"Apa ...?!"
Sebuah suara lantang di antara sekawanan praja yang sedang makan bersama."Hilang lagi?!" balas yang lain."Benar! Satu porsi hilang lagi!""Aneh! Apa benar-benar ada hantu yang mencuri jatah makan siang?!" sahut yang lain menimpali.Taja duduk bersila di posisinya."Mereka membicarakan siapa?" tanya Taja, kebetulan praja di sebelahnya ikut gusar dan terkejut.Sebelah lainnya, Lorr En enggan menyentuh makanan di meja, "Ini daging apa?""Ular! Sangat lezat," jawab seorang praja yang lain dan mengejutkan Lorr En. Tampak dia bergidik. Semangkuk hidangan di tangannya segera disingkirkan. Akhirnya, ia harus melewatkan makan siang. Beruntung masih ada semangkuk madu hangat untuk menghilangkan dahaganya Sementara beberapa orang, baru saja usai makan.Mereka berjejer rapi dalam kegiatan makan siang bersama-sama. Di tengah pembicaraan tentang legenda Pasvaati, ada sesuatu yang menjadi topik lain.Ceritanya, regu pemanah terusik oleh kehadiran sesosok 'Tak Kasat Mata' selama ini diam-diam menyelinap di antara mereka. Hal ini sudah dilaporkan ke dewan guru. Bahkan Ketua Sujinsha sudah lama mencurigai hal ini. Ia pernah memerintahkan semua praja pemanah untuk mengumpulkan lencana mereka. Hasilnya, terkumpul 41 lencana. Padahal jumlah anggota regu praja pemanah hanya 40 orang.Kejadian kerap sekali, ketika semua praja sedang makan, ada jatah makan siang yang hilang secara misterius. Hanya regu Pemanah Ulung yang mengalami kejadian janggal seperti ini. Itulah desas desus yang terjadi."Apakah mungkin, hantu suka menyantap makanan orang hidup?" semakin marak terdengar rumor orang-orang membicarakan hal itu."Jatah makan siang yang hilang bisa diganti. Tetapi masalahnya, siapa pelakunya?"Taja hanya ikut mendengarkan siapa saja yang berbicara."Mungkin ... hantu itu dulunya praja yang menghilang beberapa tahun lalu, tidak pernah kembali dalam keadaan hidup.""Mereka bukan menghilang. Melainkan Penguasa Sekte Kakilangit meminta Tanapura untuk mengirim praja-praja terbaik, hampir setiap tahun.""Praja-praja yang dikirim itu ... tidak pernah kembali ...," sahut yang lain."Itu rumornya ....""Benar!""Praja terakhir yang dikirim ke Kakilangit adalah Praja Emas!""Jika tidak salah, nama praja itu adalah ...."Sejenak gosip terhenti, rasa ngeri menghantui pembicaraan mereka untuk sekedar mengucap sebuah nama."Raghil ...!""Raghil namanya! Praja Emas yang sekarang menjadi hantu!" tanpa sungkan, Raojhin tiba-tiba menyeletuk pembicaraan serius di antara mereka. Hanya dia yang berani menyebut nama seorang praja bernama Raghil, pernah marak dibicarakan kalangan Kesatuan Praja. Kepergian Raghil dari Tanapura, namun tidak pernah kembali lagi, menjadi permasalahan serius kala itu sampai sekarang."Kalian para praja, takut hantu!" tambah Raojhin, acuh tak acuh.Awalnya, Raojhin tidak peduli akan desas desus kasus Raghil. Dia lebih fokus pada pemikirannya sendiri. Namun kasus Praja Emas yang menghilang itu, menjadi topik perbincangan setiap waktu. Walaupun kejadiannya sudah setahun yang lalu. Akhirnya, Raojhin terbawa kisah Praja Raghil di tengah-tengah makan siang saat itu."Jiwa Murni?" sesekali Raojhin menggumam sendiri. Beralih pada hal lain yang lebih penting. Taja mendengar jelas Raojhin mengatakan itu. Kebetulan ia duduk di sebelah Raojhin, hanya berselang beberapa orang duduk bersila di antara keduanya."Berapa lama semadi yang dibutuhkan untuk memunculkan Jiwa Murni?" lanjut Raojhin bergumam sendiri. Tetapi cukup terdengar Taja, juga orang-orang di kanan kirinya."Itu sebuah mantera!" Taja menanggapi. Raojhin pun menoleh padanya."Maksudmu?" Raojhin beralih perhatian, tidak seberapa peduli makan siangnya. Demikian pun Taja. Mereka saling berbalas pandang."Ukiran itu