"Kesunyian adalah ketenangan yang hakiki."__________Menara Tua.Bangunan menjulang tinggi dengan sepuluh tingkat. Apa yang tersimpan di dalamnya, tidak banyak yang tahu dengan pasti. Menara itu sudah seumur Tanapura. Sejak berdiri, bangunan semula diciptakan sebagai benteng pemantau pusat, sudah berubah fungsi dan jjarang digunakan.Menara Tua sangat sakral untuk menyimpan benda kuno yang sudah lama tidak digunakan tetapi masih dianggap keramat. Kabarnya, orang-orang terdahulu yang diasingkan ke Menara Tua, diabaikan sampai kematian menjemput. Sampai saat ini, Menara Tua tak ubahnya 'penjara sunyi' sebagai tempat pengasingan. Tempat itu menyimpan banyak misteri dan gaib.Dua sosok pemuda, tidak lain adalah Taja dan Raojhin, malam itu diasingkan di tingkat paling atas Menara Tua."Sangat sunyi. Suara apapun lebih terdengar dari ketinggian ini," Raojhin mengintai suasana di luar, dari balik celah jendela tertutup rapat. Bingkai jendela kayu cukup kokoh tetapi engsel penyangga mulai rap
"Ah ...!"Taja tiba-tiba terbersit ide. Raojhin melirik."Kenapa? Ada ide melarikan diri?" Raojhin menerka."Sangat mudah untuk melarikan diri. Tapi jika kita melakukan itu, berarti tuduhan mereka benar!" kata Taja."Huh, aku tidak peduli akan ditandai sebagai apa di dunia ini. Petarung liar. Pengecut. Aku tidak peduli! Aku yang tahu siapa diriku!" Raojhin membuang muka. Acuh tak acuh terhadap semua anggapan orang-orang terhadapnya."Sepi sekali hidupmu, Rao!" sindir Taja tetapi kali ini Raojhin tidak tersinggung seperti biasanya."Sebenarnya aku datang ke Tanapura, untuk mencari Roh Biru ...," ujar Raojhin ketika Taja tak peduli akan pertanyaannya dijawab atau tidak."Roh Biru?!" Taja mengernyitkan dahi."Pusaka apa itu?" tanya Taja heran sambil memperhatikan Raojhin."Roh Biru bukan pusaka," Raojhin menjawab agak kikuk, "Sejujurnya aku juga belum banyak tahu seperti apa wujud Roh Biru. Mereka mengatakan bahwa Roh Biru adalah sukma kitab kuno berkekuatan magis tak terbayangkan," jelas
"Aku diburu makhluk berwujud anjing bagi yang tampak oleh manusia. Tetapi bagi kami, itu Serigala Pemangsa Peri!"__________Auuuuuuuunghhh ...!!!Hawa dingin menyeruak tiba-tiba. Taja buyar konsentrasi pembicaraannya dengan Raojhin. Raungan serigala melengking ke langit-langit Tanapura."Kenapa?" cemas Raojhin melihat perubahan mimik muka Taja dirundung ngeri."Serigala!" Taja mendadak tegang dan merapat ke dinding. Kedua bola matanya mengawasi sekeliling ruangan remang-remang, seperti ketakutan akan kedatangan sesuatu."Itu anjing penjaga. Bukan serigala," Raojhin pun mendengar suara lolongan itu, tetapi berbeda hal dengan yang terdengar oleh Taja."Sejak kapan anjing penjaga ada di Tanapura?" Taja merasakan sesuatu yang mengancam."Tanapura memperketat penjagaan. Anjing-anjing dibentuk khusus mendampingi para penjaga," kata Raojhin mengetahui lebih dulu tentang hal itu."Kenapa? Pasukan Ular tidak membuatmu setakut ini," heran Raojhin, menangkap kegelisahan Taja.Taja gelagapan meng
"Aku menyaksikan Taja menyentuh Pasvaati!" kata Putri Alingga."Terpaksa aku mengatakan kejadian ini pada Ketua untuk menyelamatkanmu!" lanjut Putri.Taja menggigil. Sungguh mereka tidak tahu jika Taja ketakutan bukan karena Pasvaati. Sesuatu lain mengancam keselamatan jiwanya."Dengarkan baik-baik. Paduka Raghapati sedang mengalami kambuh. Itu menjadi kesempatan untuk Abdi Kanan dan Abdi Kiri bertindak atas nama Paduka!" kata Ketua Sujinsha agar semuanya berhati-hati."Kedua Abdi Paduka, pasti merencanakan sesuatu yang membahayakan kalian!" Putri Alingga menyambung kalimat Ketua Sujinsha."Sejak awal kedatangan Taja dan Lorr En. Mereka berusaha menyingkirkan kalian berdua!""Rao, kamu juga dalam keadaan tidak aman," lanjut Ketua Sujinsha."Tuan, kami memiliki rencana. Kami akan mengendalikan Sang Gendewa dan Pasvaati bersama-sama," kata Taja, menguatkan diri dan mengatakan rencananya. Raojhin melihat ke arah Taja. Sebenarnya ia juga bingung akan rencana itu."Dua orang mengangkat Sang
