Home / Young Adult / The Scars / 12. Pertemuan Singkat

Share

12. Pertemuan Singkat

Author: matchaleite13
last update Last Updated: 2021-09-10 12:50:36

Kaluna menatap lurus kearah perempuan yang ada dihadapannya ini. Ia akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Anna di Naluna Cafe. Sebenarnya Kaluna juga tak ingin secepat ini, tapi Ia juga perlu untuk hidup lebih tenang meskipun tak ada jaminan bahwa itu akan terwujud. 

"Kamu beneran gak mau ketemu sama aku lagi?" tanya Anna yang membuat Kaluna menghembuskan nafas berat. 

"Kalau aku gak mau ketemu kamu, kita gak akan ketemu sekarang," jelas Kaluna. 

Tak ada nada bersahabat lagi dari bibir Kaluna. Tak ada lagi sapaan riang dan juga tawa manis yang keluar. Kaluna menjadi sosok yang berbeda dihadapan Anna dan hal itu membuat sekali lagi Anna merasa dunianya memburuk. 

"A-aku cuma mau ketemu kamu Lun, aku gak tau salah aku apa sampai kamu setakut itu ketemu sama aku," ucap Anna lirih. 

"Kamu gak salah apa-apa, masalahnya ada di aku. Aku gak mau lagi berurusan dari orang-orang kota itu termasuk kamu sekalipun," cecar Kaluna. 

Terdengar helaan nafas dari Anna, mata perempuan itu mulai berkaca-kaca. Ia tak menyangka sahabat terbaiknya dari kecil tiba-tiba membencinya. Anna selama ini tak tahu letak kesalahannya dimana. Yang Anna ingat pertemuan mereka terakhir kali baik-baik saja namun keesokan harinya Ia menemukan keduanya sudah berbeda, Kaluna pergi tanpa pamit dan menghilang bak ditelan bumi. 

Anna sudah mencoba mencari ke rumah keluarga Kaluna yang lain tapi semua orang menolak memberi tahu, lebih tepatnya mereka tak mau tahu. Hal itu membuat Anna putus asa, Ia kehilangan sahabatnya. Dan setelah pertemuan keduanya setelah bertahun-tahun beberapa hari yang lalu membuatnya senang bukan main, namun perasaannya kembali dijatuhkan saat melihat respon Kaluna yang seperti membenci dirinya, Anna tak tahu dimana letak kesalahannya. 

"Aku kangen kamu Na," lirih Anna. 

Air mata Anna turun perlahan mengenai pipinya, Kaluna yang melihat hal itu berusaha sekuat mungkin untuk menahan diri. Jauh dilubuk hati Kaluna yang paling dalam, Ia juga rindu pada sahabatnya itu namun Kaluna tak ingin terlihat selemah itu. Kaluna yang sekarang berbeda dengan Kaluna yang dulu. Semua sudah berbeda dan Kaluna meyakini hal itu. 

Akhirnya Kaluna memilih untuk diam, Ia membiarkan Anna mengutarakan semua isi hatinya sesuka hati. Mungkin ini kesempatan terakhir mereka bertemu. 

"Bahkan aku gak sempat nanyain kabar kamu gimana karena kamu terlalu keras menolak aku," sambung Anna. 

Kaluna mempererat genggaman tangannya. Ia berusaha menahan emosi, bukan amarah namun sebuah simpati yang menurutnya berlebihan. 

"Papa sama Mama selalu nanyain kabar kamu setelah aku bilang aku nemuin kamu disini, mereka khawatir sama kamu," ucap Anna. 

"Aku juga pingin ketemu Evan, Ayah sama Ibu kamu." 

Mendengar hal itu Kaluna mengalihkan perhatiannya dan memilih untuk menyesap minumannya guna menghilangkan perasaan mengganjal dihatinya. 

"Ayah sama Ibu udah gak ada," jelas Kaluna masih dengan nada yang datar namun tangannya muali gemetar.

Anna menghentikan tangisnya namun beberapa saat kemudian Ia kembali menangis, kali ini lebih keras dari yang pertama sehingga membuat Kaluna makin panik. 

"Gak usah nangis, mereka udah tenang disana," ucap Kaluna. 

"Aku tahu kalau keluargamu baik sama keluargaku, bahkan sampai saat-saat terakhir Ibu dan Ayah, mereka masih mempercayai kalian. Tapi aku cuma mau melupakan semua yang ada dimasa lalu, aku sama Evan udah hidup dengan tenang jadi aku mohon sama kamu, stop. Berhenti An, jangan hubungi aku lagi," pinta Kaluna dengan frustasinya. 