bukan hanya sekedar ucapan biasa! Tapi itu sebuah mantera!" balas Taja."Tahu dari mana? Kamu menyimpulkan seperti itu?" Raojhin kurang mempercayai ucapan Taja."Seseorang mengatakannya padaku," kata Taja."Siapa?" tanya Raojhin."Entahlah, tiba-tiba dia muncul dari kerumunan praja pemanah sejak tadi siang," Taja membalas santai dan mulai menyuap nasi ke mulutnya."Dia berbisik. Sekejap saja, aku tidak melihatnya lagi," ujar Taja sembari mengunyah makanan di mulutnya."Bagaimana orangnya?" Lorr En ikut menanggapi, "Orang yang bilang bahwa Jiwa Murni adalah sebuah mantra?""Entahlah, aku pernah bertemu dia di Istana Kitab," jawab Taja berusaha mengingat-ingat, "Beberapa pekan lalu.""Apa dia seumur kita?" Lorr En penasaran. Namun Taja tak segera menjawab, mengunyah makanannya terlebih dahulu, lalu hanya mengangguk ringan."Tidak 'kusangka, aku melihat dia lagi di Istana Pusaka. Tetapi sekarang, dia tidak kelihatan berada di ruangan ini bersama kita," sebentar menoleh kanan kiri, Taja sedikit heran."Setelah ini, kita akan mengikuti pelatihan perlombaan Memanah Jitu!" seorang praja tingkat menengah mengingatkan semua murid praja untuk bergegas.Waktu istirahat dan makan siang dihabiskan dengan membicarakan Praja Tak Kasat Mata dan Pasvaati. Sampai datang kegiatan selanjutnya segera dimulai. Semua praja bergegas beramai-ramai menuju kawasan latihan memanah. Selama perjalanan menuju ke lokasi latihan, masih banyak orang-orang membicarakan kejadian aneh tentang Praja Tak Kasat Mata.Taja memperhatikan gerak gerik semua orang tergabung dalam pelatihan memanah hari itu. Tidak ada yang aneh. Semua tampak normal. Tidak semua praja dikenal satu persatu, tapi tidak juga terlihat tanda-tanda yang janggal.* * *"Pemanah Ulung, siapkan panah terbaikmu! Panjatlah dahan tertinggi. Bidik sasaranmu!"_______Sebuah pohon besar dijadikan tempat yang harus dipanjat oleh semua peserta lomba Memanah Ulung. Pohon besar dan menjulang tinggi, setiap cabang memiliki dahan yang dipasang simpul berbeda. Dahan yang lebih tinggi diikat simpul lebih banyak, artinya siapapun yang mencapai dahan tersebut akan mendapatkan nilai lebih banyak. Setiap satu simpul bernilai Seratus poin.Komando wasit berseru lantang, membakar semangat semua peserta pemanah."Kalian Pemanah Ulung, siapkan panah terbaik! Panjatlah dahan tertinggi. Bidik jitu sasaran terbaikmu!"Semua peserta praja pemanah mulai memanjat. Tampak Raojhin memimpin yang paling dulu berhasil ke dahan yang paling tinggi daripada praja-praja lainnya.Raojhin lincah, gesit, cekatan. Tanpa kesulitan ia berhasil memanjat ke cabang dengan tanda simpul sepuluh. Artinya, dia berada di posisi dahan dengan Seribu poin.Sementara di bawah, jarak puluhan langkah dari p
"Prasangkamu melebihi apa yang kau lihat! Jangan bermimpi memiliki Jiwa Murni! Semedi 100 tahun pun, tak akan berhasil!"________Tatap teduh seorang gadis Graha Tabib, mengenakan cadar di wajah, mengusapkan krim obat di pergelangan tangan Taja yang terluka.“Jangan terkena air dalam semalam, akan lama sembuhnya," ujar gadis itu singkat."Kamu ..., Shaninka?" Taja menyebut nama gadis Graha Tabib itu. Tidak sering, tetapi ini lebih dari sekali, Taja dirawat dia.Gadis itu membalas dengan tatap lembut, caranya menatap mewakili seulas senyum di balik cadar bergerak tipis."Ya."Taja memperhatikan Shaninka sedang membalut lukanya.“Kamu tabib yang baik dan lembut. Terimakasih.”“Aku hanya murid pengobatan, bukan tabib,” Shaninka, gadis bercadar itu menyanggah. Sepasang mata dan alisnya melengkung di antara celah cadar yang dikenakan.“Ada apa?” Shaninka menyelesaikan balutan terakhir di pergelangan tangan Taja akibat kejadian saat latihan Pemanah Ulung. Banyak juga luka di bagian kakinya.
