Share

09. Rumor

Penulis: matchaleite13
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-06 12:01:41

Kaluna menghela nafasnya kasar. Sekali lagi Ia harus menahan emosinya mendengar para editor bergosip tentang dirinya, dibelakangnya. Ia bisa saja membungkam semua orang dengan kebenaran namun kebenaran itu hanya akan membongkar rahasia seseorang, dan Kaluna tak mau jadi orang yang selancang itu. 

Gama yang mengetahui semua kebenaran itu hanya bisa menyemangati Kaluna, Ia juga tak mengerti kenapa gosip murahan seperti itu bisa menyebar dengan cepat dalam dua jam padahal masih di jam kerja. 

"Na, tolong hasil akhir layoutnya Penulis Biru kirim ke email ya," ujar Gama. 

"Iya Mas, ini baru selesai langsung aku kirim," ucap Kaluna. 

Lila hanya bisa menatap sahabatnya dengan sendu dari balik meja, Ia tak bisa meninggalkan mejanya karena mata Bu Dian masih melihat kearahnya. Atasannya itu sepertinya menaruh dendam terlebih pada Lila entah karena apa. 

Efek dari gosip itu ternyata membawa perubahan yang pesat, tak ada lagi sapaan manis yang Ia dengar dari teman-temannya. Tak ada pula ajakan pulang bareng dan juga mereka semua seakan langsung menjauhi Kaluna hanya karena gosip murahan itu. 

Hanya Lila yang sedari tadi setia disamping Kaluna. Benar kata orang, kita bisa berteman dengan siapa saja namun jangan bergaul dengan sembarang teman. Buktinya sekarang banyak orang yang menampilkan wajah aslinya, mencibir dan merendahkan Kaluna hanya karena gosip yang tidak terbukti kebenarannya.

"Jalan yuk," ucap Lila. 

"Tiba-tiba?" tanya Kaluna. 

"Lagi suntuk di rumah, Abah sama Umi lagi diem-dieman."

Kaluna mengangguk lalu segera naik keatas motor milik Lila. 

"Mau kemana?" teriak Lila karena takut Kaluna tidak bisa mendengar suaranya. 

Kaluna berpikir sejenak, entah kenapa ada satu tempat yang ingin Ia kunjungi lagi. 

"Jalan sudirman," jawab Kaluna. 

*** 

Kaluna dan Lila duduk di sebuah bangku taman dengan crepes ditangan mereka. Awalnya Lila juga kaget saat Kaluna ingin datang kesini sebab sahabatnya itu lebih suka datang ke tempat yang tidak terlalu ramai dan dekat dari rumahnya.

Keduanya menikmati para musisi jalanan yang saling menunjukkan penampilan dan itu membuat Kaluna sedikit terhibur. Namun beberapa saat setelahnya, mata Kaluna menatap sosok yang tidak asing. Laki-laki dengan hoodie hitam sedang menggambar sesuatu diantara kumpulan anak kecil

"Aku tinggal sebentar ya," pamit Kaluna pada Lila. 

"Eh, mau kemana?!" seru Lila, namun Kaluna sudah hilang terlebih dulu diantara kerumunan orang-orang. 

Kaluna perlahan mendekat dan ikut duduk di barisan paling belakang. Sepertinya sang wira belum menyadari ada satu perempuan dewasa sedang ikut mendengarkan sesi belajar menggambarnya. 

"Kakak ngapain?" bisik salah satu anak perempuan disebelah Kaluna. 

"Ikutan belajar," jawab Kaluna dengan berbisik juga. 

"Bukan karena lihat Mas Delvin ganteng?" ucap adik kecil itu sontak membuat Kaluna tertawa kecil. 

Delvin masih belum sadar akan keberadaan Kaluna karena sekarang laki-laki itu tengah menunduk sembari mengajari salah satu anak. 

Kaluna juga ikut membantu si anak kecil disebelahnya yang sedang menggambar bunga. 

"Kaluna?"

Pada titik ini Kaluna ketahuan. Ia hanya bisa nyengir sambil beranjak dari tempatnya duduk dan menghampiri Delvin. 

"H-hai?" sapa Kaluna sambil mengangkat tangannya, Ia salah tingkah. 

"Sendirian?" tanya Delvin. 

"Enggak, tadi sama temen. Kebetulan lihat kamu, jadi saya kesini mau ikutan," jelas Kaluna. 

Delvin hanya mengangguk sebagai respon lalu Ia melanjutkan kegiatannya tanpa mau repot-repot menjelaskan panjang lebar tentang apa yang laki-laki itu lakukan. Kaluna terdiam di tempatnya. Ia baru sadar kalau sebenarnya semua anak yang ada disini adalah anak-anak jalanan dan bukan pengunjung.

