Malam telah tiba. Di apartemen yang disediakan AEGIS, Adrian berdiri di depan cermin, mengamati sosok yang tidak ia kenali. Ia mengenakan kostum lateks yang menempel sempurna, mengubah garis wajahnya dan menambah kerutan di sudut mata. Rambutnya disemprot agar terlihat kusam, dan janggut yang dibuat dari serat khusus menutupi sebagian besar wajahnya. Ia terlihat seperti seseorang yang telah hidup di jalanan selama bertahun-tahun, seseorang yang sudah kehilangan segalanya.
Ia mengenakan celana jins yang robek di bagian lutut dan jaket yang lusuh. Sentuhan akhir yaitu debu dan kotoran. Adrian menaburkan bubuk khusus ke pakaian dan tangannya, membuat penampilannya benar-benar meyakinkan. Ia menatap pantulan dirinya. Andai bukan demi tiga tahun kebebasan yang dijanjikan Alex, ia tidak akan pernah mau melakukan tugas besar dan beresiko ini. Bagaimana pun ia sudah terlalu banyak mengerjakan pekerjaan besar seperti ini sehingga ia tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Seharusnya, ini giliran orang lain. Jam menunjukkan pukul 22.00. Adrian melangkah keluar dari apartemen dan setelah dekat dengan tempat yang dijanjikan, ia turun dari mobil yang mengantarnya lalu mulai menyusuri jalanan kota yang ramai, perlahan menuju gang yang telah ditentukan. Aroma makanan dari restoran di pinggir jalan dan cahaya neon yang berkedip-kedip adalah pengingat betapa jauhnya ia dari kehidupan normal. Gangnya gelap dan kecil. Di sana, di bawah cahaya redup dari sebuah lampu jalan yang hampir mati, ia melihatnya. Seorang gadis muda berdiri di sudut, tubuhnya tampak terlalu kecil untuk dunia yang begitu besar dan brutal. Matanya yang besar tampak ketakutan, terus-menerus melihat ke sekeliling. Gadis itu bernama Sienna, kurir jalanan wanita satu-satunya yang bekerja di daerah ini. Adrian mendekatinya, melangkah perlahan. Sienna yang menyadari kehadirannya, menoleh dengan cepat, matanya melebar karena terkejut. Adrian tahu ia harus bertindak sesuai perannya. Ia berbisik, suaranya parau, "Shadow." Ia mengucapkan sebuah sandi untuk membeli narkoba dari gadis di depannya saat ini. Sienna yang merasa lega langsung saja mengeluarkan sebuah kantong plastik kecil dari saku hoodie dan memberikannya kepada Adrian dan Adrian memberikan uangnya. Transaksi itu cukup singkat. Saat Sienna hendak pergi, Adrian menahannya dengan memegang pergelangan tangannya. "Tunggu," bisik Adrian. "Apa kalian butuh pekerja baru?" Sienna menarik pergelangan tangannya dari genggaman Adrian. Adrian melepaskannya dan menyandarkan punggungnya ke dinding bata yang dingin dan kotor. Ia mengeluarkan sebungkus rokok yang lusuh dan menyalakan sebatang. Asap mengepul ke atas. "Apa maksud perkataan mu tadi?" tanya Sienna. Kepalanya tak berhenti bergerak melihat ke kanan dan kiri. "Tenanglah! Tingkahmu yang seperti itu justru akan membuat orang lain curiga," ucap Adrian, menunjuk Sienna yang tak tenang. Ia kembali menyesap rokoknya. Sienna diam menatap Adrian. Ia pun bersandar ke dinding di depan Adrian, berhadapan langsung dengan pria yang menjadi pembeli terakhirnya malam ini. Wajah Sienna tenggelam oleh tudung jaketnya, membuatnya hampir tidak terlihat. "Kau... mengapa kau ingin masuk?" tanyanya. "Uang," jawab Adrian. "Aku ingin uang. Bagaimana pun. Hidup butuh uang, kan?" Adrian menjatuhkan sisa rokoknya ke bawah lalu diinjak hingga padam sepenuhnya. "Ini bukan cara yang baik untuk mendapatkan uang," kata Sienna. "Lalu kenapa kau sendiri malah jadi salah satu pekerja mereka?" tanya