"Tubuhku tidak menua, sukmaku pun tidak. Tubuhku tidak makan dan minum, tetapi sukmaku makan dan minum."________Pukul Babi Jantan*.Gong ditabuh sepuluh kali. Malam larut, Taja tidak juga terlelap. Beberapa kali ia tergugah. Pikirannya terhisap sesuatu. Bayangan sesosok muncul lagi dalam mimpi. Walaupun sekejap, jelas sesosok itu memanggil namanya.'Taja!'Tak terhitung mimpi itu. Semenjak ia mengenal dunia. Semakin jelas mimpi itu menjelma sesosok dirinya yang lain di suatu tempat entah di mana. Suasana sunyi senyap. Diam-diam ia beranjak meninggalkan ruangan.Langit cerah. Purnama hampir penuh menghiasi malam. Tampak bangunan Tanapura yang tenang. Taja terpikir untuk mendatangi Istana Kitab. Ia berjalan cepat-cepat sembari melihat sekeliling kalau-kalau ada penjaga patroli.Situasi mendukung untuk dia menunaikan keinginannya. Sebuah ambang pintu terbuka, dijaga satu orang penjaga.Taja menunjukkan lencana khusus ‘Pengunjung tanpa batas waktu’. Beruntung ia memiliki hak istimewa ini
"Pusaka Pasvaati memilih Sang Pewaris sehati dengan inti jiwanya."________Taja celingukan, berjalan mengikuti Radhit. Berbeda dengan Radhit melangkah santai, lurus, dan tanpa suara sedikitpun."Oh, iya. Dia hanya sukma. Seperti udara, tentu langkahnya tanpa suara," pikir Taja, melangkah penuh hati-hati sampai berjinjit tatkala melewati para penjaga pintu masuk dan keluar bangunan Istana Kitab. Aneh, para penjaga itu seperti dalam keadaan tidak waspada. Bahkan mereka layaknya orang yang tidur berdiri."Mantera Sirep berlaku beberapa saat saja. Kita harus bergegas sebelum mereka tersadar!" bisik Radhit tegas. Kedua lengannya bersedekap di dada. Begitulah cara dia berjalan santai."Mantera Sirep masal, berupa alunan seruling memeluk jiwa, melarutkan kesadaran siapapun yang mendengar," jelas Radhit singkat."Jadi, kau yang membuat mereka tertidur?" gumam Taja. Sempat terpikir, andai dia juga menguasai Mantera Sirep.Beberapa saat kemudian, mereka sampai di Istana Pusaka. Suasana lenggang
"Taja! Lari ...!" pekik Putri.Panik. Mengikuti Putri Alingga, Taja menyelinap keluar Istana Pusaka. Suasana mulai ramai didatangi para penjaga. Dari kejauhan, terdengar gong istana pertanda waspada.Kedua tangan Taja gemetaran, Putri Alingga merasakan juga. Digenggamnya tangan Taja, basah berkeringat. Masih terasa bagaimana Pasvaati di genggamannya. Itu yang membuat Taja lemas, takut, dan berdebar. Ditambah situasi mengancam, semakin menambah panik."Ini ... kemana ...?" tanya Taja gemetaran. Keringat membasahi leher dan pipinya. Ia terus mengikuti Putri Alingga. Setelah mengendap-endap di antara taman, mereka sampai di area yang banyak pancuran air."Pemandian wanita," jawab Putri Alingga."Apa?!" Taja tersentak. Tidak disangka putri membawanya ke tempat itu."Sssh ... jangan berisik! Ini satu-satunya jalur keluar menuju belakang istana," balas Putri Alingga, mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya."Tidak ada siapapun di area pemandian pada pukul sekarang ini," tambah Putri Ali
