Share

09. Rumor

Kaluna menghela nafasnya kasar. Sekali lagi Ia harus menahan emosinya mendengar para editor bergosip tentang dirinya, dibelakangnya. Ia bisa saja membungkam semua orang dengan kebenaran namun kebenaran itu hanya akan membongkar rahasia seseorang, dan Kaluna tak mau jadi orang yang selancang itu. 

Gama yang mengetahui semua kebenaran itu hanya bisa menyemangati Kaluna, Ia juga tak mengerti kenapa gosip murahan seperti itu bisa menyebar dengan cepat dalam dua jam padahal masih di jam kerja. 

"Na, tolong hasil akhir layoutnya Penulis Biru kirim ke email ya," ujar Gama. 

"Iya Mas, ini baru selesai langsung aku kirim," ucap Kaluna. 

Lila hanya bisa menatap sahabatnya dengan sendu dari balik meja, Ia tak bisa meninggalkan mejanya karena mata Bu Dian masih melihat kearahnya. Atasannya itu sepertinya menaruh dendam terlebih pada Lila entah karena apa. 

Efek dari gosip itu ternyata membawa perubahan yang pesat, tak ada lagi sapaan manis yang Ia dengar dari teman-temannya. Tak ada pula ajakan pulang bareng dan juga mereka semua seakan langsung menjauhi Kaluna hanya karena gosip murahan itu. 

Hanya Lila yang sedari tadi setia disamping Kaluna. Benar kata orang, kita bisa berteman dengan siapa saja namun jangan bergaul dengan sembarang teman. Buktinya sekarang banyak orang yang menampilkan wajah aslinya, mencibir dan merendahkan Kaluna hanya karena gosip yang tidak terbukti kebenarannya.

"Jalan yuk," ucap Lila. 

"Tiba-tiba?" tanya Kaluna. 

"Lagi suntuk di rumah, Abah sama Umi lagi diem-dieman."

Kaluna mengangguk lalu segera naik keatas motor milik Lila. 

"Mau kemana?" teriak Lila karena takut Kaluna tidak bisa mendengar suaranya. 

Kaluna berpikir sejenak, entah kenapa ada satu tempat yang ingin Ia kunjungi lagi. 

"Jalan sudirman," jawab Kaluna. 

*** 

Kaluna dan Lila duduk di sebuah bangku taman dengan crepes ditangan mereka. Awalnya Lila juga kaget saat Kaluna ingin datang kesini sebab sahabatnya itu lebih suka datang ke tempat yang tidak terlalu ramai dan dekat dari rumahnya.

Keduanya menikmati para musisi jalanan yang saling menunjukkan penampilan dan itu membuat Kaluna sedikit terhibur. Namun beberapa saat setelahnya, mata Kaluna menatap sosok yang tidak asing. Laki-laki dengan hoodie hitam sedang menggambar sesuatu diantara kumpulan anak kecil

"Aku tinggal sebentar ya," pamit Kaluna pada Lila. 

"Eh, mau kemana?!" seru Lila, namun Kaluna sudah hilang terlebih dulu diantara kerumunan orang-orang. 

Kaluna perlahan mendekat dan ikut duduk di barisan paling belakang. Sepertinya sang wira belum menyadari ada satu perempuan dewasa sedang ikut mendengarkan sesi belajar menggambarnya. 

"Kakak ngapain?" bisik salah satu anak perempuan disebelah Kaluna. 

"Ikutan belajar," jawab Kaluna dengan berbisik juga. 

"Bukan karena lihat Mas Delvin ganteng?" ucap adik kecil itu sontak membuat Kaluna tertawa kecil. 

Delvin masih belum sadar akan keberadaan Kaluna karena sekarang laki-laki itu tengah menunduk sembari mengajari salah satu anak. 

Kaluna juga ikut membantu si anak kecil disebelahnya yang sedang menggambar bunga. 

"Kaluna?"

Pada titik ini Kaluna ketahuan. Ia hanya bisa nyengir sambil beranjak dari tempatnya duduk dan menghampiri Delvin. 

"H-hai?" sapa Kaluna sambil mengangkat tangannya, Ia salah tingkah. 

"Sendirian?" tanya Delvin. 

"Enggak, tadi sama temen. Kebetulan lihat kamu, jadi saya kesini mau ikutan," jelas Kaluna. 

Delvin hanya mengangguk sebagai respon lalu Ia melanjutkan kegiatannya tanpa mau repot-repot menjelaskan panjang lebar tentang apa yang laki-laki itu lakukan. Kaluna terdiam di tempatnya. Ia baru sadar kalau sebenarnya semua anak yang ada disini adalah anak-anak jalanan dan bukan pengunjung.

Kaluna kembali menatap Delvin, didalam benaknya Ia bertanya-tanya, sebenarnya Delvin ini sosok yang seperti apa. Yang Kaluna kenal sejauh ini, Delvin adalah orang yang pendiam tapi juga peka dengan sekitarnya, Ia tak acuh dengan sekitarnya tapi bukan berarti Ia sangat peduli juga. Dan satu lagi yang baru Kaluna sadari, sedari tadi mereka menggambar dengan kertas buram. 

"Kaluna!" panggil Lila dari arah belakang. Kaluna hanya bisa meringis kecil, kenyataan bahwa Ia meninggalkan sahabatnya terlalu lama membuatnya merasa bersalah. 

Sebelum Lila ngoceh panjang lebar dihadapan anak-anak itu dan membuat keributan, Kaluna segera menyeretnya ke arah belakang dan membekap mulut rewel Lila. 

"Ngomong apa sih La?" tanya Kaluna masih dengan tangannya berada dimulut Lila. 