Adrian. "Aku?" Sienna bingung. "Aku terpaksa," akunya akhirnya. "Bagi orang-orang seperti kita, tidak akan ada uang jika tidak terluka. Benar, kan?" kata Adrian. "Tapi mereka adalah organisasi besar, sebaiknya kau cari organisasi lain saja," saran Sienna. "Justru karena organisasi besar, aku ingin bergabung besama kalian semua." "Kau tahu organisasi seperti apa yang ingin kau masuki?" tanya Sienna. Adrian mengangguk. "The Serpent's Coil dengan lambang seekor ular yang melilit koin." "Bukan hanya nama dan lambang, tapi semua itu mencerminkan seperti apa organisasinya. Organisasi yang dipimpin oleh orang-orang yang tak kenal maaf dan ampun, satu kesalahan saja bisa membuat nyawamu melayang." "Tidak masalah," sahut Adrian. "Sebelum aku meminta bergabung aku sudah siap menanggung semua resikonya." "Baiklah. Aku bisa membantumu," kata Sienna, suaranya tiba-tiba berubah. "Organisasi memang sedang mencari pekerja baru. Akhir-akhir ini banyak orang yang membeli narkoba. Organisasi butuh lebih banyak kurir." "Aku ingin bertemu dengan atasan," kata Adrian, suaranya pelan. "Atasan yang mana? Jika itu pemimpin sekaligus pemilik The Serpent's Coil, itu mustahil. Aku pun hanya pernah beberapa kali bertemu dengannya di markas di daerah,-" Adrian yang sudah senang akan mendapatkan informasi baru tapi tiba-tiba Sienna mengehentikan ucapannya. "Kau belum jadi anggota kami, jadi aku tidak akan memberitahu informasi lebih dari yang sudah kukatakan," ucap Sienna. "Pokoknya, bertemu dia itu tidak mungkin," jawab Sienna, suaranya tegas. "Kau harus mulai dari bawah. Kau harus membuktikan dirimu. Tapi aku bisa membawa mu ke pemimpin kami." Adrian mengangguk, ia mengerti. Ini adalah cara The Serpent's Coil bekerja. Bahkan kurir jalanan mereka tidak sebodoh yang ia kira dan pemimpin organisasi tidak hanya Nikolai Petrov. Ia benar-benar harus masuk demi mendapatkan informasi lebih banyak. Sienna menegakkan tubuhnya lantas mengayunkan tudung jaketnya ke belakang. Mata cokelatnya yang lebar beradu pandang dengan manik mata Adrian. "Ayo," ajak Sienna. "Aku akan memperkenalkan mu pada mereka." Adrian bangkit. Ia mengikuti Sienna, menyusuri gang-gang kecil yang gelap dan sempit. Sienna berjalan dengan lincah dan cepat, sudah hafal setiap tikungan dan lorong di kota ini. Adrian mengikutinya dalam diam. Ia mengamati Sienna, melihat bagaimana gadis itu berjalan. "Hai, Nak! Siapa nama mu?" tanya Adrian. Mungkin ia bisa mendapat beberapa informasi dari gadis polos sepertinya. "Sienna Reed. Dan kau, Paman?" tanya balik Sienna. "Panggil saja aku Lucas," jawab Adrian. "Sudah berapa lama kau bekerja untuk mereka?" tanya Adrian, suaranya parau, masih mempertahankan karakternya sebagai Lucas meski rasanya selalu hampir saja ia berbicara seperti biasanya. "Satu tahun," jawab Sienna tanpa menoleh. "Sejak mereka membeli ku." Adrian terkejut. "Membeli?" tanyanya. "Ya," jawab Sienna dengan ceria. "Keluargaku yang menjualku. Mereka bilang, lebih baik aku mati daripada harus menjadi beban bagi mereka. Karena mati pun tidak berguna untuk mereka, jadi mereka menjualku." Ada kepedihan di suara Sienna, tetapi tidak ada air mata di matanya, justru gadis itu malah bercerita dengan ceria. Adrian bisa melihat bahwa Sienna gadis yang tegar. "Apa kau menyukai pekerjaanmu?" tanya lagi Adrian. Sienna tertawa pelan. "Orang gila mana yang akan menyukai pekerjaan seperti ini, Paman?" jawab Sienna, sambil melirik Adrian. "Setiap aku bekerja, aku dihantui oleh ketakutan. Ketakutan bahwa aku akan mati, ketakutan