Home / Romansa / The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar) / PART 7 - KETIKA DIA JATUH CINTA

Share

PART 7 - KETIKA DIA JATUH CINTA

Author: Noodles
last update Huling Na-update: 2021-03-21 07:38:06

MIKA LODGE POV

"Pagi sayang” suara serak mengalun membangunkanku.

Morning kiss tak lupa diberikan oleh manusia yang dulunya musuh kini menjelma sebagai seorang kekasih.

Kubalas pagutannya dengan menyesap bibir bawahnya.

Aku tak percaya, kemarin ialah hari terakhir menjadi gadis perawan

Hatiku hampir mencelos keluar gara-gara melihat Noah beranjak dari tempat tidur dengan keadaan telanjang bulat

pantatnya yang terpahat sempurna sukses membuat mataku menyala, seketika luntur kantukku.

Ia menoleh, terkekeuh melihat pipiku yang merekah merah.

“Kenapa sayang, belum puas yang semalem?” ujarnya dengan mata nakal

pipi ku makin merah, serasa siap meletus.

"Mau sarapan pake apa?"

"E-eh pakai... sendok?"

"Kebiasaan lama nih, sukanya kikuk"

Noah kembali ke atas ranjang, mencium pahaku yang masih polos tanpa sehelai kain.

"Mik, nanti berangkat bareng ya"

Aku dengan reflek manggut-manggut.

***

Laju mobil sport berwarna hitam yang kami naiki dengan konstan menuju ke arah kantor ku. 

"Memangnya kamu kerja dimana, Noah? E-eh anu, maksudku nanti sepulang kerja bisa aku samperin"

"Emangnya mau ngapain, jangan jangan belum puas yang tadi"

"E-eh bukan, ndak gitu. Mika pengen ngajak Noah pergi nonton. Dulu kan kita belum sempet nonton bareng karena kamu pergi ke Kanada"

"Maaf baby, sayangnya tidak bisa. Nanti siang aku harus pergi untuk menemui Papiku"

"Ayahmu baik-baik saja kan?"

"Ia sakit, kanker hati. Tenang dia baik-baik saja. Setidaknya masih nafas"

"Hus, tidak sopan. Ya udah kalo gitu, Mika duluan ya?" kataku memukul pelan lengan berototnya. 

Ia terkekeuh

"Jangan, jangan dibukain, Mika punya tangan sendiri masih mampu"  ucapku mencegahnya membukakan pintu mobil untukku. Aku sadar diri aku bukanlah putri, lagi pula untuk apa menunggu orang lain untuk membukakan pintu. Toh, juga lebih efisien dan cepat sekaligus memanfaatkan fungsi dari tangan itu sendiri.

"Hah? Aku juga mau berangkat kerja babe"

Aku tertegun "Loh? Heh" 

Banner yang menjulang di atas gedung tempat aku bekerja dalam sekejap mata telah memberiku jawaban.

Sejak kapan poster yang besarnya hampir menutupi sebagian tubuh bangunan itu ada disana?

Menuju ke arah kantor kami masing-masing Noah masih dalam keadaan menahan tawa. Aku berjalan dengan menjaga jarak, bukan karena virus itu. Lantaran aku tidak ingin orang lain curiga dengan kedekatan kami. 

Mendengar fakta bahwa Noah ialah pemilik perusahaan Dylan, membuatku takut jika ada yang tahu tentang hubungan kami berdua.

Bukan karena apa-apa. Oh ayolah dia pemilik perusahaan ini. The most handsome man in the world pula. Aku tak mau menjadi sorotan di mana-mana. 

Menjadi kawan lamanya tidak membuatku tahu segalanya tentang Noah.

Alih-alh berusaha mencari muka dan berlagak songong dan pamer lantas tak membuat diriku berbangga dan puas. Aku lebih menikmati keberadaan diriku yang berada di sudut dan tak terlihat. Ketimbang harus memaksakan senyuman palsu supaya semua orang menyanjung. Orang baik pun tetap digunjing. Lebih baik tidak menjadi baik sekalipun. Kalau bisa jahat, kenapa tidak?

Tidak habis pikir aku akan bertemu dengan manusia yang dulu kerap menjahiliku. Kelucuan demi kelucuan yang menghiasi kenangan masa kecil kami sungguh aku merindukannya.

Bicara tentang masa kecil.

Apakah Noah sudah sembuh dari traumanya?

Apakah benar ia baik-baik saja?

Pertanyaan itu tidak sempat terlintas ketika bersama dengan Noah. Melihat wajahnya yang lebih hangat agaknya aku tidak harus mencemaskan keadaannya.

"Aku mencintaimu, Mika"

Kalimat itu.