Lila yang sebal segera memukul-mukul tangan Kaluna yang sedang membekap mulutnya. Kaluna yang tersadar segera melepaskan tangannya dan tertawa bodoh. 

"Mulutku kamu bekep, gimana aku bisa ngomong!" omel Lila. 

"Maaf La, ya ampun aku lupa," jelas Kaluna. 

Lila tak melanjutkan omelannya, netranya tertuju pada sosok laki-laki yang tadi berbicara dengan Kaluna. 

"Siapa Na?" tanya Lila sambil berbisik. 

"Mas barista ganteng," jawab Kaluna. 

Terlihat jelas wajah Lila kembali sumringah dan menggoda Kaluna habis-habisan. Bukannya menanggapi sahabatnya, Kaluna memilih kembali mendudukkan diri disamping anak kecil yang pertama kali ditemuinya itu. 

"Udah jadi gambarnya?" tanya Kaluna. 

"Udah Kak, ini." 

Kaluna terkesiap. Ternyata yang digambar anak ini bukan hanya bunga, namun disampingnya terdapat sebuah keluarga dengan wajah tersenyum, cerminan sebuah keluarga bahagia. 

"Ini siapa?" tanya Kaluna. 

"Ayah, Ibu, Nara dan ini Nenek," ucap anak yang ternyata bernama Nara tersebut. 

"Nara mau piknik sama keluarga?" tanya Kaluna yang langsung diangguki oleh anak itu. 

Kaluna tersenyum, tanpa Ia sadari sedari tadi Delvin melihat interaksi keduanya. 

Setelah merasa cukup bersantai sore itu, akhirnya Kaluna dan Lila memilih untuk makan malam di warung sate ayam langganan mereka. Sedari tadi Kaluna memikirkan perkataan Delvin yang entah kenapa sangat mengganggunya. 

"Setidak beruntungnya kita, masih ada yang lebih tidak beruntung dari kita berdua. Nara bahkan gak pernah melihat sosok Ibunya, Ayahnya ninggalin dia sama neneknya yang udah tua. Tapi dia gak pernah membenci kedua orang tuanya, Dia selalu percaya kalau orang tuanya bakal ajak dia pergi piknik suatu hari nanti, padahal semua orang tau kalau itu gak mungkin. Pilu? Iya, kenyataan terlalu kejam untuk dia terima di umur yang sekecil itu," jelas Delvin saat Kaluna membantu Delvin untuk membereskankan alat gambar.

Jika begitu, tak ada siapa yang lebih menderita dari siapa. Yang ada adalah semua tragedi dan kenyataan pahit milik setiap orang itu punya porsinya sendiri-sendiri. Bagi Kaluna mungkin kehidupannya paling menderita, tapi bagi Nara kehidupannya juga yang paling malang. 

Setidaknya dari Nara Ia belajar bahwa harusnya Kaluna bersyukur karena Ia bisa sedikit lebih lama diberi kesempatan untuk mengukir kenangan bersama orang tuanya, sedangkan Nara sama sekali tidak bisa melihat Ayah dan Ibunya. Nara juga harusnya bersyukur karena seperti apapun lika-liku hidupnya, masih banyak orang baik yang ada disekitarnya. Iya, Kaluna harus bersyukur dengan itu. 

Sebanyak apapun orang yang mencacinya bahkan merendahkannya, masih banyak orang juga yang mengangkatnya naik dan melindungi dirinya serta ada bersamanya. 

"Kamu kenapa sih? Ngelamun terus," tanya Lila. 

Kaluna hanya tersenyum dan membalas sekenanya. Hari ini Ia ditampar dengan kenyataan yang menyadarkan dirinya yang terlalu suka menyalahkan keadaan dan masa lalunya. Dan dengan ini dia berjanji akan menjalani hari esok dengan lebih kuat lagi, karena banyak yang sayang dirinya. 

***

Lila memutuskan untuk menginap lagi karena ingin memberi ruang lebih untuk orang tuanya sekaligus mau meminta penjelasan lebih soal sosok Delvin pada Kaluna. Kaluna sekarang sedang asik bercengkrama dengan Sang Adik yang katanya malam ini akan pulang sedangkan Lila sibuk mengerjakan laporan yang tadi siang belum selesai. 

Saat rumah itu diselimuti keheningan, ketukan dari arah luar terdengar. Lila menengok Kaluna yang masih asik dengan telfonnya akhirnya memilih untuk membukanya sendiri lalu kemudian kembali kedalam dan memanggil Kaluna. 

"Na, ada tamu," ucap Lila. 

Kaluna menghentikan ucapannya sejenak dan bertanya, "Siapa La?" 

"Gak tau, nyari kamu tuh. Bapak sama anak cewe," jelas Lila. 

Seketika Kaluna terdiam dan segera mematikan sambungan telfonnya tanpa penjelasan, pasti adiknya sekrang dipenuhi dengan banyak pertanyaan. 

"Aku boleh minta tolong gak La?" ucap Kaluna. 

"Bilang aja aku udah tidur, bisa ya La?" pinta Kaluna. 

Lila yang sebenarnya bingung akhirnya hanya bisa mengangguk patuh dan segera pergi keluar. 

Kaluna menghembuskan nafasnya pelan, untuk saat ini Ia bisa menghindar. Namun Ia sadar dirinya tak bisa selamanya menghindari Anna dan ayahnya. Ada saatnya Ia harus meluruskan semuanya, namun bagi Kaluna bukan sekarang waktunya. Kaluna masih belum siap kembali mengorek masa lalunya yang pahit. Bertahun-tahun Ia coba berdamai, namun sulit. Akankah Kaluna benar-benar bisa berdamai dengan masa lalunya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status