Kembali ke rutinitas seperti biasanya. Setelah menempuh perjalanan berkilo-kilo meter. Akhirnya aku pun kembali ke kantor. Tentunya bukan hal mudah setelah bertemu dengan Xavier di kantor cabang tadi. Kekesalanku masih saja berada di dalam hati. Kalau saja Firly tidak membawakan semangkuk es krim coklat. Mungkin setibanya aku di kantor, aku masih ngomel-ngomel tak jelas.
"Lo mau cerita atau nggak? Mumpung ini masih jam istirahat. Gimana kantor cabang? Managernya oke?"
"Gue nggak tau kalau ternyata yang jadi Manager sana adalah orang yang gue nggak mau sebut namanya."
"Maksud lo?"
"Manager yang menjabat itu adalah Xavier, rival gue semasa sekolah."
"Loh kok bisa?"
"Gue juga nggak tau. Yang terima sebelumnya kan bukan gue. Itu bagian rekruitment pekerja. Lo tau apa?"
Firly menggelengkan kepalanya dengan kerutan di dahi. Jelas saja dia binggung. Dia tidak tau apa-apa.
"Kemarin mobil gue mogok. Gue nggak tau yang datang selamatin g
Aku lupa kapan aku bisa tersenyum dalam hati bisa melihat orang yang aku jumpai juga melakukan hal yang sama. Tersenyum.Aku memalingkan kepalaku ke arah lain sembari mengembungkan pipiku. Aku tidak mau tertangkap basah ingin tertawa senang begitu melihat tingkahnya yang terbilang beda dari biasanya. Untuk apa senyum itu dia lakukan kalau setelah ini dia akan membuatku kesal lagi."Xavier bisa kita serius sedikit. Aku sudah menepati janjiku untuk bertemu sama kamu. Jadi tolong kamu lakukan yang benar. Aku tidak mau membuang waktu buat menemanimu yang hanya tersenyum seperti itu.""Aku kesulitan membuat laporan. Tapi aku lupa membawa semua pekerjaanku ke sini.""Terus bagaimana bisa aku mengoreksi laporan kamu kalau kamu tidak membawanya ke sini. Konyol. Kamu mencoba menggodaku atau apa. Atau mungkin lebih tepatnya mengerjaiku. Hei kamu itu pintar dan kamu berada di posisi Manager, mana mungkin kamu kesulitan melakukan hal itu. Oh tidak!
Aku menggerang begitu sinar matahari masuk melalui jendela membuatku silau akan sinarnya yang menyorot masuk langsung ke arah mataku. Tirainya di buka oleh seseorang dan aku menggerutu kesal karnanya. Siapa yang telah berani membangunkanku di pagi dan hari weekend begini.Aku nggak akan pernah memaafkannya jika yang membangunkanku adalah seorang pelayan rumah ini. Tidak sopan. Hari weekend adalah hari dimana aku bisa bermalas-malasan dan tentu saja untuk bersantai sejenak dari rutinitas keseharianku yang selalu berkutat dengan pekerjaan.Aku menutup mataku dengan menggunakan bantal berharap aku kembali bisa tertidur lagi. Namun suara khas seseorang mengagetkanku membuatku mau tidak mau harus melihat dia yang sekarang sedang berdiri membelakangi jendela. Kristan sudah rapi dan bersih dengan pakaian yang bisa terbilang santai. Kaos berwarna hitam pas tubuh dengan celana panjang baggy yang pas membungkus kakinya yang panjang."Kamu sudah kembali."
Kristan mengurungku dengan kedua tangannya dan itu tidak bisa membuatku pergi begitu saja. Aku ingin lepas pun tak bisa. Tangan yang besar itu mengurung pas di kedua pergelangan tanganku. Setiap kali aku gerakan. Aku tidak bisa melepasnya. Tenaganya sangat kuat, aku harus memikirkan cara lain agar aku tidak lagi pasrah di depan dia."Aku bilang lepas atau...""Atau apa?""Atau jangan salahkan aku kalau kepunyaanmu itu akan ku serang saat ini juga. Jangan lupakan Kristan aku bisa menghajarmu dengan rasa sakit yang tidak terkira."Kristan menyipitkan matanya, memandang satu arah ke arahku dan itu tepat di kedua mataku ini. Kami saling berpandangan dengan jalan pikiran masing-masing, dia menilai kesungguhanku saat itu juga. Sementara aku, aku tidak memikirkan hal itu. Aku malah berpikiran kalau dia selalu saja membuatku tak habis pikir, aku selalu saja dia buat bertanya-tanya sama sikap yang dia punya."Jika kamu memang mau menendangku, ak
