Home / Romansa / The Thorned Kingdom / 07. Investigasi Dorian Vale

Share

07. Investigasi Dorian Vale

Author: sweetwaterr_
last update Last Updated: 2025-05-27 11:31:21

Elena menghela napas panjang, matanya terasa berat. Meski tubuhnya masih dalam kondisi prima, kantuk yang tak tertahankan mulai menguasainya.

"Tuan, sepertinya kita harus pulang dulu," ucapnya lirih, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.

Jay menoleh ke arahnya dan memperhatikan ekspresi lelah di wajah gadis itu. Ia bukan tipe yang mudah kelelahan, jadi jika Elena sendiri yang mengatakan itu, berarti kondisinya memang sudah mencapai batas.

Jay mendengus kecil, lalu mengangkat bahu. "Baiklah, baiklah. Aku tidak mau mendengar omelanmu kalau aku memaksamu tetap di luar."

Elena meliriknya sekilas, tapi tidak membalas. Itu saja sudah cukup bagi Jay untuk menyadari betapa lelahnya dia.

Mereka berjalan kembali menuju kediaman Duke dalam keheningan. Udara malam yang dingin membelai wajah mereka, namun Elena bahkan tidak sempat memprotes dinginnya udara—rasa kantuk sudah terlalu kuat.

Ketika mereka akhirnya tiba di depan gerbang kerajaan, langkah Elena mulai melambat. Kelopak matanya semakin berat, dan sebelum ia menyadarinya, tubuhnya kehilangan keseimbangan.

"Whoa—!"

Dalam hitungan detik, Jay dengan sigap menangkapnya sebelum tubuhnya jatuh ke tanah. Elena yang setengah sadar hanya bisa bergumam lemah di dadanya.

"Astaga, Elen. Kau bahkan tidak luka sedikit pun, tapi kenapa kelihatan seperti habis perang besar?" Jay menghela napas, meskipun ada sedikit senyum di wajahnya.

Elena hanya menggumam sesuatu yang tidak jelas.

Jay menggelengkan kepala. "Baiklah, ini sudah kelewatan. Aku tidak akan membiarkanmu berjalan sendiri ke kamar."

Tanpa ragu, Jay membungkuk dan mengangkat tubuhnya ke dalam gendongan bridal style.

"T-Tuan... apa yang kau lakukan?" suara Elena lemah, hampir tidak terdengar.

Jay menyeringai. "Menyelamatkan harga dirimu sebelum kau terjatuh di depan seluruh pelayan istana. Jangan khawatir, aku tidak akan meminta bayaran untuk ini."

Elena terlalu lelah untuk membalas. Kepalanya bersandar di bahu Jay, matanya mulai tertutup sepenuhnya.

Jay membawa gadis itu melewati lorong-lorong istana yang sepi. Beberapa pelayan yang masih terjaga menatap mereka dengan terkejut, tapi tidak ada yang berani mengatakan apa pun—terutama setelah melihat ekspresi Jay yang seolah berkata, "Jangan tanya apa-apa."

Saat mereka sampai di kamar Elena, Jay mendorong pintu dengan kakinya dan masuk ke dalam. Ia berjalan mendekati tempat tidur dan dengan hati-hati menurunkan Elena ke atas kasur.

Saat tubuhnya menyentuh permukaan kasur yang empuk, Elena menggumam pelan. "Terima kasih... Tuan."

Jay menatapnya beberapa detik, lalu menyibakkan beberapa helai rambut yang jatuh di wajahnya.

"Tidurlah, Elen. Besok kita akan bertemu Dorian Vale. Aku butuh kau dalam kondisi terbaikmu."

Elena sudah tertidur sebelum Jay selesai berbicara.

Jay tersenyum kecil, lalu menarik selimut hingga menutupi bahu gadis itu. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, ia berbalik dan berjalan keluar, meninggalkan kamar dengan langkah ringan.

Besok akan menjadi hari yang panjang.

•─────•♛•─────•

Sinar matahari pagi menembus jendela, menyapa wajah Elena yang masih terlelap. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu tiba-tiba tersentak.

"Astaga, saya terlambat!"

Dengan panik, ia langsung bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaian dengan cepat, dan bergegas menuju kamar Karina.