Mengenai perasaannya terhadapku membuat jantungku berdesir.

Tidak pernah sekalipun aku membayangkannya. Apakah karena janji itu?!

Kepalaku berputar.

"Woi"

aku melompat kaget

“Woi, ngalamun terus, kesambut genderuwo lu?!” goda Alex.

"Sialan kamu"

"Hey, hey mbak anu sudah bisa logat gaul nih"

"Kerja, jangan makan gaji buta"

"

“Ssttt” segera kubungkam mulut Alex dengan tanganku.

“Nanti Mika ceritain pas makan siang ya”

***

Seperti waktu makan siang biasanya, bertemankan satu piring sayur asem lengkap dengan mendoan dan sambal terasinya. Sepiring nasi padang yang berada di masing-masing hadapan kami.

Suasana agak canggung melihat muka Alex yang biasanya absurd dan jorok itu tak muncul juga. Bahkan cara makannya yang berisik tak bisa membuatku protes. Terlalu canggung sampai kuurungkan untuk memberinya kabar tentang hubunganku dengan Noah.

Reaksi apa yang ia tampilkan. Bisa aku prediksi  Alex akan mengumpat padaku dan mengatai aku tukang halu yang ingin berpacaran dengan bos besar di perusahaan ini.

Aku menggeleng-geleng kepala dengan frustasi membayangkan mimik muka Alex yang akan menertawakanku.

Sudah tentu ia akan melakukan itu.

“Woi, kok gantian situ yang ngalamun” kataku berusaha mencairkan suasana

“Nggak, lagi ga enak badan gue” suaranya serak dan bergetar

“Cerita dong, katanya sesama kaum jancuk ga ada maen petak-umpetin rahasia” ku cubit lembut tangan kekarnya namun tak berhasil saking kerasnya.

“Diam bisa ga si Mik, pusing banget gue”

Ekspresi asing yang masih sulit kucerna mengingat ke-absurd-an manusia setengah alien ini yang tidak mengenal caranya bergundah-ria.

Aku merasa bersalah melihat mulutnya yang membentuk huruf ‘O’

Perutku serasa digelitik melihat badannya yang kekar berotot namu tingkahnya sangat kekanak-kanakan.

Ku genggam tangannya. Ku usap wajahnya yang memelas dengan cara yang dengan mudah mencairkan benteng pertahanan ku ketika melihat hal-hal yang sekiranya menggemaskan bagiku.

“Utututu sini peluk” Kataku sembari memaksakan diri duduk di kursi yang hanya muat untuk sepasang pantat saja. Ditambah pantatku yang seukuran lebih dari normalnya kaum hawa.

Persetan dengan orang-orang yang melihat kami yang tidak punya malu. Yah setidaknya kami masih memiliki kemaluan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 26 - CURUG

    MARISSA LOURDSuara ngorok membuatku terbangun. Dengan keadaan tubuh tanpa sehelai kainpun aku terkapar di atas karpet yang berada tak jauh dari ranjang. Saking capeknya sepulang kerja ditambah perjalanan yang cukup jauh membuat mataku langsung terkatup dengan mudahnya.“Kita pulang yuk ke vila, disana lebih hangat dan indah”Suara yang belum sempurna dicerna olehku yang masih setengah tidur. Sepasang tangan mengangkat ku dengan lembut menuju mobil. Mataku seakan dibebani puluhan batu sulit terbuka.“Mar, bangun woi”Suara cempreng Alex yang agak serak dan maskulin sukses membikinku terperanjat. Aku terkejut melihat jam digital yang duduk di atas meja samping ranjang king size yang kutiduri.Dimana gue? Bukannya tadi di motel ranjangnya ga semewah ini?Pikiran tentang dimana aku sekarang sekejap pudar mengingat matahari sudah nyelonong masuk melalui cela

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 25 - FRIEND WITH BENEFIT STILL GOING ON

    AUTHOR POV“Apaan sih lu” Marissa masih kaget melihat gelagat manusia yang terkenal aneh untuk dirinya.Tapi, alasan ia mengeraskan suaranya supaya suara detak jantungnya tak terdengar ke telinga Alex.Alex yang masih berusaha agar tak tergagap – kebiasaan lamanya ketika gugup.Fakta itu membuatnya makin gugup dan gelisah. Hingga sesuatu yang basah mulai mengguyur tubuh mereka. Bandung yang dikelilingi bukit dan pohon semakin dingin ketika dibasahi hujan.Jaket kulit milik Alex yang digunakan untuk menutup rambut Marissa bahkan tak mampu mengurangi volume air yang membasahi tubuh mereka. Kedinginan mulai menusuk sampai ke tulang.“Bibir lu gemeter, lu gapapa?” Alex yang melihat tubuh basah kuyup Marissa segera mendekapnya tanpa permisi. Tak seperti biasanya rasa gugup semakin mengikat mereka berdua. Mereka yang sudah menjadi “Friend with benefit” di at

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 24 - JAGUNG BAKAR ATAU JAGUNG REBUS?

