"Pemanah Ulung, siapkan panah terbaikmu! Panjatlah dahan tertinggi. Bidik sasaranmu!"
_______Sebuah pohon besar dijadikan tempat yang harus dipanjat oleh semua peserta lomba Memanah Ulung. Pohon besar dan menjulang tinggi, setiap cabang memiliki dahan yang dipasang simpul berbeda. Dahan yang lebih tinggi diikat simpul lebih banyak, artinya siapapun yang mencapai dahan tersebut akan mendapatkan nilai lebih banyak. Setiap satu simpul bernilai Seratus poin.Komando wasit berseru lantang, membakar semangat semua peserta pemanah."Kalian Pemanah Ulung, siapkan panah terbaik! Panjatlah dahan tertinggi. Bidik jitu sasaran terbaikmu!"Semua peserta praja pemanah mulai memanjat. Tampak Raojhin memimpin yang paling dulu berhasil ke dahan yang paling tinggi daripada praja-praja lainnya.Raojhin lincah, gesit, cekatan. Tanpa kesulitan ia berhasil memanjat ke cabang dengan tanda simpul sepuluh. Artinya, dia berada di posisi dahan dengan Seribu poin.Sementara di bawah, jarak puluhan langkah dari pohon besar itu, terpasang papan sasaran panah dengan masing-masing memiliki warna berbeda. Ada tiga warna mewakili jarak. Papan hijau dalam jarak 20 langkah, papan kuning dalam jarak 30 langkah dan papan merah dalam jarak 50 langkah. Setiap papan memiliki poin berbeda berdasarkan warnanya. Tentu papan paling jauh akan memberikan poin paling banyak.Taja mengamati posisi di mana Raojhin berhasil sampai ke atas sana. Sementara itu, Taja hendak memulai posisi di cabang pohon paling bawah di antara yang lain."Ada apa? Kesulitan dengan pohon?" Lorr En menyindir dari bawah pohon dan memperhatikan Taja yang sepertinya enggan bergerak lebih lanjut. Taja sebentar melihat Lorr En yang mendongak padanya, tampak sedikit meledek."Aku merasa aneh membawa ini," Taja menyentuh punggungnya, ada selongsong berisi beberapa anak panah. Dan itu beban yang sedikit mengganggu, "Rasanya agak gatal.""Kenapa kamu tidak turut menjadi peserta?" Taja sedikit protes pada Lorr En dan dibalas tawa agak meledek."Kalahkan dia!" ujar Lorr En sambil mengepalkan tangan dan memberi semangat.Taja bergerak gesit sembari menggerutu, "Tapi aku tidak sedang bersaing!"Seperti merayap ke rerimbunan, Taja semakin bergerak ke atas dengan gesit. Jemarinya mencuat akar-akar mencengkeram ranting dan dahan, dan tubuhnya semakin ringan terangkat ke atas. Hanya dalam beberapa gerakan saja, tanpa disadari siapapun, Taja sudah berada di dekat posisi Raojhin berada.Tentu itu mengejutkan Raojhin. Sepintas lalu, ia merasa Taja masih jauh di bawahnya."Kamu ...?!"Hampir saja tangan-tangan Raojhin terlepas dari pegangannya di ranting-ranting. Beruntung ia sigap ketika dalam posisi tidak seimbang dan kembali bersiaga memasang busur di tangannya. Raojhin melepas panah pertamanya."Seribu poin!" seorang wasit berteriak menyebutkan jumlah poin yang dicapai Raojhin karena bidikan panah pertama. Selanjutnya, tiga kali bidikan Raojhin mengenai tepat sasaran papan merah."Empat ribu poin!" teriak wasit lagi menyebut hasil poin selanjutnya dari bidikan Raojhin yang telah berhasil membidik empat kali ke papan sasaran berwarna merah tepat di tengah target.Bahkan beberapa praja yang lain, hanya berhasil membidik papan hijau dan kuning. Selebihnya, ada yang meleset!Semua praja yang lain dan praja yang bukan peserta, termasuk juri dan wasit pun menyaksikan itu. Melihat hasil Raojhin yang terbaik mereka pun terkejut kagum. Tidak heran jika sebelumnya, Raojhin lebih dulu mendapat julukan Pemanah Ulung dalam usia yang semuda itu.Taja pun ikut menyaksikan. Hanya dia yang belum membidikkan anak panah. Tampak berpikir sebentar. Tiba-tiba ia bergerak ke dahan yang lebih tinggi. Semua peserta terkejut melihat aksi Taja yang melampaui batas."Apa yang 'kaulakukan?!" Raojhin menyiratkan was-was ketika melihat Taja mencapai dahan paling tertinggi."Dahan simpul dua puluh!" teriak beberapa peserta lain menyaksikan Taja. Belum ada yang mencapai dahan itu. Dahan itu cukup jauh di atas dari dahan ke sepuluh. Karena makin tinggi dahan, makin kencang bergoyang karena