Sudah beberapa detik, Bella masih belum berikan jawaban. Kenapa wujud Thinker Bella dalam dirinya tidak berfungsi? Sebagai orang berasal dari kalangan biasa, sangat sulit menyeimbangkan diri dengan pria bangsawan seperti Hector maupun Victor. Bella tidak bisa dengan mudah berbicara blak-blakan layaknya pada teman sejawat atau orang terdekat lainnya. "Aku tadi terpaksa memukul celengan babiku." Meskipun terdengar konyol, Bella berusaha menutupi. Cerita polos tapi bisa di jadikan modal memulai topik obrolan baru dengan Hector. "Kenapa? Jadi kamu kekurangan uang?" "Tidak, tapi karena ingin aku belikan sesuatu." "Bukan karena rekeningmu sedang di blokir? Asal kamu tahu, aku mengkhawatirkanmu soal ini." "Tidak. Sudah terbiasa hidup sendiri, jadi soal mengatur keuangan bukan hal sulit." Bella buru-buru mengalihkan topik. "Aku sudah selesai makan, dan kamu juga. Sebaiknya kita pulang. Besok harus kerja lagi." "Baiklah." Hector melakukan gerakan menarik serbet yang ada di pangkuan, kem
Seperti terkena angin dari hantaman badai es yang sangat besar, sehingga membuat seluruh tubuh menjadi membeku lalu mematung. "Kenapa kamu mengatakan itu?" tanya Bella dengan polosnya. "Ini hatiku yang berbicara." Tidak. Ini terlalu mendadak, pikir Bella. Dia kira niatan Hector dengan rencananya yang akan mempublikasikan pernikahan mereka itu karena adanya rekayasan terselubung, bukanlah murni karena cinta. Namun Hector kenapa justru mengungkapkan perasaannya? "Kamu tidak seharusnya mengatakan itu." "Apa? Kenapa bisa begitu?" Hector jadi tertawa geli. Cara pengucapan Bella dengan bibir cemberutlah yang membuatnya, selain isi ucapan Bella sendiri. "Kita hanya bertemu di waktu yang salah. Carilah gadis itu." "Gadis yang mana?" "Malam itu kamu menghindari seseorang, kan? Dan dia seorang wanita." "Iya, benar." "Itu dia. Orang-orang yang datang di pesta topeng itu pasti bukan dari kalangan biasa, jadi perbaiki hubunganmu dengan wanita itu." "Kenapa?" Hector sampai menaruh garp
Seorang pria berdiri dengan postur menjulang. Bukan itu saja, dadanya juga bidang dan wajahnya semakin tampan dengan rambut berwarna gelapnya. "He He Hector?" "Iya. Ini aku. Kenapa kamu seperti melihat hantu? Aku belum mati." "Wah. Apa dia kekasihmu? Apa dia orang yang sama seperti waktu itu?" Mariana sampai harus menyenggol lengan Bella. "Dia tampan sekali!" Sambungnya menggoda Bella. "Terima kasih," sahutan Hector membalas ramah, baru kemudian berganti pada Bella. "Geser sedikit. Aku harus memakai kartu." Bella segera buyarkan keterkejutannya. Terpaksa bergeser sesuai perintah, terlebih Hector sudah mengatakan akan membayar hasil belanjaannya tadi. Setelah melakukan tap pembayaran dengan kartu, keduanya berpamitan pada Mariana lalu keluar dari toko kelontong wanira paruh baya yang ramah itu. "Aku mencarimu!" Bella memulai obrolan. Ucapannya lirih tapi dengan nada kesal. "Kenapa mencariku? Aku bisa langsung mendatangimu," jawaban enteng Hector. Jalanan di sekitar toko itu men
Keadaan kembali memaksa Bella mengambil keputusan yang tidak sepenuhnya dia inginkan. Bella tarik napas lalu hembuskan perlahan agar bisa sekalian menenangkan diri juga pikiran kalutnya. Bella ketuk pintu ruangan presdir setelah merapikan rambut dan penampilannya. Setelah beberapa kali ketukan, seorang wanita muda cantik membukanya. Dia adalah sekretaris baru yang di lihat Bella pagi tadi. "Masuklah. Presdir menunggumu," ucapnya kalem. Bella berikan senyuman dan anggukan sebagai jawaban. Setelah sekretaris itu berjalan melewatinya, Bella melirik sebentar untuk melihat gerakan sang sekretaris yang membuat keningnya berkerut. Sekretaris cantik, berambut emas dan panjang sepinggang itu menarik ke bawah rok pensil ketat yang dia kenakan. Pikiran konyol Bella terlintas. Seandainya dia seorang pria, maka akan serta-merta tergoda dengan wanita muda itu. Tampilannya lebih seperti model catwalk daripada pegawai kantoran. Bella kemudian masuk. Victor tampak sedang dalam pembicaraan serius
Napas Bella kembali tertahan. Padahal sudah siapkan mental agar siap menerima apapun berita yang akan dia dapatkan, tapi nyatanya masih saja suka gemetaran terlebih dulu. "Ini. Atas perintah Pak Victor, kamu akan di coba pada jabatan ini. Bacalah secara cepat dan juga di mengerti. Waktu kita tidak banyak." Sandra dengan kebiasaannya yang suka membuat situasi jadi harus cepat dan terburu-buru. Bella menerima berkas yang di berikan oleh Sandra. Dengan di tatap dua orang di arasan di hadapannya, Bella jadi merasa canggung. Terlebih Sandra tadi juga mengatakan agar dia tidak lama-lama membacanya, Bellapun jadi salah tingkah di buatnya. "Artis?" Bella terbelalak. Membaca sekaligus mengucapkannya dengan keras jadi reaksi keterkejutannya. "Tapi ... Saya tidak mengerti," ucap Bella kikuk. Ini semua di luar dugaannya. "Apa kamu tahu apa jabatan Pak Victor selain jadi presdir baru kita?" Bella gelengkan kepala dengan pertanyaan Sandra ini. "Saya tidak tahu. Saya hanya tahu beliau adalah s
Keesokan harinya. Pagi sekali Bella sudah bangun dan mempersiapkan penampilan. Untuk sekarang makan lagi dengan sereal dan juga susu sudah cukup. Pikiran Bella belum bisa di ajak kompromi untuk memulai memasak. Segala sesuatunya maunya serba cepat agar segera sampai ke tujuan. Lalu-lintas di Milan pagi ini cukup bersahabat. Bella telah sampai tujuan sesuai rencana. "Bella. Kamu sudah selesai cutinya?" Sang security penjaga gedung tampak terkejut dengan kedatangan Bella. "Iya, pak. Cukup 3 hari saja," sahut Bella singkat. Tujuannya adalah segera masuk dan ke meja kerjanya. Suasana kantor yang masih sepi, membuat mood baik di pagi harinya masih terjaga. Bella membuka layar laptop kemudian kerutkan kening. Ada perubahan pada beberapa bagian lembaran kerjaannya sehari-hari. Dari bagian logo perusahaan maupun sebagian nama pos-pos tugasnya. "Kenapa berbeda? Apa ada maintenance ya?" gumamnya, lalu geser kursi berodanya menuju ke meja teman dekatnya di sebelah. Bella yang penasaran mem