Share

1. RAJA KETIGA DI HARI PENOBATANNYA

Tahun 2050 

Suara terompet terdengar dari tempat di mana Arsyanendra sedang mengganti pakaian tidurnya. Iring – iringan drum band milik istana pun juga sudah mulai terdengar suaranya oleh Arysanendra dari tempatnya mengganti pakaiannya. Dengan sedikit malas, Arsyanendra memanggil kepala pengawalnya yang sedang berdiri dari bilik pembatas di ruangan tempatnya sedang berganti pakaian. 

“Surendra. . .” 

Surendra, pria berusia 32 tahun yang selalu setia berdiri di sisi Arsyanendra sejak usia 12 tahun mengangkat kepalanya sedikit ketika mendengar panggilan Rajanya. 

“Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?” 

Arsyanendra yang saat ini sedang mengganti pakaiannya dibantu dengan beberapa pelayan istana mulai bicara tentang sesuatu yang membuatnya merasa kesal. 

“Sepertinya aku mendengar pasukan drum band di luar?” 

“Ya, Yang Mulia. Sekretaris istana yang telah menyiapkan segalanya untuk hari perayaan diangkatnya Yang Mulia menjadi Raja Ketiga Negara Hindinia hari ini. Dengan pasukan drum band dan pasukan khusus dari istana, Yang Mulia hari ini akan berkeliling di jalanan utama Ibu Kota Jako Arta.” 

Mendengar penjelasan dari kepala pengawalnya, Arsyanendra mengembuskan napas panjangnya ketika membayangkan apa yang harus dilaluinya hari ini setelah enam bulan berat yang dilaluinya sebelum akhirnya bisa mendapatkan posisinya hari ini. 

“Bukankah aku berpesan kepada Sekretaris istana untuk membuatkan perayaan yang paling sederhana untukku, Surendra?” 

Surendra menundukkan kepalanya sedikit menyadari kesalahannya dan kemudian bergegas memberikan jawaban untuk pertanyaan Rajanya. 

“Ya, Yang Mulia. Pesan Yang Mulia sudah saya sampaikan kepada sekretaris istana dua hari yang lalu. Tapi menurut sekretaris istana, Yang Mulia sebagai Raja Ketiga Negara Hindinia pantas mendapatkan perayaan yang besar di hari penobatan Yang Mulia. Rakyat dari kaum Proletar yang jumlahnya sangat besar mengagumi Yang Mulia dan mulai menyebut Yang Mulia sebagai pahlawan mereka.” 

Senyuman kecil terbentuk di bibir Arsyanendra. “Benarkah itu, Surendra?” 

Masih dengan menundukkan kepalanya, Surendra menjawab pertanyaan Rajanya. “Ya, Yang Mulia. Bagi kaum proletar, Yang Mulia sekarang adalah pahlawan mereka.” 

Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya dan melihat ke arah beberapa pelayan istana yang saat ini sedang membantunya mengenakan pakaian kebesaran Hindinia di hari penobatannya sebagai Raja Ketiga Hindinia. Arsyanendra kemudian membuka mulutnya dan berbalik bertanya kepada para pelayan istana. 

“Apakah ada dari kalian yang berasal dari kaum proletar?” 

Para pelayan istana kemudian menghentikan pekerjaannya sejenak dan kemudian menjawab pertanyaan Rajanya. 

“Kami semua berasal dari kaum proletar. Sebuah kehormatan bagi kami bisa melayani Yang Mulia dan bekerja di istana yang megah ini.” 

“Benarkah itu? Benarkah yang kudengar dari ucapan kepala pengawalku, Surendra?” 

Arsyanendra mengajukan pertanyaan lagi kepada beberapa pelayan istana dan dengan cara yang sama para pelayan istana kemudian menjawab pertanyaan Arsyanendra. 

“Benar, Yang Mulia. Kami semua adalah penggemar Yang Mulia. Bagi kami kaum proletar, Yang Mulia adalah pahlawan kami.” 

Senyuman kecil di bibir Arsyanendra kemudian melebar mendengar ucapan dari para pelayan istananya. Arsyanendra kemudian berbicara di dalam benaknya sembari menatap para pelayan istana yang sedang membantunya berpakaian. 

