Kaluna menghela nafasnya kasar. Sekali lagi Ia harus menahan emosinya mendengar para editor bergosip tentang dirinya, dibelakangnya. Ia bisa saja membungkam semua orang dengan kebenaran namun kebenaran itu hanya akan membongkar rahasia seseorang, dan Kaluna tak mau jadi orang yang selancang itu.
Gama yang mengetahui semua kebenaran itu hanya bisa menyemangati Kaluna, Ia juga tak mengerti kenapa gosip murahan seperti itu bisa menyebar dengan cepat dalam dua jam padahal masih di jam kerja.
"Na, tolong hasil akhir layoutnya Penulis Biru kirim ke email ya," ujar Gama.
"Iya Mas, ini baru selesai langsung aku kirim," ucap Kaluna.
Lila hanya bisa menatap sahabatnya dengan sendu dari balik meja, Ia tak bisa meninggalkan mejanya karena mata Bu Dian masih melihat kearahnya. Atasannya itu sepertinya menaruh dendam terlebih pada Lila entah karena apa.
Efek dari gosip itu ternyata membawa perubahan yang pesat, tak ada lagi sapaan manis yang Ia dengar dari teman-temannya. Tak ada pula ajakan pulang bareng dan juga mereka semua seakan langsung menjauhi Kaluna hanya karena gosip murahan itu.
Hanya Lila yang sedari tadi setia disamping Kaluna. Benar kata orang, kita bisa berteman dengan siapa saja namun jangan bergaul dengan sembarang teman. Buktinya sekarang banyak orang yang menampilkan wajah aslinya, mencibir dan merendahkan Kaluna hanya karena gosip yang tidak terbukti kebenarannya.
"Jalan yuk," ucap Lila.
"Tiba-tiba?" tanya Kaluna.
"Lagi suntuk di rumah, Abah sama Umi lagi diem-dieman."
Kaluna mengangguk lalu segera naik keatas motor milik Lila.
"Mau kemana?" teriak Lila karena takut Kaluna tidak bisa mendengar suaranya.
Kaluna berpikir sejenak, entah kenapa ada satu tempat yang ingin Ia kunjungi lagi.
"Jalan sudirman," jawab Kaluna.
***
Kaluna dan Lila duduk di sebuah bangku taman dengan crepes ditangan mereka. Awalnya Lila juga kaget saat Kaluna ingin datang kesini sebab sahabatnya itu lebih suka datang ke tempat yang tidak terlalu ramai dan dekat dari rumahnya.
Keduanya menikmati para musisi jalanan yang saling menunjukkan penampilan dan itu membuat Kaluna sedikit terhibur. Namun beberapa saat setelahnya, mata Kaluna menatap sosok yang tidak asing. Laki-laki dengan hoodie hitam sedang menggambar sesuatu diantara kumpulan anak kecil
"Aku tinggal sebentar ya," pamit Kaluna pada Lila.
"Eh, mau kemana?!" seru Lila, namun Kaluna sudah hilang terlebih dulu diantara kerumunan orang-orang.
Kaluna perlahan mendekat dan ikut duduk di barisan paling belakang. Sepertinya sang wira belum menyadari ada satu perempuan dewasa sedang ikut mendengarkan sesi belajar menggambarnya.
"Kakak ngapain?" bisik salah satu anak perempuan disebelah Kaluna.
"Ikutan belajar," jawab Kaluna dengan berbisik juga.
"Bukan karena lihat Mas Delvin ganteng?" ucap adik kecil itu sontak membuat Kaluna tertawa kecil.
Delvin masih belum sadar akan keberadaan Kaluna karena sekarang laki-laki itu tengah menunduk sembari mengajari salah satu anak.
Kaluna juga ikut membantu si anak kecil disebelahnya yang sedang menggambar bunga.
"Kaluna?"
Pada titik ini Kaluna ketahuan. Ia hanya bisa nyengir sambil beranjak dari tempatnya duduk dan menghampiri Delvin.
"H-hai?" sapa Kaluna sambil mengangkat tangannya, Ia salah tingkah.
