LOGIN
Pintu logam tebal itu mendesis, menutup di belakang Adrian dengan bunyi klik yang dingin dan final. Udara di koridor markas AEGIS bersih, steril, dan sangat kontras dengan bau mesiu dan darah yang masih menempel di jaketnya.
Enam hari di wilayah musuh untuk menyelesaikan misi dan akhirnya kini ia bisa pulang. Ia tidak peduli dengan tepuk tangan atau penghargaan, ia hanya menginginkan ranjang yang hangat dan tidak ada suara di kepalanya. Namun, belum sempat Adrian mencapai ruang loker, suara Komandan Alex menghentikannya. "Adrian, ruang pertemuan." Adrian memejamkan mata, kepalanya tertunduk lelah. Ia berbalik, melangkah dengan langkah yang kaku. Alex menatapnya dari seberang meja. "Sebelum dimulai, aku ucapkan selamat atas kemenangan misi yang baru saja kau jalankan," ucap komandan Alex. Adrian hanya mengangkat bahunya. "Duduk," perintah Alex. "Komandan," kata Adrian, suaranya serak. "Aku harap kau mengundangku ke sini untuk melapor." "Sayangnya bukan untuk itu. Lupakan saja misi yang sudah berhasil itu, sekarang organisasi butuh kau untuk misi berikutnya," jawab Alex, mendorong folder tebal ke depannya. "The Serpent's Coil." Mata Adrian berubah sayu, berusaha menahan emosinya. "Aku bukan robot, Alex." Ia tidak lagi peduli sopan santun pada atasan, toh Alex pun berlaku sesukanya. "Aku menyelesaikan misi yang kau berikan padaku dan sekarang kau menyuruh aku langsung mengerjakan misi baru, padahal ada banyak orang yang bisa kau perintahkan, di sini bukan hanya aku yang bekerja. Aku butuh istirahat. Aku butuh cuti." "Cuti tidak ada dalam protokol," jawab Alex, nadanya tidak bergeming. "Persetan dengan protokol," bentak Adrian, menggebrak meja. Amarahnya meledak, menumpahkan semua frustrasinya. "Aku butuh jeda! Kau menugaskan ku dari satu neraka ke neraka lain tanpa henti!" Alex tidak bereaksi. Ia hanya mengambil pena dari saku jasnya dan meletakkannya di atas folder. "Selesaikan misi ini dan kau akan mendapatkan cuti selama tiga tahun penuh. Dengan gaji penuh. Aku akan menjaminnya secara pribadi." Adrian membeku. Tiga tahun. Itu lebih dari yang pernah ia bayangkan. Kebebasan, kehidupan yang normal, jauh dari bau mesiu dan bahaya. Prospek itu terlalu menggoda. Ia menatap folder itu, kemudian wajah Alex yang tanpa ekspresi. Ada sesuatu yang mencurigakan di dalamnya, tetapi janji itu terasa nyata. "Itu kesepakatan?" tanya Adrian, suaranya kembali menjadi tenang, terkendali. "Itu kesepakatan," jawab Alex, tetap tenang. "Kenapa harus aku?" tanya Adrian. "Karena kau adalah Adrian Kael, sang mata-mata yang tidak pernah gagal menjalankan misi. Kau sudah dididik dari usia muda dan bekerja keras hingga usia mu saat ini. Kau memiliki banyak pengalaman lebih dari siapapun, jadi aku percaya kau juga akan bisa menyelesaikan misi besar kali ini." Adrian mengambil folder itu, cengkeramannya mengeras pada kertas-kertas. Ia tahu ini adalah janji berbahaya. Namun, demi tiga tahun di bawah sinar matahari, ia rela mengambil risiko. Adrian yang duduk di kursi kulit yang dingin melihat ke depannya, monitor besar di ruang rapat menyala, menampilkan logo ular yang melilit koin, simbol dari The Serpent's Coil. Komandan Alex berdiri di sampingnya. "Biar aku jelaskan dulu seperti apa The Serpent's Coil." "The Serpent's Coil," kata Alex, "bukan sekadar geng narkoba. Mereka adalah sebuah perusahaan kriminal. Sangat terstruktur, kejam, dan hampir tidak terlihat." Gambar di layar berubah, menampilkan wajah seorang pria dengan mata