Share

07. Orang Dari Masa Lalu

Kaluna berusaha mengeringkan ujung lengan kemejanya yang tadi tidak sengaja terkena kopi milik Lila saat keduanya makan siang di Cafe Kreatif. Untung saja hari ini Ia tak memakai kemeja putih. 

Kaluna terseyum sopan saat melihat Joan -editor- keluar dari bilik toilet.

"Udah makan siang Na?" tanya Joan.

"Udah ce," jawab Kaluna singkat. 

Mata Joan menyipit kala melihat tangan Kaluna. 

"Tangan kamu kenapa?" tanya Joan.

Kaluna segera membenarkan lengan bajunya yang tergulung. 

"Gak kok ce," ujar Kaluna. 

Joan sibuk memperbaiki penampilannya sedangkan Kaluna masih mengeringkan lengan bajunya. 

"Kamu tuh kalau aku liat-liat gak pernah pakek kemeja lengan pendek ya Na?" tanya Joan tiba-tiba. 

Kaluna menenggak ludah dengan susah payah. Joan dikenal sebagai seorang yang perfeksionis dengan penampilan dan fashion seseorang. Dia bahkan bisa mengomentari pakaian anak magang selama satu jam jika Ia kira hal itu perlu dibenahi. Hal itu pula yang membuat Kaluna sangat jarang berhubungan dengan sosok disebelahnya ini karena penampilan khas Kaluna memang selalu sebiasa ini.

"Gimana ce?" tanya Kaluna.

"Kamu itu kayaknya kalo pakek kemeja lengan pendek sama rok pasti juga bagus banget, coba lah Na sesekali. Jangan kayak pepes gitu apa-apa serba panjang. Mau panjang umur itu makan mi panjang umur bukan pakek baju panjang-panjang," omel Joan.

Kaluna hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan dan tersenyum singkat, Ia tidak protes dan hanya menerima masukan Joan dengan lapang dada. Kalau dibalas dengan alasan bisa-bisa mereka baru bisa keluar toilet saat jam pulang kantor usai.

Akhirnya Kaluna bisa keluar setelah Joan keluar lebih dulu. Niatnya ia akan menghampiri Lila yang masih ada di cafe, namun langkahnya terhenti dan segera menyembunyikan diri di balik pilar. 

Matanya menatap tajam sosok Anna yang sedang mengobrol dengan salah satu editor. Jika Kaluna nekat menghampiri Lila di sana, itu sama saja bahaya untuk dirinya. Akhirnya Ia memilih putar balik kearah tangga darurat dan kembali kekantornya tak lupa juga menghubungi Lila dengan alasan bahwa dirinya dipanggil oleh Gama. 

"Kamu kenapa Na?" tanya Gama saat melihat Kaluna datang dengan wajah gusarnya. 

"G-gak papa mas," elak Kaluna. 

Kaluna mendudukkan dirinya di tempatnya lalu beberapa saat kemudian Lila datang menenteng dua cup kopi sambil mengomeli Kaluna. 

Kaluna hanya bisa diam tak merespon, pikirannya masih berkecamuk seputar Anna yang ada di kantornya. Sekali lagi, dekali lagi Kaluna harap ini hanya kebetulan. 

***

"Untuk set punya nya Penulis Biru udah siap semua kan?" tanya Gama sesaat setelah memulai rapat harian divisi mereka. 

Kaluna yang ditatap hanya terdiam, entah dimana pikiran gadis itu sekarang. Bahkan matanya menatap lurus kearah tembok. 

"Kaluna?" tanya Gama sekali lagi. 

Ria yang ada disebelah Kaluna langsung menyenggol temannya itu sehingga sekarang Kaluna kelabakan dan bingung ingin berbuat apa. 

"Ngelamunin apa?" tanya Gama. 

Pandangan Gama tak tajam menusuk namun cukup untuk membuat Kaluna diam dan mengakui kesalahannya. 

"Maaf mas," ucap Kaluna pelan. 

Gama menghela nafasnya lalu menyerahkan air putih 

"Sekali lagi gak bisa fokus, kamu keluar aja," tandas Gama tanpa ampun. 

Kaluna pun menepuk pipinya kuat-kuat dan kembali fokus dengan rapat .

Setelah rapat selesai, Kaluna kembali pada pekerjaannya hingga jam kantor selesai. Lalu Ia bergegas ke sebuah percetakan kecil di dekat rumahnya, disana sudah ada Joni selaku pemilik tempat ini. 

"Na, kebetulan kamu dateng ," ujar Joni. 

"Kenapa mas?" tanya Kaluna. 

"Ada pesenan desain undangan nikah sama undangan ulang tahun, kamu bisa selesai in sekarang gak? soalnya besok mau diliat." 

