Share

Chapter 2

"Bu, Bintang pakai gaun yang biru ini aja ya? Terus rambutnya dibuat jadi kayak Elsa Frozen, biar nanti Kak Tian terpesona tralalla sewaktu melihat Bintang datang. Bintang juga udah latihan jalan yang anggun lho, Bu. Hasil belajar di YouTube. Ibu mau lihat?"

Bintang yang sudah seminggu berlatih cara berjalan dan bersikap anggun via YouTube, mulai berlenggak lenggok genit meniru para artis-artis Hollywood yang sedang berjalan di atas red carpet. Senja menarik nafas panjang. Sebenarnya ia kasihan pada Bintang. Christian Diwangkara itu sudah berusia 22 tahun dan baru saja menyelesaikan kuliahnya. Tian canggih, populer, dewasa dan juga Don Juan. Tidak heran bila mengingat siapa orang tuanya. Pacarnya selalu berganti di setiap kali ia dan Lyn bertemu. Senja merasa Bintang akan makan hati kalau ia terus saja mengidolakan Tian.

Tian selama ini memang tidak pernah marah jika Bintang menggelendotinya seperti seekor anak kera setiap kali mereka bersua. Padahal Senja tahu, Tian itu merasa amat sangat risih dan terganggu. Tian diam, itu hanya karena ia menghargai persahabatan antara kedua orang tuanya. Dari bahasa tubuhnya saja, Senja tahu kalau Tian itu tidak sedikit pun mempunyai perasan suka, apalagi cinta kepada anak ingusan montok seperti Bintang. Tian mungkin hanya mengganggap Bintang itu seperti Merlyn, adik perempuannya.

"Let it go, let it go, let it go

Can't hold it back anymore

Let it go, let it go

Turn away and slam the door

I don't care what they're going to say

Let the storm rage on

The cold never bothered me anyway"

Senja melihat putrinya bernyanyi sambil berputar-putar hingga gaun birunya ikut mengembang, dan bertingkah seolah-olah ia adalah Elsa. Senja tidak tega memupus harapan Bintang. Sebagai orang tua yang ia bisa lakukan hanyalah memberi nasehat, dan selalu berdiri paling depan setiap anak-anaknya memerlukan penopang. Tetapi untuk hal-hal kecil lainnya, ia ingin agar anak-anaknya belajar mengerti kalau jatuh itu memang sakit. Tapi dengan begitu, mereka akan jadi lebih berhati-hati setiap akan melangkah dan menghindari lubang yang sama, agar kelak tidak akan terjatuh sampai dua kali. Tugas sebagai orang tua itu sejatinya adalah membimbing dan menasehati. Bukan mendoktrin dan menghakimi.

"Bu, ayo gambari dulu wajah Bintang. Biar nanti tinggal mengepang rambut saja. Bintang pernah membaca disalah satu web yang mengatakan kalau mau dandan harus ganti baju dulu, atau pakai baju yang berkancing depan, biar tidak merusak tata rias wajah dan rambut, Bu. Makanya nih, Bintang malah udah ganti baju duluan, biar nanti dandanan Bintang paripurna saat dilihat Kak Tian. Hehehe..."

"Baiklah. Ayo kita mulai berdandan. Tapi kali ini Ibu ingin Bintang juga memperhatikan Ibu sungguh-sungguh ya? Biar kelak kamu bisa berdandan sendiri. Ingatkah Nak, sehebat apapun seorang make up artist, yang tahu tentang kepribadian kita dan dandanan yang cocok untuk kita, adalah diri kita sendiri. Tanamkan dalam hatimu, bahwa sejatinya berdandan itu adalah untuk menyempurnakan wajah, bukan untuk merubah wajah. Ingat itu ya, Nak?"

"Wokeh, Bu." Sembari nyengir-nyengir bahagia, Bintang dengan ikhlas duduk menghadap meja rias. Demi Kak Tian tercinta, kali ini ia rela jika wajahnya digambari warna-warni oleh ibunya. Apapun akan ia lakukan demi Kak Tian. Apapun!

"Nah sudah selesai. Cantik banget sih anak Ibu? Sebelum kita berangkat, ada yang ingin Ibu katakan padamu. Duduk disini, Nak. Disamping Ibu." Senja menepuk-nepuk ranjang di sisi kanannya. Ia ingin memberi nasehat kepada putrinya sebelum mereka semua akan ke rumah Tian.