Andai saja, Ayah masih hidup dan mendengar semua ini. Pasti Ayah akan sangat senang mendengarnya. 

“Yang Mulia. . .” 

Panggilan itu menyadarkan Arsyanendra yang saat ini sedang berbicara di dalam benaknya mengingat sosok Ayahnya yang telah meninggal sembilan tahun yang lalu. 

“Ada apa?” 

Arsyanendra bertanya kepada pelayannya yang memanggil dan membuatnya sadar dari lamunan kecilnya. 

“Sudah selesai, Yang Mulia.” 

Dengan tersenyum, Arsyanendra menjawab, “Terima kasih, kalian bisa pergi.” 

Arsyanendra kemudian memandang dirinya sendiri di depan cermin besar di hadapannya. Arsyanendra menatap keseluruhan dirinya yang mengenakan pakaian resmi kerajaan yang berwarna putih dan merah. Pakaian putih yang khas dari Hindinia yang modelnya hampir mirip dengan seragam militer Hindinia, jubah merah yang terpasang di belakang serta mahkota emas yang kini terpasang di kepalanya. Arsyanendra tersenyum memandangi dirinya sendiri yang kini terlihat begitu berbeda dengan dirinya enam bulan yang lalu. 

“Bagaimana menurutmu, Surendra?” 

Arsyanendra memanggil kepala pengawalnya yang juga merupakan gurunya sejak remaja. 

Surendra berjalan dan berdiri lebih dekat dengan Arsyanendra dan melihat sosok Rajanya kini terlihat penuh dengan pesona wibawanya. Dengan menundukkan sedikit kepalanya, Surendra memberikan komentarnya kepada Arsyanendra. 

“Yang Mulia memang pantas mengenakan pakaian itu.” 

Senyuman di wajah Arsyanendra kemudian perlahan menghilang dan berubah menjadi wajah sendu ketika menatapi dirinya dengan pakaian resmi kerajaan. 

“Harusnya sepuluh tahun yang lalu, Ayahku juga mengenakan pakaian yang sama denganku. Harusnya saat ini, Ayah berdiri bersamaku dan melihatku mengenakan pakaian ini.” 

Mendengar ucapan sedih keluar dari mulut Rajanya, Surendra yang sudah mengenal Arsyanendra ketika Ayahnya, Davendra Balakosa tidak bisa banyak berkata. Yang keluar dari mulut Surendra hanyalah dua kata. 

“Yang Mulia.” 

Arsyanendra paham maksud dari ucapan dan panggilan kepala pengawalnya itu. Dengan cepat, Arsyanendra kemudian mengatur mimik di wajahnya dan membuang wajah sendu yang sempat lewat di wajahnya. Dengan cepat, Arsyanendra kemudian memasang senyuman palsu yang biasa dilakukannya ketika menghadapi rakyatnya dan sepuluh pemimpin kaum aristokrat. 

“Kamu siap, Surendra?” 

Arsyanendra berbalik dan kemudian menatap Kepala Pengawalnya yang sejak tadi berdiri di belakangnya. 

“Saya siap, Yang Mulia. Demi Yang Mulia dan kedamaian di negeri ini nantinya, nyawa pun akan saya berikan.” 

Arsyanendra tersenyum mendengar ucapan Surendra, kepala pengawal dan juga orang kepercayaannya yang paling setia. 

“Setelah kita melangkah hari ini, tidak ada lagi jalan kembali. Aku akan mengajukan pertanyaan lagi padamu, Surendra. Kamu yakin masih ingin berjalan bersamaku? Di sisiku?” 

Tanpa banyak berpikir, Surendra kemudian menjawab pertanyaan Rajanya. “Kehormatan bagi saya bisa berdiri di sisi yang sama dengan Yang Mulia. “ 

“Baiklah kalau begitu. . . Ayo kita nikmati pesta hari ini sebelum pertempuran panjang yang menanti di kemudian hari.” 

Setelah mengatakan hal itu, Arsyanendra kemudian keluar dari ruangan gantinya diikuti oleh kepala pengawalnya, Surendra dan belasan kepala pengawal lainnya. Melewati lorong panjang istana yang megah, Arsyanendra yang mengenakan jubah merah yang panjang berjalan di atas karpet merah dengan penuh wibawa. Semua pelayan yang ada di dalam istana berbaris rapi di sepanjang jalan yang dilewati oleh Arsyanendra. Dengan menundukkan kepalanya sebagai bentuk rasa hormatnya, para pelayan istana mengantarkan kepergian Rajanya untuk menghadiri penobatannya di Aula istana. 

