Home / Young Adult / The Scars / 07. Orang Dari Masa Lalu

Share

07. Orang Dari Masa Lalu

Author: matchaleite13
last update Huling Na-update: 2021-09-03 12:32:38

Kaluna berusaha mengeringkan ujung lengan kemejanya yang tadi tidak sengaja terkena kopi milik Lila saat keduanya makan siang di Cafe Kreatif. Untung saja hari ini Ia tak memakai kemeja putih. 

Kaluna terseyum sopan saat melihat Joan -editor- keluar dari bilik toilet.

"Udah makan siang Na?" tanya Joan.

"Udah ce," jawab Kaluna singkat. 

Mata Joan menyipit kala melihat tangan Kaluna. 

"Tangan kamu kenapa?" tanya Joan.

Kaluna segera membenarkan lengan bajunya yang tergulung. 

"Gak kok ce," ujar Kaluna. 

Joan sibuk memperbaiki penampilannya sedangkan Kaluna masih mengeringkan lengan bajunya. 

"Kamu tuh kalau aku liat-liat gak pernah pakek kemeja lengan pendek ya Na?" tanya Joan tiba-tiba. 

Kaluna menenggak ludah dengan susah payah. Joan dikenal sebagai seorang yang perfeksionis dengan penampilan dan fashion seseorang. Dia bahkan bisa mengomentari pakaian anak magang selama satu jam jika Ia kira hal itu perlu dibenahi. Hal itu pula yang membuat Kaluna sangat jarang berhubungan dengan sosok disebelahnya ini karena penampilan khas Kaluna memang selalu sebiasa ini.

"Gimana ce?" tanya Kaluna.

"Kamu itu kayaknya kalo pakek kemeja lengan pendek sama rok pasti juga bagus banget, coba lah Na sesekali. Jangan kayak pepes gitu apa-apa serba panjang. Mau panjang umur itu makan mi panjang umur bukan pakek baju panjang-panjang," omel Joan.

Kaluna hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan dan tersenyum singkat, Ia tidak protes dan hanya menerima masukan Joan dengan lapang dada. Kalau dibalas dengan alasan bisa-bisa mereka baru bisa keluar toilet saat jam pulang kantor usai.

Akhirnya Kaluna bisa keluar setelah Joan keluar lebih dulu. Niatnya ia akan menghampiri Lila yang masih ada di cafe, namun langkahnya terhenti dan segera menyembunyikan diri di balik pilar. 

Matanya menatap tajam sosok Anna yang sedang mengobrol dengan salah satu editor. Jika Kaluna nekat menghampiri Lila di sana, itu sama saja bahaya untuk dirinya. Akhirnya Ia memilih putar balik kearah tangga darurat dan kembali kekantornya tak lupa juga menghubungi Lila dengan alasan bahwa dirinya dipanggil oleh Gama. 

"Kamu kenapa Na?" tanya Gama saat melihat Kaluna datang dengan wajah gusarnya. 

"G-gak papa mas," elak Kaluna. 

Kaluna mendudukkan dirinya di tempatnya lalu beberapa saat kemudian Lila datang menenteng dua cup kopi sambil mengomeli Kaluna. 

Kaluna hanya bisa diam tak merespon, pikirannya masih berkecamuk seputar Anna yang ada di kantornya. Sekali lagi, dekali lagi Kaluna harap ini hanya kebetulan. 

***

"Untuk set punya nya Penulis Biru udah siap semua kan?" tanya Gama sesaat setelah memulai rapat harian divisi mereka. 

Kaluna yang ditatap hanya terdiam, entah dimana pikiran gadis itu sekarang. Bahkan matanya menatap lurus kearah tembok. 

"Kaluna?" tanya Gama sekali lagi. 

Ria yang ada disebelah Kaluna langsung menyenggol temannya itu sehingga sekarang Kaluna kelabakan dan bingung ingin berbuat apa. 

"Ngelamunin apa?" tanya Gama. 

Pandangan Gama tak tajam menusuk namun cukup untuk membuat Kaluna diam dan mengakui kesalahannya. 

"Maaf mas," ucap Kaluna pelan. 

