Ayu mengerutkan keningnya saat mendapati Kian berjalan tergesa-gesa meninggalkan dirinya di belakang. Begitu mencapai pintu lift yang akan membawa mereka ke lantai apartemen yang dituju. Kian melambai menyuruh Ayu agar mendekati dirinya.
Ayu menggerutu dalam hati, nggak mau disentuh tapi panggil-panggil gimana sih ini?!
Suara lantang Kian mengerang nikmat saat pelepasannya datang. Tangannya merengkuh kuat pinggul Ayu menumpahan cairannya di dalam rahim gadis itu. Setelahnya Kian masih di atas tubuh Ayu dengan nafas keduanya yang masih terengah-engah. Milik Kian masih menancap di dalam inti Ayu. Kian hanya memberikan waktu lima menit untuk Ayu beristirahat kemudian ia membalikkan tubuh Ayu dan kembali memasukinya dari belakang.Ayu melotot menatap ke balik tubuhnya, ia tidak menyangka Kian sekuat itu. Sedari tadi saja ia mer
Brenda benar-benar akan membuat perhitungan dengan Ayu. Brenda menangis histeris sesaat setelah Kian menutup panggilan teleponnya secara sepihak. Ruang tengah rumahnya sungguh berantakan. Setelah menelepon Kian ia mengamuk, kesabarannya semakin menipis semua barang ia banting dan hancurkan, bahkan sofa dan televisi pun tak luput dari amarahnya."Aku tak akan memaafkanmu gadis kecil. Kau sudah merebut Kianku. Cinta dalam hidupku, dulu aku sudah mengalah demi Carmen. Sekarang, tidak lag
"Tenang, santai Sayang. Bagaimana keadaanmu hari ini. Milikmu masih sakit?" tanya Kian mesra.Ayu begidik geli karena Kian berbicara persis di sebelah telinganya sehingga nafas hangatnya membangkitkan hasrat Ayu lagi. Seketika inti tubuhnya berdenyut dan mulai basah karena suara Kian yang tampak menggoda. Wajah Ayu merona karena pikiran kotornya sendiri. Ayu mengumpat dalam hati, baru saja ditiduri sudah murahan saja. Ayu merasa bersalah dengan kedua orangtuanya yang telah tiada dan telah melupakan pesan san
Kian mencondongkan tubuhnya menggendong dan membawa Ayu ke dalam kamar mereka, menuntaskan hasrat mereka di pagi ini. Ayu spontan melingkarkan kedua kakinya di pinggang Kian dan membiarkan pria itu mengendalikan tubuhnya. Rasanya memakan waktu sangat lama untuk mengikis jarak dari dapur ke kamar. Milik Kian masih berada dalam tubuhnya menggesek dinding kenikmatan setiap gerakan yang mereka buat.
Ayu merasa Kian pasti sudah gila, dalam waktu semalam ia tiba-tiba mengajaknya menikah. Apalagi ia mengatakan itu seperti menyuruh Ayu belanja pisang ke pasar. Ayu panik, apa yang akan ia lakukan berikutnya? Hatinya gundah apa mungkin keluarga Kian yang kaya raya dan terpandang akan menerima dirinya? Apakah ia tidak akan menjadi buah bibir orang-orang, terlebih ia hanya seorang pelayan tiba-tiba menikah dengan majikannya? Mantan pacarnya saja sudah sangat menjelaskan posisinya dulu, sungguh Ayu dilema.Kian
Bahu Ayu merosot lemah, sedikit kekecewaan merasuki hatinya. Ia yang ingin belajar mandiri di negeri orang masih juga terusik dengan kejadian tidak terduga seperti ini. Lelah pasti, rasanya otak dan batinnya sudah tidak mampu diajak bekerja sama.Karma apa yang sedangku tanggung Tuhan, banyak sekali orang jahat di sekelilingku.Ayu jelas tidak akan membantah ucapan seorang penegak hukum seperti Jonas. Jika sampai ia yang menghubungi Ayu, alih-alih Kian. Sudah pasti masalahnya tidak
Kian segera mencari keberadaan Ayu di dapur namun tidak menemukan gadis itu di sana. Ia segera menemui sang bunda yang sedang bersantai menikmati acara kesayangannya.“Bunda, Ayu mana?”“Di rumahnya.”“Kok gitu?”
Ayu mematikan mesin cuci dan segera menjemur di halaman belakang, tak di sengaja tatapan matanya tanpa sengaja bertemu dengan Guteres yang mengendarai seekor kuda gagah berwarna coklat terang. Ayu mengerutkan dahinya, ia keheranan dengan apa yang dilakukan Guteres di sana. Setahu dirinya penggembala ternak tidak pernah membawa kuda sampai wilayah tersebut.“Apa yang kamu lakukan di sana?” Ayu memberanikan diri bertanya.