tidak ingin membalaskan semua luka ini?" tanya lelaki itu, terus menekan si pencuri untuk melakukan perintahnya.

Dengan terbata, si pencuri menjawab, "Ti-tidak."

"Jangan lemah! Ikuti saja arahanku, malam ini kita akan puas." Lelaki  itu tersenyum menyeringai.

"Aku tidak mau melakukannya," tolak si pencuri kembali, masih berusaha untuk menolak perintahnya.

"Pistol yang kupegang ini bukan pistol kosong, loh," ancam lelaki misterius, menatap pistol yang ditodongkannya.

"Aku tidak bisa menembak." Si pencuri masih beralasan.

Lelaki itu menekan kepala si pencuri dengan pistolnya. "Kenapa? Kamu hanya perlu menarik pelatuknya."

"Hatiku tidak mampu melakukannya."

Lelaki misterius itu memainkan pistol yang ada di genggamannya. Mengusapnya secara perlahan, sebelum pada akhirnya dia menodongkan pistol itu kepada si pencuri. "Coba ingat kejadian tadi. Apakah kamu seorang pencuri?"

"Aku bukan pencuri!" Emosi si pencuri semakin meluap.

Suasana yang tadinya sangat dingin dan sepi, kini telah dipenuhi oleh emosi dari si pencuri. Dia tetap berusaha menolak perintah lelaki yang tidak dikenalnya itu.

"Lalu, apa kamu rela dihakimi tanpa bukti nyata? Bahkan kejadian itu dilakukan di hadapan banyak orang, tidak ada satu pun di antara mereka yang membantumu." Lelaki itu memancing emosi si pencuri.

"Aku tetap tidak mau melakukannya," tolak si pencuri, memberikan pistol yang diberikannya kembali kepada si lelaki, tapi itu ditolaknya.

"Bayangkan jika siksaan itu tidak berhenti, membuat nyawamu melayang. Tidak akan ada yang membantumu. Lalu, bagaimana dengan keluargamu? Ayah, Ibu, semuanya. Bagaimana dengan mereka?"

Tanpa disengaja, si pencuri menarik pelatuknya tepat ke arah yang dimaksud lelaki misterius dengan sedikit berteriak, "Cukup!"

Lelaki misterius tersenyum kecut. Segera mengemudikan mobilnya beriringan dengan lampu-lampu yang mulai menyala kembali dan memicu alarm gedung untuk berbunyi.

"Kerjamu cukup bagus. Hanya perlu ditambahkan lagi keberanian," kata lelaki misterius, tersenyum puas.

"Sebenarnya kamu ini siapa?" Si pencuri menatap lelaki misterius yang fokus mengemudi.

"Kamu dapat memanggil saya Bryan."

"Jelaskan siapa kamu yang sebenarnya?! Kenapa tadi kamu membantuku?"

"Anggap saja, Tuhan telah mengutusku untuk membantu dan menjadikanmu sebagai seorang milliarder," gurau Bryan.

"Apa maksudmu?" tanya si pencuri, penuh heran.

Bryan tertawa kecil. "Aku telah ditugaskan oleh bos untuk menjemputmu."

"Bos? Siapa dia? Aku tidak mengenal siapa pun di kota ini."

"Iya, kamu mungkin tidak mengenalinya, tapi dari jauh hari dia telah mengenalmu. Bahkan, dia telah mengetahui semua hal tentang dirimu, termasuk keluargamu."

"Apa pekerjaannya? Yang menjadikan dia yang kamu katakan sebagai seorang bos itu seperti tidak memiliki pekerjaan, sehingga sibuk mengurusi dan mencari tahu kehidupan orang lain."

"Jaga ucapanmu!" tegas Bryan. "Untuk mengetahui segala hal tentangmu, dia tidak perlu turun tangan. Kaki tangannya sangat banyak. Sehingga untuk minum saja dia tidak perlu mengangkat gelas dengan tangannya sendiri. Cukup menjentikkan jari, lalu semua pelayan datang untuk melayaninya."

"Sekaya apa orang itu, sehingga hal kecil saja enggan dia lakukan?"

"Kamu hanya belum mengenalnya, maka dari itu kamu meragukannya."

"Baiklah. Sekarang, perkenalan diriku. Namaku—"

Bryan memotong ucapan si pencuri. "Cukup! Terserah dengan namamu, tidak perlu kamu katakan, aku sudah mengetahuinya. Kamu tidak perlu mengatakannya."

"Dasar, kulkas berjalan!" celetuk si pencuri.

"Ambil bingkisan di kursi belakang!" titah Bryan.

Si pencuri mengikuti arahan Bryan. Dia mengambil bingkisan dari kursi belakang. Dengan cepat, segera membukanya.

Bryan masih fokus dengan jalan yang akan dilalui. "Pakai itu!"

"What?!" Si pencuri terkejut. "Di sini?"

"Kamu pikir di mana? Cepat pakai!"

Si pencuri tampak sedang berpikir. Ragu, mulai membuka kembali bingkisan yang ada di genggamannya. Dia mengernyitkan alisnya. Tanpa berkata apa pun lagi, dia segera mengenakan pakaian yang ada di dalamnya.

Hanya sebuah jas berwarna biru dongker. Dipakainya tanpa melepaskan hoodie putih yang sedang dikenakannya.

"Hentikan mobilnya!" ujar si pencuri secara tiba-tiba.

Karena terkejut, Bryan menginjak rem secara mendadak. Melihat ke arah si pencuri dengan datar. "Kenapa?"

"Ke mana kamu akan membawaku?"

Bryan berdecih. Mulai mengemudikan mobilnya kembali. "Duduk dan diam saja, aku tidak akan berbuat macam-macam kepada orang tidak berguna seperti dirimu."

Si pencuri menatap Bryan dengan tatapan tidak suka. Mengenai perasaannya, dia sendiri tidak tahu-menahu harus bersikap bagaimana.

Untuk posisinya saat ini, dia sedang bersenang diri karena penderitaan yang diberikan pemilik toko telah berakhir. Namun, di sisi lain dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dengan duduk di kursi mobil yang sangat mewah, tidak membuatnya senang. Di sini dia seolah sebagai korban penculikan yang diminta untuk menikmati fasilitas dari penculiknya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lorenz EnilymPorpe
is there English version?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status