"Dan berhenti datang ke rumah, aku gak mau Evan kembali mengingat semua kejadian pahit itu, dia udah punya banyak trauma dihidupnya, dengan kedatangan kalian itu membuat Evan bisa kembali jatuh ke memorinya yang paling menyakitkan, aku gak mau adikku sakit lagi." 

Anna kembali terisak bahkan kini Kaluna meneteskan air matanya. 

"Kamu gak salah apapun, aku yang menjauh dari semuanya. Jadi jangan bikin diri kamu menderita An. Kamu juga berhak bahagia dengan hidupmu yang sekarang. Kamu gak perlu urusin kami yang ada di masa lalu mu. Kamu juga berhak bahagia Anna," imbuh Kaluna. 

Keduannya kembali terdiam, Anna masih dengan isak tangisnya sedangkan Kaluna hanya menunggu sampai Anna menjadi lebih baik. Ia tak bisa meninggalkan Anna menangis sendirian walaupun Ia ingin sekali segera pergi dari tempat ini. Dari dulu Kaluna selalu menangis sendirian dan itu rasanya sakit dan mencekik seakan semua orang meninggalkannya dan dia sendiri, itu sebabnya Ia sebisa mungkin tidak menjadi orang jahat yang meninggalkan orang lain saat menangis. 

Kaluna memutuskan untuk pergi ke toilet sebentar untuk kembali menata perasaannya. Ia tak bisa terus-terusan bersikap kuat seperti ini, Kaluna butuh istrirahat sejenak. 

Baru saja Ia keluar dari toilet, Kaluna terkesiap dengan Delvin yang sudah menunggunya disamping pintu.

"Kamu ngapain disini?" tanya Kaluna bingung.

Delvin hanya diam menatap Kaluna dari atas sampai bawah sehingga yang ditatap menjadi salah tingkah sendiri. 

"Kamu gak papa?" tanya Delvin. 

Kaluna tersenyum, raut wajahnya memancarkan perasaan cerah namun matanya tak bisa berbohong. Tersirat ada kepedihan disana dan Delvin bisa dengan jelas menangkap hal itu. 

"Saya gak kenapa napa, disini pihak jahatnya saya Vin," jelas Kaluna dengan tenang. 

"Tapi saya bisa liat jelas kalau kamu-" cecar Delvin namun belum selesai berbicara ucapannya langsung dipotong oleh Kaluna.

"Kamu belum kenal saya sejauh itu, kalau saya bilang saya gak papa, itu artinya saya benar-benar baik - baik saja," potong Kaluna. 

Delvin tersenyum kecil dan tanpa berbicara lagi laki-laki itu menjauh dari Kaluna dan kembali ke meja kasir. Kaluna yang melihat hal itu tiba-tiba merasa bersalah. Mungkin Ia sudah keterlaluan, bukankah keduanya memutuskan untuk berteman kemarin, jika seperti ini Kaluna yang salah. Wajah jika Delvin mengatakan hal itu, karena mereka berteman. 

Kaluna kembali ke meja nya dan menatap Anna yang sudah mulai tenang. Saat Ia hendak membereskan barang-barangnya dan pergi, namun tiba-tiba Anna mengatakan sesuatu yang berhasil membuat Kaluna terdiam kembali di tempatnya. 

"Papaku mau bantuin kamu untuk urus semuanya, kita harus perbaiki nama baik keluarga kamu Lun."

Tentu saja itu yang dari dulu diinginkan Kaluna namun sejak delapan tahun lalu Ia memutuskan mengubur hal itu bersama dengan kepergian orang tuanya. Kaluna tak tau bagaimana memulainya dan Ia memutuskan untuk mengakhiri semua dan hidup sebagai orang asing di tempat yang baru. 

"Buat apa?" tanya Kaluna sinis. 

"Aku udah tahu semuanya Lun, tentang keluarga kamu, papa udah cerita semuanya. Kita punya celah untuk memperbaiki semuanya," ujar Anna. 

"Memangnya aku punya apa An? Aku bukan siapa-siapa lagi, dan hal-hal itu terlalu besar untuk anak yatim piatu kayak aku," ucap Kaluna. 

Saat Anna hendak menyahut tiba-tiba terdengar dering telfon milik Kaluna. Kaluna menatap ragu siapa yang menelfonya siang bolong seperti ini. Kaluna makin dibuat bingung saat yang menelfonnya adalah wali kelas Evan. 

