Kaget, tentu saja. Bela hanyalah seorang gadis berusia delapan belas tahun yang sangat mencintai suaminya. Saat melihat perubahan suaminya begitu drastis, terkadang dia ingin mengangkat tangan dan menyerah.
Tapi dia sudah berjanji akan menemani Aru di saat susah dan senang.
‘Benar, Bela!’ ucapnya pada dirinya sendiri. Dia mengusap matanya, menyingkirkan air mata yang nyaris tumpah. ‘Kau harus bertahan. Saat ini Mas Aru tidak mengenal siapa dirimu. Dan mungkin dia merasa sangat sulit karena tidak bisa mengingat apa-apa. Kau harus bersabar. Kau sudah berjanji untuk menemaninya di kondisi apa pun.’
Keputusan itu akhirnya menguatkan Bela. Gadis itu mendongak sembari tersenyum riang. “Aku membawa makanan untukmu, Mas.” Giginya berderet rapi. Bibirnya yang penuh seperti berkila
“Mas Elang kasihan ya, Mas?” Bela mengomel sendirian, saat dia sedang berberes buku-buku miliknya. Dia akan membawa buku itu ke kamar yang lain, tempat di mana dia akan tidur jika para anggota keluarga tidak berkunjung ke rumah mereka.Elang sudah memerintahkan Bela agar mereka tidur terpisah saja. Karena Bela maklum jadi gadis itu pun menurut. Kini Elang sedang berbaring di atas ranjangnya, sedang mendengarkan music sembari terlelap. Headset tersumpal di telinganya.Karena Bela mengira Elang benar-benar tidur dan mendengarkan music, maka dari itu gadis itu pun mengoceh sendirian. Dia tau Elang tidak suka Bela mengajaknya berbicara. Tapi sekarang toh Elang tidak akan mendengarkannya kan?Para anggota keluarga sudah pulang. Setelah mereka menikmati beberapa makanan yang dibuatkan Bela, dan setela
Bela menyiapkan sarapan. Meski dia khawatir dengan kondisi Elang akan tetapi dia menahan diri agar tidak bertanya apa pun. Berbagai masakan telah dia sediakan di atas meja. Ketika dia hampir duduk, dia ragu apakah itu pilihan yang tepat atau tidak.“Tapi Mas Aru bilang aku hanya tidak boleh bicara dengannya kan? Itu berarti aku boleh duduk dan sarapan bersamanya kan?” gumamnya.Elang sudah membaik. Dia sudah bisa berjalan dengan tegap walau jika gerakannya melebihi seharusnya maka dia akan merasakan nyeri pada luka di perutnya. Itu sudah cukup. Dia sudah mengalami perkembangan yang signifikan.Diam membisu, Elang tidak berbicara saat melihat Bela atau saat gadis itu menyendokkan beberapa masakan di atas piringnya. Dia seperti berada di meja makan sendirian dengan seorang pelayan yang
Namanya Randy. Usianya tidak jauh berbeda dengan Bela. Tapi rasa suka yang dia pendam untuk Bela sudah berlangsung cukup lama. Apalagi dia sempat menjadi teman masa kecil Bela, saat dia masih tinggal di desa yang sama dengan gadis itu.Kini Randy pindah rumah, masih di Malang tapi di wilayah kota. Hal itu sempat memisahkan hubungannya dengan Bela. Apalagi saat itu usianya masih sekitar delapan tahunan. Seorang gadis cantik dan lucu yang dulu mampu menggetarkan hatinya tidak bisa dia temui lagi.Sampai kemudian saat dia masuk di bangku SMA, pertemuannya dengan Bela mengantarkannya untuk memercikkan cinta masa kecil yang rapuh tapi berakar kuat. Tidak sulit baginya untuk terpesona lagi pada Bela.“Ran, setelah kamu pulang dari pertemuan di sekolah hari ini kau akan pergi ke mana? Kalau aku rencananya akan pul
Wandi akhirnya datang. Dia melambaikan tangan seperti orang tak berdosa. “Hoi!” katanya. Dia bahkan masih cengengesan seolah-olah dia tidak merugikan siapa pun. Kulitnya yang sawo matang terlihat lebih gelap meski baru beberapa hari libur sekolah.“Kalian pasti sedang menungguku ya?” lanjutnya. Dia menyenggol Randy yang sedari tadi cemberut. Dia paham apa yang terjadi, akan tetapi dia memilih untuk tidak ikut campur. Dari awal dia tidak setuju mengenai penipuan kecil-kecilan ini. Sekarang jika saja dia diminta untuk melakukan sesuatu, maka mungkin dia tidak akan menurutinya.Aduh, tapi Susi terlalu cantik iya kan? Sekretaris itu sudah mampu memikat hatinya sejak pandangan pertama. Kini Susi memandangnya seperti memelas. Mata yang melebar seperti anak anjing yang lucu.“Wandi,&r