"Ibu hanya ingin mengatakan padamu, bahwa sebelum kamu mencintai orang lain, belajarlah untuk mencintai dirimu sendiri. Mencintai diri sendiri itu bukan termasuk perbuatan egois lho, Nak. Kamu harus bisa. membedakannya. Self-love is not selfish. It is self-full. Bedakan. Dan satu hal yang pasti adalah, satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk mencintai dirimu adalah dirimu sendiri, bukan orang lain."

"Iya, Ibunda Ratu. Hamba paham." Sahut Bintang takzim.

"Selalu ingat bahwa kamu itu cantik dari luar dan dalam. Jangan pernah biarkan orang berkata yang sebaliknya. Karena yang paling tahu tentang dirimu adalah kamu sendiri, bukan mereka. Tidak akan ada orang yang akan mencintai kamu, jika kamu belum mampu mencintai diri sendiri. Mengerti, sayang?"

"Iya kanjeng ratu. Hamba mengerti. Sebaiknya kita berangkat sekarang sebelum dandanan kita mencair ya, Bu? Duh Bintang udah nggak sabar kepengen ngeliat ayang Tian yang gantengnya seIndonesia Raya!"

==================================

Satu jam kemudian, mereka telah tiba di kediaman keluarga Diwangkara. Beberapa mobil-mobil mewah terlihat berjejer rapi di depan rumah. Bintang tahu yang menghadiri pesta ini paling-paling hanya keluarga dan sahabat dekat, seperti juga kehadiran keluarga mereka. Bintang buru-buru turun saat mobil telah diparkir rapi oleh ayahnya. Ia tidak sabar untuk bertemu dengan pujaan hatinya. Mata Bintang melebar saat melihat Tian duduk santai sambil tertawa-tawa dengan Tante Maddie dan Tante Reen. Ia mempercepat langkahnya. Bermaksud untuk bergabung dengan Tian di sana. Mulutnya mencebik kesal karena ia keduluan oleh Clara. Pacar Tian. Clara langsung menggandeng tangan Tian seperti sedang memegang balon gas. Erat banget. Sepertinya ia takut kalau Tian bakalan lepas dan terbang keudara. Tapi bukan Bintang namanya kalau dia menyerah begitu saja tanpa usaha.

"Halo Kak Tian, Bintang kecil di langit yang biru sudah datang!" Seru Bintang seraya menyerbu Tian dan langsung duduk ditengah-tengah sofa. Memisahkan Tian dan Clara.

"Selamat ya, Kak Tian. Oh ya, mulai besok Kakak udah kerja ya? Punya kantor sendiri? Bintang boleh datang ke sana, nggak?" Pertanyaan bertubi-tubi Bintang hanya dihadiahi seulas senyum rikuh dari Tian. Tian bahkan tidak menjawab satu pun pertanyaannya. Ia hanya tersenyum sopan seraya meminta diri ingin ke belakang sebentar. Dan seperti biasa, buntutnya langsung mengekorinya. Si Clara ini sepertinya memang tidak bisa membiarkan Tian sendirian. Sejurus kemudian, pandangan Bintang terarah pada calon ibu mertuanya. Tante Lyn ini mau dilihat dari Monas ataupun dari jarak sejengkal, cantiknya tetap kelewatan. Nggak pudar-pudar walaupun sudah berusia akhir 40-an.

"Tante, Tante kok bisa cantik begini sih? Rahasianya apa? Masa sudah tua begini masih tetep cantik aja? Apa kabar kami para remaja yang mukanya kayak tatakan gelas? Semesta ini sungguh tidak adil." Pungkasnya lagi. Ia kini merubah posisi dan duduk manja di samping Tante Marilyn, ibu Tian.

"Tante kadang bingung. Sebegitu tidak kreatifnya kah orang-orang sampai mereka selalu saja menanyakan hal yang sama pada Tante? Dari zaman Tante masih perawan sampai punya anak dua begini, itu-itu saja pertanyaan yang ditujukan pada Tante. Tapi, oke deh. Tante jawab. Mau dijawab ala siapa dulu ini? Tante Maddie, Tante Reen atau jawaban versi Tante sendiri?"

Tante Marilyn yang biasa dipanggil dengan sebutan Incess Oneng ini, emang lucu banget. Bintang jadi kepengen sedikit mengisenginya. Namanya juga sama calon mertua, kudu berusaha mengakrabkan diri dong. Ya kan?

"Ala tiga-tiganya aja deh, Tan. Biar adil dan merata. Hehehe."