Namun, saat ia sampai, Karina sudah berdiri di depan cermin, tampak siap dengan gaun elegannya. Rambutnya tertata sempurna, dan ia tengah memasang anting mungil di telinganya.

Elena menunduk sedikit, merasa bersalah. "Maaf, Nona. Saya terlambat."

Karina menoleh ke arahnya dan tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Elen. Aku tahu kamu sangat kelelahan sampai harus digendong kakakku tadi malam."

Elena membulatkan matanya. "Apa maksud anda, Nona?" tanyanya heran.

Karina menaikkan alis. "Kau tidak ingat? Semalam kau tertidur dan kakakku menggendongmu ke kamar. Para pelayan membicarakannya di dapur tadi pagi."

Elena terdiam, mencoba mengingat kembali. Yang terakhir ia ingat hanyalah saat mereka memasuki istana.

Karina terkekeh, lalu mengulurkan sebuah amplop kepadanya. "Oh ya, Sera. Ada surat untukmu."

Elena menerima surat itu dengan hati-hati. Begitu melihat namanya di bagian depan, matanya membinar. "Ini... dari Sunghoon?" gumamnya pelan.

Sunghoon adalah teman masa kecilnya, seseorang yang tidak sengaja ia temui beberapa hari lalu saat menemani Karina ke pesta minum teh.

Elena segera membuka surat itu dengan antusias, tetapi baru saja ia membaca baris pertama, sebuah suara menyebalkan terdengar dari sebelahnya.

"Apa itu dari kekasihmu?"

Elena hampir menjatuhkan suratnya. Ia menoleh dan menemukan Jay berdiri santai di sebelahnya dengan ekspresi menyebalkan.

"Sejak kapan anda di sini, Tuan?!" Elena bertanya dengan waspada, buru-buru melipat suratnya.

Jay menyeringai. "Cukup lama untuk melihat ekspresimu yang jarang kulihat. Jadi... siapa pria beruntung itu?"

Elena menghela napas dalam, menahan diri agar tidak melempar sesuatu ke arah pria itu. "Apakah sopan jika melihat privasi orang lain?"

Jay hanya terkekeh. "Aku tidak melihatnya. Tapi ekspresimu mengatakan lebih banyak daripada isi surat itu sendiri."

Karina, yang sedari tadi menonton interaksi mereka dengan penuh ketertarikan, ikut menimpali. "Benar, Elen. Apa itu dari kekasihmu?" tanyanya penasaran.

Elena menutup surat itu lebih erat. "Ini hanya dari teman masa kecil saya. Tidak lebih dari itu."

Jay memasang ekspresi berpikir. "Oh, begitu? Aku sempat khawatir kalau pria-pria di sekitarmu takut mendekat karena sikap sarkasmu yang mematikan."

Elena ingin sekali menyumpalkan surat itu ke wajah Jay. Ia mendengus kesal. "Maaf, Tuan. Saya juga khawatir dengan siapapun kekasih anda nanti. Pasti dia akan tua lebih cepat karena harus menghadapi sifat anda yang menyebalkan setiap hari."

Karina menutup mulutnya, menahan tawa.

Jay mengangkat bahu dengan santai. "Mungkin saja. Tapi aku rasa aku akan lebih lembut kepada kekasihku nanti... jika aku sudah punya." katanya dengan nada menggoda.

Elena meliriknya tajam. "Jika ada yang cukup bodoh untuk memilih anda, tentu saja."

Jay hanya tertawa kecil, tampak menikmati bagaimana Elena kesal dibuatnya.

Karina akhirnya menengahi. "Kakak, apa yang sebenarnya kakak lakukan di kamarku pagi-pagi begini?" tanyanya, meski wajahnya masih menyimpan tawa tertahan.

Jay menoleh padanya seolah baru ingat. "Oh, aku sedang mencari Elen. Kami akan melakukan Investigasi."

Karina mengangguk paham kemudian menatap Elena dengan khawatir. "Apa tidak apa-apa kalau kamu pergi? Aku tahu kamu pasti kelelahan."

Elena tersenyum meyakinkan. "Saya baik-baik saja Nona, lagi pula ini juga bagian dari pekerjaan saya."