Di ujung lorong yang panjang, sebuah pintu besar terbuka. Arsyanendra dengan pasukan yang berada tepat di belakangnya kemudian memasuki Aula besar. Semua tamu yang hadir segera berdiri dan menundukkan kepalanya ketika melihat Arsyanendra mulai memasuki aula dan di saat yang sama memberikan salam kepada Arsyanendra. 

“Salam, Yang Mulia.” 

Arsyanendra menghentikan langkahnya sejenak diikuti oleh belasan pasukan istana di belakangnya dan kemudian membalas sapaan dari tamu – tamu yang hadir dalam penobatannya menjadi Raja Ketiga Negara Hindinia. 

“Salam, para rakyatku.” 

Setelah mengatakan itu, Arsyanendra kemudian melangkah lagi hingga ke atas podium dengan pemuka agama yang sudah menunggunya di atas podium. Surendra dan belasan anak buahnya menunggu di jalanan tadi berdiri dengan semua tamu yang hadir.

Kepala pemuka Agama hari ini adalah Yasawirya Pranaya yang merupakan satu dari sepuluh keluarga pemimpin kaum aristokrat. Dengan suaranya yang lantang, Yasawirya Pranaya memulai penobatan Arsyanendra Balakosa dengan hikmat. 

“Hari ini pada tanggal 2 bulan Mei tahun 2050, seorang Pria dengan nama Arsyanendra Balakosa diangkat menjadi Raja Ketiga Negara Hindinia. Raja Muda yang telah gagah berani membela dan menyelamatkan seluruh rakyatnya. Raja Muda yang kelak akan memimpin kita dan Negara ini menuju kedamaian.” 

Yasawirya Pranaya kemudian menundukkan kepalanya sebagai bentuk penghormatannya kepada Arsyanendra. 

“Semoga kelak Yang Mulia bisa memimpin Hindinia dengan penuh keadilan dan kebijaksanaan. Yang Mulia Arsyanendra Balakosa.” 

Setelah mengatakan hal itu semua tamu, pengawal dan pelayan istana kemudian menganggukkan kepalanya memberi penghormatan kepada Arsyanendra dan bersama – sama mengucapkan kalimat yang sama. 

“Selamat kepada Yang Mulia Arsyanendra Balakosa.” 

Arsyanendra menatap semua tamu, para pengawalnya dan para pelayan istananya. Dengan senyuman kecil di bibirnya, Arsyanendra melihat kepala semua orang tertunduk ke bawah dengan tidak ada satu pun dari mereka yang berani memandang wajahnya. Dalam benaknya, Arsyanendra berbicara kepada dirinya sendiri.

Satu. Kaum aristokrat yang penuh dengan kebusukan. 

Dua. Kepala keluarga aristokrat yang hanya sibuk mengisi perutnya masing – masing. 

Tiga. Putra Jahan Balakosa yang penuh amarah dan rasa dendam. 

Jalan ini benar – benar jalan yang terjal, sepi dan tidak memiliki jalan kembali. 

Takhta ini. 

Mahkota ini. 

Istana ini.

Serta panggilan Yang Mulia ini, adalah hal begitu diinginkan oleh semua orang namun begitu aku benci. Kalian begitu menginginkannya hingga melukai banyak orang, hingga dengan mudahnya menghabisi banyak nyawa. 

Dengan menggunakan hal yang begitu kalian inginkan ini, aku akan membuat perhitungan dengan kalian semua. 

Aku akan membalaskan kematian ayahku yang tragis. 

Aku akan membalaskan kematian kekasihku yang tragis. 

Ayah, Indhira. Tunggu aku membalaskan dendam kalian kepada tiga musuh kalian dan musuh negara ini. 

Aku, Arsyanendra Balakosa, Raja Ketiga Hindinia dengan ini berjanji akan membalaskan dendam kalian dan membuat mereka merasakan penderitaan yang sama mengerikannya dengan yang kalian rasakan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status