Beranda / Horor / Tiga Wanita Jagoan / Kuliah atau ....

Share

Kuliah atau ....

Penulis: MEGAWATI SOREK
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-09 11:34:52

Ria duduk di depan cermin, menyisir rambut lurus yang sebahu. Pantulan wajah itu  terlihat kuyu, mata bengkak, menampilkan pipi yang agak cekung, dengan bibir pucat. Ria memang tak ada menimbang badan, tetapi dapat diketahuinya pasti berat badan turun, dari banyaknya baju yang dipakai terasa longgar. Kilatan masa lalu, kebersamaan Mak selalu hadir kembali. Kenangan, harapan serta hal-hal indah membersamai hidup bersama Mak bermunculan.

"Kuliahmu nanti mau ambil apa, Nak?" tanya Mak waktu itu.

"Ria, tertarik mau jadi guru, Mak." Dengan mata berbinar Ria menjawabnya.

"Mantap tu, Ria cocok jadi guru. Itu kerjaan mulia, nanti Mak usahakan biayanya, Bibikmu pun akan membantu," terang Mak.

Seminggu telah berlalu, selama itu tahlilan dilakukan oleh keluarga. Hari ini rumah kembali sepi karena para tetangga serta kerabat tidak ada lagi berkumpul.

Ria harus terbiasa, hidup tanpa Mak. Begitu banyak perhatian dari kedua Bibinya di rumah ini. Nasihat, kata petuah dari para tetua, tetangga kerabat banyak mengalir pada Ria. Bagaimana Ria harus sabar. Tabah menerima kenyataan. Mengikhlaskan yang telah pergi. Ucapan mereka, semua bernyawa jodohnya pasti kematian. Cuma waktunya saja berbeda. Mungkin Mak lebih awal, kita pun semua akhirnya akan menyusul, entah kapan. Mak, walau raga tak lagi di sisi Ria. Tapi kenangan serta nama Mak selalu ada di hati Ria, Mak. Doa selalu akan  Ria alirkan setiap selesai salat, pada kedua orang tua. Ria membatin. Air mata telah di sudut mata, hanya dengan sekali kedipan kembali akan membasahi pipi. Janji terucap di hati gadis itu. Dengan cepat ia menyeka dan berdiri, sebelum ia  kembali larut bersedih tak berkesudahan.

Ria keluar kamar, mendapatkan Bi Tinah dan Bi Laila sedang berbicara dengan wajah serius di ruang tamu. Senyum merekah menyambutnya, ketika Ria ikut bergabung.

"Ria, harus menjalani meneruskan hidup penuh semangat, ya, Nak," Bi Laila berucap dengan tangan dikepal, senyum manis menghiasi wajahnya yang tak lepas dari polesan makeup natural.

Bi Tinah, mendekati mencondongkan tubuhnya seraya membelai rambut Ria, " iya, Ria, Bibi berdua akan menjagamu. Kami akan menggantikan orang tuamu, Nak."

"Terimakasih, Bi," jawab Ria terharu sekali, mata Ria mulai berembun.

"Udah-udah, jangan nangis lagi," cegah Bi Laila cepat, menyapu sudut mata Ria dengan ujung jarinya.

Ria tersenyum, "Bi, sewaktu kecelakaan kemarin, Bibik jadinya kemana?" tanyanya dengan memandang Bi Tinah penuh selidik.

Ekspresi Bi Tinah berubah seketika. Aura dingin serta sendu sarat dengan kesedihan, terpancar pada matanya. Bi Tinah menghela napas. Seperti ada hal yang begitu berat untuk diucapkan.

"Bibimu diselamatkan Faisal, bahkan dia ingin minta maaf dan ingin kembali. Mana bisa dipercaya!" Bi Laila seperti biasa, sangat komunikatif.

"Maksudnya?"

"Ini sabotase, supir truk dibawah kendali Ki Winto. Faisal datang tepat waktu, tetapi hanya bisa sempat menyelamatkan Bibimu."

