Author POV
Siang berganti malam, tahun lama berganti tahun baru, begitu pun Januari yang juga telah berganti menjadi Februari. Begitulah Nathan menjalani hari-harinya selama masa pemulihan pasca operasi.
Pria bersurai coklat itu belum diperbolehkan melakukan aktivitas apapun selain berbaring di tempat tidur.
Mungkin bagi sebagian orang, berbaring di atas ranjang tanpa mengerjakan apapun adalah nikmat surga yang tak terbantahkan.
Tapi tidak bagi Nathan.
Bagi pria itu, berbaring di atas ranjang sama saja dengan siksa neraka. Pria itu tidak menikmatinya sama sekali, bahkan ia sering mengeluh terang-terangan karena tidak bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa.
“Nathan ...!” tegur Klara saat memergokinya duduk di kursi PC nya.
“Uuurrgh ... Klara, kumohon sekali sajaa ...! Aku ingin memeriksa beberapa dokumen—”
“Tidak Nathan. Ingat kata dokter? Kamu harus istirahat sampai benar-benar puli
Klara POV Di pagi hari yang cerah namun dingin ini, terjadi suatu kebetulan yang sangat jarang terjadi. Kalau kalian ingin tahu, pagi ini aku dan Dorothy naik satu bus yang sama saat menuju tempat kerja. "Klara ... bagaimana keadaan suamimu sekarang?" tanya Dorothy sembari menoleh ke arahku. "Hmm ... sekarang dia sudah kembali bekerja seperti biasa," sahutku pelan. "Syukurlah kalau begitu. Aku dengar dari Alex kalau kondisinya cukup parah," ujarnya lagi. "Yaah, begitulah ... ceritanya panjang ...," sahutku seadanya. "It's okay kalau tidak mau cerita, itu pasti jadi momen yang sangat berat untukmu beserta keluarga," ucap Dorothy dengan sedikit bersimpati. "Terima kasih ...," ucapku sembari tersenyum tipis. Sekitar sepuluh menit kemudian, aku dan Dorothy sampai di halte dekat studio. . . . "Oh my God, Klaraaa!! Akhirnyaa k
AuthorPOV "Klara ... tadi Ibu kasih tahu, kalau besok asistennya akan kemari untuk mengantarkan dress dan jas untuk kita," ujar Nathan sembari fokus menyetir. "Oh iya, minggu depan Ibu ulang tahun ya. Hmmm ... kira-kira kita beri hadiah apa ya?" sahut Klara sembari mengerutkan alisnya, seperti sedang berpikir keras. "... Kamu masih ingatkan jawaban Natalie sewaktu kita tanya soal hadiah? Yaa ... aku yakin seribu persen jawabannya akan sama persis," ujar pria itu lagi dengan ekspresi datar. "Ooohh ... oke, sama-sama susah yaa ...," balas wanita itu dengan alis berkerut. "Umm, kalau dipikir-pikir lagi, soal itu ... kita belum benar-benar membicarakannya, kan ...," ujar Klara lagi, timbul rona merah di pipinya. "Hmmm ... soal anak?" ujar pria itu, memperjelas maksudnya. Wanita bersurai biru navy itu mengangguk pelan, masih dengan rona merah.
Author POV Lima hari sebelum hari ulang tahun Mrs. Emily—ibu mereka, Nathan dan Klara sepakat untuk pergi ke mall sepulang dari kantor. Mereka berdua ingin membeli hadiah untuk sang Ibunda tercinta yang tahun ini akan genap berusia lima puluh tahun. "Hmmm ... kira-kira Ibu suka tidak kalau kita belikan kalung?" tanya Klara sembari melihat-lihat toko perhiasan. "Ibu kurang suka memakai perhiasan, ia hanya akan menggunakannya kalau ada acara resmi saja," sahut Nathan. "Ooh ... begitu," menghela napas pelan, "kalau gelang?" tanya wanita itu lagi. "Ibu juga tidak suka itu," balas Nathan dengan datar. "Hmmm ... lalu Ibu suka apa?" tanyanya lagi untuk yang kesekian kalinya. "Ibu suka benda-benda yang berhubungan dengan seni rupa," jawab pria bersurai coklat itu. "Hmm ... begitu ...," ujar Klara sembari berpikir sejenak. Setelah mendapat ide, ia langsung menarik tangan Nathan
