Tahun 2019, sebuah wabah datang dan melanda bumi, dikenal dengan nama Corona. Wabah Corona menyebar dengan cepat dan dalam hitungan beberapa bulan berhasil menyebar ke seluruh belahan bumi, baik itu selatan, utara, timur dan barat. Tak ada satu pun negara di bumi ini yang bisa terhindar dari wabah Corona.
Karena keganasan wabah Corona, banyak nyawa manusia yang melayang dengan jumlah yang cukup besar, bukan hanya puluhan juta atau ratusan juta melainkan milyaran nyawa manusia berhasil direnggut wabah Corona dan membuktikan keganasan dari Corona dalam sejarah dunia. Pemerintah dari berbagai negara mulai mengalokasikan sebagian dananya dalam upaya memberantas wabah dan menyelamatkan nyawa rakyat – rakyatnya. Sayangnya. . . seberapa keras usaha yang dilakukan pemerintah di seluruh penjuru dunia, Wabah Corna tidak bisa diberantas dan terus merenggut nyawa manusia di seluruh penjuru dunia.
Wabah Corona yang menyerang dalam jangka waktu hampir sepuluh tahun lamanya menyebabkan kemerosotan ekonomi dan seluruh sektor di seluruh belahan dunia, tidak terkecuali teknologi. Berkat Corona, kemunduran peradaban mulai dirasakan di seluruh belahan dunia. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun sejak Corona berakhir, puluhan negara perlahan mulai mengumumkan kebangkrutannya dengan jumlah hutang yang sangat fantastis dan hanya menyisakan beberapa negara dengan kekuatan adikuasa yang mampu bertahan melewati efek berantai dari wabah yang menyebar di seluruh dunia.
Ekonomi dunia yang semakin merosot menyebabkan suplai makanan pada rakyat mulai terganggu. Sejak Corona berakhir, jumlah manusia yang lahir dan mati berbanding terbalik dan lonjakan kelahiran yang besar setelah kematian dalam jumlah banyak terjadi. Perekonomian yang hancur, peradaban yang mulai mundur dan suplai bahan makanan yang tidak mencukupi menjadi penyebab kerusuhan yang terjadi hampir di seluruh penjuru dunia.
Kerusuhan yang tidak bisa dibendung kemudian menyebabkan terjadinya pemberontakan dan kudeta di puluhan negara. Pemerintahan yang sudah dalam keadaan bangkrut kemudian tidak lagi bisa mengendalikan sistem pemerintahan hingga perlahan menyebabkan kegagalan sistem pemerintahan dan kehancuran puluhan negara.
Perebutan kekuasaan dengan alasan makanan dan bahan makanan pun mulai terjadi di seluruh penjuru dunia tidak terkecuali Negara Hindinia. Hindinia, negara dengan sistem pemerintahan Monarki Absolut pun tidak bisa terhindarkan dari pemberontakan dan kudeta yang terjadi hanya dengan alasan makanan. Enam belas tahun setelah pengumuman awal penyebaran wabah Corona dan lima tahun setelah pengumuman kebangkrutan yakni tahun 2035, Ekaraj Balakosa bersama dengan sepuluh sahabatnya berhasil menghentikan dan meredam pemberontakan dan kudeta di Negara Hindinia.
Keberhasilan Ekaraj Balakosa kemudian membawa dirinya menjadi Raja Pertama Negara Hindinia setelah kehancuran sistem pemerintahan. Ekaraj Balakosa yang merupakan keturunan bangsawan dari keluarga Kerajaan kemudian diangkat menjadi Raja Pertama Negara Hindinia yang baru. Sedangkan sepuluh sahabatnya diberi hak istimewa berkat usahanya dan kemudian memegang beberapa posisi penting di pemerintahan di bawah kepemimpinan Ekaraj Balakosa. Lima tahun lamanya, Negara Hindinia yang baru hidup dalam kedamaian di bawah kepemimpinan Ekaraj Balakosa hingga Raja Kedua, Jahan Balakosa dinobatkan sebagai raja berikutnya.