bahwa aku akan diserang, ketakutan bahwa aku akan ditangkap. Tapi, aku tidak punya pilihan. Aku harus tetap hidup." "Sama halnya seperti kau sekarang ini. Kau terpaksa masuk ke organisasi kami karena sudah tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup, kan?" tebak Sienna. Adrian tertegun beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk dan berkata, "Ya." "Berapa usia mu?" tanya Adrian. "Dua puluh satu," jawab Sienna. Kembali berhenti melangkah. "Bagaimana dengan mu?" "Tiga puluh lima," jawab Adrian berbohong sesuai data yang dipegangnya saat ini. Adrian menatap Sienna. "Masa depan mu masih panjang. Kau bisa memperbaikinya. Tidak seperti ku yang sudah tua dan tak ada harapan hidup. Aku akan bekerja di sini karena sudah tidak ada tempat yang menerima ku." Sienna tersenyum. "Tidak, Paman. Aku sudah dijual maka itu artinya tidak ada lagi masa depan yang indah bagiku. Aku sudah menerima takdir ku. Aku hanya mencoba menikmati apa yang ada saja sebelum nyawaku direnggut entah kapan."Saat semua orang tidur, Adrian keluar, langkah kakinya tidak terdengar di antara dengkuran orang-orang yang mabuk. Ia mendengar suara bisikan dari balik pintu ruangan Elias, dan ia berhenti. Ia berdiri di tembok, di sisi pintu, berusaha mendengar apa yang sedang dibicarakan, barangkali itu hal penting yang harus ia ketahui. "Kau yakin tentang ini?" tanya suara yang Adrian kenal, itu adalah suara Elias. "Bagaimana jika kita salah?" "Tidak," jawab suara lain. "Aku tahu bahwa ada penyusup di markas kita. Aku akan menemukannya." "Aku mengerti. Jadi, pesta nanti adalah jebakan. Pemimpin membuat kompetisi ini agar penyusup itu menjual banyak narkoba demi mendapat jabatan baru sehingga bisa menyusup lebih dalam ke The Serpent's Coil. Begitu?" "Benar. Jangan lupa bawa semua anak buah mu ke pesta." "Tentu," sahut Elias. Adrian terkejut. Sial. Tangannya mengepal. Ia telah memakan jebakan musuh. Sebelum ketahuan, Adrian segera pergi dari kamar Elias ini. Pagi harinya, Adrian langsu
Sore hari, Adrian kembali ke markas the serpent's coil setelah menyimpan uang Sienna di apartemennya. Di sana jauh lebih aman dan tidak akan ada yang mencuri lagi. "Lucas, ayo kita makan di luar!" ajak Sienna, tanpa embel-embel paman lagi. Adrian pun mengangguk. "Um, aku tidak suka memanggil mu paman. Tidak papa jika aku hanya memanggil nama mu?" tanya Sienna di perjalanan. "Tentu. Kau boleh memanggilku siapa pun." Mereka berhenti di sebuah restoran kecil yang sepi, terletak di ujung gang. Restoran itu sederhana dengan beberapa meja dan kursi kayu. Tidak ada pelanggan lain dan Sienna terlihat lega. "Kau yakin di sini?" tanya Adrian. Sienna mengangguk. "Ya," jawabnya, suaranya pelan. "Aku sering makan di sini. Meski tempatnya biasa-biasa saja, tapi aku jamin makanannya enak kok. Kalau di tempat yang lebih mewah dari ini, belum tentu mereka mau menerima kita yang memakai pakaian lusuh seperti ini." Setelah memesan, mereka duduk di sebuah meja kecil, dan Sienna melihat ke luar je
"Bagaimana jika sebagai imbalannya kita membeli gadis itu dari mereka?" tanya Adrian. Alex menentang. "Tidak. Itu sama saja seperti kau membunuh dirimu sendiri, Adrian. Rencana kita akan gagal. Kita harus tetap pada rencana awal. Kau harus menjadi bagian dari mereka dan gadis bernama Sienna itu akan membantumu." Adrian terdiam. Ia tahu Alex benar. "Kau jangan pernah melibatkan perasaan dalam misi mu, Adrian. Kau masih ingat itu? Jika kau terjerat dalam sebuah hubungan asmara maka misi kita akan hancur dan sia-sia." Adrian menghela napas pelan. "Siapa juga yang melibatkan perasaan? Sienna hanyalah gadis muda yang polos. Aku hanya merasa kasian, bukan karena suka atau hal lainnya," sangkalnya. Alex pun terdiam, mengerti dengan maksud Adrian. "Bagaimana dengan 1 kg narkoba itu?" tanya Adrian. "Aku hanya punya dua hari." Alex tersenyum tipis. "Jangan khawatirkan itu," katanya. "Kami akan mengurusnya." Dengan misi 1 kg narkoba yang kini berada di bawah kendali Komandan Alex