Gama menghela nafasnya lalu menyerahkan air putih 

"Sekali lagi gak bisa fokus, kamu keluar aja," tandas Gama tanpa ampun. 

Kaluna pun menepuk pipinya kuat-kuat dan kembali fokus dengan rapat .

Setelah rapat selesai, Kaluna kembali pada pekerjaannya hingga jam kantor selesai. Lalu Ia bergegas ke sebuah percetakan kecil di dekat rumahnya, disana sudah ada Joni selaku pemilik tempat ini. 

"Na, kebetulan kamu dateng ," ujar Joni. 

"Kenapa mas?" tanya Kaluna. 

"Ada pesenan desain undangan nikah sama undangan ulang tahun, kamu bisa selesai in sekarang gak? soalnya besok mau diliat." 

Kaluna mengangguk lalu segera membuka komputer yang biasa Ia gunakan. Karyawan disini hanya ada satu orang yang bekerja selama sehari penuh bersama Joni sedangkan Kaluna hanya membantu sejak sore sepulang kerja sampai jam delapan malam. 

Awalnya Ia hanya membantu Joni yang merupakan anak pemilik kontrakan mereka yang sedang kesusahan karena antrian yang menumpuk, lalu pada akhirnya Joni mempekerjakan Kaluna walaupun hanya 4 jam saja. 

"Aku gak lihat Evan dari kemarin, kemana itu anak?" tanya Joni.

"Olimpiade di Jakarta mas," jawab Kaluna. 

"Pinter banget, mainnya jauh." 

Kaluna hanya tersenyum sebagai tanggapan. Adiknya memang pintar bahkan Kaluna akui jika dirinya kalah pintar dengan Sang Adik. 

Walaupun nantinya banyak orang membandingkan antara dirinya dan Evan maka Kaluna akan dengan lapang dada mengakui jika hal seperti itu benar adanya, adiknya itu lebih baik dalam semua hal. 

"Mas, ini udah jadi." 

Kaluna mengirimkan beberapa desain untuk dicetak oleh Joni. 

Laki-laki dengan rambut gondrong dan badan bongsor itupun memberikan sebungkus roti coklat yang tadi dibelinya kepada Kaluna. 

"Na," panggil Pian, satu-satunya karyawan disini.

"Iya Mas Pian?" 

"Kemarin aku lihat ada bapak-bapak nunggu di depan rumahmu lama banget, ada kali satu jam an," ujar Pian. 

Kaluna mengerutkan dahi, Ia merasa tidak ada janji dengan siapapun kemarin selain dengan Lila. Tapi ini seorang bapak-bapak, Kaluna sedang tidak berurusan dengan orang tua karena kebanyakan laki-laki yang Ia kenal masih belum bisa dianggap bapak-bapak. 

"Siapa ya mas? Aku gak merasa janjian sama orang tuh," jelas Kaluna. 

Keduanya kembali terdiam sedangkan Joni hanya menyimak tanpa mau ikut campur. 

Kaluna pulang dengan langkah pelan, pikirannya masih bertanya-tanya siapakan bapak-bapak yang dimaksud Pian. Baru sampai ujung gang langkah Kaluna berhenti. Wajahnya was-was menatap kearah rumahnya, kini Ia tahu siapa yang dimaksud Pian. Bapak-bapak yang masih sama itu sekarang sedang duduk di teras rumah Kaluna bersama seorang putrinya yang Kaluna sangat kenali. 

Sudah terlambat untuk Kaluna menghindar, karena mereka bertiga telah saling mengetahui keberadaan masing-masing. Dengan langkah takut Kaluna menuju rumahnya. Tangannya sibuk meremas tali tas untuk mengurangi rasa khawatirnya. 

"Kalian ngapain disini?" tanya Kaluna sebisa mungkin menahan emosi. 

"Kaluna, apa kabar?" tanya bapak itu. 

Kaluna memejamkan matanya, Ia berusaha menahan diri sebisa mungkin. 

"Kita sudah gak ada urusan lagi, jadi saya mohon kalian pergi dari rumah saya dan jangan kembali. Kami sudah hidup bahagia," tandas Kaluna. 

"Lun, Papa aku cuma mau ngomong sebentar sama orang tua kalian," ucap perempuan disamping bapak itu yang tak lain adalah Anna. 