Jay menambahkan dengan nada sok bijak. "Jangan khawatir, aku akan menjaganya dengan baik."

Elena mendengus. "Tuan, saya lebih khawatir dengan diri saya sendiri jika harus bersama anda terlalu lama."

Karina tersenyum menggelengkan kepalanya. "Baiklah, hati-hati kalian berdua, kembalilah dengan selamat ya."

"Tentu saja, aku pria yang dapat diandalkan." jawab Jay.

"Terserah anda, Tuan. Ayo pergi sebelum saya berubah pikiran."

Dengan itu, mereka meninggalkan kamar karina bersiap untuk menemui Dorian Vale --tager investigasi mereka.

•─────•♛•─────•

Jay dan Elena berjalan menyusuri lorong panjang kediaman Duke sebelum akhirnya mencapai halaman belakang, tempat kuda mereka telah dipersiapkan. Tanpa banyak bicara, mereka menaiki kuda masing-masing dan melaju menuju markas pasukan khusus yang terletak di pusat kota.

Markas itu adalah sebuah bangunan megah dengan dinding batu tebal, bendera kerajaan berkibar di atasnya. Para prajurit berlatih di halaman, suara pedang beradu dan teriakan perintah terdengar di udara. Begitu mereka tiba, beberapa prajurit menundukkan kepala sebagai tanda hormat pada Jay, sementara beberapa lainnya melirik Elena dengan waspada—wanita misterius yang selalu berada di sisi Jay.

Jay turun dari kudanya dengan santai, sementara Elena turun dengan sigap. Mereka langsung menuju ruang strategi, tempat beberapa perwira dan agen intelijen sudah berkumpul.

Di tengah ruangan, sebuah peta besar terbentang di atas meja kayu, menampilkan berbagai kerajaan dan jalur perdagangan utama. Salah satu bagian peta menunjukkan The Kingdom of Drakmor, wilayah yang dikenal karena kekacauan dan kejahatan yang merajalela.

Seorang pria berbaju zirah hitam berdiri di samping meja, tangannya terlipat di dada. Ia adalah Pangeran Jeno Stormvale, pemimpin pasukan khusus kerajaan.

"Duke Jay, Elena," sapa Jeno dengan suara dalam. "Kami sudah menyiapkan laporan tentang lokasi yang anda minta."

Elena melangkah maju, matanya menyusuri peta dengan seksama. "Gudang besar di pelabuhan tua. Tempat dengan lambang mahkota retak. Apa yang kalian temukan?"

Salah satu agen melangkah ke depan, menyodorkan beberapa dokumen. "Tempat itu adalah salah satu markas utama kelompok The Broken Crowns. Mereka menggunakannya sebagai pusat perdagangan barang selundupan dan tempat transaksi rahasia. Keamanan di sana sangat ketat, dengan penjaga bersenjata yang berpatroli sepanjang waktu."

Jay mengangguk, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. "Bagaimana cara terbaik untuk masuk?"

Jeno menunjuk ke salah satu jalur di peta. "Ada dua cara. Pertama, kita bisa menyusup melalui jalur air di belakang gudang. Tapi jalur itu dijaga oleh kapal patroli yang terus berkeliling."

Elena mengangkat sebelah alis. "Dan yang kedua?"

"Kita bisa menyusup sebagai pedagang yang ingin bertransaksi dengan mereka. The Broken Crowns selalu mencari pemasok baru. Tapi itu berarti kita harus membawa sesuatu yang bisa meyakinkan mereka."

Jay menyeringai. "Menyusup sebagai pedagang terdengar menyenangkan, tapi itu terlalu lama. Aku lebih suka metode langsung."

Elena mendecak. "Tentu saja anda memilih metode yang paling berisiko, Tuan."

Jay mengabaikannya dan menatap Jeno. "Kita butuh tim kecil yang bisa bergerak cepat. Jika kita membuat keributan, kita akan dikepung sebelum bisa keluar."

Jeno mengangguk. "Aku akan memilih lima orang terbaik kami. Mereka ahli dalam pertempuran jarak dekat dan penyusupan."

Elena memutar otaknya. "Jika kita menyusup melalui jalur air, kita bisa diam-diam masuk ke dalam tanpa menarik perhatian. Aku bisa masuk lebih dulu, mencari informasi, dan memberikan sinyal jika keadaan aman."