Jahan Balakosa, pangeran kedua yang merupakan anak dari Ekaraj Balakosa melengserkan Putra Mahkota yang merupakan putra pertama dari Ekaraj Balakosa, Davendra Balakosa melalui serangkaian skenario licik yang telah disusunnya dengan beberapa bangsawan yang termakan rencana busuk Jahan Balakosa. Setelah melengserkan kakaknya, Jahan kemudian menjadi putra mahkota dan tidak lama kemudian naik takhta menjadi Raja Kedua Negara Hindinia.
Pemerintahan Jahan yang semena – mena dengan kekuasaan yang tidak terbatasi membuat jurang besar di antara rakyatnya hingga terbagi menjadi dua kaum, yakni aristokrat dan proletar yang menuai banyak kontroversi. Jahan Balakosa memberikan banyak hak istimewa kepada kaum Aristokrat dan membuat kaum proletar layaknya kaum terbuang. Namun, tak satupun dari mereka, kaum proletar yang tidak setuju dengan Jahan Balakosa berani angkat bicara.
Raja Kedua, Jahan Balakosa dikenal dengan kekejamannya dalam memerintah hingga bahkan berani menjatuhi hukuman mati pada Kakaknya, Davendra Balakosa yang telah menerima nama pangeran terbuang hanya untuk membuktikan kekuasaannya.
Pemerintahan Jahan Balakosa berlangsung selama sepuluh tahun lamanya hingga sebuah kudeta yang dipimpin oleh Arsyanendra Balakosa, putra dari Putra Mahkota yang dilengserkan, Davendra Balakosa. Dengan tangannya sendiri, Arsyanendra Balakosa berhasil membunuh Jahan Balakosa dan kemudian naik takhta menjadi Raja Ketiga Negara Hindinia. Dengan membawa dendam dan tujuan tersembunyi dalam setiap langkahnya, Arsyanendra Balakosa duduk di takhta dengan mahkota di kepalanya memimpin Negara Hindinia dan berusaha mengendalikan kaum aristokrat yang sudah mulai kehilangan kendali. Dengan membawa Nama Raja Ketiga Negara Hindinia, Arsyanendra Balakosa mulai melancarkan aksi – aksinya dan memulai revolusi dalam usahanya menyelamatkan negara dan rakyatnya yang sudah hancur karena ulah Jahan Balakosa.
Ini adalah kisah Raja Ketiga dari Negara Hindinia, Arsyanendra Balakosa yang dikenal kejam sekaligus penyayang. Yang dikenal menjadi musuh paling berbahaya bagi kaum aristokrat namun menjadi pahlawan di mata dan hati kaum proletar.
Ini adalah kisah Raja Ketiga dari Negara Hindinia, Arsyanendra Balakosa yang menjadi raja tersingkat dalam sejarah Negara Hindinia dengan lama pemerintahan hanya satu tahun lamanya.
Kisah yang melegenda dalam sejarah Negara Hindinia yang dikenal sebagai awal revolusi pemerintahan baru di Negara Hindinia dan penyelamat rakyat Hindinia dari jurang kehancuran.
Ravania yang baru bisa kembali seminggu kemudian setelah menemani Zia Pramanaya yang terluka, berharap bisa bertemu dengan Arsyanendra ketika kembali ke ibu kota. Namun bukan kebahagiaan yang didapatkan Ravania ketika kembali ke ibu kota.Ini tidak mungkin, pikir Ravania.Begitu tiba di ibukota, seluruh bendera hitam di pasang di sepanjang jalan. Bendera yang sama seperti bendera di mana Raja Pertama dan Raja Kedua dinyatakan meninggal.“Maafkan aku, Nona Zia. Aku harus segera ke istana. Yang Mulia, aku harus bertemu dengan Yang Mulia.”Ravania berlari lebih dulu menuju ke istana dengan harapan bahwa apa yang terlintas di dalam benaknya saat ini adalah salah. Ravania mengabaikan para penjaga gerbang istana yang menundukkan kepalanya ketika melihat Ravania tiba. Ravania terus berlari dan mengabaikan banyak pelayan istana dan pengawal istana yang menundukkan kepalanya kepada Ravania dan memberikan salamnya kepada Ravania.