Kaluna meringis, bahkan mata nya mulai berkaca-kaca. Mereka menanyakan orang tua Kaluna yang sudah lama tiada. 

"Ayah sama Ibu gak ada, dan gak ada yang harus dibicarakan lagi," jelas Kaluna. 

Namun kedua orang itu masih kekeh dengan pendirian mereka. Mere masih mau menunggu. 

Akhirnya Kaluna mengambil nafas dalam-dalam sebelum berucap.

"Mau kalian tunggu sampai kapan pun orang tua saya tidak akan kembali! Mereka sudah pergi jauh! Kalian terlambat!" seru Kaluna lalu segera masuk kedalam rumah dengan membanting pintunya keras. 

Kaluna menangis dibalik pintu. Tangisannya pilu, bahkan sekarang dadanya terasa sesak. Satu persatu orang dari masa lalunya datang, Kaluna takut dan juga khawatir. Semuanya terlalu tiba-tiba untuk kehidupannya yang sekarang sudang nyaman. Kaluna takut, apakah dia bisa menghadapi semuanya? Apakah hatinya kuat untuk kembali menengok masa lalunya yang menyedihkan dan pahit? 

"Ibu,Kaluna takut."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • The Scars   47. The Truth

    Kaluna, Anna dan Erik saling pandang sebelum isi buku hitam itu lebih banyak lagi. Buku ini benar-benar menulis detail informasi tentang dana gelap dari sebuah organisasi pengusaha besar di negeri ini. Dan salah satunya terkait dengan jembatan yang roboh. Kaluna hanya bisa meringis melihat nominal angka yang keluar setiap transaksi, itu bukan jumlah yang kecil."Ini kasus terakhir yang dicatat," ucap Erik begitu melihat lembar terakhir yang penuh tulisan."Pantesan pada kaya dan rumahnya gede-gede, ternyata korup," cibir Anna."Korupsi dana bantuan banjir?" tanya Kaluna."Kamu tau?" sahut Anna."Ayah pernah ngomongin ini sama Om Hadi sebelum kita pindah, aku denger waktu itu," jelas Kaluna."Iya, dana bantuan banjir ini 50% masuk kantong mereka, sisanya baru di distribusikan ke korban banjir," ungkap Erik."Nitidiwiryo?" gumam Erik."Kenapa om?" tanya Kaluna.Erik menunjuk sebuah nama

  • The Scars   46. Persiapan Perang

    Kaluna berulang kali menatap Delvin untuk memastikan bahwa apa yang mereka berdua lihat memang benar adanya. Setelahnya Kaluna segera menelfon Anna dan juga menyiapkan tiket pesawat untuk menemui temannya itu. Buku ini, buku yang tadi Kaluna temukan di tas ayahnya adalah buku yang sama yang mereka cari selama ini.Dengan ini Kaluna dapat membalik keadaan. Ia bisa membersihkan nama baik Ayahnya. Kaluna yakin jika bukti ini bisa membuat orang-orang yang dulu membuat keluarganya hancur jadi mendapatkan ganjarannya."Pesawatnya jam berapa?" tanya Delvin yang sedang membersihkan piring bekas makan mereka."Satu jam lagi. Saya mau ke Papa dulu," jawab Kaluna."Saya antar," sahut Delvin."Terima kasih," balas Kaluna.Keduanya segera menuju rumah sakit dan Kaluna menceritakan semuanya pada Sang Papa. Kaluna sangat senang, terlihat dari raut wajahnya yang cerah saat menceritakan hal itu. Evan yang melihat kakaknya seperti kembali di

  • The Scars   45. I Find You!