angin, dan mengakibatkan kondisi dahan tidak stabil untuk menahan berat tubuh."Gila!" Raojhin terpekik."Bagaimana mungkin?!" Raojhin gusar di tempatnya dan segera memanjat lagi untuk menyusul posisi Taja."Dahan itu tidak cukup stabil!" sergah Raojhin di bawahnya sembari terus memanjat."Tidak ada aturan yang melarang siapapun berada di dahan ini, bukan?" sebentar Taja menanggapi Raojhin yang tampak memanjat ke arahnya.Taja kembali fokus menghadapkan busur tepat di depan dada. Sebuah panah siap dibidik dan segera dilepaskan. Dengan perhatian penuh, tatapan mata Taja menyipit ke satu target utama, yaitu sasaran papan merah.Sementara itu, dahan bergoyang mengikuti angin. Tubuh Taja turut bergelayut di dahan itu. Tiba-tiba ia memutar tubuhnya menghadap ke bawah dengan cepat sehingga menggantung terbalik dengan posisi siaga memasang busur dan panah siap dibidik.Sesaat kemudian panah meluncur, menimbulkan suara benda tipis melesat kilat secepat cahaya, menembus suara angin. Dalam sekejap, panah itu tepat menancap ke sasaran papan merah. Suara hantaman benda tajam membius semua semua orang yang menyaksikan. Bidikan panah Taja mengenai target, disertai helai daun di ujung panah tertancap di titik sasaran."Seribu poin!" teriak wasit."Hentikan!" tiba-tiba Raojhin menyusul ke posisi Taja berada."Apa maksudmu?!" Taja membatalkan bidikan kedua. Raojhin sangat mengganggu konsentrasi."Tidak ada yang memanah dengan cara begitu!" Raojhin mencegah lengan Taja semula siaga, hendak memanah lagi."Tidak ada aturan melarang cara seperti ini!" Taja menapik tangan Raojhin. Ia pun memutar kembali tubuhnya dalam posisi tegak. Tanpa sadar, mereka berdua di dahan yang sama.Angin berhembus. Dahan pun bergerak dengan berat, menimbulkan suara gemeretak sedikit demi sedikit akibat beban tubuh dua orang.Krakkkk!!!"Aaargh ...!"Suara dahan patah, seiring teriakan Taja dan Raojhin. Dua tubuh terperosok dari dahan yang sama. Bersamaan dengan itu, semua orang di bawah menyaksikan itu, serentak menjerit. Suara dua tubuh membentur dahan dan ranting patah berkali-kali. Gemersik dedaunan memecah kepanikan. Tubuh kedua pemuda itu tersangkut di antara dahan pohon paling bawah. Nyaris jatuh ke tanah.Beruntung, Taja berhasil menahan dirinya sekaligus menangkap tangan Raojhin. Sementara jemari kakinya mencengkeram erat ranting-ranting. Semua orang panik, segera bergegas menghampiri titik posisi Taja dan Raojhin tersangkut."Kenapa kalian?!" tanya Ketua Sujinsha, panik dan heran. Ia paling dulu tiba di posisi kedua praja tersangkut di antara dahan pohon, dan segera membantu keduanya. Banyak praja lain berdatangan pula, segera menolong Raojhin. Hanya Lorr En yang membantu Taja. Dia lebih mudah sampai ke tanah dengan selamat.Berbeda dengan Raojhin, bajunya terkoyak. Badannya terjepit dahan dan ranting, membuatnya sulit turun. Sembari mengerang kesakitan, Raojhin dipapah. Tampak luka-luka memar dan sayatan di bagian tubuhnya. Terakhir, ia diantar menuju Graha Pengobatan. Akhirnya, pelatihan Pemanah Ulung terpaksa dihentikan.* * *"Prasangkamu melebihi apa yang kau lihat! Jangan bermimpi memiliki Jiwa Murni! Semedi 100 tahun pun, tak akan berhasil!"________Tatap teduh seorang gadis Graha Tabib, mengenakan cadar di wajah, mengusapkan krim obat di pergelangan tangan Taja yang terluka.“Jangan terkena air dalam semalam, akan lama sembuhnya," ujar gadis itu singkat."Kamu ..., Shaninka?" Taja menyebut nama gadis Graha Tabib itu. Tidak sering, tetapi ini lebih dari sekali, Taja dirawat dia.Gadis itu membalas dengan tatap lembut, caranya menatap mewakili seulas senyum di balik cadar bergerak tipis."Ya."Taja memperhatikan Shaninka sedang membalut lukanya.“Kamu tabib yang baik dan lembut. Terimakasih.”“Aku hanya murid pengobatan, bukan tabib,” Shaninka, gadis bercadar itu menyanggah. Sepasang mata dan alisnya melengkung di antara celah cadar yang dikenakan.“Ada apa?” Shaninka menyelesaikan balutan terakhir di pergelangan tangan Taja akibat kejadian saat latihan Pemanah Ulung. Banyak juga luka di bagian kakinya.
