Home / Young Adult / The Scars / 08. Orang Baru

Share

08. Orang Baru

Author: matchaleite13
last update Last Updated: 2021-09-04 11:21:28

"Ibu," panggil Kaluna. 

Kaluna melihat sosok Ibunya tengah berdiri beberapa meter di depannya. Keduanya kini berada di sebuah danau yang tak asing. Danau yang sama dimana dulu keluarga mereka sering berkunjung. Namun kini ada yang berbeda, Kaluna sadar semua ini hanya khayalannya saja, mana mungkin Ibunya sekarang ada didepannya. Pasti ini mimpi.

"Kaluna gak kangen Ibu?" tanya Ibu Kaluna.

Kaluna mengangguk pelan tapi raut wajahnya masih jelas terlihat bingung. 

"Kaluna kangen Ibu sama Ayah," jawab Kaluna. 

Lalu sedetik kemudian hatinya terasa lebih ringan, Kaluna tiba-tiba merasa tenang entah karena apa. 

"Ibu sama Ayah gak pernah tinggalin Luna sama Evan," terang Sang Ibu.

Kaluna tersenyum, ingin rasanya segera berlari menuju Sang Ibu namun anehnya Ia sama sekali tak bisa melangkahkan kakinya. Ia terus memanggil Ibunya namun Sang Ibu justru pergi menjauhi Kaluna menuju ke sebuah cahaya. Sebisa mungkin Kaluna berteriak maka semakin pudar juga bayangan Sang Ibu dari matanya. 

Kaluna menyerah, air mata nya jatuh. Kini Ia kembali sendirian dipenuhi rasa takut. Danau itu kini bukan healing terbaiknya. Danau itu justru tempat yang paling Ia benci. Hingga setelahnya dengung keras menusuk dipendengaran Kaluna. 

Kaluna terbangun, nafasnya terengah dan keringat membanjiri keningnya. Itu tadi mimpi yang singkat namun berhasil menguras emosinya. Ia segera menenggak habis air putih yang ada di nakas. Pikirannya melayang, terbayang-bayang arti mimpinya namun Ia sadar dirinya bukan peramal yang bisa menafsirkan sebuah mimpi. Yang Kaluna yakini sekarang adalah, Ia sedang rindu kedua orang tuanya dan juga adiknya. 

Jam dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, dengan ragu Ia membuka layar ponselnya dan menghubungi nomor adiknya. Kaluna tak yakin apakah Evan masih terjaga atau bahkan sedang tidur nyenyak sekarang. 

Di nada dering yang keempat terdengar suara gumaman Evan yang membuat Kaluna terkejut. Adiknya masih terjaga, suaranya tidak serak seperti orang bangun tidur dan itu membuat Kaluna khawatir. 

"Kok belum tidur?" tanya Kaluna. 

"Gak ngantuk mbak, ini masih belajar," jawab Evan diseberang sana. 

"Ada camilan gak disebelahmu?" 

"Ada, tadi beli banyak, mbak kebangun ya?"

"Iya. Udahan belajarnya Van, tidur."

"Nanggung mbak."

"Ya udah mbak matiin," ucap Kaluna dengan nada datarnya. 

"Iya Evan tidur."

Kaluna tersenyum, Ia mengurungkan niatnya untuk bercerita pada Sang Adik karena yang diperlukan adiknya sekarang hanya beristirahat. Kaluna tak mau jika saat pertandingan besok adiknya itu telat bangun. 

Setelah mematikan sambungan telfonnya, Kaluna tidak kembali tidur namun justru terduduk dan tetap terjaga hingga fajar tiba. 

***

Kaluna menghela nafasnya pelan, ini jam makan siang namun langkahnya berhenti di depan Cafe Naluna. Padahal Ia dengan sadar paham betul bahwa jam makan siang hanya beberapa menit yang tidak banyak, bahkan perjalanannya kemari sudah menyita setengah dari waktu yang Ia punya. 

Akhirnya mau tak mau Kaluna masuk dan memesan matcha latte kesukaannya sekaligus set menu makan siang untuk mengisi perut laparnya. Tak ada hal lain yang dilakukan Kaluna saat menunggu pesanannya tiba selain duduk dan melamun untuk kesekian kalinya. 

"Jangan ngelamun, nanti kesambet," ucap Kama yang datang dengan nampan berisi pesanannya. 

Kaluna tersenyum tak lupa berucap terima kasih. Matanya menelisik kearah meja kasir dan tidak menemukan apa yang Ia cari disana. 