Jay menatapnya dengan alis terangkat. "Kau ingin bergerak sendiri lagi? Kau tahu aku tidak suka membiarkanmu sendirian di tengah sarang musuh."

Elena melipat tangan di dada. "Dan saya tidak suka jika anda merusak strategi hanya karena tidak sabar."

Jeno berdeham, mencoba menengahi. "Kita bisa menyusun dua tim. Elena dan satu agen menyusup lebih dulu. Sementara Duke Jay dan pasukan utama menunggu sinyal sebelum bergerak."

Jay mendecak, tapi akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tapi jika kau dalam bahaya, aku tidak peduli dengan strategimu, aku akan masuk tanpa peduli akibatnya."

Elena menatapnya tajam. "Saya tidak akan membiarkan itu terjadi, Tuan."

Jeno mengetuk meja. "Baik, kalau begitu kita berangkat malam ini. Saat patroli mereka berganti, itu adalah celah terbaik kita."

Jay bangkit dari kursinya, senyum menyebalkan kembali di wajahnya. "Malam ini, kita akan menunjukkan pada The Broken Crowns bahwa mereka tidak bisa terus bermain dalam bayangan."

Elena hanya menghela napas. Ia tahu betul, misi ini akan lebih berbahaya dari sebelumnya.

.·:¨༺ 𝔗𝔬 𝔅𝔢 ℭ𝔬𝔫𝔱𝔦𝔫𝔲𝔢 ༻¨:·.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Thorned Kingdom   17. Jebakan di Jantung The Shattered Empire

    Elena terbangun dengan tubuh terasa kaku. Pergelangan tangannya diikat di belakang punggung, rantai dingin membatasi gerakannya. Pandangannya masih buram, tapi samar-samar ia bisa melihat ruangan tempatnya berada—sebuah aula megah dengan langit-langit tinggi, lampu gantung kristal bergemerlap di atasnya.Sebuah suara berat menggema di ruangan itu."Sudah bangun?"Elena mengangkat kepalanya. Di hadapannya, seorang pria duduk di singgasana berlapis emas, mengenakan jubah hitam dengan hiasan perak di bahunya. Mata tajamnya menatap Elena dengan penuh rasa puas.Jake Viremont.Elena mengeratkan rahangnya, menahan ketakutan yang mulai menyelinap dalam dirin

  • The Thorned Kingdom   16. Bayangan di Negeri yang Retak

    Langit malam menggantung kelam saat iring-iringan kuda berderap melewati jalan setapak yang membentang ke perbatasan The Shattered Empire. Udara dingin menusuk, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang berguguran. Pasukan khusus Greyhurst, bersama para Duke dari kerajaan lain, bergerak dalam formasi teratur, masing-masing dengan ekspresi penuh kewaspadaan.Di bagian depan, Jay Ravenscar menatap lurus ke depan, matanya berkilat tajam di bawah cahaya bulan. Mantel panjangnya berkibar tertiup angin, sementara tangannya menggenggam erat kendali kudanya. Sejak meninggalkan Markas Pasukan Khusus, pikirannya terus dipenuhi skenario tentang apa yang menanti mereka di The Shattered Empire.Di sampingnya, Elena menyesuaikan posisi di atas kudanya. Meski tubuhnya tegak dan wajahnya tanpa ekspresi, ada ketegangan yang jelas terlihat dalam sorot matanya. Ia tahu bahwa perjalanan ini bukan sekadar misi penyelidikan biasa—mereka sedang menuju ke sarang musuh yang telah menebarkan teror di berbaga

  • The Thorned Kingdom   15. Permainan Bayangan yang Dimulai

    Kereta kuda melaju dengan pelan, mengguncang lembut seiring roda yang berderak di atas jalan berbatu. Elena duduk diam, tatapannya tertuju ke luar jendela, memperhatikan hamparan padang rumput yang terhampar luas. Ia berharap Jay tidak mengusiknya kali ini.Namun, harapannya segera pupus saat pria itu bergerak.Jay yang duduk di hadapannya kini menyandarkan tubuh ke depan, mendekat dengan tatapan tajam yang membuat udara di dalam kereta terasa lebih berat. Senyum khasnya terukir di bibirnya, penuh sesuatu yang sulit ditebak."Kau terlihat seperti mawar, Elena," gumamnya tiba-tiba, suaranya dalam dan menggoda.Elena tersentak, bahunya menegang sebelum ia akhirnya menoleh, menatap Jay dengan kening berkerut.