"Sendirian?" tanya Delvin.
"Enggak, tadi sama temen. Kebetulan lihat kamu, jadi saya kesini mau ikutan," jelas Kaluna.
Delvin hanya mengangguk sebagai respon lalu Ia melanjutkan kegiatannya tanpa mau repot-repot menjelaskan panjang lebar tentang apa yang laki-laki itu lakukan. Kaluna terdiam di tempatnya. Ia baru sadar kalau sebenarnya semua anak yang ada disini adalah anak-anak jalanan dan bukan pengunjung.
Kaluna kembali menatap Delvin, didalam benaknya Ia bertanya-tanya, sebenarnya Delvin ini sosok yang seperti apa. Yang Kaluna kenal sejauh ini, Delvin adalah orang yang pendiam tapi juga peka dengan sekitarnya, Ia tak acuh dengan sekitarnya tapi bukan berarti Ia sangat peduli juga. Dan satu lagi yang baru Kaluna sadari, sedari tadi mereka menggambar dengan kertas buram.
"Kaluna!" panggil Lila dari arah belakang. Kaluna hanya bisa meringis kecil, kenyataan bahwa Ia meninggalkan sahabatnya terlalu lama membuatnya merasa bersalah.
Sebelum Lila ngoceh panjang lebar dihadapan anak-anak itu dan membuat keributan, Kaluna segera menyeretnya ke arah belakang dan membekap mulut rewel Lila.
"Ngomong apa sih La?" tanya Kaluna masih dengan tangannya berada dimulut Lila.
Lila yang sebal segera memukul-mukul tangan Kaluna yang sedang membekap mulutnya. Kaluna yang tersadar segera melepaskan tangannya dan tertawa bodoh.
"Mulutku kamu bekep, gimana aku bisa ngomong!" omel Lila.
"Maaf La, ya ampun aku lupa," jelas Kaluna.
Lila tak melanjutkan omelannya, netranya tertuju pada sosok laki-laki yang tadi berbicara dengan Kaluna.
"Siapa Na?" tanya Lila sambil berbisik.
"Mas barista ganteng," jawab Kaluna.
Terlihat jelas wajah Lila kembali sumringah dan menggoda Kaluna habis-habisan. Bukannya menanggapi sahabatnya, Kaluna memilih kembali mendudukkan diri disamping anak kecil yang pertama kali ditemuinya itu.
"Udah jadi gambarnya?" tanya Kaluna.
"Udah Kak, ini."
Kaluna terkesiap. Ternyata yang digambar anak ini bukan hanya bunga, namun disampingnya terdapat sebuah keluarga dengan wajah tersenyum, cerminan sebuah keluarga bahagia.
"Ini siapa?" tanya Kaluna.
"Ayah, Ibu, Nara dan ini Nenek," ucap anak yang ternyata bernama Nara tersebut.
"Nara mau piknik sama keluarga?" tanya Kaluna yang langsung diangguki oleh anak itu.
Kaluna tersenyum, tanpa Ia sadari sedari tadi Delvin melihat interaksi keduanya.
Setelah merasa cukup bersantai sore itu, akhirnya Kaluna dan Lila memilih untuk makan malam di warung sate ayam langganan mereka. Sedari tadi Kaluna memikirkan perkataan Delvin yang entah kenapa sangat mengganggunya.
"Setidak beruntungnya kita, masih ada yang lebih tidak beruntung dari kita berdua. Nara bahkan gak pernah melihat sosok Ibunya, Ayahnya ninggalin dia sama neneknya yang udah tua. Tapi dia gak pernah membenci kedua orang tuanya, Dia selalu percaya kalau orang tuanya bakal ajak dia pergi piknik suatu hari nanti, padahal semua orang tau kalau itu gak mungkin. Pilu? Iya, kenyataan terlalu kejam untuk dia terima di umur yang sekecil itu," jelas Delvin saat Kaluna membantu Delvin untuk membereskankan alat gambar.
Jika begitu, tak ada siapa yang lebih menderita dari siapa. Yang ada adalah semua tragedi dan kenyataan pahit milik setiap orang itu punya porsinya sendiri-sendiri. Bagi Kaluna mungkin kehidupannya paling menderita, tapi bagi Nara kehidupannya juga yang paling malang.