Pagi hari Sienna dan Adrian tengah sarapan bersama di kamar, tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan keras dan seseorang menarik rambut Sienna dan menyeretnya keluar. Adrian bangkit, rasa penasaran mendorongnya. Ia mengikuti Sienna dan orang itu dari belakang. Saat ia keluar, pemandangan di depannya membuat jantungnya berdebar. Di ruang utama, ada sebuah pesta sedang berlangsung, tapi bukan pesta seperti yang Adrian kenal. Itu adalah pesta s3ks. Orang-orang mabuk dan telanjang, tergeletak di lantai, berteriak dan tertawa. Bau alkohol, keringat, dan asap rokok membuat Adrian merasa mual. Ia melihat Sienna berdiri di sudut, matanya memandang kosong ke arah orang-orang itu, tanpa emosi. Adrian mendekatinya, "Sienna," bisiknya, suaranya parau. Sienna menoleh. "Kau melihatnya?" Dan Adrian pun mengangguk. "Ini adalah pesta yang hampir sering dilakukan. Pesta yang diadakan oleh atasan untuk para kurir." "Kau tidak ikut? Aku pikir kau ditarik ke sini untuk melakukannya juga," tanya
Adrian terkekeh sambil memegangi dadanya yang bekas di pukul Sienna. "Bagaimana pun, Nak, kau jangan terlalu baik dan mudah percaya pada orang lain," katanya. "Aku tahu," jawab Sienna. "Aku yakin aku lebih banyak bertemu dengan orang asing daripada kau, Paman. Tapi, hatiku entah kenapa sangat yakin bahwa kau adalah pria yang baik." "Hatiku yang menuntun aku supaya lebih dekat denganmu," bisik Sienna. "Pada yang lain, aku selalu menghindar. Sebenarnya, hanya kau satu-satunya orang yang berani aku ajak bicara. Biasanya aku hanya diam." Adrian memandang Sienna yang tengah berbicara itu. "Aku senang karena punya teman berbicara," kata Sienna, matanya dipenuhi dengan kebahagiaan. "Tapi mungkin kau bisa sedikit mencukur janggut mu agar tidak terlihat begitu menyedihkan." Adrian hanya membalas dengan senyum tipis. Jam pun mulai menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Di kamar sempit ini, keheningan terasa begitu pekat, hanya sesekali diselingi suara napas mereka yang teratur. Mata Adrian t
Sienna membawa Adrian ke sebuah gedung tua yang tampak tidak terpakai dan membukakan sebuah pintu kecil.Pintu kecil itu terbuka dan Adrian mengikuti Sienna masuk ke dalam. Pemandangan di dalamnya menghantamnya seperti gelombang kejut. Bau alkohol yang tajam dan asap rokok tebal memenuhi udara. Beberapa orang tergeletak di lantai, tak sadarkan diri, sementara yang lain tertawa histeris di pojokan. Ini bukanlah markas, melainkan kandang binatang. Namun, meski di luar tampak seperti bangunan tua, tapi di dalam bangunannya terlihat jauh lebih bagus.Tiba-tiba, tawa dan obrolan mereka berhenti. Semua mata tertuju pada Sienna dan Adrian. Sienna tidak punya waktu untuk menjelaskan. Beberapa orang menghampiri, bukan untuk menyerang Adrian, melainkan untuk melampiaskan kemarahan mereka pada Sienna.Salah satu dari mereka menarik rambut Sienna, membuatnya terhuyung dan jatuh ke lantai. Yang lain mulai memukuli dan menendangnya. Sienna hanya melindungi kepalanya, tidak mengeluarkan suara."Sial