PROLOG
"Serius disini?" kata Mika keheranan.
Semburat jingga terbias ke arah air yang mengalir di kolam bebatuan. Tembias beningnya membuat mata siapa saja akan tergiur untuk menenggelamkan di mata air pegunungan nan hangat itu.
Noah menatap lekat-lekat kekasihnya yang mengenakan baju tradisional khas jawa. Lekuk tubuhnya membuat pikirannya semakin liar.
"Tentu saja, tenanglah aku akan membuatmu semakin candu dengan tubuhku" balas Noah mengedipkan matanya yang biru.
Noah menggiring Mika menuju ke pemandian panas yang berada tepat di depan lautan yang diapit dua gunung di kiri dan kanannya.
Kebaya putih itu sudah tertanggal di samping kolam air. Noah menggendong Mika yang sudah tidak mengenakan apapun.
"Bukankah ini delusi yang paling nyata, sayang"
"Ini bukan delusi, ini benar-benar nyata. Kau harus tahu tentang itu" jawab gadis bertubuh gemuk itu.
Noah memagut lembut bibir ranum Mika.
"Terimakasih untuk segalanya" bisik Noah tepat di teling Mika yang memerah.
Kedua tangannya yang kekar merangkum kedua bola yang menggantung di dada Mika. Memilin dan memainkan ujungnya.
"Sudah ku bilang tubuhmu akan candu dengan diriku"
Mika mengerang di dalam kolam hangat itu. Kolam yang dialiri air pegunungan terasa semakin panas seiring tangan Noah merangsek masuk ke dalam intinya.
Kecipak suara air dan tubuh mereka yang saling menyatu seirama dengan aliran yang mengalir dari ujung-ujung pancuran dari bambu.
"Tentang janji yang belum aku penuhi, terimakasih tetap menerimaku" bisik Noah di tengah-tengah dorongannya yang intim.
"Terimakasih telah membuatku menerima hujan dan tragedi itu" Lagi -lagi Noah berbisik di telinga Mika.
***
Mika berdiri mematung di depan kaca toilet kampusnya selepas menerima panggilan telepon dari rumah sakit. Orang tuanya mengalami kecelakaan ketika perjalanan menuju jogjakarta, kampung halaman mereka. Mika menahan hela nafas serta air matanya, tergopoh-gopoh menyetop taksi segera ke rumah sakit. Matanya berkaca-kaca seiring langkah kakinya menuju ke lobi rumah sakit.
“Pasien atas nama Bianca Lodge dan Michael Lodge”, tanya Mika tergagap.
“Sedang berada di ruang ICU, mohon menunggu”, balas si resepsionis.
Mika tak henti-henti menggigit ujung kukunya-kebiasaanya sedari kecil ketika cemas.
Seharusnya aku tidak menghubungi mereka, seharunya aku mencegah mereka untuk datang meski mereka merindukanku lantaran telah lama tidak pulang karena sibuk dengan perkuliahan.
Selang beberapa jam menunggu proses operasi, keluarlah seorang pria mengenakan jas putih diiringi beberapa perawat berjalan di belakangnya.
Dokter itu sejurus menghampiri Mika yang tengah menahan emosinya yang sedari tadi belum mendapat kabar mengenai keadaan orang tuanya.
“Dengan keluarga Lodge” tanya si dokter
“Iya, saya putrinya” jawab Mika singkat
“Maaf, nyawa orang tua anda tidak bisa diselamatkan sebab pendarahan tidak bisa berhenti.” jelas di dokter
Seketika tubuh Mikaa longsor ke lantai setelah menerima kabar tragis perihal orang tuanya.
***
Selepas ditinggal pergi Mami dan Papinya. Mika bertahan seorang diri, mengingat kerabat orang tuanya yang jauh dan keadaan yang masih pandemi.