Kaluna dengan segera pergi dari hadapan Anna tanpa penjelasan, yang Ia butuhkan sekarang adalah dengan cepat sampai di sekolah adiknya. Namun saat Ia hendak berjalan menuju pintu keluar, kakinya tak sengaja tersandung kaki kursi, untungnya ada Delvin yang menangkapnya tepat waktu sebelum lutut dan badannya merasakan kerasnya lantai. 

"Kamu kenapa?" tanya Delvin dengan penuh perhatian. 

"Adikku," ucap Kaluna dengan nada bergetar dan manik mata yang tak fokus, hal itu membuat Delvin tak tega membiarkan Kaluna pergi sendiri. 

"Saya antar," ucap Delvin. 

Laki-laki itu segera melepas celemeknya dan menyambar kunci motor yang ada disaku. Delvin menuntun Kaluna ke motornya. 

Disepanjang jalan Kaluna hanya terdiam memikirkan alasan-alasan yang membuat adiknya menyebabkan masalah di sekolah. Seingat Kaluna adiknya selalu baik-baik saja dan tak pernah bertingkah apalagi bertengkar. Melihat kucing yang kakinya tergores saja Evan sedih apalagi menyakiti manusia, adiknya tidak segampang itu tersulut emosi. 

Kaluna meredam semua rasa khawatirnya, Ia tak mungkin tidak mengenal adiknya. Adiknya bukan orang seperti itu. Namun jauh dilubuk hatinya, apakah Ia sudah benar mendidik Sang Adik? Apakah Ia sudah paham betul perasaan anak remaja itu? Apakah Kaluna sudah menjadi sosok Ayah, Ibu dan Kakak yang baik untuk adiknya? 

Disepanjang jalan Kaluna menangis, mengeluarkan semua emosinya. Namun Ia mencoba berpikir positif, adiknya pasti punya alasan meskipun Kaluna tahu, Ia tak bisa menerima apapun alasannya jika itu menyebabkan terjadinya kekerasan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Scars   47. The Truth

    Kaluna, Anna dan Erik saling pandang sebelum isi buku hitam itu lebih banyak lagi. Buku ini benar-benar menulis detail informasi tentang dana gelap dari sebuah organisasi pengusaha besar di negeri ini. Dan salah satunya terkait dengan jembatan yang roboh. Kaluna hanya bisa meringis melihat nominal angka yang keluar setiap transaksi, itu bukan jumlah yang kecil."Ini kasus terakhir yang dicatat," ucap Erik begitu melihat lembar terakhir yang penuh tulisan."Pantesan pada kaya dan rumahnya gede-gede, ternyata korup," cibir Anna."Korupsi dana bantuan banjir?" tanya Kaluna."Kamu tau?" sahut Anna."Ayah pernah ngomongin ini sama Om Hadi sebelum kita pindah, aku denger waktu itu," jelas Kaluna."Iya, dana bantuan banjir ini 50% masuk kantong mereka, sisanya baru di distribusikan ke korban banjir," ungkap Erik."Nitidiwiryo?" gumam Erik."Kenapa om?" tanya Kaluna.Erik menunjuk sebuah nama

  • The Scars   46. Persiapan Perang

    Kaluna berulang kali menatap Delvin untuk memastikan bahwa apa yang mereka berdua lihat memang benar adanya. Setelahnya Kaluna segera menelfon Anna dan juga menyiapkan tiket pesawat untuk menemui temannya itu. Buku ini, buku yang tadi Kaluna temukan di tas ayahnya adalah buku yang sama yang mereka cari selama ini.Dengan ini Kaluna dapat membalik keadaan. Ia bisa membersihkan nama baik Ayahnya. Kaluna yakin jika bukti ini bisa membuat orang-orang yang dulu membuat keluarganya hancur jadi mendapatkan ganjarannya."Pesawatnya jam berapa?" tanya Delvin yang sedang membersihkan piring bekas makan mereka."Satu jam lagi. Saya mau ke Papa dulu," jawab Kaluna."Saya antar," sahut Delvin."Terima kasih," balas Kaluna.Keduanya segera menuju rumah sakit dan Kaluna menceritakan semuanya pada Sang Papa. Kaluna sangat senang, terlihat dari raut wajahnya yang cerah saat menceritakan hal itu. Evan yang melihat kakaknya seperti kembali di

  • The Scars   45. I Find You!