"Teluh Petaka akan membunuh Paduka! Selamatkan Paduka!"__________"Masuklah!"Ketua Sujinsha mengawal Taja sampai di gerbang Istana Kitab."Terimakasih, Tuan," Taja segera bergegas masuk. Bersama Ketua Sujinsha, penjaga gerbang tidak dapat berbuat apa-apa kecuali membiarkan Taja memasuki Istana Kitab."Aku menunggu di sini. Segera kembali jika sudah selesai apa yang kau butuhkan!" seru Ketua Sujinsha sembari melihat Taja memasuki Istana Kitab. Sosoknya hilang di balik pintu.Ruangan seluas Istana Kitab terlihat sepi, apalagi kondisi saat malam. Tampak sekeliling tata letak ruangan telah berubah."Radhit!" panggil Taja kebingungan harus mencari kemana sosok Radhit biasanya mudah ditemui di Istana Kitab."Radhittama!" Taja mendadak khawatir lantaran belum terlihat penampakan sosok Radhit. Biasanya ia lebih dulu muncul secara tiba-tiba. Tetapi sekarang, kenapa sampai memanggil nama Radhit pun, sosok itu belum juga menampakkan diri. Hanya keheningan menjawab Taja."Radhit, kenapa aku tida
'Gawat!''Aroragh pasti berada di sekitar sini!' pikir Taja. Tak mau ambil resiko, ia segera sembunyi ke semak-semak dan pepohonan. Ujung Menara Tua tampak olehnya. Namun jalur menuju ke sana masih jauh.Perlahan dengan penuh waspada, sangat berhati-hati, Taja merayap dengan wujud sekujur tubuhnya berselimut akar. Sekelebat bayangan gesit tubuhnya melintasi atap-atap bangunan istana.Tampak bayang-bayang dua sosok manusia tengah bergerak sembunyi-sembunyi."Bersiap-siaplah! Fajar tidak lama lagi!" seseorang berjubah berkata pada seorang lainnya yang sibuk menggali tanah dan mengubur sesuatu.Sekelebat Taja kebetulan melintasi atap-atap di dekat mereka. Tanpa disadari kedua orang itu, Taja mencuri dengar."Inilah akhir dari Tanapura!" kata seseorang baru usai mengubur sesuatu di tanah."Akhir dari riwayat Raghapati!" kata seseorang lainnya sambil waspada ke sekeliling tempat mereka berada.Taja berlindung di kegelapan atap bangunan. Terdengar khas siapa pemiliki suara itu.'Ki Ratma dan
"Alunan seruling merasuk. Memeluk Jiwa."__________Tiga sosok manusia mengendap-endap, menuruni anak tangga tingkat demi tingkat bangunan Menara Tua. Sesampainya di tingkat paling bawah, ketiga sosok itu tidak lain Raojhin, Lorr En, dan Taja, mengintai dari sisi gelap teras, sebelum menyusup ke koridor dijaga prajurit.Para prajurit jaga malam berganti tugas dengan giliran jaga berikutnya. Rutinitas mereka berpatroli sekitar tingkat paling bawah Menara Tua. Terdapat satu ruangan penting untuk dijaga paling ketat daripada ruangan lainnya."Kita harus bagaimana?" Raojhin melirik ke arah Taja di sampingnya. Lorr En di sisi yang lain, mengawasi penjaga-penjaga itu. Taja menunggu tanda-tanda Mantera Sirep."Sebentar lagi Pukul Ayam Betina*," Raojhin mulai tidak sabar. Taja menjawab dengan telunjuk di ujung mulutnya."Apa ruangan itu penyimpanan Sang Gendewa?" tanya Taja berbisik, mengamati ke satu koridor dijaga puluhan prajurit."Tidak salah lagi," Raojhin menunjuk satu papan terukir nama
"Huff ...!"Lorr En dan Raojhin bahu membahu untuk menyingkirkan mereka dari hadapan pintu."Berat sekali badan orang-orang ini!" Raojhin menggerutu ringan sambil menggeser tubuh dua penjaga itu."Terkunci!" pekik Raojhin menyadari bahwa pintu itu terpasang palang kayu selebar ukuran pintu. Palang tersebut terlilit rantai besi dan terkunci gembok-gembok besar."Penjaga-penjaga ini tidak memiliki kuncinya," Raojhin memeriksa sebentar kalau-kalau kunci terselinap di pakaian mereka. Tetapi hasilnya nihil. Tidak ada kunci sama sekali ditemukan."Tidak banyak waktu untuk mencari kuncinya!" Lorr En juga tidak mendapatkan kunci yang diharapkan."Apa yang terjadi ketika terbangun nanti, mereka semua melihat pintu besar ini sudah dalam keadaan hancur?" Lorr En mengepalkan kedua tangannya sembari berancang-ancang. Ia mengumpulkan nafas dalam-dalam, memusatkan energi ke satu titik pada kepalan tangannya di bersilang di dada."Raojhin, menjauhlah!" kata Lorr En memperingatkan Raojhin sebelum berak