Ia masih trauma mengingat akan kehilangan satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Mika terkurung dalam perasaan bersalah, ia merasa telah membunuh kedua orang tuanya. Ia benar-benar kalut dan menyalahkan dirinya atas tragedi itu.
Mika merupakan putri semata wayang yang dilimpahi kasih serta perhatian kini harus menerjang apapun sendirian.
Selama satu tahun mengurung diri akibat stres dan trauma sebab kehilangan membuat dirinya mengalami eating disorder alias perilaku melampiaskan emosi dengan makanan. Lambat laun tubuh Mika semakin tambun.
"Mika, buka pintunya nyet" suara orang menggedor pintu membuat hatinya seakan ikut terpukul.
"Pulang, nggun" jawabku lirih.
"Jancuk, buka nyet, pintunya ku dobrak nih sekalian aku bunuh kamu!" ancaman murahannya membuatku terkekeuh.
Bruk!
Tubuh cungkringnya berhasil menumbangkan pintu kayu rumah milik orang tua Mika yang ditinggalinya sejak berkuliah.
“Mika, kamu harus bangkit dari kubur, eh maksud anggun dari kamar” teriak anggun, sahabat karib Mika sejak orok itu.
Mika memasang muka datar, tidak peduli dengan keadaan pintunya yang terkapar lesu akibat hantaman tulang ceking Anggun yang keras. Mika melangkah masuk ke kamar menghiraukan kelakuan anggun yang tidak punya kesan anggun sama sekali.
“Mika, kamu ga mau bikin ortu kamu bangga di atas sana, emakmu pasti sedih liat bentukan mu nduk” cerocos anggun menarik lengan Mika.
Seketika Mika merengkuh badan cungkring gadis di sebelahnya. Menahan air matanya keluar. Sebab menangis di hadapan orang lain merupakan hal yang paling ia benci.
“Mika pengen anggun, pengen banget” Mika terisak di dalam dekapan sahabatnya itu.
"Ini salahku, aku yang seharusnya bertanggung jawab atas nyawa Mami dan Papi bukan supir taksi itu"
"Bukan kamu yang bikin mereka meninggal Mika, sudah sepantasnya orang yang menabrak orang tuamu menerima hukumannya"
"Bukan cuma bapak itu nggun, tapi aku juga yang ngebunuh mereka berdua!"
Plak!
"Udah nangisnya? Mika yang aku kenal ndak pernah sekalipun nangis dan bersikap pengecut kayak gini"
Mika berhenti terisak, pipinya merah. Meninggalkan jejak tangan anggun di atasnya.
"Aku ndak bisa menghadapi dunia tanpa mereka"
"Inget nyet, lu bukan anak Mami Papi yang kerjaanya cuma manja-manjaan"
Mika terdiam, sahabatnya ini tidak pernah menunjukkan amarahnya dari dulu.
"Aku ingat ada seseorang yang ngomong ke aku bahwa kesepian adalah hal lumrah, perpisahan adalah sesuatu yang pasti, tau ndak yang ngomong kayak gitu siapa"
Mika menggelengkan kepala.
"Ibumu, Mik. Aku pas ditinggal mati ibuku. Dia yang bikin aku tahu sekeras apapun dunia luar. Dua hal itu adalah sesuatu yang musti kita terima bukan ditangisi"
"Jadi satu tahun nangis itu udah cukup Mik. Aku bisa ngerasain apa yang kamu rasain. Itu yang musti kamu ingat. Kamu tidak sendirian"
"Maafin Mika ya, nggun"
"Iya nyet, badanmu yang melar dan berlemak membuatku ingin memakanmu hidup-hidup" candaannya kumat lagi.
"Jancuk"
"Ngomong-ngomong nih nyet, mohon maaf kamu itu sudah banyak mengutang sama aku lho. Ditambah nasi pecel ini, nanti tak kirim rincian utangmu" ledek Anggun.
"Sialan kamu!" ujar Mika setengah tergelak.
"Lagi kere, cuk" kata Mika lagi.