    ALEX ANDREW POVMataku seperti dibakar api di perapian yang ada di villa milik keluarga ku. Muka ku kusut dan bau, sudah dari kemarin malam tubuh ku tak terkena air selain air mataku sendiri. Tanganku memar akibat terlalu banyak memukul tembok.Brengsek! Aku meraih handphone dengan malas memencet dengan kasar sebuah kontak yang bertuliskan Marissa – si jalang.Dari seberang suara sesenggukan memenuhi isi telingaku. Suara yang akhirnya meluluhkan amaraku terhadap Marissa.Setidaknya Marissalah yang cukup memahami situasi yang aku alami.Mungkin kita tengah berada pada fase teralihkan akibat perasaan jemu dan kesepian yang menggiring kita merasakan perasaan yang mungkin hanya berlaku untuk sementara.“Lu dimana?” Baru kali ini aku melihat dia seterpuruk ini. Seorang Marissa sangatlah anti mewek-mewek club. Ia sangat benci ketika terlihat lemah di depan ora

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 23 - NAFSU ATAU RINDU?

    MIKA LODGE POV“Aku mencintaimu Mika,meski tubuhku terjerat dan tidak leluasa memilihmu sebagai satu-satunya” bisik Noah di lekuk leherku.Aku terisak mendengar kalimatnya.Tapi manusia seperti diriku tidak cukup untuknya. Tidak akan pernah.Bukan hanya itu saja, aku pun akan menyakitinya lagi dan lagi seperti yang sudah sudah. Kita akan menjadi lingkaran setan dan saling menyakiti.Entah sejak kapan aku menjadi manusia yang rakus dan melupakan diriku. Atau apakah inilah wujud diriku yang sesungguhnya.Yang pasti, ungkapannya di sela ketidaksadarannya membuat hatiku terasa lebih hampa.Perasaan bersalah menggerayangi tubuhku.Aku menggeser layarku dengan buru-buru, beberapa dering kemudian.“Selamat malam pak, ada sebuah kecelakaan di jalan depan perpustakaan Timba Ilmu”Selamat tinggal Noah.Ku kecup bibirnya yang kering dan

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 22 - BERITA YANG MEMBUAT GILA

    NOAH DYLAN POVBelum sempat aku merebahkan diri setelah kejadian semalam. Badanku yang masih kaku sudah berada di atas kursi kebesaran keluarga Dylan.Belum ada kabar dari Mika. Apakah semalam hanyalah delusi?Tapi aku ingat betul, ketika aku berbicara dengannya di telepon.Tubuhku pun masih terkenang akan tubuhnya yang duduk di atas pahaku.Tubuhku tidak bisa ditipu ketika dipuaskan.Bayangan wajahnya membuatku tidak bisa berpikir jernih.Apakah ia kembali bersama Alex? Jelas aku ingat semalam aku berterus terang perihal keadaanku yang jauh dari kata normal.Pikiranku saling memaki dan bertengkar.Kepalaku semakin berdenyut.“Permisi pak, ada kiriman khusus untuk anda” kata Marissa melangkah menuju mejaku.Wanita ini benar-benar memiliki nyali yang besar. Atau lebih tepatnya tidak punya urat malu. Bagaimana tidak, setelah kelakuannya yang

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 21 - 3 SAHABAT

    32 Panggilan Terjawab dari Wanda.“Lex, maafin Mika, kalau udah denger pesan ini. Telpon Mika ya”Pesan suara dari Mika mengalir ke seluruh ruang apartemen Alex yang sepi.Maafin Mika, serius jangan tinggalin Mika ya Lex.suara isakan Mika membuat hati Alex semakin perih.Sejak malam mengerikan itu, Alex tak sempat memejamkan matanya. Gelagatnya seperti orang yang sedang keranjingan. Mukanya kusut, otaknya tak berhenti memutar dan memikirkan perempuan itu.Kamarnya sudah berantakan akibat amukan Alex yang kerasukan iblis tampan.“Alex”Suara familiar diiringi bunyi bel dari pintu apartemen membuatnya berhenti.Penampakan Marissa yang amburadul. Matanya setengah menyeramkan lantaran maskara yang luntur, rambutnya benar-benar kusut bahkan bajunya robek di bagian pahanya. Tidak sekalipun Alex melihat penampilan sahabat—mantan sahabatnya acak-acakan se

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status