Share

08. Orang Baru

"Ibu," panggil Kaluna. 

Kaluna melihat sosok Ibunya tengah berdiri beberapa meter di depannya. Keduanya kini berada di sebuah danau yang tak asing. Danau yang sama dimana dulu keluarga mereka sering berkunjung. Namun kini ada yang berbeda, Kaluna sadar semua ini hanya khayalannya saja, mana mungkin Ibunya sekarang ada didepannya. Pasti ini mimpi.

"Kaluna gak kangen Ibu?" tanya Ibu Kaluna.

Kaluna mengangguk pelan tapi raut wajahnya masih jelas terlihat bingung. 

"Kaluna kangen Ibu sama Ayah," jawab Kaluna. 

Lalu sedetik kemudian hatinya terasa lebih ringan, Kaluna tiba-tiba merasa tenang entah karena apa. 

"Ibu sama Ayah gak pernah tinggalin Luna sama Evan," terang Sang Ibu.

Kaluna tersenyum, ingin rasanya segera berlari menuju Sang Ibu namun anehnya Ia sama sekali tak bisa melangkahkan kakinya. Ia terus memanggil Ibunya namun Sang Ibu justru pergi menjauhi Kaluna menuju ke sebuah cahaya. Sebisa mungkin Kaluna berteriak maka semakin pudar juga bayangan Sang Ibu dari matanya. 

Kaluna menyerah, air mata nya jatuh. Kini Ia kembali sendirian dipenuhi rasa takut. Danau itu kini bukan healing terbaiknya. Danau itu justru tempat yang paling Ia benci. Hingga setelahnya dengung keras menusuk dipendengaran Kaluna. 

Kaluna terbangun, nafasnya terengah dan keringat membanjiri keningnya. Itu tadi mimpi yang singkat namun berhasil menguras emosinya. Ia segera menenggak habis air putih yang ada di nakas. Pikirannya melayang, terbayang-bayang arti mimpinya namun Ia sadar dirinya bukan peramal yang bisa menafsirkan sebuah mimpi. Yang Kaluna yakini sekarang adalah, Ia sedang rindu kedua orang tuanya dan juga adiknya. 

Jam dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, dengan ragu Ia membuka layar ponselnya dan menghubungi nomor adiknya. Kaluna tak yakin apakah Evan masih terjaga atau bahkan sedang tidur nyenyak sekarang. 

Di nada dering yang keempat terdengar suara gumaman Evan yang membuat Kaluna terkejut. Adiknya masih terjaga, suaranya tidak serak seperti orang bangun tidur dan itu membuat Kaluna khawatir. 

"Kok belum tidur?" tanya Kaluna. 

"Gak ngantuk mbak, ini masih belajar," jawab Evan diseberang sana. 

"Ada camilan gak disebelahmu?" 

"Ada, tadi beli banyak, mbak kebangun ya?"

"Iya. Udahan belajarnya Van, tidur."

"Nanggung mbak."

"Ya udah mbak matiin," ucap Kaluna dengan nada datarnya. 

"Iya Evan tidur."

Kaluna tersenyum, Ia mengurungkan niatnya untuk bercerita pada Sang Adik karena yang diperlukan adiknya sekarang hanya beristirahat. Kaluna tak mau jika saat pertandingan besok adiknya itu telat bangun. 

Setelah mematikan sambungan telfonnya, Kaluna tidak kembali tidur namun justru terduduk dan tetap terjaga hingga fajar tiba. 

***

Kaluna menghela nafasnya pelan, ini jam makan siang namun langkahnya berhenti di depan Cafe Naluna. Padahal Ia dengan sadar paham betul bahwa jam makan siang hanya beberapa menit yang tidak banyak, bahkan perjalanannya kemari sudah menyita setengah dari waktu yang Ia punya. 

Akhirnya mau tak mau Kaluna masuk dan memesan matcha latte kesukaannya sekaligus set menu makan siang untuk mengisi perut laparnya. Tak ada hal lain yang dilakukan Kaluna saat menunggu pesanannya tiba selain duduk dan melamun untuk kesekian kalinya. 

"Jangan ngelamun, nanti kesambet," ucap Kama yang datang dengan nampan berisi pesanannya. 

Kaluna tersenyum tak lupa berucap terima kasih. Matanya menelisik kearah meja kasir dan tidak menemukan apa yang Ia cari disana. 

"Delvin lagi pergi," ujar Kama seakan mengetahui isi pikiran Kaluna. 

Kaluna hanya tersenyum salah tingkah, Ia ketahuan. 

Kama mendudukkan dirinya dihadapan Kaluna alih-alih kembali dan melakukan kerjanya. Laki-laki dengan wajah campuran bule dan lesung pipit yang manis itu tersenyum sambil menatap kearah Kaluna. Yang ditatap tentu saja salah tingkah, siapa yang tak salah tingkah ditatap laki-laki setampan Kama. Sekarang saja mereka sudah menjadi pusat perhatian seluruh penjuru cafe yang kebanyakan diisi oleh kaum perempuan. 

"Mukaku kenapa?" tanya Kaluna yang tak nyaman dengan perilaku Kama. 

"Tipe Delvin banget," celetuk Kama yang berhasil membuat Kaluna tersedak kentang goreng. 