yang cerdas dan senyum tipis. "Pemimpin mereka adalah Nikolai Petrov, atau nama sandinya 'Viper'. Dia bukan preman jalanan, dia adalah mantan ahli kimia. Cerdas, sangat teliti, dan obsesif. Dia adalah otak di balik segalanya." Layar berikutnya menampilkan dua wajah lagi. "Dua orang terpentingnya: Dante Cortez, julukan 'Silencer', tangan kanan Petrov. Mantan pasukan khusus, ahli taktik gerilya perkotaan, dan eksekutor utama. Jika Petrov adalah otak, Dante adalah ototnya yang paling mematikan. Dan Isabella Vargas, julukan 'Shadow'. Dia adalah kepala keamanan dan ahli siber mereka. Dia membangun sistem komunikasi terenkripsi dan jaringan mata-mata yang membuat mereka nyaris tidak mungkin dilacak. Dia juga bertanggung jawab mengeliminasi informan atau kebocoran internal." Alex menjeda, memberi Adrian waktu untuk mencerna informasi. "Mereka beroperasi seperti perusahaan. Jaringan distribusinya terfragmentasi, setiap bagiannya hanya tahu sedikit. Itulah mengapa kita tidak bisa menghancurkan mereka dari satu titik saja. Kita harus menyusup dan meruntuhkan seluruh jaringan dari dalam." "Itu rencana yang berisiko," komentar Adrian. "Memang," balas Alex. "Sebenarnya sebelum kau, ada seorang yang ditugaskan pergi ke sana, tapi dia gugur sebelum misi selesai. Oleh karena itu, kami akan mengirim kembali beberapa orang untuk menyelesaikan The Serpent's Coil, tapi kau lah yang memegang kendali atas misi ini." "Kita tidak tahu, mungkin saja selain narkoba mereka juga menjual senjata dan melakukan pencucian uang. The Serpent's Coil bermain terlalu rapih sehingga sulit bagi kita untuk membongkar semua kejahatan mereka, dan untuk itu tidak ada cara lain selain menyelusup masuk ke markas mereka." Adrian mengangguk. Itu sudah ia duga. "Dan bagaimana dengan cara penyusupan?" "Mereka punya acara besar. Sebuah pesta pribadi yang diadakan Petrov di mansionnya. Di sana, mereka akan melakukan transaksi besar dan merekrut anggota baru. Dengan informasi ini kita tahu bahwa mereka masih membutuhkan pekerja." "Kau akan menyamar sebagai pembeli. Tapi bukan melalui mereka, melainkan melalui kurir kecil, pengedar di jalanan, dan kau akan masuk ke markas the serpent's coil melalui mereka. Ini adalah cara paling efektif dan paling tidak dicurigai untuk menembus The Serpent's Coil." "Maksud mu aku harus menyamar dan menjadi penjual narkoba seperti mereka?" tanya Adrian, menegaskan. "Tepat sekali," sahut Alex. Komandan Alex tidak perlu menjelaskan lebih banyak. Adrian sudah mengerti. Di dalam folder itu, ada foto dirinya. Bukan dirinya yang asli, melainkan wajah yang baru—wajah yang dibuat melalui teknologi terbaru AEGIS. Mata yang cekung, kantung mata yang menghitam, dan janggut yang tidak terawat. Wajah itu terlihat familiar, tapi bukan wajahnya. Itu adalah wajah yang akan ia gunakan untuk menembus The Serpent's Coil, sebuah wajah yang sangat berbeda dari dirinya yang asli. Alex melanjutkan, "Mulai sekarang, kau bukan Adrian lagi. Identitas barumu adalah Lucas. Kau seorang gelandangan, tidak punya tempat tinggal, dan tidak punya apa pun." "Ingat, kau hanya seorang gelandangan yang mencari pekerjaan, yang hanya ingin bertahan hidup." Alex menyentuh layar dan sebuah peta kota muncul, dipenuhi titik-titik kecil. "The Serpent's Coil memiliki banyak titik, tapi ada satu tempat yang paling sering dikunjungi pengedar, sebuah gang sempit di sisi utara kota. Di sana, kau akan bertemu dengan pengedar kecil dan mendapatkan pekerjaan. Kata sandinya