“Yowes, kamu ikut kerja di restoran tempatku kerja ya” jawab anggun penuh semangat.
“Wan, kamu itu manusia paling keren dan paling jos yang pernah aku temui di dunia ini. Kamu itu kuat. Mika harus ngelanjutin hidup. Anggun ndak mau kehilangan sahabat dan tenggelam kemudian menjadi gajah hari demi hari” lanjut Anggun sembari menahan tawa
Mika mencubit pinggang Anggun yang hanya kulit saja tanpa lemak.
"Jangan lupa utang sekalian bunganya ya, nyet"
Mata sipitnya tenggelam di antara kerutan pipinya akibat tertawa.
seketika luruh rasa sedih yang diderita Mika selama satu tahun.
Mika harus menafkahi dirinya sendiri sebab orang tuanya tidak memiliki harta warisan terkecuali hutang. Lantas ia merangkap peran menjadi mahasiswa dan pekerja.
***
Hari senin ialah hari terberat bukanlah rahasia umum lagi. Keadaan jakarta yang dipenuhi kendaraan yang sibuk lalu lalang, dihiasi polusi serta diiringi alunan klakson merupakan bentuk lain dari aktivitas sehari-hari. Suasana kota metropolis yang mampu menutupi wajah sedih penghuninya. Mika bergegas berdandan rapi untuk mengikuti sidang skripsi. Langkahnya sejurus dan tegap menghampiri angkot depan gang langganannya.
“Mo ke kampus neng?” tanya bang togar, sopir angkot
“iya bang” jawab Mika singkat
hari itu terasa panas seperti hari-hari biasanya. Mengibas tangan sebagai cara menghilangkan hawa panas merupakan tradisi bagi penghuni kota kejam bernama jakarta.
Angkot yang berjalan terbirit-birit melawan arus kemacetan menambah derita penumpang angkot. Mika masih sibuk mempersiapkan diri untuk sidang skripsi. Lulus ialah fokus utamanya supaya lekas mendapat pekerjaan tetap untuk melunasi utang papanya. Maklum, gaji dari bekerja di restoran hanya bisa mencukupi kebutuhan harian, apalagi ia harus membayar uang kuliah secara mandiri.
MARISSA LOURDSuara ngorok membuatku terbangun. Dengan keadaan tubuh tanpa sehelai kainpun aku terkapar di atas karpet yang berada tak jauh dari ranjang. Saking capeknya sepulang kerja ditambah perjalanan yang cukup jauh membuat mataku langsung terkatup dengan mudahnya.“Kita pulang yuk ke vila, disana lebih hangat dan indah”Suara yang belum sempurna dicerna olehku yang masih setengah tidur. Sepasang tangan mengangkat ku dengan lembut menuju mobil. Mataku seakan dibebani puluhan batu sulit terbuka.“Mar, bangun woi”Suara cempreng Alex yang agak serak dan maskulin sukses membikinku terperanjat. Aku terkejut melihat jam digital yang duduk di atas meja samping ranjang king size yang kutiduri.Dimana gue? Bukannya tadi di motel ranjangnya ga semewah ini?Pikiran tentang dimana aku sekarang sekejap pudar mengingat matahari sudah nyelonong masuk melalui cela
AUTHOR POV“Apaan sih lu” Marissa masih kaget melihat gelagat manusia yang terkenal aneh untuk dirinya.Tapi, alasan ia mengeraskan suaranya supaya suara detak jantungnya tak terdengar ke telinga Alex.Alex yang masih berusaha agar tak tergagap – kebiasaan lamanya ketika gugup.Fakta itu membuatnya makin gugup dan gelisah. Hingga sesuatu yang basah mulai mengguyur tubuh mereka. Bandung yang dikelilingi bukit dan pohon semakin dingin ketika dibasahi hujan.Jaket kulit milik Alex yang digunakan untuk menutup rambut Marissa bahkan tak mampu mengurangi volume air yang membasahi tubuh mereka. Kedinginan mulai menusuk sampai ke tulang.“Bibir lu gemeter, lu gapapa?” Alex yang melihat tubuh basah kuyup Marissa segera mendekapnya tanpa permisi. Tak seperti biasanya rasa gugup semakin mengikat mereka berdua. Mereka yang sudah menjadi “Friend with benefit” di at