"Tubuhku tidak menua, sukmaku pun tidak. Tubuhku tidak makan dan minum, tetapi sukmaku makan dan minum."________Pukul Babi Jantan*.Gong ditabuh sepuluh kali. Malam larut, Taja tidak juga terlelap. Beberapa kali ia tergugah. Pikirannya terhisap sesuatu. Bayangan sesosok muncul lagi dalam mimpi. Walaupun sekejap, jelas sesosok itu memanggil namanya.'Taja!'Tak terhitung mimpi itu. Semenjak ia mengenal dunia. Semakin jelas mimpi itu menjelma sesosok dirinya yang lain di suatu tempat entah di mana. Suasana sunyi senyap. Diam-diam ia beranjak meninggalkan ruangan.Langit cerah. Purnama hampir penuh menghiasi malam. Tampak bangunan Tanapura yang tenang. Taja terpikir untuk mendatangi Istana Kitab. Ia berjalan cepat-cepat sembari melihat sekeliling kalau-kalau ada penjaga patroli.Situasi mendukung untuk dia menunaikan keinginannya. Sebuah ambang pintu terbuka, dijaga satu orang penjaga.Taja menunjukkan lencana khusus ‘Pengunjung tanpa batas waktu’. Beruntung ia memiliki hak istimewa ini
"Pusaka Pasvaati memilih Sang Pewaris sehati dengan inti jiwanya."________Taja celingukan, berjalan mengikuti Radhit. Berbeda dengan Radhit melangkah santai, lurus, dan tanpa suara sedikitpun."Oh, iya. Dia hanya sukma. Seperti udara, tentu langkahnya tanpa suara," pikir Taja, melangkah penuh hati-hati sampai berjinjit tatkala melewati para penjaga pintu masuk dan keluar bangunan Istana Kitab. Aneh, para penjaga itu seperti dalam keadaan tidak waspada. Bahkan mereka layaknya orang yang tidur berdiri."Mantera Sirep berlaku beberapa saat saja. Kita harus bergegas sebelum mereka tersadar!" bisik Radhit tegas. Kedua lengannya bersedekap di dada. Begitulah cara dia berjalan santai."Mantera Sirep masal, berupa alunan seruling memeluk jiwa, melarutkan kesadaran siapapun yang mendengar," jelas Radhit singkat."Jadi, kau yang membuat mereka tertidur?" gumam Taja. Sempat terpikir, andai dia juga menguasai Mantera Sirep.Beberapa saat kemudian, mereka sampai di Istana Pusaka. Suasana lenggang
"Taja! Lari ...!" pekik Putri.Panik. Mengikuti Putri Alingga, Taja menyelinap keluar Istana Pusaka. Suasana mulai ramai didatangi para penjaga. Dari kejauhan, terdengar gong istana pertanda waspada.Kedua tangan Taja gemetaran, Putri Alingga merasakan juga. Digenggamnya tangan Taja, basah berkeringat. Masih terasa bagaimana Pasvaati di genggamannya. Itu yang membuat Taja lemas, takut, dan berdebar. Ditambah situasi mengancam, semakin menambah panik."Ini ... kemana ...?" tanya Taja gemetaran. Keringat membasahi leher dan pipinya. Ia terus mengikuti Putri Alingga. Setelah mengendap-endap di antara taman, mereka sampai di area yang banyak pancuran air."Pemandian wanita," jawab Putri Alingga."Apa?!" Taja tersentak. Tidak disangka putri membawanya ke tempat itu."Sssh ... jangan berisik! Ini satu-satunya jalur keluar menuju belakang istana," balas Putri Alingga, mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya."Tidak ada siapapun di area pemandian pada pukul sekarang ini," tambah Putri Ali
