Войти“SHERRY! Kamu di mana? Kenapa kamu bolos kelas?!”Suara keras Aresh membuat aku langsung terdiam, kata-kata itu menamparku sehingga aku tak sanggup bicara apa pun. Kelas? Di hari seperti ini, aku bahkan tidak ingat ada kelas lain.“A–aku… aku ada urusan tadi, Kak. Sebenarnya tadi—”Suara Aresh memotong tajam, penuh amarah, sebelum aku bahkan selesai bicara. “Urusan?! Kamu pikir kamu siapa sampai berani bolos seenaknya? Dosenmu telepon aku barusan. SAMUEL! Dia bilang kamu kabur saat kelas berikutnya dan mata kuliahmu TIDAK BISA ditoleransi lagi!”Samuel? Dosen gila itu berulah lagi! Mendengar nama Samuel, Kaiser langsung menegakkan tubuhnya, menatapku dengan wajah serius. Sepertinya ia paham dosen yang dimaksud Aresh. Aku menelan ludah, tenggorokanku sakit seperti tercekik.“kak Aresh, aku benar-benar tidak bisa datang. Aku… terjadi sesuatu…”Suaraku makin kecil, dan itu membuat Aresh semakin marah. “Terjadi sesuatu? Kamu dengar aku, Sherry. Jangan cari masalah lagi! Nilaimu su
Kaiser terdengar tertawa, lalu dengan suara rendah dan dingin, Kaiser menjawab. "Apa kamu ingin melihat apa yang bisa saya lakukan? Saya bahkan bisa tidak hanya membuat kamu dipecat, tapi juga masuk penjara!""Wow, anak muda yang sangat berani tapi tidak tahu tempat. Kamu bahkan bukan mahasiswa di sini, kan? Justru kamu yang bisa saya laporkan!" tantang pak Samuel dengan ekspresi mencemooh. Kaiser hanya diam mendengar ejekan pak Samuel, lalu beberapa saat kemudian menjawab. "Laporkan, saya tidak takut. Tapi saya akan memastikan, kamu mendapat hukuman yang sangat kejam karena berani mengusik sahabatku yang paling kusayang!"Setelah mengatakan itu, Kaiser meraih lenganku, bukan dengan gerakan memaksa, tapi dia menuntunku dengan lembut. Aku mengikuti langkahnya dengan badan yang masih gemetar. Kaiser membukakan pintu mobil, mempersilakan aku masuk duluan."Ayo, masuk. Kamu sudah aman sekarang," ucapnya dengan nada lembut, memasangkan sabuk pengaman untukku dan mengusap air mata di pi
"O-oke, aku kirim sekarang."Dengan tangan gemetar, aku mengirim di mana lokasiku berada sekarang kepada Kaiser. "Tetap diam di situ, Sherry. Aku akan ke sana secepatnya!"Jawaban Kaiser membuat aku seketika merasa lega, rasa sesak di dadaku sedikit melanggar sehingga tubuhku kini merosot ke bawah, lemas. "T-tolong datang secepatnya, Kai... "Setelah mengatakan itu, aku bersembunyi lebih rapat di balik tembok. Jantungku berdebar kencang setiap mendengar suara apapun di belakangku, rasanya, satu suara kecip pun bisa membuatku menegang.Tiba-tiba, terdengar suara pintu gedung parkir terbuka keras, aku refleks membungkuk dan menahan napas. Lalu suara yang sangat familiar dan menakutkan itu terdengar. “Sherry?!”Pak Samuel memanggil dengan suara keras, langkahnya terdengar mendekat, sehingga rasanya membuat jantungku berhenti berdetak."Keluar! Aku tahu kamu di sini!" seru pak Samuel lagi. Aku menutup mulutku rapat-rapat agar tidak terisak keras, kugigit bibir sekuat kuatnya agar tak
Aku menepis tangannya dengan kasar, mundur begitu cepat hingga kursiku hampir jatuh. “Pak, kalau Anda berani mendekati saya lagi, saya akan melaporkan bapak!" teriakku dengan wajah memerah. Anehnya, pak Samuel tidak panik, juga tidak marah. Dosen muda itu hanya merapikan kemejanya dengan tenang… lalu menatapku sambil tersenyum sinis. “Silakan.”Nada suaranya santai, dengan senyuman mengerikan menghiasi wajahnya. "Saya serius, Pak!"“Hah. Tidak akan ada yang akan percaya mahasiswa bodoh dengan nilai D yang tiba-tiba nyari perhatian, apalagi dengan kehebohan yang tadi kamu lakukan di kelas," ejeknya sinis, sehingga membuat tubuhku membeku.Bibirku masih terasa sakit ketika aku kembali mencoba mundur dari pak Samuel, tapi dia kembali meraih lenganku, menarikku mendekat dengan paksa.“Jangan drama, Sherry. Kamu dapat apa yang kamu mau. Sekarang tenang—”"Tidak!" potongku, histeris. Berusaha sekuat tenaga lepas dari cengkeramannya. "Kamu sebenarnya sangat menyukainya, aku tahu itu. Ti
"Permisi, Pak. Ini Sherry."Begitu kelas selesai, aku tak bisa menghindar untuk tak mendatangi ruangan pak Samuel, sehingga aku mengetuk pintu dengan tangan yang sedikit gemetar. “Masuk!” Suara Pak Samuel terdengar jelas dari dalam, sehingga aku punmenarik napas dan melangkah masuk, menutup pintu pelan di belakangku. Pak Samuel, dia tengah duduk di kursinya, menatapku tanpa berkedip, seolah sudah tahu aku akan datang.“Pak, saya ingin menjelaskan tentang bekas ini.” Aku menunjuk pelan ke bawah leherku dan mulai berbicara, tak ingin lagi mendapatkan bisik-bisik aneh dari teman sekelas seperti saat mata kuliah pak Samuel tadi. “Jadi sebenarnya tadi malam, saat saya tidur… saya digigit serangga dan—”“Apakah kamu berniat memprovokasiku untuk lebih gencar mendapatkanmu, Sherry?” potong pak Samuel, sehingga mataku terbelalak lebar karena terkejut. “Ap-apa maksud bapak?”Dia tersenyum miring, sinis, lalu menjawab dengan nada mencemooh. “Kamu pasti dengan sengaja—saat jam saya—menunj
Tanganku langsung gemetar dan menggenggam erat syal yang melingkari leherku Kalau aku buka… bekas Aaron akan kelihatan, tapi kalau tidak kubuka… aku sama saja menantang pak Samuel di depan semua orang. Akhirnya aku hanya bisa menunduk dengan jantung yang berdetak kencang. Apa yang harus kulakukan…? Pak Samuel menatapku sambil bersandar di meja, ekspresi menunggu penuh tekanan. “Sherry,” katanya lembut, bukan lembut pengertian, tapi penuh ancaman. “Kita semua sedang menunggu.” Kata-kata tajam pak Samuel membuat aku hanya bisa memejamkan mata dengan syal yang masih tergenggam eray. Aku benar-benar tidak tahu… apakah aku harus menuruti pak Samuel… atau mempertahankan syal yang melindungi bekas Aaron yang masih membakar di bawah daguku. Tanganku masih gemetar ketika kusentuh simpul syal di leherku. Suasana kelas begitu sunyi sampai aku bisa mendengar detak jantungku sendiri. Semua mata kini tertuju padaku, termasuk mata pak Samuel. “Sherry,” panggilnya lagi. Nadanya datar,