"Delvin lagi pergi," ujar Kama seakan mengetahui isi pikiran Kaluna. 

Kaluna hanya tersenyum salah tingkah, Ia ketahuan. 

Kama mendudukkan dirinya dihadapan Kaluna alih-alih kembali dan melakukan kerjanya. Laki-laki dengan wajah campuran bule dan lesung pipit yang manis itu tersenyum sambil menatap kearah Kaluna. Yang ditatap tentu saja salah tingkah, siapa yang tak salah tingkah ditatap laki-laki setampan Kama. Sekarang saja mereka sudah menjadi pusat perhatian seluruh penjuru cafe yang kebanyakan diisi oleh kaum perempuan. 

"Mukaku kenapa?" tanya Kaluna yang tak nyaman dengan perilaku Kama. 

"Tipe Delvin banget," celetuk Kama yang berhasil membuat Kaluna tersedak kentang goreng. 

Bukannya membantu, Kama justru tertawa melihat tingkah Kaluna yang lucu ini. 

"Banyak cewe yang kesini cuma buat liat Pak Bos, tapi pada mundur setelah dijutekin. Ternyata kamu beda," ujar Kama tanpa aba-aba.

Kaluna yang sedang meredakan batuknya tiba-tiba menatap Kama dengan ekspresi bingung. 

"Aku bukan cewe kayak gitu! Lagian Delvin gak pernah jutek kok," jelas Kama. 

Tentu saja penuturan itu mendapat ekspresi terkejut dari lawan bicaranya. 

"Seorang Delvin? gak jutek?" tanya Kama tak percaya. 

"Iya," jawab Kaluna sekenanya. 

Kama berdiri dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. 

"Selamat datang Ibu Bos," ucap Kama yang dihadiahi tawa kecil dari bibir Kaluna. 

Kaluna mendorong tangan Kama dan berseru, "Ngaco!"

Keduanya kembali tertawa, sejenak Kaluna bisa merasakan atmosfir hangat cefe ini. Kaluna bukan orang yang mudah nyaman mengobrol dengan orang baru, namun Kama dapat mengimbanginya sehingga mengalir obrolan yang seru diantara keduanya. Sejenak, hanya sejenak Ia bisa lupa tentang masalah yang sejak kemarin mengusik pikirannya. 

Bel pintu cafe berbunyi, disana tampak Delvin sedang membawa kotak berisi lampu-lampu warna-warni. 

"Bang Kam! Dipanggil pak bos," seru perempuan yang duduk di belakang meja kasir. 

Kama pamit meninggalkan Kaluna yang masih asik dengan makanannya. Selang beberapa waktu ponsel Kaluna berdering. Dari Evan. Adiknya itu mengatakan akan pulang malam ini dan menanyakan ingin dibawakan oleh-oleh apa. 

Kaluna hanya tertawa kecil, adiknya sudah besar ternyata. 

***

Kaluna kembali ke kantor terlambat lima menit, untung saja Ia sudah ijin pada Gama dengan alasan yang masuk akal, ban ojek nya meletus. 

Namun sepertinya teman-temannya terlalu besar mempermasalahkan hal itu sehingga sekarang Ia menjadi pusat perhatian semua orang. Kaluna yang tak enak hanya bisa menundukkan kepalanya. 

"Kamu dari mana aja?" bisik Lila yang entah sejak kapan sekarang sudah berjongkok disebelahnya. 

"Cafe Naluna, ini gara-gara aku telat yah?" tanya Kaluna pelan. 

"Hape kamu mana?" tanya Lila. 

Kaluna segera mengeluarkan ponselnya yang ternyata sudah kehabisan daya karena semalam Kaluna lupa mengisinya. Lila berdecak sebal lalu mengeluarkan ponsel miliknya. Terlihat disana sebuah foto Kaluna dengan bapak-bapak sedang ngobrol asik di sebuah cafe. Namun bukan itu permasalahannya, masalah utama ada di caption. 

'Kebanggaan divisi DP, simpanan om-om?'

Kaluna berdecak kesal. Foto tersebut dikirim secara anonim di forum kantornya. Tak heran mengapa sekarang banyak pandangan sinis yang menatapnya, padahal Kaluna terkenal dengan citra yang baik dan tidak macam-macam.

"Andai saja mereka tau siapa yang sedang mereka gosipin La," ucap Kaluna. 

Lila yang bingung hanya mengangguk tanpa mau bertanya lebih lanjut karena sekarang Bu Dian sedang memergokinya mangkir dari meja. 