Ravania bersama dengan Virya dan Narendra butuh waktu dua hari untuk memastikan seluruh pasukan bantuan datang, membaginya menjadi empat dan membawanya ke ibu kota. Dalam perjalanannya, pasukan bantuan yang dikomandoi oleh Narendra masih harus melawan pasukan milik empat dewan penjaga perbatasan Hindinia yang akan berangkat ke ibu kota.Untuk melawan pasukan perbatasan yang dipimpin oleh empat kepala keluarga kaum aristokrat, Narendra dan pasukan tambahannya membutuhkan waktu tiga hari untuk menjatuhkan semua pasukan perbatasan. Di hari terakhir, Narendra bersama dengan pasukan bantuannya berhasil menyelamatkan pasukan yang dipimpin oleh Zia Pramanaya yang ditawan oleh pasukan perbatasan milik empat kepala keluarga kaum aristokrat.“Nona Zia,” teriak Ravania.“Akhirnya kalian datang, meski sedikit terlambat. . .”“Jangan banyak bicara, Nona Zia. Luka – luka Nona bisa semakin parah karena Nona ber
Persediaan makanan yang semakin menipis, jumlah pasukan yang terluka yang semakin banyak serta suara ledakan dari perang di ibu kota terdengar oleh Arsyanendra bersama dengan Surendra yang terus menyusun pasukannya bersama dengan panglimanya.“Pasukan milik Nona Zia juga mengalami hal yang sama, Yang Mulia. Mereka tidak akan bertahan lebih dari tiga hari menahan pasukan perbatasan yang datang dari empat penjuru arah.”“Lalu bagaimana jika pasukan milik Zia berhasil ditembus, berapa lama lagi kita bisa menahan pasukan milik Arkatama dan pasukan milik perbatasan?”Arsyanendra memikirkan kemungkinan terburuk dalam peperangan yang akan terjadi beberapa hari ke depan.“Paling lama tiga hari setelah pasukan milik Nona Zia ditembus, Yang Mulia. Jumlah makanan yang semakin menipis, obat – obatan yang juga semakin banyak serta banyak menimbang jumlah pasukan yang tersisa bersama dengan jumlah granat dan p
Keesokan harinya, Ravania bersama dengan Ardizya, Virya dan Narendra Balakosa pergi keluar istana dengan menggunakan jalur rahasia yang tersembunyi di hutan istana.“Guru, apa benar jika kita meninggalkan Yang Mulia seorang diri?”“Ini perintah Yang Mulia. Apapun yang terjadi kita harus melaksanakan perintahnya. Terlebih lagi. . . aku dan Virya punya tugas khusus yang harus kami kerjakan ketika berhasil keluar dari Jako Arta.”“Tugas? Tugas apa itu?”“Membawa pasukan dari negara tetangga,” jawab Virya Balakosa.“Apa maksudnya dengan itu, Nona Virya??”“Selain kalah jumlah, pasukan milik Yang Mulia lebih banyak berisi kaum proletar yang tidak ahli dalam berperang. Jadi Yang Mulia sengaja mengirimku keluar untuk meminta bantuan kepada negara tetangga dan membuatku untuk bernegosiasi dengan mereka.”Mulut Ravania tertutup sembari m
“Bagaimana dengan pasukan kita, Surendra? Jika seandainya kita berperang dalam waktu dekat, apakah kita akan siap untuk melawan mereka?”Arsyanendra yang menyadari perang sudah dekat kemudian mulai menyusun strategi dengan keadaan pasukan miliknya.“Mereka siap, Yang Mulia. Meski pasukan kita mungkin hanya setengah dari jumlah pasukan milik kaum aristokrat, tapi pasukan di bawah pimpinan Yang Mulia sudah siap untuk berperang.”“Kalau begitu seperti taktik perang sebelumnya, masukkan semua pasukan kita melalui jalan rahasia yang terhubung dengan hutan istana dan biarkan mereka membangun tenda di hutan istana untuk persiapan perang. Lalu siapkan titahku untuk dibawa oleh Virya dan Ravania nantinya. Sebelum perang terjadi, kita harus sudah mengeluarkan Ravania dan Virya dari ibu kota jika kita ingin menang dalam perang ini.”“Saya mengerti, Yang Mulia.”Surendra hendak kelua