Author POV "Eh? Maksudnya aku lucu seperti badut?" tanya Natalie, masih dengan ekspresi jengkel bercampur bingung. Tidak memberi jawaban, pria bersurai biru gelap itu cuma menghela napas berat. Namun, dari sorot matanya terlihat seperti menyiratkan sesuatu. Entah apa itu ... Tak kunjung mendapatkan respon darinya, Natalie kembali membalikan badannya seperti tadi dan berjalan masuk meninggalkannya sendirian di sana. Setelah gadis itu hilang dari penglihatannya, pria bersurai biru gelap itu menghela napas berat lagi untuk yang kesekian kalinya,guna menghilangkan rasa gugupnya. Ia pun terduduk di kursi tadi seperti semula. "Kenapa aku tidak bisa mengatakannya ...?" bisiknya dengan kepala tertunduk. Satu tangannya mengacak-acak rambutnya. . . . Beberapa hari berlalu sejak itu, tak terasa kalau hari ini sudah memasuki pertengahan bulan. Musim dingin berganti m
Author POV "Hmm ... anak itu tetap tidak mau pulang juga ya," ujar seorang pria paruh baya dengan nada sinis. "Apa kami boleh memaksanya sedikit, Tuan?" tanya salah satu asistennya dengan lugas. "Tidak. Untuk saat ini tidak perlu. Biarkan anak itu melakukan sesuka hatinya selama dia tidak mengganggu rencanaku," ujar pria itu lagi dengan nada sinis. "Terkait hal itu, saya sudah menghubungi beliau untuk rencana selanjutnya. Kabar baiknya, beliau bilang kalau hari ini dia akan melancarkan aksinya," imbuh asistennya lagi. "Baguslah kalau begitu. Aku tidak sabar menunggu kabar gembira darinya. Semoga kali ini hasilnya tidak mengecewakanku," ujar pria itu, dengan nada sinis. . . . "Lho? Kamu tidak jadi ke toilet?" tanya Dorothy sembari menatapnya heran. "Berkat wanita cantik itu, aku tidak jadi sakit perut ...," sahut Gavin, masih dengan mata berbinar-binar. Seperti sedang membayangka
Author POV "Lho ...? Di mana Klara?" ujar Nathan bingung sembari mengucek-ucek matanya. Saat dirinya baru saja membuka kedua matanya, ia mendapati sosok istrinya sudah tidak ada di sampingnya. Hanya tinggal dia seorang diri di atas ranjang berukuran king size tersebut. Alhasil, pria itu langsung beranjak dari kasur untuk mencarinya. Ia mencoba mencari keberadaan istrinya dengan berkeliling ke semua sudut ruangan. Tapi sosok yang dicari-cari itu tetap tidak kelihatan ujung batang hidungnya sedikit pun. Kemudian, saat pria itu mencoba mencarinya di kamar tidur milik istrinya, ia malah mendapati jam tangan ber-GPS milik istrinya tergeletak di atas meja kerjanya. 'Tumben sekali Klara tidak menggunakan jam tangannya. Ada apa ya? Apa mungkin dia terburu-buru sampai lupa memakainya ...?' batin Nathan, diiringi dengan perasaan heran sekaligus curiga. Untuk saat ini, ia masih mengesampingkan
Author POV "Kemari dan lihat ini," pinta Klara sembari meng-klik folder berisi kumpulan video yang ia lihat semalam. Tanpa mengatakan sepatah katapun, Nathan menurutinya dan mulai duduk di kursi miliknya. Setelah itu, Klara mulai memutar videonya sesuai urutan dan mempersilahkan suaminya untuk menyimak terlebih dahulu isi dari video tersebut secara keseluruhan. . . . Usai melihat isi video tersebut, lagi-lagi Nathan terdiam seribu bahasa. Tidak berkomentar apa-apa. Mungkin sekarang otaknya masih memproses makna dari isi video yang baru saja ia lihat. Ternyata video tersebut adalah rekaman cctv tentang kecelakaan maut yang menimpa kedua orang tua dan adik Klara yang terjadi tiga belas tahun yang lalu. Di video itu ditampilkan pula sosok penabraknya yang tak lain adalah ayah mertuanya sendiri—Mr. Jonathan.
Author POV Di Sabtu siang yang cerah, tampak sepasang muda mudi sedang jalan-jalan mengitari sebuah taman bunga. Pasangan tersebut tak lain adalah Alex dan Dorothy. "Hmm ... sejak minggu lalu kamu tampak murung. Ada apa?" tanya Dorothy penasaran. "Umm ... aku sedang memikirkan sesuatu," sahut Alex, tampak sedikit ragu. "Apa itu?" tanyanya lagi. "Well ... masalah kerjaan ... as always," jawab pria itu usai terdiam sejenak. "Hmmm ...? I know you very well," sanggah wanita cantik itu. "Kamu lagi bohong, kan?." Seketika itu juga, langkahnya terhenti lalu menghela napas pelan. "Maaf ... tapi, aku sudah berjanji pada beliau untuk merahasiakannya ...." Mendengar hal itu, Dorothy hanya diam menatapnya. Sepertinya ia sedang mencoba untuk memahami kekasihnya itu. Kalau boleh terus terang, wanita itu tidak suka bila kekasihnya itu menyembunyikan s