Lila buru-buru kembali ke mejanya sedangkan Kaluna dipanggil ke ruangan Bu Dian. 

Kaluna berdiri dihadapan Bu Dian dengan takut-takut. Kepalanya terus menunduk kebawah dan enggan menatap manik perempuan berbibir merah darah itu.

"Kamu lagi bicara sama saya, bukan lantai Kaluna," tandas Bu Dian. 

Kaluna segera menegakkan tubuhnya dengan cepat sebelum rentetan kata sadis keluar lebih banyak dari bibir merah Bu Dian. 

"Foto yang beredar tidak benar kan?" cecar Bu Dian. 

"B-bu, i-itu kan-"

"Iya saya tau, kamu tinggal jawab iya atau tidak," potong Bu Dian. 

"Tidak Bu, hanya tidak sengaja bertemu dan ngobrol," jelas Kaluna. 

"Ya sudah, kembali ke tugas kamu. Jangan macam-macam hanya karena kamu rekomendasi dari orang atas Kaluna." tegas Bu Dian yang membuat Kaluna seketika kicep. 

Hanya para petinggi yang tau hal ini, semua orang taunya Kaluna lulus sebagai pelamar terbaik meskipun ijazah miliknya pas-pas an dan tidak memiliki standar yang tinggi seperti teman kantornya yang lain. 

Yang Kaluna khawatirkan sekarang adalah tatapan sinis teman-temannya, Ia tak mungkin memberikan klarifikasi tentang kebenaran dibalik foto itu, dirinya bukan artis. Namun apakah Kaluna bisa tahan dengan cibrian rekan kantornya yang mungkin akan menghiasi telinganya setiap hari? Apakah Kaluna bisa membiarkan semuanya mereda dengan sendirinya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Scars   47. The Truth

    Kaluna, Anna dan Erik saling pandang sebelum isi buku hitam itu lebih banyak lagi. Buku ini benar-benar menulis detail informasi tentang dana gelap dari sebuah organisasi pengusaha besar di negeri ini. Dan salah satunya terkait dengan jembatan yang roboh. Kaluna hanya bisa meringis melihat nominal angka yang keluar setiap transaksi, itu bukan jumlah yang kecil."Ini kasus terakhir yang dicatat," ucap Erik begitu melihat lembar terakhir yang penuh tulisan."Pantesan pada kaya dan rumahnya gede-gede, ternyata korup," cibir Anna."Korupsi dana bantuan banjir?" tanya Kaluna."Kamu tau?" sahut Anna."Ayah pernah ngomongin ini sama Om Hadi sebelum kita pindah, aku denger waktu itu," jelas Kaluna."Iya, dana bantuan banjir ini 50% masuk kantong mereka, sisanya baru di distribusikan ke korban banjir," ungkap Erik."Nitidiwiryo?" gumam Erik."Kenapa om?" tanya Kaluna.Erik menunjuk sebuah nama

  • The Scars   46. Persiapan Perang

    Kaluna berulang kali menatap Delvin untuk memastikan bahwa apa yang mereka berdua lihat memang benar adanya. Setelahnya Kaluna segera menelfon Anna dan juga menyiapkan tiket pesawat untuk menemui temannya itu. Buku ini, buku yang tadi Kaluna temukan di tas ayahnya adalah buku yang sama yang mereka cari selama ini.Dengan ini Kaluna dapat membalik keadaan. Ia bisa membersihkan nama baik Ayahnya. Kaluna yakin jika bukti ini bisa membuat orang-orang yang dulu membuat keluarganya hancur jadi mendapatkan ganjarannya."Pesawatnya jam berapa?" tanya Delvin yang sedang membersihkan piring bekas makan mereka."Satu jam lagi. Saya mau ke Papa dulu," jawab Kaluna."Saya antar," sahut Delvin."Terima kasih," balas Kaluna.Keduanya segera menuju rumah sakit dan Kaluna menceritakan semuanya pada Sang Papa. Kaluna sangat senang, terlihat dari raut wajahnya yang cerah saat menceritakan hal itu. Evan yang melihat kakaknya seperti kembali di

  • The Scars   45. I Find You!