adalah Shadow." Adrian menatap peta yang berkedip, otaknya sudah mulai menyusun rencana. Liburan tiga tahun itu ada di ujung sana, menunggu. Yang perlu ia lakukan adalah menjatuhkan sebuah kerajaan, membongkar jaringan yang paling terorganisir, dan menghadapi tiga otak kejahatan paling berbahaya di kota. "Rencana ini punya banyak celah," kata Adrian, lebih kepada dirinya sendiri. "Tapi itu tidak penting." "Malam ini juga kau akan bergerak," perintah Alex. Adrian mengangguk. Ini memang gila. Bahkan ia tidak diberi kesempatan untuk menghirup udara dengan tenang meski satu jam. Tapi ini tidak masalah mengingat tiga tahun kebebasan yang akan ia dapat jika berhasil menyelesaikan misi besar ini. "Karena misi ini adalah misi besar, kita lakukan dengan hati-hati dan sedikit santai saja, terburu-buru takutnya membuat mereka curiga, bagaimana pun hanya sedikit kesalahan pasti akan langsung dicurigai oleh organisasi besar seperti mereka."Sekoci penyelamat kecil itu melaju di tengah kegelapan selama hampir satu jam, menghindari lampu sorot kapal patroli yang mulai beraksi setelah sinyal flare gun Petrov. Mereka berlayar menjauh dari area pelabuhan, menuju garis pantai yang dipenuhi hutan bakau.Dimitri memegang kemudi, wajahnya tegang tetapi lega. Sienna diam, matanya memindai garis pantai. Adrian, bersandar di lambung sekoci, menekan bahunya yang terluka, menahan rasa sakit dan menatap Zara yang terus memberikan arahan dari jauh."Titik ekstrak kedua," bisik Zara. "Gubuk nelayan tua, tepat di selatan Mercusuar Hijau. Tim medis dan transportasi sudah menunggu."Lima belas menit kemudian, mereka tiba di pantai tersembunyi. Tiga sosok muncul dari bayangan—dua pria berpakaian serba hitam dan seorang wanita dengan rompi medis. Itu adalah Tim Delta, unit pendukung logistik AEGIS."Adrian. Dimitri. Selamat datang," sapa wanita medis itu dengan suara yang tenang dan berwibawa, langsung menilai luka Adrian. Ia tak menyapa Sien
Bau kotoran, air limbah, dan karat tebal memenuhi saluran beton tempat mereka meluncur. Adrian bergerak di belakang, antara Dimitri di depan yang memimpin, dan Sienna yang di tengah. Bahunya terasa perih, tetapi adrenalin membuat rasa sakit itu menjadi detail yang jauh.Mereka bergerak melawan arus air yang deras, yang menyamarkan suara langkah mereka. Pengejaran di dalam saluran pembuangan adalah taktik yang putus asa, tetapi Adrian tahu ini adalah satu-satunya rute yang tidak dipatroli oleh Petrov."Zara, beri kami gambaran keamanan. Seberapa cepat mereka menyusul?" bisik Adrian, suaranya teredam oleh gema saluran."Mereka masih lambat. Petrov mengerahkan tim besar ke Sayap Timur, memblokir lorong atas. Tapi mereka baru saja membuka lubang inspeksi darurat di sekitar Gudang Utama. Mereka mengirim tim pencari ke bawah. Aku perkirakan lima menit sebelum mereka mencegat jalurmu," lapor Zara. Suaranya terdengar cemas di eardphone.Dimitri dengan sigap menunjuk ke sebuah belokan tajam di
Terowongan utilitas itu sempit, berbau debu lama dan kehangatan kabel listrik. Adrian merangkak, menggunakan peta termal di jam tangannya untuk menavigasi. Ia berada tepat di bawah lantai Kantor Eksekutif—area paling dijaga di seluruh markas.Di atasnya, ia bisa mendengar resonansi langkah kaki yang berat, jauh lebih dekat dari sebelumnya. Mereka pasti menyadari sensor gerak di Sayap Timur baru saja di-reboot."Adrian, ada tiga penjaga bersenjata yang baru masuk ke lorong Sayap Timur. Mereka mencari keanehan," bisik Zara melalui eardphone.""Aku di bawah mereka. Kirimkan aku blueprint ruangan. Tunjukkan area kurungan Sienna," balas Adrian.Dalam sekejap, tampilan di jam tangan Adrian berubah, blueprint kantor mewah itu muncul, memperlihatkan meja besar, rak buku, dan sebuah pintu baja tersembunyi di balik lukisan."Dia di ruangan rahasia itu, di balik lukisan," kata Adrian, mengonfirmasi dugaannya. "Dimitri, siap-siap. Setelah aku masuk, aku butuh jalur keluar yang bersih."Adrian mer