"Kalo menurut Tante Maddie, Tante itu cantik karena pada dasarnya hidup ini adil. Tuhan menghadiahkan kecantikan sempurna untuk Tante, demi untuk menutupi ketidak sempurnaan kinerja otak Tante." Lihatlah jawaban nyeleneh Tante Lyn ini. Ajaib banget bukan? Hehehe.

"Kalau menurut Tante Reen, kecantikan Tante itu hakiki. Sementara kinerja otak Tante itu relatif." Tante Lyn ya  memang seperti inilah adanya. Selalu menjawab sesuatu sesuai dengan fakta. Tidak menambah dan juga tidak menguranginya. Pas.

"Lah kalo menurut Tante sendiri, kenapa coba?" Bintang penasaran atas jawaban Tante Lyn sendiri. Seperti apa ia memandang dirinya sendiri.

"Kalau menurut Tante, Tante ini cantik ya karena Tante tidak jelek. Simplekan?" Kali ini Bintang harus mengakui kalau julukan Incess Oneng itu memang benar adanya. Tante Marilyn ini cantiknya memang seperti princess, tapi sayangnya kinerja otaknya amat sangat sederhana.

Satu hal lagi yang menjadi nilai plus dari Tante Lyn adalah kebaikan hatinya. Tidak ada sedikitpun sifat iri dan dengki di dirinya. Makanya Om Chris, sangat mencintainya. Saat ini saja Om Chris terlihat membawa sepiring makanan buat istrinya. Om Chris ini adalah type laki-laki yang sangat smart. Bintang sering melihat Om Chris tampil sebagai pembicara di acara seminar-seminar bisnis, atau terkadang memberi kuliah bisnis sesekali di universitas-universitas bonafid negeri ini. Om Chris identik dengan segala hal yang canggih dan smart. Kepribadian si Om berbanding terbalik pada si Tante. Namun hebatnya, Om Chris yang intelek luar dalam ini, cinta mati pada Tante Lyn. Cinta itu memang buta karena tidak bisa terlihat oleh mata, melainkan sepenuhnya tentang rasa.

"Ini Mas bawakan makanan untuk kamu. Dari tadi kamu sibuk mengurus ini dan itu sampai melupakan kesehatan kamu sendiri. Ayo makan dulu." Dari nada suara Om Chris saja terasa sekali sayangnya si Om pada si Tante. Tante Lyn memang beruntung sekali dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya apa adanya.

Tidak ingin mengganggu kemesraan calon mertuanya, Bintang diam-diam menyelinap ke dalam kamar Tian. Ia ingin menyerahkan kado kepada laki-laki pujaan hatinya itu. Ia sudah menyisihkan uang jajannya selama hampir tiga bulan penuh, untuk bisa memberikan Tian kado sebuah jam tangan yang cukup mahal. Ia sampai kurusan karena tidak pernah lagi jajan di kantin.

Bintang berniat untuk meletakkan kado spesialnya secara diam-diam. Ia ingin membuat surprise. Dengan langkah mengendap-endap, ia melangkah menuju kamar Tian. Langkahnya mendadak terhenti saat mendengar suara-suara aneh dan lirih saling yang saling beragumen. Ck! Ada Kak Tian dan nenek sihir itu di dalam kamar rupanya.

"Lo kenapa sih masih aja ngeladenin itu buntelan jerawatan yang kegenitan banget sama lo? Lo nggak denger dia tadi bilang bintang kecil di langit yang biru? Bintang kecil? Umur sih emang masih kecil, tapi badannya mah segede babon. Mana genit banget lagi tuh gajah. Geli banget gue ngedengernya."

Penasaran dengan jawaban Tian, Bintang menempelkan telinganya pada pintu kamar Tian yang sedikit terbuka. Bintang tidak mendengar jawaban apapun dari Tian. Hanya suara kresek kresek yang samar-samar terdengar. Tidak lama kemudian suara kresek-kresek itu digantikan oleh suara berdecakan dan nafas yang tersengal-sengal. Karena semakin penasaran, pintu pun didorong lebih lebar lagi oleh Bintang.

Dan Bintang pun mendapat suguhan istimewa gratis ala konten 21++. Clara dan Tian terlihat saling berciuman dengan ganas dan panas. Bintang sampai cengo melihat live show orang-orang dewasa yang mirip sekali dengan adegan-adegan film dewasa yang pernah diperlihatkan Altan tersebut.