Bukannya membantu, Kama justru tertawa melihat tingkah Kaluna yang lucu ini. 

"Banyak cewe yang kesini cuma buat liat Pak Bos, tapi pada mundur setelah dijutekin. Ternyata kamu beda," ujar Kama tanpa aba-aba.

Kaluna yang sedang meredakan batuknya tiba-tiba menatap Kama dengan ekspresi bingung. 

"Aku bukan cewe kayak gitu! Lagian Delvin gak pernah jutek kok," jelas Kama. 

Tentu saja penuturan itu mendapat ekspresi terkejut dari lawan bicaranya. 

"Seorang Delvin? gak jutek?" tanya Kama tak percaya. 

"Iya," jawab Kaluna sekenanya. 

Kama berdiri dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. 

"Selamat datang Ibu Bos," ucap Kama yang dihadiahi tawa kecil dari bibir Kaluna. 

Kaluna mendorong tangan Kama dan berseru, "Ngaco!"

Keduanya kembali tertawa, sejenak Kaluna bisa merasakan atmosfir hangat cefe ini. Kaluna bukan orang yang mudah nyaman mengobrol dengan orang baru, namun Kama dapat mengimbanginya sehingga mengalir obrolan yang seru diantara keduanya. Sejenak, hanya sejenak Ia bisa lupa tentang masalah yang sejak kemarin mengusik pikirannya. 

Bel pintu cafe berbunyi, disana tampak Delvin sedang membawa kotak berisi lampu-lampu warna-warni. 

"Bang Kam! Dipanggil pak bos," seru perempuan yang duduk di belakang meja kasir. 

Kama pamit meninggalkan Kaluna yang masih asik dengan makanannya. Selang beberapa waktu ponsel Kaluna berdering. Dari Evan. Adiknya itu mengatakan akan pulang malam ini dan menanyakan ingin dibawakan oleh-oleh apa. 

Kaluna hanya tertawa kecil, adiknya sudah besar ternyata. 

***

Kaluna kembali ke kantor terlambat lima menit, untung saja Ia sudah ijin pada Gama dengan alasan yang masuk akal, ban ojek nya meletus. 

Namun sepertinya teman-temannya terlalu besar mempermasalahkan hal itu sehingga sekarang Ia menjadi pusat perhatian semua orang. Kaluna yang tak enak hanya bisa menundukkan kepalanya. 

"Kamu dari mana aja?" bisik Lila yang entah sejak kapan sekarang sudah berjongkok disebelahnya. 

"Cafe Naluna, ini gara-gara aku telat yah?" tanya Kaluna pelan. 

"Hape kamu mana?" tanya Lila. 

Kaluna segera mengeluarkan ponselnya yang ternyata sudah kehabisan daya karena semalam Kaluna lupa mengisinya. Lila berdecak sebal lalu mengeluarkan ponsel miliknya. Terlihat disana sebuah foto Kaluna dengan bapak-bapak sedang ngobrol asik di sebuah cafe. Namun bukan itu permasalahannya, masalah utama ada di caption. 

'Kebanggaan divisi DP, simpanan om-om?'

Kaluna berdecak kesal. Foto tersebut dikirim secara anonim di forum kantornya. Tak heran mengapa sekarang banyak pandangan sinis yang menatapnya, padahal Kaluna terkenal dengan citra yang baik dan tidak macam-macam.

"Andai saja mereka tau siapa yang sedang mereka gosipin La," ucap Kaluna. 

Lila yang bingung hanya mengangguk tanpa mau bertanya lebih lanjut karena sekarang Bu Dian sedang memergokinya mangkir dari meja. 

Lila buru-buru kembali ke mejanya sedangkan Kaluna dipanggil ke ruangan Bu Dian. 

Kaluna berdiri dihadapan Bu Dian dengan takut-takut. Kepalanya terus menunduk kebawah dan enggan menatap manik perempuan berbibir merah darah itu.

"Kamu lagi bicara sama saya, bukan lantai Kaluna," tandas Bu Dian. 

Kaluna segera menegakkan tubuhnya dengan cepat sebelum rentetan kata sadis keluar lebih banyak dari bibir merah Bu Dian. 

"Foto yang beredar tidak benar kan?" cecar Bu Dian. 

"B-bu, i-itu kan-"

"Iya saya tau, kamu tinggal jawab iya atau tidak," potong Bu Dian. 

"Tidak Bu, hanya tidak sengaja bertemu dan ngobrol," jelas Kaluna. 

"Ya sudah, kembali ke tugas kamu. Jangan macam-macam hanya karena kamu rekomendasi dari orang atas Kaluna." tegas Bu Dian yang membuat Kaluna seketika kicep. 

Hanya para petinggi yang tau hal ini, semua orang taunya Kaluna lulus sebagai pelamar terbaik meskipun ijazah miliknya pas-pas an dan tidak memiliki standar yang tinggi seperti teman kantornya yang lain. 

Yang Kaluna khawatirkan sekarang adalah tatapan sinis teman-temannya, Ia tak mungkin memberikan klarifikasi tentang kebenaran dibalik foto itu, dirinya bukan artis. Namun apakah Kaluna bisa tahan dengan cibrian rekan kantornya yang mungkin akan menghiasi telinganya setiap hari? Apakah Kaluna bisa membiarkan semuanya mereda dengan sendirinya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status