ALEX ANDREW POVMataku seperti dibakar api di perapian yang ada di villa milik keluarga ku. Muka ku kusut dan bau, sudah dari kemarin malam tubuh ku tak terkena air selain air mataku sendiri. Tanganku memar akibat terlalu banyak memukul tembok.Brengsek! Aku meraih handphone dengan malas memencet dengan kasar sebuah kontak yang bertuliskan Marissa – si jalang.Dari seberang suara sesenggukan memenuhi isi telingaku. Suara yang akhirnya meluluhkan amaraku terhadap Marissa.Setidaknya Marissalah yang cukup memahami situasi yang aku alami.Mungkin kita tengah berada pada fase teralihkan akibat perasaan jemu dan kesepian yang menggiring kita merasakan perasaan yang mungkin hanya berlaku untuk sementara.“Lu dimana?” Baru kali ini aku melihat dia seterpuruk ini. Seorang Marissa sangatlah anti mewek-mewek club. Ia sangat benci ketika terlihat lemah di depan ora
MIKA LODGE POV“Aku mencintaimu Mika,meski tubuhku terjerat dan tidak leluasa memilihmu sebagai satu-satunya” bisik Noah di lekuk leherku.Aku terisak mendengar kalimatnya.Tapi manusia seperti diriku tidak cukup untuknya. Tidak akan pernah.Bukan hanya itu saja, aku pun akan menyakitinya lagi dan lagi seperti yang sudah sudah. Kita akan menjadi lingkaran setan dan saling menyakiti.Entah sejak kapan aku menjadi manusia yang rakus dan melupakan diriku. Atau apakah inilah wujud diriku yang sesungguhnya.Yang pasti, ungkapannya di sela ketidaksadarannya membuat hatiku terasa lebih hampa.Perasaan bersalah menggerayangi tubuhku.Aku menggeser layarku dengan buru-buru, beberapa dering kemudian.“Selamat malam pak, ada sebuah kecelakaan di jalan depan perpustakaan Timba Ilmu”Selamat tinggal Noah.Ku kecup bibirnya yang kering dan
NOAH DYLAN POVBelum sempat aku merebahkan diri setelah kejadian semalam. Badanku yang masih kaku sudah berada di atas kursi kebesaran keluarga Dylan.Belum ada kabar dari Mika. Apakah semalam hanyalah delusi?Tapi aku ingat betul, ketika aku berbicara dengannya di telepon.Tubuhku pun masih terkenang akan tubuhnya yang duduk di atas pahaku.Tubuhku tidak bisa ditipu ketika dipuaskan.Bayangan wajahnya membuatku tidak bisa berpikir jernih.Apakah ia kembali bersama Alex? Jelas aku ingat semalam aku berterus terang perihal keadaanku yang jauh dari kata normal.Pikiranku saling memaki dan bertengkar.Kepalaku semakin berdenyut.“Permisi pak, ada kiriman khusus untuk anda” kata Marissa melangkah menuju mejaku.Wanita ini benar-benar memiliki nyali yang besar. Atau lebih tepatnya tidak punya urat malu. Bagaimana tidak, setelah kelakuannya yang