"Gue cuma kasihan sama itu anak, sayang. Dia 'kan udah tergila-gila dari dulu sama gue. Biarin ajalah. Itung-itung berbuat amal menyenangkan hati orang. Yang penting 'kan rasa cinta dan sayang gue hanya untuk lo seorang, sayang. Lo yang sesempurna ini mana mungkin bisa dibandingkan dengan apa tadi lo bilang? Buntelan jerawatan? Ya jauh banget 'lah Sayang. Bagai langit dan bumi." Hati Bintang seperti sedang diiris kecil-kecil rasanya. Sakit sampai ke dalam pembuluh darahnya. Ia tidak menyangka kalau ia ternyata sehina itu di mata lelaki pujaannya.

"Gue cuma nggak enak kalau harus judesin dia. Ortunya 'kan sahabat ortu gue. Jujur gue juga sebenernya risih banget ditempelin melulu sama itu anak gajah. Tapi lo nggak usah khawatir. Hanya kalau gue gila atau di guna-guna aja yang bisa membuat gue bisa berbalik suka sama itu bocah. Jangan cemburu sama orang yang nggak penting deh, Yang? Wasting time, you know?"

Kurang ajar!

PRANGGGG!!!!

Kado terlepas dan meluncur turun begitu saja dari tangan Bintang. Hatinya begitu sakit dan juga malu karena dianggap sebagai makhluk yang begitu menjijikkan di mata Tian. Orang yang begitu dia kagumi dan ia idolakan siang dan malam. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Tian ternyata begitu jijik melihat semua tingkah lakunya selama ini. Ia malu!

Bola matanya kini dipenuhi dengan air mata. Bukan air mata kesedihan. Tetapi air mata kemarahan yang bercampur dengan kekecewaan. Dia tidak menyangka, kalau Tian yang selama ini dia puja-puja ternyata bajingan bermulut busuk juga. Suara bising yang ditimbulkannya membuat Tian dan Clara keluar dari kamar. Tian termangu saat melihatnya ada di depan pintu. Wajahnya tampak resah dan serba salah.

"Bi--Bintang. Sudah lama kamu ada di situ, Dek?" Tanya Tian gugup. sebenarnya ia tidak bermaksud untuk mengata-ngatai Bintang dengan sekejam itu. Hal itu terpaksa ia lakukan semata-mata hanya untuk membungkam keluhan Clara saja. Pacarnya ini memang sangat pencemburu. Dengan mengatakan hal seperti itu, ia berfikir Clara akan diam dan tidak akan cemburu lagi. Tetapi siapa yang menyangka, kalau orang yang dia kata-katai tadi, ternyata berdiri tepat di depan matanya. Dengan bercucuran air mata pula. Bocah ini pasti sakit hati luar biasa. Dia memang laki-laki brengsek. Sebagai seorang laki-laki dewasa, seharusnya ia lebih bijak dalam menyikapi perasaan bocah ini padanya. Ia telah membuat kesalahan fatal!

Ia menyesal. Dia merasa tidak tega saat melihat lelehan air mata Bintang yang biasanya lucu dan ceria ini, terlihat sakit hati dan terhina. Tian tahu dia telah mematahkan semangat dan harga diri abege lugu itu sampai hancur tak bersisa.

"Kak Tian, dengar ya? Mulai hari, saya berjanji tidak akan pernah menampakkan diri lagi di hadapan Kakak. Maaf kalau selama ini saya sudah membuat Kakak muak dan jijik atas sikap saya. Permisi!" Sambil memungut kembali kadonya yang terjatuh, Bintang berlari ke depan dan meninggalkan Tian yang serba salah dan kebingungan.

"Bintang! Bintang! Dengarkan Kakak dulu. Sungguh Kakak tidak bermaksud untuk menghinamu. Bintang, tunggu dulu Dek!" Tian ikut berlari ke depan mengejar Bintang dan meninggalkan Clara yang tersenyum puas di belakang mereka berdua. Clara tahu bahwa luka di hati seorang perempuan itu tidak akan mudah untuk dilupakan. Apalagi luka yang disebabkan oleh orang yang mereka cintai. Tian akan sangat sulit untuk mendapatkan maaf dari Bintang. Memang itulah tujuan utamanya. Dia akhirnya berhasil mengusir anak gajah itu dari kehidupan pacar potensialnya selama-lamanya. Misi telah selesai dengan sukses.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nadia Ariyanto
kak ini ceritanya nyambung sama princess oneng dan bang polisi ya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status