Di ruang bawah tanah yang dirancang khusus oleh markas AEGIS. Dindingnya dipenuhi peta digital dan peralatan militer yang sunyi.Adrian memasuki ruangan. Di sana, sudah menunggunya dua sosok. Dimitri, si pria berpostur tegap. Wajahnya selalu dingin dan dia selalu memegang tablet yang memantau keamanan jaringan.Dan Zara. Mata-mata yang lebih muda, ramping, dengan tatapan mata yang tajam dan tenang. Spesialisasinya dalam menyusup ke sistem digital dari jarak jauh.Mereka berdua mengenakan seragam taktis hitam tanpa tanda pengenal, menunjukkan bahwa misi ini tidak resmi."Adrian" sapa Dimitri dengan anggukan singkat, suaranya berat. "Alex bilang kau butuh kami. Dan ini harus 'senyap seperti kejatuhan bulu'.""Justru tidak," potong Adrian, berjalan langsung ke dinding yang menampilkan proyeksi satelit Markas Petrov. "Misi ini tidak akan senyap. Ini akan menjadi pengalihan besar untuk menyamarkan ekstrak kecil. Petrov sudah menunggu serangan senyap."Adrian menunjuk peta The Serpent's Coi
Adrian melompat keluar dari lubang got di area pasar ikan yang sepi, dua blok jauhnya dari Markas The Serpent's Coil. Ia telah menghabiskan dua puluh menit mengerikan merangkak melalui ventilasi kotor dan saluran pembuangan, menghindari senter dan teriakan anjing penjaga. Seragam "Toni" kini basah, robek, dan berbau amis. Ia bergerak cepat melintasi kota, menghindari semua jalan raya utama. Satu jam kemudian, ia tiba di Markas AEGIS. Adrian menerobos pintu baja ruang kontrol utama. Di dalamnya, suasana terasa tenang, kontras dengan neraka yang baru saja ia lewati. Layar-layar monitor yang memantau pergerakan jaringan global bersinar remang-remang. Di balik konsol utama, duduk Alex. Pria itu dengan tatapan mata yang tajam dan wajah tanpa emosi yang dingin, khas seorang perencana perang yang sempurna. "Kau berdarah," adalah sapaan pertama Alex, tanpa menoleh, matanya masih terpaku pada data feed yang ia analisis. "Itu hanya goresan," balas Adrian, suaranya serak dan menahan emosi.
Tangan Adrian masih mencengkeram erat USB drive, jantungnya berdebar kencang seirama langkah cepat kakinya menuruni tangga mezzanine. Ia meninggalkan kegelapan total di ruang server dan meninggalkan dua penjaga yang masih meraba-raba mencari senter.Ia harus keluar dari gedung melalui ventilasi sisi barat yang telah ia identifikasi.Ia melompat dari tiga anak tangga terakhir, mendarat dengan lutut ditekuk. Di bawah, Gudang Utama masih diselimuti remang-remang lampu darurat.Adrian berlari di antara rak-rak, menghindari jalur tripwire yang ia netralkan sesaat tadi. Ia hanya butuh tiga puluh detik lagi untuk mencapai saluran ventilasi.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di saku dalam jaket samaran Toni.Adrian mendesah frustrasi. Ia mengabaikannya.Lima detik kemudian, ponsel itu bergetar lagi. Dan lagi. Dan lagi. Panggilan beruntun yang tidak masuk akal.Nama itu muncul di layar kecilnya, menyala seperti suar. SIENNA.Rasa dingin yang lebih tajam daripada udara gudang menjalar di punggung A