Kaluna mengangguk lalu segera membuka komputer yang biasa Ia gunakan. Karyawan disini hanya ada satu orang yang bekerja selama sehari penuh bersama Joni sedangkan Kaluna hanya membantu sejak sore sepulang kerja sampai jam delapan malam. 

Awalnya Ia hanya membantu Joni yang merupakan anak pemilik kontrakan mereka yang sedang kesusahan karena antrian yang menumpuk, lalu pada akhirnya Joni mempekerjakan Kaluna walaupun hanya 4 jam saja. 

"Aku gak lihat Evan dari kemarin, kemana itu anak?" tanya Joni.

"Olimpiade di Jakarta mas," jawab Kaluna. 

"Pinter banget, mainnya jauh." 

Kaluna hanya tersenyum sebagai tanggapan. Adiknya memang pintar bahkan Kaluna akui jika dirinya kalah pintar dengan Sang Adik. 

Walaupun nantinya banyak orang membandingkan antara dirinya dan Evan maka Kaluna akan dengan lapang dada mengakui jika hal seperti itu benar adanya, adiknya itu lebih baik dalam semua hal. 

"Mas, ini udah jadi." 

Kaluna mengirimkan beberapa desain untuk dicetak oleh Joni. 

Laki-laki dengan rambut gondrong dan badan bongsor itupun memberikan sebungkus roti coklat yang tadi dibelinya kepada Kaluna. 

"Na," panggil Pian, satu-satunya karyawan disini.

"Iya Mas Pian?" 

"Kemarin aku lihat ada bapak-bapak nunggu di depan rumahmu lama banget, ada kali satu jam an," ujar Pian. 

Kaluna mengerutkan dahi, Ia merasa tidak ada janji dengan siapapun kemarin selain dengan Lila. Tapi ini seorang bapak-bapak, Kaluna sedang tidak berurusan dengan orang tua karena kebanyakan laki-laki yang Ia kenal masih belum bisa dianggap bapak-bapak. 

"Siapa ya mas? Aku gak merasa janjian sama orang tuh," jelas Kaluna. 

Keduanya kembali terdiam sedangkan Joni hanya menyimak tanpa mau ikut campur. 

Kaluna pulang dengan langkah pelan, pikirannya masih bertanya-tanya siapakan bapak-bapak yang dimaksud Pian. Baru sampai ujung gang langkah Kaluna berhenti. Wajahnya was-was menatap kearah rumahnya, kini Ia tahu siapa yang dimaksud Pian. Bapak-bapak yang masih sama itu sekarang sedang duduk di teras rumah Kaluna bersama seorang putrinya yang Kaluna sangat kenali. 

Sudah terlambat untuk Kaluna menghindar, karena mereka bertiga telah saling mengetahui keberadaan masing-masing. Dengan langkah takut Kaluna menuju rumahnya. Tangannya sibuk meremas tali tas untuk mengurangi rasa khawatirnya. 

"Kalian ngapain disini?" tanya Kaluna sebisa mungkin menahan emosi. 

"Kaluna, apa kabar?" tanya bapak itu. 

Kaluna memejamkan matanya, Ia berusaha menahan diri sebisa mungkin. 

"Kita sudah gak ada urusan lagi, jadi saya mohon kalian pergi dari rumah saya dan jangan kembali. Kami sudah hidup bahagia," tandas Kaluna. 

"Lun, Papa aku cuma mau ngomong sebentar sama orang tua kalian," ucap perempuan disamping bapak itu yang tak lain adalah Anna. 

Kaluna meringis, bahkan mata nya mulai berkaca-kaca. Mereka menanyakan orang tua Kaluna yang sudah lama tiada. 

"Ayah sama Ibu gak ada, dan gak ada yang harus dibicarakan lagi," jelas Kaluna. 

Namun kedua orang itu masih kekeh dengan pendirian mereka. Mere masih mau menunggu. 

Akhirnya Kaluna mengambil nafas dalam-dalam sebelum berucap.

"Mau kalian tunggu sampai kapan pun orang tua saya tidak akan kembali! Mereka sudah pergi jauh! Kalian terlambat!" seru Kaluna lalu segera masuk kedalam rumah dengan membanting pintunya keras. 

Kaluna menangis dibalik pintu. Tangisannya pilu, bahkan sekarang dadanya terasa sesak. Satu persatu orang dari masa lalunya datang, Kaluna takut dan juga khawatir. Semuanya terlalu tiba-tiba untuk kehidupannya yang sekarang sudang nyaman. Kaluna takut, apakah dia bisa menghadapi semuanya? Apakah hatinya kuat untuk kembali menengok masa lalunya yang menyedihkan dan pahit? 

"Ibu,Kaluna takut."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status