Kaluna kembali menatap Delvin, didalam benaknya Ia bertanya-tanya, sebenarnya Delvin ini sosok yang seperti apa. Yang Kaluna kenal sejauh ini, Delvin adalah orang yang pendiam tapi juga peka dengan sekitarnya, Ia tak acuh dengan sekitarnya tapi bukan berarti Ia sangat peduli juga. Dan satu lagi yang baru Kaluna sadari, sedari tadi mereka menggambar dengan kertas buram. 

"Kaluna!" panggil Lila dari arah belakang. Kaluna hanya bisa meringis kecil, kenyataan bahwa Ia meninggalkan sahabatnya terlalu lama membuatnya merasa bersalah. 

Sebelum Lila ngoceh panjang lebar dihadapan anak-anak itu dan membuat keributan, Kaluna segera menyeretnya ke arah belakang dan membekap mulut rewel Lila. 

"Ngomong apa sih La?" tanya Kaluna masih dengan tangannya berada dimulut Lila. 

Lila yang sebal segera memukul-mukul tangan Kaluna yang sedang membekap mulutnya. Kaluna yang tersadar segera melepaskan tangannya dan tertawa bodoh. 

"Mulutku kamu bekep, gimana aku bisa ngomong!" omel Lila. 

"Maaf La, ya ampun aku lupa," jelas Kaluna. 

Lila tak melanjutkan omelannya, netranya tertuju pada sosok laki-laki yang tadi berbicara dengan Kaluna. 

"Siapa Na?" tanya Lila sambil berbisik. 

"Mas barista ganteng," jawab Kaluna. 

Terlihat jelas wajah Lila kembali sumringah dan menggoda Kaluna habis-habisan. Bukannya menanggapi sahabatnya, Kaluna memilih kembali mendudukkan diri disamping anak kecil yang pertama kali ditemuinya itu. 

"Udah jadi gambarnya?" tanya Kaluna. 

"Udah Kak, ini." 

Kaluna terkesiap. Ternyata yang digambar anak ini bukan hanya bunga, namun disampingnya terdapat sebuah keluarga dengan wajah tersenyum, cerminan sebuah keluarga bahagia. 

"Ini siapa?" tanya Kaluna. 

"Ayah, Ibu, Nara dan ini Nenek," ucap anak yang ternyata bernama Nara tersebut. 

"Nara mau piknik sama keluarga?" tanya Kaluna yang langsung diangguki oleh anak itu. 

Kaluna tersenyum, tanpa Ia sadari sedari tadi Delvin melihat interaksi keduanya. 

Setelah merasa cukup bersantai sore itu, akhirnya Kaluna dan Lila memilih untuk makan malam di warung sate ayam langganan mereka. Sedari tadi Kaluna memikirkan perkataan Delvin yang entah kenapa sangat mengganggunya. 

"Setidak beruntungnya kita, masih ada yang lebih tidak beruntung dari kita berdua. Nara bahkan gak pernah melihat sosok Ibunya, Ayahnya ninggalin dia sama neneknya yang udah tua. Tapi dia gak pernah membenci kedua orang tuanya, Dia selalu percaya kalau orang tuanya bakal ajak dia pergi piknik suatu hari nanti, padahal semua orang tau kalau itu gak mungkin. Pilu? Iya, kenyataan terlalu kejam untuk dia terima di umur yang sekecil itu," jelas Delvin saat Kaluna membantu Delvin untuk membereskankan alat gambar.

Jika begitu, tak ada siapa yang lebih menderita dari siapa. Yang ada adalah semua tragedi dan kenyataan pahit milik setiap orang itu punya porsinya sendiri-sendiri. Bagi Kaluna mungkin kehidupannya paling menderita, tapi bagi Nara kehidupannya juga yang paling malang. 

Setidaknya dari Nara Ia belajar bahwa harusnya Kaluna bersyukur karena Ia bisa sedikit lebih lama diberi kesempatan untuk mengukir kenangan bersama orang tuanya, sedangkan Nara sama sekali tidak bisa melihat Ayah dan Ibunya. Nara juga harusnya bersyukur karena seperti apapun lika-liku hidupnya, masih banyak orang baik yang ada disekitarnya. Iya, Kaluna harus bersyukur dengan itu. 

Sebanyak apapun orang yang mencacinya bahkan merendahkannya, masih banyak orang juga yang mengangkatnya naik dan melindungi dirinya serta ada bersamanya. 

"Kamu kenapa sih? Ngelamun terus," tanya Lila. 