    Kaluna kembali ke rumahnya setelah beberapa hari berada di rumah sakit. Papanya sudah sadar kemarin dan kini ada Evan di sana. Kaluna memasuki kamarnya dengan perlahan, terdapat sedikit debu yang berterbangan karena sudah cukup lama tidak ditempati.Semalam Anna menelfonnya dan mengatakan bahwa persidangan untuk kasus ayahnya akan segera dilaksanakan. Setelah melihat-lihat sekeliling rumah, akhirnya Kaluna memutuskan untuk keluar rumah mencari camilan karena di rumah sama sekali tak ada makanan.Setelah berjalan beberapa meter akhirnya Ia memutuskan untuk membeli gorengan pinggir jalan tanpa pusing. Sepertinya pisang goreng dan secangkir teh dapat mengisi perutnya yang dari pagi belum terisi. Namun sayangnya Kaluna harus kembali duduk dan menunggu pisang goreng kesukaannya digoreng. Akhirnya yang bisa Ia lakukan hanya melamun sambil melihat lalu lalang kendaraan di depannya."Bahkan meskipun duniaku hancur seperti ini tapi dunia orang lain tetap berjalan s

  • The Scars   44. Lelah

    Suasana tenang di sebuah lorong membuat siapapun enggan untuk bersuara. Kaluna sedari tadi melirik ke arah lampu ruang operasi dan warnanya sama sekali belum berubah sejak dua jam yang lalu. Sang Papa akhirnya dapat melangsungkan operasi setelah menerima donor langka. Ia di sini sendirian karena adiknya masih harus sekolah. Waktu seakan berjalan lebih lambat membuat Kaluna berkali-kali menghela nafas frustasi. Kata dokter operasi ini merupakan operasi yang sedikit sulit karena usia Papanya yang sudah tak lagi muda di tambah mereka harus mencegah pendarahan sekecil mungkin karena stok darah di rumah sakit ini terbatas. Satu jam kembali berlalu dan tiba-tiba lampu di atas pintu kaca tersebut mati membuat Kaluna segera berdiri dengan harap-harap cemas. Beberapa menit kemudian Dokter Stefanus keluar dan menghampiri Kaluna. "Operasi berjalan dengan lancar, tapi kami harus terus pantau kalau saja ada penolakan organ donor dari tubuh Bapak. Untuk beberap

  • The Scars   43. Harapan

    Delvin mengendarai mobil milik Kama menuju bandara. Ia mendapat kabar dari Evan bahwa Kaluna memutuskan untuk kembali dari luar kota hari ini dan Ia diberitahu bahwa perempuan itu sedang dalam kondisi yang labil karena kabar dari adiknya.Akhirnya berbekal informasi tentang penerbangan Kaluna yang Ia punya, Delvin memutuskan untuk menjemput perempuan itu. Delvin sendiri tak tahu mengapa dirinya bisa mau serepot ini padahal Kaluna bisa saja naik taksi atau yang lain. Kenapa Delvin justru menawarkan dirinya sendiri?Delvin meraih ponselnya dan memutuskan untuk menelfon gadis yang beberapa hari ini memenuhi kepalanya tanpa permisi.“Kamu dimana Na?” tanya Delvin.Kaluna mengatakan bahwa dirinya baru saja turun dari pesawat dan sedang menunggu bagasi. Delvin pun segera menambah kecepatannya. Sepuluh menit kemudian Ia sudah sampai di bandara. Ia melihat Kaluna dengan jelas karena sebelumnya perempuan itu bilang akan menunggu di depan, jadi Delvin t

  • The Scars   42. Selesai?

    Kaluna menatap sebuah rumah bernuansa modern minimalis di hadapannya. Ternyata setelah bertahun-tahun rumah tersebut tidak berubah sama sekali, hanya saja halaman hijaunya yang luas itu terlihat lebih bagus dari yang terakhir kali Kaluna ingat. Satu jam lalu tiba-tiba ada seseorang yang menelfonnya dan ternyata itu adalah Neneknya. Entah dari mana beliau berhasil mendapatkan nomor milik Kaluna. Neneknya berkata kalau semua keluarga tengah menunggunya di sini, mereka ingin melihat Kaluna. Awalnya Kaluna menolak dengan keras, namun Neneknya berkata kalau dirinya tengah di rawat di rumah karena sakit dan ini permintaan terakhir beliau pada Kaluna karena setelahnya beliau tak akan mengganggu Kaluna lagi. Mau tak mau Kaluna menyetujui hal itu. Di sinilah Kaluna sekarang. Anna baru saja pergi setelah menurunkan Kaluna di sini dengan keraguan yang sama besarnya dengan yang Kaluna rasakan. Dengan langkah pelan dan tarikan nafas yang dalam akhirnya Kal

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status