"Ada goa di bawah sungai air panas. Tolong, rahasiakan goa ini!"________Fajar telah berlalu. Tampak cakrawala timur, Sang Surya perlahan mulai terbit. Cahaya merasuk celah-celah dedaunan rimbun.Taja menapaki terjal, menuruni curam setapak, menikmati pagi berembun. Hawa air panas mulai terasa menguap dari permukaan sungai air panas. Ia benar-benar hampir lupa kejadian semalam di Istana Pusaka.Beberapa saat lalu, masih diingatnya saran Putri Alingga tentang goa bawah sungai.'Mungkinkah goa itu benar-benar ada?''Apakah ada orang lain yang menemukan tempat itu sebelum aku?' pikir Taja.Rasa penasaran berkecamuk di benaknya. Bukan hanya tentang goa bawah sungai. Tetapi, sosok Tajura. Benarkah sekuat ini terhubung dengan sosok itu.'Jika bukan dia, lalu siapa sesosok yang selama ini menghantui mimpiku?'Taja mulai menapaki tepian sungai berkerikil. Airnya terasa hangat sampai ke tulang lutut. Namun ia dikejutkan seseorang yang sudah berada di tepi sungai lebih dulu.Taja melihat seseor
Gemercik arus sungai menjauh.Taja dan Raojhin menelusuri kedalaman goa, bergerak menjauh dari mulut goa tertutup aliran sungai. Ternyata rongga di dalam goa, semakin ke dalam semakin luas. Banyak bebatuan sepanjang air tergenang yang tenang. Suasana di kedalaman goa, terasa sangat hening. Banyak lorong rongga membentuk labirin, menembus rongga lainnya dan berakhir ke perut goa."Hup!"Raojhin melompati bebatuan licin dan agak terendam air. Diikuti Taja dengan gesit melompati bebatuan.Lagi-lagi tanpa aba-aba, mereka seolah berlomba melompati bebatuan. Di antara mereka, acapkali muncul persaingan.Raojhin terhenti sebentar di sebuah batu dan memasang kuda-kuda. Mendapatkan posisi seimbang.Taja melihat gelagat Raojhin bersiap-siap menanggapi.Raojhin melempar pukulan ringan ke arah Taja, namun berhasil ditangkis."Mau bertarung?!" Taja melompat mundur, berpijak pada batu besar di belakangnya."Tempat ini sempurna untuk berlatih!" sambut Raojhin, haus pertandingan."Sering-sering kita k
"Jurus apa itu?!"Pekik Taja."Tapak Sengatan Naga!" balas Raojhin menyebutkan jurus andalannya.Jurus tapak Raojhin bukan serangan mematikan tetapi cukup mengakibatkan memar di kulit dan menimbulkan rasa gatal yang menyengat. Taja kecolongan. Ia tak mau lagi mengalah."Wah, benar-benar harus bertarung?!" Taja tak menyangka, tantangan berubah perkelahian serius."Mau menjadi regu bersamaku?!" Raojhin menyeringai. Raut mukanya menunjukkan rasa puas dan sorot mata tajam."Tunjukkan dulu kemampuanmu!" rupanya Raojhin sangat selektif untuk menerima anggota regu. Terlebih-lebih Taja yang menawarkan itu.Sementara Raojhin merasa telah berhasil memberi pelajaran, Taja masih mengusap bekas pukulan tapak sengatan naga yang membuat nyeri dadanya. Tidak disangka Raojhin memiliki jurus aneh seperti itu. Sekali lagi diusapnya dada bekas pukulan itu, ditekan memutar sampai sedikit reda sakitnya."Bayangkan itu mengenai nadi lehermu, akan sangat fatal!" Raojhin menaruh empati, tapi tidak menyesal aka
Setelah CHAPTER DUA TAPAKMENGUSIK KEGELAPAN"Apa yang terusik di kegelapan ini? Kita membangunkan sarang ular?!"________Keheningan goa terpecah derai tawa Raojhin yang panjang. Sepertinya ia puas sekali melampiaskan kekesalannya selama ini."Tawamu jelek!"Makin kesal, Taja perlahan bangkit dari tempatnya tersungkur setelah terpental. Rasanya sekujur tubuh bergetar sampai ke tulang, ketika menghantam bebatuan dan kerikil tajam."Dasar manusia berkepribadian ganda!" gerutu Taja sembari berusaha tegak."Pendendam!" Taja mengomel sejadinya."Bicara apa kamu?" Raojhin cukup mendengarnya di sela-sela tawa yang belum usai."Senang di atas penderitaan orang lain?!" balas Taja dan sejenak menatap tajam ke arah Raojhin."Bukan begitu!" Raojhin berdiri tegak di sana, "Aku juga kesakitan kemarin gara-gara kamu. Jadi sekarang kita impas!""Kejadian kemarin bukan aku penyebabnya, tetapi dirimu sendiri!" kata Taja tegas."Menyerang lawan dalam keadaan tidak siap, itu curang!" lanjut Taja."Dalam