Share

3. Rumor Hantu

"Apa ...?!"

Sebuah suara lantang di antara sekawanan praja yang sedang makan bersama.

"Hilang lagi?!" balas yang lain.

"Benar! Satu porsi hilang lagi!"

"Aneh! Apa benar-benar ada hantu yang mencuri jatah makan siang?!" sahut yang lain menimpali.

Taja duduk bersila di posisinya.

"Mereka membicarakan siapa?" tanya Taja, kebetulan praja di sebelahnya ikut gusar dan terkejut.

Sebelah lainnya, Lorr En enggan menyentuh makanan di meja, "Ini daging apa?"

"Ular! Sangat lezat," jawab seorang praja yang lain dan mengejutkan Lorr En. Tampak dia bergidik. Semangkuk hidangan di tangannya segera disingkirkan. Akhirnya, ia harus melewatkan makan siang. Beruntung masih ada semangkuk madu hangat untuk menghilangkan dahaganya Sementara beberapa orang, baru saja usai makan.

Mereka berjejer rapi dalam kegiatan makan siang bersama-sama. Di tengah pembicaraan tentang legenda Pasvaati, ada sesuatu yang menjadi topik lain.

Ceritanya, regu pemanah terusik oleh kehadiran sesosok 'Tak Kasat Mata' selama ini diam-diam menyelinap di antara mereka. Hal ini sudah dilaporkan ke dewan guru. Bahkan Ketua Sujinsha sudah lama mencurigai hal ini. Ia pernah memerintahkan semua praja pemanah untuk mengumpulkan lencana mereka. Hasilnya, terkumpul 41 lencana. Padahal jumlah anggota regu praja pemanah hanya 40 orang.

Kejadian kerap sekali, ketika semua praja sedang makan, ada jatah makan siang yang hilang secara misterius. Hanya regu Pemanah Ulung yang mengalami kejadian janggal seperti ini. Itulah desas desus yang terjadi.

"Apakah mungkin, hantu suka menyantap makanan orang hidup?" semakin marak terdengar rumor orang-orang membicarakan hal itu.

"Jatah makan siang yang hilang bisa diganti. Tetapi masalahnya, siapa pelakunya?"

Taja hanya ikut mendengarkan siapa saja yang berbicara.

"Mungkin ... hantu itu dulunya praja yang menghilang beberapa tahun lalu, tidak pernah kembali dalam keadaan hidup."

"Mereka bukan menghilang. Melainkan Penguasa Sekte Kakilangit meminta Tanapura untuk mengirim praja-praja terbaik, hampir setiap tahun."

"Praja-praja yang dikirim itu ... tidak pernah kembali ...," sahut yang lain.

"Itu rumornya ...."

"Benar!"

"Praja terakhir yang dikirim ke Kakilangit adalah Praja Emas!"

"Jika tidak salah, nama praja itu adalah ...."

Sejenak gosip terhenti, rasa ngeri menghantui pembicaraan mereka untuk sekedar mengucap sebuah nama.

"Raghil ...!"

"Raghil namanya! Praja Emas yang sekarang menjadi hantu!" tanpa sungkan, Raojhin tiba-tiba menyeletuk pembicaraan serius di antara mereka. Hanya dia yang berani menyebut nama seorang praja bernama Raghil, pernah marak dibicarakan kalangan Kesatuan Praja. Kepergian Raghil dari Tanapura, namun tidak pernah kembali lagi, menjadi permasalahan serius kala itu sampai sekarang.

"Kalian para praja, takut hantu!" tambah Raojhin, acuh tak acuh.

Awalnya, Raojhin tidak peduli akan desas desus kasus Raghil. Dia lebih fokus pada pemikirannya sendiri. Namun kasus Praja Emas yang menghilang itu, menjadi topik perbincangan setiap waktu. Walaupun kejadiannya sudah setahun yang lalu. Akhirnya, Raojhin terbawa kisah Praja Raghil di tengah-tengah makan siang saat itu.

"Jiwa Murni?" sesekali Raojhin menggumam sendiri. Beralih pada hal lain yang lebih penting. Taja mendengar jelas Raojhin mengatakan itu. Kebetulan ia duduk di sebelah Raojhin, hanya berselang beberapa orang duduk bersila di antara keduanya.

"Berapa lama semadi yang dibutuhkan untuk memunculkan Jiwa Murni?" lanjut Raojhin bergumam sendiri. Tetapi cukup terdengar Taja, juga orang-orang di kanan kirinya.

"Itu sebuah mantera!" Taja menanggapi. Raojhin pun menoleh padanya.

"Maksudmu?" Raojhin beralih perhatian, tidak seberapa peduli makan siangnya. Demikian pun Taja. Mereka saling berbalas pandang.

"Ukiran itu bukan hanya sekedar ucapan biasa! Tapi itu sebuah mantera!" balas Taja.

"Tahu dari mana? Kamu menyimpulkan seperti itu?" Raojhin kurang mempercayai ucapan Taja.

"Seseorang mengatakannya padaku," kata Taja.

"Siapa?" tanya Raojhin.

"Entahlah, tiba-tiba dia muncul dari kerumunan praja pemanah sejak tadi siang," Taja membalas santai dan mulai menyuap nasi ke mulutnya.

"Dia berbisik. Sekejap saja, aku tidak melihatnya lagi," ujar Taja sembari mengunyah makanan di mulutnya.

"Bagaimana orangnya?" Lorr En ikut menanggapi, "Orang yang bilang bahwa Jiwa Murni adalah sebuah mantra?"

"Entahlah, aku pernah bertemu dia di Istana Kitab," jawab Taja berusaha mengingat-ingat, "Beberapa pekan lalu."

"Apa dia seumur kita?" Lorr En penasaran. Namun Taja tak segera menjawab, mengunyah makanannya terlebih dahulu, lalu hanya mengangguk ringan.

"Tidak 'kusangka, aku melihat dia lagi di Istana Pusaka. Tetapi sekarang, dia tidak kelihatan berada di ruangan ini bersama kita," sebentar menoleh kanan kiri, Taja sedikit heran.

"Setelah ini, kita akan mengikuti pelatihan perlombaan Memanah Jitu!" seorang praja tingkat menengah mengingatkan semua murid praja untuk bergegas.

Waktu istirahat dan makan siang dihabiskan dengan membicarakan Praja Tak Kasat Mata dan Pasvaati. Sampai datang kegiatan selanjutnya segera dimulai. Semua praja bergegas beramai-ramai menuju kawasan latihan memanah. Selama perjalanan menuju ke lokasi latihan, masih banyak orang-orang membicarakan kejadian aneh tentang Praja Tak Kasat Mata.

Taja memperhatikan gerak gerik semua orang tergabung dalam pelatihan memanah hari itu. Tidak ada yang aneh. Semua tampak normal. Tidak semua praja dikenal satu persatu, tapi tidak juga terlihat tanda-tanda yang janggal.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status