Kaluna hanya tersenyum dan membalas sekenanya. Hari ini Ia ditampar dengan kenyataan yang menyadarkan dirinya yang terlalu suka menyalahkan keadaan dan masa lalunya. Dan dengan ini dia berjanji akan menjalani hari esok dengan lebih kuat lagi, karena banyak yang sayang dirinya. 

***

Lila memutuskan untuk menginap lagi karena ingin memberi ruang lebih untuk orang tuanya sekaligus mau meminta penjelasan lebih soal sosok Delvin pada Kaluna. Kaluna sekarang sedang asik bercengkrama dengan Sang Adik yang katanya malam ini akan pulang sedangkan Lila sibuk mengerjakan laporan yang tadi siang belum selesai. 

Saat rumah itu diselimuti keheningan, ketukan dari arah luar terdengar. Lila menengok Kaluna yang masih asik dengan telfonnya akhirnya memilih untuk membukanya sendiri lalu kemudian kembali kedalam dan memanggil Kaluna. 

"Na, ada tamu," ucap Lila. 

Kaluna menghentikan ucapannya sejenak dan bertanya, "Siapa La?" 

"Gak tau, nyari kamu tuh. Bapak sama anak cewe," jelas Lila. 

Seketika Kaluna terdiam dan segera mematikan sambungan telfonnya tanpa penjelasan, pasti adiknya sekrang dipenuhi dengan banyak pertanyaan. 

"Aku boleh minta tolong gak La?" ucap Kaluna. 

"Bilang aja aku udah tidur, bisa ya La?" pinta Kaluna. 

Lila yang sebenarnya bingung akhirnya hanya bisa mengangguk patuh dan segera pergi keluar. 

Kaluna menghembuskan nafasnya pelan, untuk saat ini Ia bisa menghindar. Namun Ia sadar dirinya tak bisa selamanya menghindari Anna dan ayahnya. Ada saatnya Ia harus meluruskan semuanya, namun bagi Kaluna bukan sekarang waktunya. Kaluna masih belum siap kembali mengorek masa lalunya yang pahit. Bertahun-tahun Ia coba berdamai, namun sulit. Akankah Kaluna benar-benar bisa berdamai dengan masa lalunya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Scars   47. The Truth

    Kaluna, Anna dan Erik saling pandang sebelum isi buku hitam itu lebih banyak lagi. Buku ini benar-benar menulis detail informasi tentang dana gelap dari sebuah organisasi pengusaha besar di negeri ini. Dan salah satunya terkait dengan jembatan yang roboh. Kaluna hanya bisa meringis melihat nominal angka yang keluar setiap transaksi, itu bukan jumlah yang kecil."Ini kasus terakhir yang dicatat," ucap Erik begitu melihat lembar terakhir yang penuh tulisan."Pantesan pada kaya dan rumahnya gede-gede, ternyata korup," cibir Anna."Korupsi dana bantuan banjir?" tanya Kaluna."Kamu tau?" sahut Anna."Ayah pernah ngomongin ini sama Om Hadi sebelum kita pindah, aku denger waktu itu," jelas Kaluna."Iya, dana bantuan banjir ini 50% masuk kantong mereka, sisanya baru di distribusikan ke korban banjir," ungkap Erik."Nitidiwiryo?" gumam Erik."Kenapa om?" tanya Kaluna.Erik menunjuk sebuah nama

  • The Scars   46. Persiapan Perang

    Kaluna berulang kali menatap Delvin untuk memastikan bahwa apa yang mereka berdua lihat memang benar adanya. Setelahnya Kaluna segera menelfon Anna dan juga menyiapkan tiket pesawat untuk menemui temannya itu. Buku ini, buku yang tadi Kaluna temukan di tas ayahnya adalah buku yang sama yang mereka cari selama ini.Dengan ini Kaluna dapat membalik keadaan. Ia bisa membersihkan nama baik Ayahnya. Kaluna yakin jika bukti ini bisa membuat orang-orang yang dulu membuat keluarganya hancur jadi mendapatkan ganjarannya."Pesawatnya jam berapa?" tanya Delvin yang sedang membersihkan piring bekas makan mereka."Satu jam lagi. Saya mau ke Papa dulu," jawab Kaluna."Saya antar," sahut Delvin."Terima kasih," balas Kaluna.Keduanya segera menuju rumah sakit dan Kaluna menceritakan semuanya pada Sang Papa. Kaluna sangat senang, terlihat dari raut wajahnya yang cerah saat menceritakan hal itu. Evan yang melihat kakaknya seperti kembali di

  • The Scars   45. I Find You!