    Kaluna kembali ke rumahnya setelah beberapa hari berada di rumah sakit. Papanya sudah sadar kemarin dan kini ada Evan di sana. Kaluna memasuki kamarnya dengan perlahan, terdapat sedikit debu yang berterbangan karena sudah cukup lama tidak ditempati.Semalam Anna menelfonnya dan mengatakan bahwa persidangan untuk kasus ayahnya akan segera dilaksanakan. Setelah melihat-lihat sekeliling rumah, akhirnya Kaluna memutuskan untuk keluar rumah mencari camilan karena di rumah sama sekali tak ada makanan.Setelah berjalan beberapa meter akhirnya Ia memutuskan untuk membeli gorengan pinggir jalan tanpa pusing. Sepertinya pisang goreng dan secangkir teh dapat mengisi perutnya yang dari pagi belum terisi. Namun sayangnya Kaluna harus kembali duduk dan menunggu pisang goreng kesukaannya digoreng. Akhirnya yang bisa Ia lakukan hanya melamun sambil melihat lalu lalang kendaraan di depannya."Bahkan meskipun duniaku hancur seperti ini tapi dunia orang lain tetap berjalan s

  • The Scars   44. Lelah

    Suasana tenang di sebuah lorong membuat siapapun enggan untuk bersuara. Kaluna sedari tadi melirik ke arah lampu ruang operasi dan warnanya sama sekali belum berubah sejak dua jam yang lalu. Sang Papa akhirnya dapat melangsungkan operasi setelah menerima donor langka. Ia di sini sendirian karena adiknya masih harus sekolah. Waktu seakan berjalan lebih lambat membuat Kaluna berkali-kali menghela nafas frustasi. Kata dokter operasi ini merupakan operasi yang sedikit sulit karena usia Papanya yang sudah tak lagi muda di tambah mereka harus mencegah pendarahan sekecil mungkin karena stok darah di rumah sakit ini terbatas. Satu jam kembali berlalu dan tiba-tiba lampu di atas pintu kaca tersebut mati membuat Kaluna segera berdiri dengan harap-harap cemas. Beberapa menit kemudian Dokter Stefanus keluar dan menghampiri Kaluna. "Operasi berjalan dengan lancar, tapi kami harus terus pantau kalau saja ada penolakan organ donor dari tubuh Bapak. Untuk beberap

  • The Scars   43. Harapan

    Delvin mengendarai mobil milik Kama menuju bandara. Ia mendapat kabar dari Evan bahwa Kaluna memutuskan untuk kembali dari luar kota hari ini dan Ia diberitahu bahwa perempuan itu sedang dalam kondisi yang labil karena kabar dari adiknya.Akhirnya berbekal informasi tentang penerbangan Kaluna yang Ia punya, Delvin memutuskan untuk menjemput perempuan itu. Delvin sendiri tak tahu mengapa dirinya bisa mau serepot ini padahal Kaluna bisa saja naik taksi atau yang lain. Kenapa Delvin justru menawarkan dirinya sendiri?Delvin meraih ponselnya dan memutuskan untuk menelfon gadis yang beberapa hari ini memenuhi kepalanya tanpa permisi.“Kamu dimana Na?” tanya Delvin.Kaluna mengatakan bahwa dirinya baru saja turun dari pesawat dan sedang menunggu bagasi. Delvin pun segera menambah kecepatannya. Sepuluh menit kemudian Ia sudah sampai di bandara. Ia melihat Kaluna dengan jelas karena sebelumnya perempuan itu bilang akan menunggu di depan, jadi Delvin t

  • The Scars   42. Selesai?

    Kaluna menatap sebuah rumah bernuansa modern minimalis di hadapannya. Ternyata setelah bertahun-tahun rumah tersebut tidak berubah sama sekali, hanya saja halaman hijaunya yang luas itu terlihat lebih bagus dari yang terakhir kali Kaluna ingat. Satu jam lalu tiba-tiba ada seseorang yang menelfonnya dan ternyata itu adalah Neneknya. Entah dari mana beliau berhasil mendapatkan nomor milik Kaluna. Neneknya berkata kalau semua keluarga tengah menunggunya di sini, mereka ingin melihat Kaluna. Awalnya Kaluna menolak dengan keras, namun Neneknya berkata kalau dirinya tengah di rawat di rumah karena sakit dan ini permintaan terakhir beliau pada Kaluna karena setelahnya beliau tak akan mengganggu Kaluna lagi. Mau tak mau Kaluna menyetujui hal itu. Di sinilah Kaluna sekarang. Anna baru saja pergi setelah menurunkan Kaluna di sini dengan keraguan yang sama besarnya dengan yang Kaluna rasakan. Dengan langkah pelan dan tarikan nafas yang dalam akhirnya Kal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status