  • The Thorned Kingdom   14. Tatapan yang Membuat Gila

    Elena memeluk keranjang jemuran di tangannya, berjalan melewati halaman tempat para pasukan khusus menjalani latihan. Suara teriakan mereka menggema, bergema di antara dinding-dinding megah kediaman Duke.Matanya melirik sekilas ke arah lapangan latihan, di mana para ksatria berkeringat deras di bawah sinar matahari. Namun, tak ada satu pun yang menarik perhatiannya.Hingga kain putih di keranjang yang ia bawa tiba-tiba terlepas, terbawa angin."Ah, kainnya..." gumam Elena, buru-buru mencoba menangkapnya.Namun, sebelum sempat ia raih, seseorang sudah lebih dulu menangkapnya.Jay.Pakaian latihannya tampak kusut dan berantakan, keringat menetes di pelipisnya, membuat rambutnya sedikit basah. Napasnya masih sedikit memburu, pertanda ia baru saja menyelesaikan latihan yang cukup berat.Elena menelan ludah. Kenapa pria itu harus terlihat lebih mempesona dalam keadaan seperti ini?Jay berjalan mendekatinya dengan langkah santai, menyerahkan kain putih itu tanpa sepatah kata.Elena menerim

  • The Thorned Kingdom   13. Perhatian yang lebih

    Jay dan Elena bergegas menuju kereta kuda, deru napas mereka terdengar seiring langkah kaki yang terburu-buru. Festival yang tadi penuh kebahagiaan kini berubah menjadi medan kekacauan—orang-orang masih berlarian panik, beberapa menangis, sementara yang lain membantu korban yang terluka akibat ledakan.Ketika mereka sampai di tempat Karina, gadis itu sudah menunggu di dalam kereta dengan wajah tegang. Begitu melihat Elena dengan lengan berlumuran darah, Karina langsung terkejut."Elen! Apa yang terjadi?!" Karina hampir keluar dari kereta, tapi Jay dengan cepat menahannya."Dia terluka, tapi tidak parah," kata Jay, suaranya masih diliputi emosi yang belum sepenuhnya reda. "Kita harus pergi dari sini sebelum keadaan semakin buruk."Karina menggigit bibirnya, tampak tidak puas dengan jawaban Jay, tetapi akhirnya mengangguk dan membiarkan Elena naik ke dalam kereta lebih dulu. Jay ikut naik, lalu memberi isyarat pada kusir untuk segera menjalankan kereta.Suasana di dalam kereta cukup hen

  • The Thorned Kingdom   12. Ledakan yang Mengusik Malam

    Festival malam itu benar-benar meriah. Lentera warna-warni menggantung di sepanjang jalan, aroma makanan lezat menggoda di udara, dan musik rakyat yang ceria menggema di setiap sudut.Elena, Jay, dan Karina berjalan beriringan, sesekali berhenti untuk melihat pertunjukan jalanan atau mencicipi makanan khas yang dijual oleh para pedagang."Lihat itu!" Karina menunjuk sebuah stan permainan di mana pemain harus melempar gelang ke botol kaca. "Aku ingin mencoba!"Elena tersenyum. "Permainan itu cukup sulit, Nona. Anda yakin bisa menang?" tanyanya menggoda.Karina mendengus. "Tentu saja! Aku tidak akan kalah."Karina dengan penuh semangat mengambil beberapa gelang dan mulai melempar. Sayangnya, lemparan pertamanya meleset. Begitu juga yang kedua. Dan yang ketiga.Jay, yang sedari tadi hanya menyaksikan, akhirnya berdehem. "Kau ingin aku mencobanya?" tanyanya, tersenyum miring.Karina mendelik. "Tidak, aku bisa melakukannya sendiri!"Namun, saat Karina kembali mencoba dan tetap gagal, Jay t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status