    Kaluna kembali ke rumahnya setelah beberapa hari berada di rumah sakit. Papanya sudah sadar kemarin dan kini ada Evan di sana. Kaluna memasuki kamarnya dengan perlahan, terdapat sedikit debu yang berterbangan karena sudah cukup lama tidak ditempati.Semalam Anna menelfonnya dan mengatakan bahwa persidangan untuk kasus ayahnya akan segera dilaksanakan. Setelah melihat-lihat sekeliling rumah, akhirnya Kaluna memutuskan untuk keluar rumah mencari camilan karena di rumah sama sekali tak ada makanan.Setelah berjalan beberapa meter akhirnya Ia memutuskan untuk membeli gorengan pinggir jalan tanpa pusing. Sepertinya pisang goreng dan secangkir teh dapat mengisi perutnya yang dari pagi belum terisi. Namun sayangnya Kaluna harus kembali duduk dan menunggu pisang goreng kesukaannya digoreng. Akhirnya yang bisa Ia lakukan hanya melamun sambil melihat lalu lalang kendaraan di depannya."Bahkan meskipun duniaku hancur seperti ini tapi dunia orang lain tetap berjalan s

  • The Scars   44. Lelah

    Suasana tenang di sebuah lorong membuat siapapun enggan untuk bersuara. Kaluna sedari tadi melirik ke arah lampu ruang operasi dan warnanya sama sekali belum berubah sejak dua jam yang lalu. Sang Papa akhirnya dapat melangsungkan operasi setelah menerima donor langka. Ia di sini sendirian karena adiknya masih harus sekolah. Waktu seakan berjalan lebih lambat membuat Kaluna berkali-kali menghela nafas frustasi. Kata dokter operasi ini merupakan operasi yang sedikit sulit karena usia Papanya yang sudah tak lagi muda di tambah mereka harus mencegah pendarahan sekecil mungkin karena stok darah di rumah sakit ini terbatas. Satu jam kembali berlalu dan tiba-tiba lampu di atas pintu kaca tersebut mati membuat Kaluna segera berdiri dengan harap-harap cemas. Beberapa menit kemudian Dokter Stefanus keluar dan menghampiri Kaluna. "Operasi berjalan dengan lancar, tapi kami harus terus pantau kalau saja ada penolakan organ donor dari tubuh Bapak. Untuk beberap

  • The Scars   43. Harapan

    Delvin mengendarai mobil milik Kama menuju bandara. Ia mendapat kabar dari Evan bahwa Kaluna memutuskan untuk kembali dari luar kota hari ini dan Ia diberitahu bahwa perempuan itu sedang dalam kondisi yang labil karena kabar dari adiknya.Akhirnya berbekal informasi tentang penerbangan Kaluna yang Ia punya, Delvin memutuskan untuk menjemput perempuan itu. Delvin sendiri tak tahu mengapa dirinya bisa mau serepot ini padahal Kaluna bisa saja naik taksi atau yang lain. Kenapa Delvin justru menawarkan dirinya sendiri?Delvin meraih ponselnya dan memutuskan untuk menelfon gadis yang beberapa hari ini memenuhi kepalanya tanpa permisi.“Kamu dimana Na?” tanya Delvin.Kaluna mengatakan bahwa dirinya baru saja turun dari pesawat dan sedang menunggu bagasi. Delvin pun segera menambah kecepatannya. Sepuluh menit kemudian Ia sudah sampai di bandara. Ia melihat Kaluna dengan jelas karena sebelumnya perempuan itu bilang akan menunggu di depan, jadi Delvin t

  • The Scars   42. Selesai?

    Kaluna menatap sebuah rumah bernuansa modern minimalis di hadapannya. Ternyata setelah bertahun-tahun rumah tersebut tidak berubah sama sekali, hanya saja halaman hijaunya yang luas itu terlihat lebih bagus dari yang terakhir kali Kaluna ingat. Satu jam lalu tiba-tiba ada seseorang yang menelfonnya dan ternyata itu adalah Neneknya. Entah dari mana beliau berhasil mendapatkan nomor milik Kaluna. Neneknya berkata kalau semua keluarga tengah menunggunya di sini, mereka ingin melihat Kaluna. Awalnya Kaluna menolak dengan keras, namun Neneknya berkata kalau dirinya tengah di rawat di rumah karena sakit dan ini permintaan terakhir beliau pada Kaluna karena setelahnya beliau tak akan mengganggu Kaluna lagi. Mau tak mau Kaluna menyetujui hal itu. Di sinilah Kaluna sekarang. Anna baru saja pergi setelah menurunkan Kaluna di sini dengan keraguan yang sama besarnya dengan yang Kaluna rasakan. Dengan langkah pelan dan tarikan nafas yang dalam akhirnya Kal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status