Setidaknya dari Nara Ia belajar bahwa harusnya Kaluna bersyukur karena Ia bisa sedikit lebih lama diberi kesempatan untuk mengukir kenangan bersama orang tuanya, sedangkan Nara sama sekali tidak bisa melihat Ayah dan Ibunya. Nara juga harusnya bersyukur karena seperti apapun lika-liku hidupnya, masih banyak orang baik yang ada disekitarnya. Iya, Kaluna harus bersyukur dengan itu.
Sebanyak apapun orang yang mencacinya bahkan merendahkannya, masih banyak orang juga yang mengangkatnya naik dan melindungi dirinya serta ada bersamanya.
"Kamu kenapa sih? Ngelamun terus," tanya Lila.
Kaluna hanya tersenyum dan membalas sekenanya. Hari ini Ia ditampar dengan kenyataan yang menyadarkan dirinya yang terlalu suka menyalahkan keadaan dan masa lalunya. Dan dengan ini dia berjanji akan menjalani hari esok dengan lebih kuat lagi, karena banyak yang sayang dirinya.
***
Lila memutuskan untuk menginap lagi karena ingin memberi ruang lebih untuk orang tuanya sekaligus mau meminta penjelasan lebih soal sosok Delvin pada Kaluna. Kaluna sekarang sedang asik bercengkrama dengan Sang Adik yang katanya malam ini akan pulang sedangkan Lila sibuk mengerjakan laporan yang tadi siang belum selesai.
Saat rumah itu diselimuti keheningan, ketukan dari arah luar terdengar. Lila menengok Kaluna yang masih asik dengan telfonnya akhirnya memilih untuk membukanya sendiri lalu kemudian kembali kedalam dan memanggil Kaluna.
"Na, ada tamu," ucap Lila.
Kaluna menghentikan ucapannya sejenak dan bertanya, "Siapa La?"
"Gak tau, nyari kamu tuh. Bapak sama anak cewe," jelas Lila.
Seketika Kaluna terdiam dan segera mematikan sambungan telfonnya tanpa penjelasan, pasti adiknya sekrang dipenuhi dengan banyak pertanyaan.
"Aku boleh minta tolong gak La?" ucap Kaluna.
"Bilang aja aku udah tidur, bisa ya La?" pinta Kaluna.
Lila yang sebenarnya bingung akhirnya hanya bisa mengangguk patuh dan segera pergi keluar.
Kaluna menghembuskan nafasnya pelan, untuk saat ini Ia bisa menghindar. Namun Ia sadar dirinya tak bisa selamanya menghindari Anna dan ayahnya. Ada saatnya Ia harus meluruskan semuanya, namun bagi Kaluna bukan sekarang waktunya. Kaluna masih belum siap kembali mengorek masa lalunya yang pahit. Bertahun-tahun Ia coba berdamai, namun sulit. Akankah Kaluna benar-benar bisa berdamai dengan masa lalunya?