“Lalu ke mana Indhira Darmawangsa yang asli selama ini berada?” tanya Narendra. “Kenapa kau harus bersusah payah membuat kembaran dari Indhira Darmawangsa untuk menggantikannya membantumu dan membuat keadaan semakin rumit, Arsyanendra??” “Tuan Narendra,” sela Surendra untuk kedua kalinya. Surendra hendak membuka mulutnya untuk berbicara menggantikan Arsyanendra namun niat Surendra yang terbaca oleh Arsyanendra lebih dulu, dengan cepat dihentikan oleh Arsyanendra dengan mengangkat tangannya lagi dan memberikan isyarat kepada Surendra untuk kedua kalinya. “Tapi, Yang Mulia. . .” kata Surendra. “Harus aku yang mengatakannya sendiri, Surendra,” jawab Arsyanendra kepada Surendra. Setelah berusaha untuk menenangkan Surendra, Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya kepada Narendra dan memberikan jawaban yang diinginkan oleh Narendra. “Indhira Darmawangsa sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.” “Men
Setelah mempermalukan tujuh kepala kaum aristokrat di depan istana, Arsyanendra kemudian memerintahkan kepada Surendra untuk membawa Bagram ke dalam istana dan menyembunyikannya di kamar Ravania. Sementara itu, Arsyanendra bersama dengan Ravania kemudian menikmati pesta yang diadakan untuk penobatan Ratu Hindinia yang digelar oleh istana. Dalam pesta penyambutannya, Arsyanendra kemudian mengenalkan banyak orang kepada Ravania dari presiden negara tetangga, Raja dari negara tetangga dan perwakilan dari beberapa negara yang sengaja datang ke Hindinia hanya untuk mengucapkan selamat kepada Ravania. Setelah empat jam pesta lamanya digelar, Ravania yang sudah sangat merasa lelah dengan jadwalnya yang padat selama sehari ini kemudian diperbolehkan untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat. “Aku akan mengantarmu, Ratuku,” ucap Arsyanendra yang tiba – tiba muncul di samping Ravania dan menggandeng tangan Ravania. “. . .” Ravan
Arsyanendra yang sedang duduk di takhtanya kemudian bangkit ketika mendengar bisikan dari Surendra.“Mohon maafkan saya, Yang Mulia. Tapi Tuan Narendra mengirim pesan bahwa sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi saat ini gerbang istana.”Berusaha untuk tetap tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apapun, Arsyanendra kemudian bertanya kepada Surendra.“Apa yang terjadi?”“Delapan kepala kaum aristokrat menghadap Nona Indhira yang baru saja memasuki istana.”“Kita pergi ke sana. Sepertinya kaum aristokrat sudah berusaha untuk melancarkan rencananya untuk menjatuhkan ratuku dan berusaha untuk memberi tahu padaku jika aku tidak akan pernah bisa menang dari mereka.”Setelah membalas ucapan Surendra, Arsyanendra kemudian melangkahkan kakinya dan berjalan menuju ke luar aula di mana saat ini Ravania sedang bersama dengan Narendra menghadapi tujuh kepala kelu
“Bagaimana?” tanya Surendra dari luar ruang ganti Ravania ketika Ravania sedang mengenakan gaun untuk penobatan dan mencoba jubah kerajaan yang tidak berbeda dengan yang selama ini dikenakan oleh Arsyanendra. “Apakah Nona Indhira merasa kurang pas?”“Tidak, Tuan Surendra. Tuan bisa memberitahu pada Yang Mulia, jika semua pakaian yang harus aku kenakan besok telah sesuai dan cocok denganku.”“Baiklah kalau begitu, Nona. Setelah ini saya akan memberi kabar kepada Yang Mulia jika Nona sudah mencoba semua pakaian yang ada. Lalu, Nona. . .”“Ya, Tuan Surendra,” potong Ravania yang masih berada di dalam ruang ganti sembari mengganti pakaiannya kembali.“Saya hanya ingin memberitahu kepada Nona, jika besok Nona akan mendapatkan pengawal pribadi seperti saya.”“Siapa yang akan jadi pengawal pribadi, Tuan Surendra?” tanya Ravania penasaran.