BAB 31“Wah, hari ini seru sekali, iya kan?” Kenzo menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Sementara tangannya sibuk mengaduk minuman dingin miliknya. “Semuanya berjalan dengan lancar. Kita benar-benar telah membuat kenangan yang sangat indah bersama. Terimakasih semuanya.”Mereka selesai bersilaturahmi ke rumah semua guru yang mengajar mereka. Perjalanan panjang mereka tempuh. Tapi sepertinya mereka tidak lelah sama sekali. Hanya beberapa anak introvert yang terlihat kewalahan. Akan tetapi mereka tidak memiliki daya untuk memperlihatkannya.“Bagaimana menurutmu, Bel? Apakah hari ini kau bersenang-senang?” Kenzo bertanya pada Bela.Bela mengangguk setengah hati. Dia sibuk m
Tio bersiul menggoda setelah melihat Bela masuk ke dalam rumah. “Bel, baru kencan ya? Aduh, sayang sekali Mas Aru tidak ingat siapa dirimu. Kalau aku jadi dia pasti aku sudah cemburu buta melihatmu bersama lelaki lain.”Bela hanya melirik sekilas pada Elang. Bibirnya bergetar dan gatal karena ingin segera menanyakan keadaan lelaki itu. Seharian ini ia pergi di saat Elang sedang sakit. Meskipun Tio tidak meneleponnya karena ada masalah, akan tetapi tetap saja rasanya dia khawatir.Alih-alih memperhatikan Elang, Bela pun bertanya pada Tony, “Mas Tio, sudah makan? Aku akan memasak makan malam sebentar lagi. Jika Mas mau makan di sini maka tidak apa-apa.”“Aduh, bagaimana sih? Aku akan menjadi obat nyamuk di antara kalian berdua dong.” Tio menggelengkan kepala sembari mengibas tangannya di udara.Elang yang sedari tadi terdiam tiba-tiba saja menyeletuk, “Makan saja di sini. Aku akan makan di dalam kamar.”
“Sepertinya kau menjaga Bela dengan sangat baik, terimakasih. Tapi kau tidak perlu khawatir tentang Tio. Kami seperti saudara, termasuk juga Bela. Mereka terlihat bersenang-senang iya kan?”“Bukan hanya itu saja. Istrimu tadi pergi dan pulang ke sekolah diantar oleh seorang anak lelaki. Mereka menganakan pakaian santai.”“Itu pasti Randy. Dia memang dekat dengan Bela. Aku juga tau dia menyukai Bela. Kau juga tidak perlu khawatir soal itu. Randy tidak akan melakukan apa pun, dia masih muda.”“Sial!” Elang membanting ponselnya di atas kasur. Emosinya meledak tak terkendali. Dia tidak ingat kapan terakhir kalinya merasa kesal karena apa yang dia lakukan tidak berjalan dengan baik. Mungkin akhir-akhir ini dia sering mengalami perasaan hal itu. Apalagi ketika pelariannya di Lombok dikacaukan oleh Aru.“Kenapa dia tidak cemburu?” berangnya sembari memandang ketus pada layar ponselnya, di ma
“Temanilah aku!” Elang bahkan masih menepuk sisi ranjang yang kosong, yang berada di sampingnya. Meskipun Bela belum meresponnya sama sekali tampaknya lelaki itu tidak akan menyerah dengan mudah. Dan bahkan meskipun gadis yang ada di depannya itu bingung bukan main.Ini akan menjadi sangat mengasyikkan. Anggap saja ini adalah hiburan dari sebuah penjara yang sulit untuk Elang lawan.Di tangan Bela masih berada perkakas-perkakas makanan. Gadis itu pasti akan membawanya ke bawah dan mencucinya. Bagaimana jika nanti setelah Bela turun, gadis itu justru tidak kembali ke kamar itu? Elang kini agak cemas dibuatnya.‘Apa aku terlalu terburu-buru?’ pikirnya. ‘Apa aku tampak mencurigakan?’ Matanya melirik mengawasi Bela. Dari kacamata miliknya sepertinya gadis itu polos dan