Kaluna melangkahkan kakinya tanpa gentar saat memasuki kantor. Ia sebisa mungkin menutup telinga atas semua omongan teman kantornya yang kian menggila. Banyak rumor yang dibumbui dengan garam membuat kobaran api semakin membara, namun hal itu bukan berarti menghentikan langkahnya, Ia harus bekerja untuk adiknya. Mereka yang mencaci Kaluna juga tidak membayar gajinya, jadi untuk apa didengarkan. Kaluna juga tak bisa menutup mulut semua orang, Ia hanya perlu menutup telinganya.Kaluna melakukan pekerjaannya dengan baik hari ini bahkan mendapat pujian dari Gama dan Bu Dian, namun pada dasarnya semua mata sudah tertutup dengan rumor yang membuat Kaluna justru dibenci bukannya ikut diapresiasi.Kaluna melangkah pergi dari gedung kantornya dengan langkah gontai. Ia harus segera pulang untuk menemui Sang Adik yang tadi siang tiba tanpa ada yang menyambut. Tak lupa Kaluna juga mampir ke warung nasi padang untuk makan malam mereka berdua.Hari ini dan hari-ha
Kaluna berpisah dengan Evan, adiknya itu ijin bermain basket bersama teman-temannya yang kebetulan sedang ada disana sedangkan Kaluna tetap bersama Delvin yang mulai membagikan kertas dan krayon. Kaluna duduk manis disebelah Nara yang sedang memilih warna.Delvin mengatakan bahwa tema menggambar hari ini adalah pemandangan yang biasa mereka temui. Tak hanya anak-anak ini saja yang menggambar, Delvin juga memberikan selembar kertas buram kepada Kaluna."Aku juga?" tanya Kaluna."Biar adil," jawab Delvin.Kaluna menerima dengan senang hati dan menggambar sebuah meja beserta perlengkapan kantor yang memang Ia temui setiap hari. Pemandangan paling membosankan yang membuat Kaluna terkadang berpikir mengapa Ia bisa betah bekerja disana.Kaluna berkali-kali dibuat tertawa oleh tingkah lucu anak-anak disana. Ada yang berebut warna, ada yang saling meledek atau sedikit tidak terima karena gambarannya hampir sama. Kaluna terseny
Kaluna menatap lurus kearah perempuan yang ada dihadapannya ini. Ia akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Anna di Naluna Cafe. Sebenarnya Kaluna juga tak ingin secepat ini, tapi Ia juga perlu untuk hidup lebih tenang meskipun tak ada jaminan bahwa itu akan terwujud."Kamu beneran gak mau ketemu sama aku lagi?" tanya Anna yang membuat Kaluna menghembuskan nafas berat."Kalau aku gak mau ketemu kamu, kita gak akan ketemu sekarang," jelas Kaluna.Tak ada nada bersahabat lagi dari bibir Kaluna. Tak ada lagi sapaan riang dan juga tawa manis yang keluar. Kaluna menjadi sosok yang berbeda dihadapan Anna dan hal itu membuat sekali lagi Anna merasa dunianya memburuk."A-aku cuma mau ketemu kamu Lun, aku gak tau salah aku apa sampai kamu setakut itu ketemu sama aku," ucap Anna lirih."Kamu gak salah apa-apa, masalahnya ada di aku. Aku gak mau lagi berurusan dari orang-orang kota itu termasuk kamu sekalipun," cecar Kaluna.&nbs
Evan menatap teman sekelasnya itu dengan tatapan sinis. Ia tak tahu jika kedatangannya kembali ke sekolah justru disambut dengan hal-hal yang tidak mengenakkan. Yang dirinya takutkan bukan masalah padangan teman-temannya namun kakaknya. Kakaknya dipanggil ke sekolah karena dirinya bertengkar dengan Logan. Evan tahu dirinya salah namun Logan pantas mendapatkan pukulan darinya."Evan, bisa kamu jelaskan awal masalahnya?" tanya Bu Darini selaku wali kelas dan guru bimbingan konseling.Evan hanya diam, Ia tak mau menjelaskan apapun. Namun Logan yang memang cerewet dari sananya malah mendecih keras membuat Evan lagi-lagi tersulut emosi."Ibu kan sudah saya bilangi, dia tuh nonjok saya cuma karena saya baca berita tentang masa lalu dia. Padahal kan seluruh sekolah juga baca, kenapa cuma saya yang ditonjok, harusnya tuh dia juga nonjokin anak-anak lain biar sekalian dikira orang gila," cecar Logan dengan nada sengak.Evan hanya diam tak m