32 Panggilan Terjawab dari Wanda.“Lex, maafin Mika, kalau udah denger pesan ini. Telpon Mika ya”Pesan suara dari Mika mengalir ke seluruh ruang apartemen Alex yang sepi.Maafin Mika, serius jangan tinggalin Mika ya Lex.suara isakan Mika membuat hati Alex semakin perih.Sejak malam mengerikan itu, Alex tak sempat memejamkan matanya. Gelagatnya seperti orang yang sedang keranjingan. Mukanya kusut, otaknya tak berhenti memutar dan memikirkan perempuan itu.Kamarnya sudah berantakan akibat amukan Alex yang kerasukan iblis tampan.“Alex”Suara familiar diiringi bunyi bel dari pintu apartemen membuatnya berhenti.Penampakan Marissa yang amburadul. Matanya setengah menyeramkan lantaran maskara yang luntur, rambutnya benar-benar kusut bahkan bajunya robek di bagian pahanya. Tidak sekalipun Alex melihat penampilan sahabat—mantan sahabatnya acak-acakan se
NOAH DYLAN POVSuara ban mobil mencicit sehabis kuinjak rem kuat-kuat.KacauHatiku benar-benar kacauTangan dan kakiku seakan lumpuh.Tubuhku menggigil hebat dan pandanganku mengarah pada pemandangan masa lalu.Bisikan Mami yang bersimbah darah mengelus kepala ku dan menangis. Di sisa hembusan nafas yang ia miliki serta di tengah keadaannya yang tengah meregang nyawa. Ia masih menyempatkan diri menenangkan diriku!Perasaan bersalah yang terus menjalar. Perasaan sakit yang merasuki seluruh rongga pikiranku. Hujan lebat yang terus mengguyur. Aku yang tiba-tiba merasa tercekik dan sukar menghela napas. Kudorong pintu mobil dengan kasar.Mataku nyalang di depan kepulan asap dari mobil yang habis menabrak pohon. Bak lari berkilo-kilo meter. Aku gelagapan mencari oksigen. Badanku kuyup seperti kucing kebasahan.Dan brukkk!Seberkas cahaya di hadapan mukaku menyadarkanku dari pingsan. Siluet tubuh wanita berambut
MIKA LODGE POVSepulang dari hotel laknat itu. Aku berdiam diri dengan khusyu’ meratapi kegagalanku untuk memiliki hubungan yang langgeng.Ku tanyai diriku sendiri. Apa dan Siapa yang kucari selama ini?.Hari ini aku sangat merindukan Papi dan Mami.Menjadi putri keluarga Lodge adalah satu dari sekian banyak keberuntung yang ku alami.Mami yang mengajarkan ku untuk berani dan selalu baik memperlakukan manusia lain.Aku benar-benar gusar. Tidak satupun panggilan masuk atau pesan berbalas dari Noah.Sejak pagi tak ada kabar yang muncul tentangnya.Siang tadi aku menemuinya ke apartemen tapi yang kudapati hanyalah ketiadaannya.Sembari menunggu dering gawaiku bergetar dan berbunyi khusus nada dering untuk nomor telepon Noah.Aku duduk di atas ranjang yang menghadap langsung pelataran rumah peninggalan Papi dan Mami. Menunggu dan menunggu.Jadi seperti ini rasanya menung
NOAH DYLAN POV“Ndut”Suara kecipak sepatu berlari ke arahkuRambut panjangnya basah menimpa kepalaku yang menunduk.“Endut, Mika panggil kok diam saja?”Payung berwarna biru dengan aksen bulat-bulat yang melingkar di atasnya dibuka lebar-lebar menutupi rambutku yang ikal.Gadis itu mengayunkan kakinya ke arah air yang menggenang di hadapannya. Bentangan refleksi wajah ayunya berbinar di depan toko kelontong milik Pak Selamet.Wajahnya berseri-seri ketika hujan ke wajahnya yang menengadah. Tangan mungilnya memegang ujung payung bagian atas. Dibiarkan sepatu kets serta tas biru bergambar Doraemon kesukaannya basah beserta tubuh mungilnya. Senyumannya terus-menerus merekah seiring air langit jatuh ke telapak tangan kecilnya.Ia masih asik bergumam menyanyikan lagu yang mengalun dari walkman kesayangannya. Walkman yang ayahn