"Ada goa di bawah sungai air panas. Tolong, rahasiakan goa ini!"________Fajar telah berlalu. Tampak cakrawala timur, Sang Surya perlahan mulai terbit. Cahaya merasuk celah-celah dedaunan rimbun.Taja menapaki terjal, menuruni curam setapak, menikmati pagi berembun. Hawa air panas mulai terasa menguap dari permukaan sungai air panas. Ia benar-benar hampir lupa kejadian semalam di Istana Pusaka.Beberapa saat lalu, masih diingatnya saran Putri Alingga tentang goa bawah sungai.'Mungkinkah goa itu benar-benar ada?''Apakah ada orang lain yang menemukan tempat itu sebelum aku?' pikir Taja.Rasa penasaran berkecamuk di benaknya. Bukan hanya tentang goa bawah sungai. Tetapi, sosok Tajura. Benarkah sekuat ini terhubung dengan sosok itu.'Jika bukan dia, lalu siapa sesosok yang selama ini menghantui mimpiku?'Taja mulai menapaki tepian sungai berkerikil. Airnya terasa hangat sampai ke tulang lutut. Namun ia dikejutkan seseorang yang sudah berada di tepi sungai lebih dulu.Taja melihat seseor
Gemercik arus sungai menjauh.Taja dan Raojhin menelusuri kedalaman goa, bergerak menjauh dari mulut goa tertutup aliran sungai. Ternyata rongga di dalam goa, semakin ke dalam semakin luas. Banyak bebatuan sepanjang air tergenang yang tenang. Suasana di kedalaman goa, terasa sangat hening. Banyak lorong rongga membentuk labirin, menembus rongga lainnya dan berakhir ke perut goa."Hup!"Raojhin melompati bebatuan licin dan agak terendam air. Diikuti Taja dengan gesit melompati bebatuan.Lagi-lagi tanpa aba-aba, mereka seolah berlomba melompati bebatuan. Di antara mereka, acapkali muncul persaingan.Raojhin terhenti sebentar di sebuah batu dan memasang kuda-kuda. Mendapatkan posisi seimbang.Taja melihat gelagat Raojhin bersiap-siap menanggapi.Raojhin melempar pukulan ringan ke arah Taja, namun berhasil ditangkis."Mau bertarung?!" Taja melompat mundur, berpijak pada batu besar di belakangnya."Tempat ini sempurna untuk berlatih!" sambut Raojhin, haus pertandingan."Sering-sering kita k
"Jurus apa itu?!"Pekik Taja."Tapak Sengatan Naga!" balas Raojhin menyebutkan jurus andalannya.Jurus tapak Raojhin bukan serangan mematikan tetapi cukup mengakibatkan memar di kulit dan menimbulkan rasa gatal yang menyengat. Taja kecolongan. Ia tak mau lagi mengalah."Wah, benar-benar harus bertarung?!" Taja tak menyangka, tantangan berubah perkelahian serius."Mau menjadi regu bersamaku?!" Raojhin menyeringai. Raut mukanya menunjukkan rasa puas dan sorot mata tajam."Tunjukkan dulu kemampuanmu!" rupanya Raojhin sangat selektif untuk menerima anggota regu. Terlebih-lebih Taja yang menawarkan itu.Sementara Raojhin merasa telah berhasil memberi pelajaran, Taja masih mengusap bekas pukulan tapak sengatan naga yang membuat nyeri dadanya. Tidak disangka Raojhin memiliki jurus aneh seperti itu. Sekali lagi diusapnya dada bekas pukulan itu, ditekan memutar sampai sedikit reda sakitnya."Bayangkan itu mengenai nadi lehermu, akan sangat fatal!" Raojhin menaruh empati, tapi tidak menyesal aka