Kaluna mempercepat langkah kakinya menuju lantai dua. Saat tiba di ruangannya yang bisa Ia temukan hanya Lila da Gama yang sepertinya menunggu dirinya. Kaluna panik namun sebisa mungkin memenuhi pikirannya dengan hal-hal yang positif meskipun sekarang kenyataannya tak seindah realita, terlalu banyak pikiran negatif yang ada dipikirannya sekarang. "Kamu kemana aja sih!" seru Lila. Sahabatnya itu segera berlalu dan pergi ke runag rapat meninggalkan Kaluna dan Gama yang masih ada disana. "Mas, gimana nih?" tanya Kaluna yang masih panik. "Ya gimana lagi Na, Pak Bos sendiri yang minta dan kamu harus siap dengan semua hal yang terjadi setelah ini," ujar Gama. "Biasanya bapak gak pernah mau ikut rapat besar sama karyawan mas, biasanya dia mau rapatnya sama petinggi aja kan kenapa tiba-tiba?" tanya Kaluna. "Gak tau Kaluna, kamu siapin diri ya." Jawaban Gama sama sekali tidak memberi ketenangan apapun. Kaluna menghirup nafas
Kaluna telah sampai di lantai tiga, dihadapan pintu terbesar yang ada di lantai ini. Ia memantapkan hati dan masuk dengan pelan-pelan.Benar saja, Pak Bos telah menunggunya dengan senyuman paling lebar. Kaluna yang melihat itu hanya bisa mendengus kesal. Semua tingkah laku Bosnya hari ini benar-benar membuatnya tak habis pikir."Gimana kejutannya Nak?" tanya Pak Bos."Iya pak, sangat mengejutkan, Luna gak habis pikir kalau Pak Bos akan ungkapin semuanya," ucap Kaluna membuat pria paruh baya dihadapannya itu tertawa renyah."Kenapa gak bilang kalau kamu di bully satu kantor karena foto itu?" tanya Pak Bos."Ya karena gak perlu dibesar-besarin juga, Luna gak dibully cuma-""Cuma dijauhin dan digosipin, gitu?" potong Pak Bos.Kaluna menghembuskan nafasnya kasar. Benar-benar sesuatu orang dihadapannya ini. Bahkan dipertemuan pertama mereka orang tua ini sangat ajaib di mata Kaluna.Kaluna saat itu sedang pulang da
Kaluna turun dari mobil milik Pak Bos yang biasa menjemputnya. Malam ini penampilan Kaluna sangat spesial pasalnya kini Ia sudah cantik dengan dress malam yang membalut tubuh tak lupa make up tipis dan rambut yang tergerai indah sangat cocok untuknya. Penampilan seperti ini sangat jarang diperlihatkan pada kehidupannya sehari-hari.Evan juga sudah siap dengan gayasemi formal khas anak muda tak lupa sepatu pemberian Pak Bos sudah pas dikenakan.Kaluna malam ini sangat gugup karena ini pertama kalinya Ia mengikuti acara formal seperti ini dan diluar jam kantor. Biasanya Ia tak pernah ikut acara besar seperti ini apalagi sebagai putri seorang Pak Bos."Gugup mbak?" tanya Evan."Enggak," elak Kaluna.Evan mengambil tangan sang kakak dan melingkarkan pada lengannya. Kaluna hanya bisa mengulum senyum dengan tingkah lucu adiknya.Semua mata tertuju pada mereka berdua saat keduanya masuk ke area acara yang b
Kaluna menatap kearah Anna tanpa minat. Sebenarnya Ia sendiri tak tak tahu apa alasan dirinya mau datang kesini karena terakhir kali mereka bertemu, Ia sudah menetapkan bahwa itu adalah pertemuan terakhir keduanya.“Apa Ann, kenapa?” tanya Kaluna.“Luna, ternyata kamu itu-”“Aku kenapa?” potong Kaluna.“Dengerin dulu,” omel Anna.Kaluna hanya mengangguk kecil dan membiarkan Anna meneruskan ucapannya. Sebenarnya sejak kedatangannya, Kaluna sangat penasaran dengan isi amplop itu.“Kamu ada kesempatan Na,” ucap Anna ambigu.“Jelasin yang bener, jangan setengah-setengah,” kesal Kaluna.“Oke dengerin baik-baik, kamu tahu kasus runtuhnya jembatan di kota kita?” tanya Anna.Kaluna mengangguk, kasus itu terjadi beberapa minggu yang lalu padahal setahu Kaluna itu adalah jembatan yang baru dibangun. Kaluna tahu karena beritanya sudah ada di televis