Heran aku tuh sama Kristan yamg mau seenaknya sendiri. Dia itu sebenarnya mau apa sih. Aku tuh selalu salah dimata dia. Semua yang aku lakukan salah. Terus aku harus mengalah gitu. Itu udah aku lakukan sejak tadi. Malah aku sudah sangat sabar menghadapi tingkahnya itu."Kekanakan." Aku berdiri untuk pulang. Ngapain juga aku masih sabar di sini sama dia. Lebih baik aku pulang dan tidur. Daripada di sini bikin aku kesel sampai aku tuh nggak bisa bilang apa-apa. Memilih untuk diam tapi hati meronta-ronta."Apa kamu bilang? Aku kekanakan?""Ya kamu itu kekanakan. Aku daritadi ngikutin kemauan kamu sampai lupa aku jadi orang bodoh."Tangan Kristan mengepal sempurna di depan wajahku. Dia terpancing emosi karna omonganku saat ini. Terserah. Aku tidak peduli dia mau marah sama aku. Aku bilang terserah! Aku bilang apa adanya. Itu yang aku rasakan sejak tadi pagi saat mata ini masih tertutup sampai sinar terik ini menyinari bumi."Kamu mau pukul
Seseorang menurunkan kaca mobilnya di saat aku sedang menunggu taksi di jalan untuk kembali pulang ke rumah."Hei apa yang kamu lakukan di sini?"Berlagak tidak tau siapa yang ada di dalam mobil itu. Aku memalingkan mukaku ke arah lainnya. Aku tidak mau melihat dia yang sedang bertanya padaku saat itu."Hei aku tanya apa yang kamu lakukan di sini. Kamu lagi nunggu orang?""Terserah aku mau apa. Kamu nggak usah peduli ya. Udah sana pergi. Aku nggak mau lihat kamu di sini. Aku lagi kesel."Sudah terlihat jelas betapa jeleknya aku saat ini. Muka tertekuk di tambah bau matahari dan sekarang ada asap pembakaran yang membuat wajahku bertambah kecoklatan."Ayo ikut aku saja daripada kamu berdiri di jalan begitu kayak orang hilang. Mending ikut aku.""Aku nggak mau ikut kamu.""Jangan keras kepala deh kamu. Mau ikut atau nggak nih. Aku lagi baik. Kalau nggak mau, aku pergi."Aku berpikir kemudian. Aku nggak mungkin k
"Aduh perutku sampai sakit rasanya nggak bisa berhenti tertawa daritadi pas kamu ketakutan naik wahana itu. Udah aku tanya kan sama kamu tadi. Emang kamu nggak takut naik wahana ini. Kata kamu nggak. Kelihatan sok kuat banget kamu tuh. Padahal kamu udah gemetar pas mau naik. Makanya jangan sok kuat." cibirku pada Xavier.Xavier saat ini terduduk lemas di aspal gara-gara wahana permainan yang baru saja kami naiki. Tak aku sangka Xavier yang terlihat kuat nyatanya tidak begitu. Xavier langsung bungkam begitu wahana yang kami naiki tak sesuai prediksinya. Alhasil yang terjadi sekarang Xavier masih mengatur detaj jantungnya dan menstabilkan nafasnya yang sempat tak teratur."Kamu beneran pucat. Ada yang mau kamu inginkan."Lama Xavier tidak berdiri membuat Bella bertanya-tanya apa Xavier menjadi sakit gara-gara main wahana tadi. Xavier jadi terlihat pucat sekarang."Aku merasa kurang yakin kamu baik-baik saja. Ayo kita pulang, aku yang akan
Pagi-pagi sekali Bella sudah bangun untuk pergi ke kantor. Bella melihat jam di nakas. Ini pemecah rekor untuknya. Di jam itu terlihat begitu jelas, jam berapa saat ini. Jam setengah enam, langit pun masih gelap. Belum menunjukkan matahari yang bersinar terang di atas sana dan Bella sudah mau berangkat pada jam yang orang lain saja baru mau mandi atau masih menguap demi memperjelas penglihatannya sehabis bangun dari tidurnya. Ini malah sudah rapi dan mau pergi.Bella meninggalkan sarapannya dan sekarang langkahnya menuju mobil yang selalu setia menemani kemana Bella akan pergi yang berada di depan Mansion."Bella. Tunggu!" Kristan berteriak begitu lantang saat aku keluar dari mansion. Aku tidak peduli dengan teriakan dari Kristan karna yang terjadi pada akhirnya perdebatan yang tiada henti."Berhenti aku bilang." Kristan mencengkram erat pundaknya setelah Kristan berlari cukup jauh dari tangga sampai ke depan teras. Kini nafasnya menjadi terengah-engah akibat te
"Sial. Sial. Sial. Kenapa bisa sih aku punya suami kayak Kristan begitu. Aku nggak kira dia itu ternyata tingkat menyebalkannya sangat parah."Dari lantai bawah sampai Bella menaiki tangga dan sekarang Bella berada di dalam kamarnya. Tak henti-hentinya Bella menggerutu gara-gara tingkah laku Kristan yang super itu.Baru saja Bella mau mengambil pakaian kerja Kristan. Suara pintu kamar yang di tutup oleh Kristan terdengar sangat kencang membuat aku terlonjak kaget."Bisa nggak sih kamu tutup pintu pelan sedikit. Bisa-bisa telingalu sakit gara-gara ulah kamu itu."Kristan tidak menjawab, Kristan lebih memilih masuk ke dalam kamar mandi dan mandi."Bella aku butuh kamu menggosok punggungku." Kristan berteriak dari dalam kamar mandi.Apa?! Yang benar saja. Aku sudah rapi dan mau berangkat kerja. Masa ya aku harus menggosok punggungnya. Basah semua pakaianku nantinya.Daripada Bella berlama-lama di dalam kamar. Lebi