    Kaluna kembali ke rumahnya setelah beberapa hari berada di rumah sakit. Papanya sudah sadar kemarin dan kini ada Evan di sana. Kaluna memasuki kamarnya dengan perlahan, terdapat sedikit debu yang berterbangan karena sudah cukup lama tidak ditempati.Semalam Anna menelfonnya dan mengatakan bahwa persidangan untuk kasus ayahnya akan segera dilaksanakan. Setelah melihat-lihat sekeliling rumah, akhirnya Kaluna memutuskan untuk keluar rumah mencari camilan karena di rumah sama sekali tak ada makanan.Setelah berjalan beberapa meter akhirnya Ia memutuskan untuk membeli gorengan pinggir jalan tanpa pusing. Sepertinya pisang goreng dan secangkir teh dapat mengisi perutnya yang dari pagi belum terisi. Namun sayangnya Kaluna harus kembali duduk dan menunggu pisang goreng kesukaannya digoreng. Akhirnya yang bisa Ia lakukan hanya melamun sambil melihat lalu lalang kendaraan di depannya."Bahkan meskipun duniaku hancur seperti ini tapi dunia orang lain tetap berjalan s

  • The Scars   44. Lelah

    Suasana tenang di sebuah lorong membuat siapapun enggan untuk bersuara. Kaluna sedari tadi melirik ke arah lampu ruang operasi dan warnanya sama sekali belum berubah sejak dua jam yang lalu. Sang Papa akhirnya dapat melangsungkan operasi setelah menerima donor langka. Ia di sini sendirian karena adiknya masih harus sekolah. Waktu seakan berjalan lebih lambat membuat Kaluna berkali-kali menghela nafas frustasi. Kata dokter operasi ini merupakan operasi yang sedikit sulit karena usia Papanya yang sudah tak lagi muda di tambah mereka harus mencegah pendarahan sekecil mungkin karena stok darah di rumah sakit ini terbatas. Satu jam kembali berlalu dan tiba-tiba lampu di atas pintu kaca tersebut mati membuat Kaluna segera berdiri dengan harap-harap cemas. Beberapa menit kemudian Dokter Stefanus keluar dan menghampiri Kaluna. "Operasi berjalan dengan lancar, tapi kami harus terus pantau kalau saja ada penolakan organ donor dari tubuh Bapak. Untuk beberap

  • The Scars   43. Harapan

    Delvin mengendarai mobil milik Kama menuju bandara. Ia mendapat kabar dari Evan bahwa Kaluna memutuskan untuk kembali dari luar kota hari ini dan Ia diberitahu bahwa perempuan itu sedang dalam kondisi yang labil karena kabar dari adiknya.Akhirnya berbekal informasi tentang penerbangan Kaluna yang Ia punya, Delvin memutuskan untuk menjemput perempuan itu. Delvin sendiri tak tahu mengapa dirinya bisa mau serepot ini padahal Kaluna bisa saja naik taksi atau yang lain. Kenapa Delvin justru menawarkan dirinya sendiri?Delvin meraih ponselnya dan memutuskan untuk menelfon gadis yang beberapa hari ini memenuhi kepalanya tanpa permisi.“Kamu dimana Na?” tanya Delvin.Kaluna mengatakan bahwa dirinya baru saja turun dari pesawat dan sedang menunggu bagasi. Delvin pun segera menambah kecepatannya. Sepuluh menit kemudian Ia sudah sampai di bandara. Ia melihat Kaluna dengan jelas karena sebelumnya perempuan itu bilang akan menunggu di depan, jadi Delvin t

  • The Scars   42. Selesai?

    Kaluna menatap sebuah rumah bernuansa modern minimalis di hadapannya. Ternyata setelah bertahun-tahun rumah tersebut tidak berubah sama sekali, hanya saja halaman hijaunya yang luas itu terlihat lebih bagus dari yang terakhir kali Kaluna ingat. Satu jam lalu tiba-tiba ada seseorang yang menelfonnya dan ternyata itu adalah Neneknya. Entah dari mana beliau berhasil mendapatkan nomor milik Kaluna. Neneknya berkata kalau semua keluarga tengah menunggunya di sini, mereka ingin melihat Kaluna. Awalnya Kaluna menolak dengan keras, namun Neneknya berkata kalau dirinya tengah di rawat di rumah karena sakit dan ini permintaan terakhir beliau pada Kaluna karena setelahnya beliau tak akan mengganggu Kaluna lagi. Mau tak mau Kaluna menyetujui hal itu. Di sinilah Kaluna sekarang. Anna baru saja pergi setelah menurunkan Kaluna di sini dengan keraguan yang sama besarnya dengan yang Kaluna rasakan. Dengan langkah pelan dan tarikan nafas yang dalam akhirnya Kal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status