Bi Tinah hanya diam, menundukkan kepala. Seperti ada yang sangat ia sesali. Mendengar penjelasan Bi Laila Ria kaget, ini dendam seperti apa? Kenapa mesti Ria dan maknya yang menjadi terseret dalam masalah mereka. Tak hentinya mereka menyerang dengan berbagai cara, pikir Ria.

"Bi Tinahmu tak salah, Ria. Dia juga korban. Dendam lama itu beraksi lagi," sebut Bi Laila seakan membaca pikiran Ria.

"Ini salahku," desah Bi Tinah dengan suara bergetar lalu tergugu dengan tubuhnya terguncang.

Ria tahu ini takdir, tak harus menyalahkan siapapun kecuali mereka yang merencanakan. Musuh kedua Bibinya inilah yang telah menghabisi nyawa Mak. Darah Ria mendidih, amarah terasa membakar. Ingin rasanya meluahkan rasa kebencian yang membuncah. Api dendam membara di hati Ria.

"Bi, cepat ajari aku ilmu kanuragan dan kebatinan itu," ucap Ria bergelora penuh semangat.

"Ria, kau salah jika menempatkan dendam pada dasar keinginanmu untuk berlatih," ujar Bi Tinah yang sudah meredakan emosinya. Wajahnya kembali tenang dengan ekspresi lekat memandangi mendominasi.

"Dendam, akan membuatku terkurung dengan kebencian. Dan itu akan menghancurkan diri sendiri. Hilangkan rasa itu!" tambahnya lagi. Baru kali ini Bi Tinah berbicara lebih banyak dari biasanya.

"Maksudnya, Bi?" tanya Ria tak mengerti.

"Dendam dilarang oleh Allah SWT, permusuhan yang tak berkesudahan, terjerumus ke jalan syaitan, dibenci oleh Allah, akan menjauhkan dari rahmat Allah, tentunya ini tidak diridhoi, kau paham itu Ria," Bi Tinah menegaskan. Terkadang Bi Tinah seperti asing bagi Ria. Timbul rasa sungkan. Jika Dia sudah serius berbicara banyak. Nyali Ria menciut, anehkan, padahal Bibi Ria sendiri. Berbeda dengan Bi Laila ia merasa seperti sahabat. Pribadi yang hangat, supel, bawel dan ada urakannya.

Tak ada bantahan yang dapat Ria ucapkan. Anggukan berlahan menjadi jawaban atas responnya kepada Bi Tinah.

"Bagaimana dengan kuliah yang akan kau ambil? Kapan mulai masuk?" tanyanya Bi Tinah dengan suara tegas.

"Bulan depan, udah masuk Bi, akan menumpang tinggal di rumah Paman Tiok, kayaknya jadi,"

Akhirnya, Ria akan kuliah di Universitas Riau (UR) mengambil Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan sesuai cita-citanya. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Untungnya adik bapaknya ada yang berdomisili di Pekanbaru sehingga Ria tak perlu mencari indekos lagi kebetulan juga jarak tempuhnya  pun tidak begitu jauh.

"Kalo kuliah, cem mana mau belajar ilmu dari kita?" timpal Bi Laila bertanya.

Ria tercenung, Bi Tinah pun sama,  mereka di kecamatan sementara Ria di ibukota provinsi. Bagaimana hal itu bisa terkejar olehnya nantinya.

Ria sangat ingin memiliki ilmu agar memiliki modal untuknya nanti melawan orang yang akan berniat jahat padanya. Selain itu bahaya bisa saja masih mengincar. Dilema yang dirasakan saat ini. Diantara dua pilihan yang sulit. Keduanya sama penting. Dengan bismillah, puncaknya ia memutuskan menunda setahun untuk mulai kuliahnya. Ia akan fokus konsentrasi untuk modal diri agar kuat. Setelah itu nanti baru menuntut ilmu tuk impiannya.

Kedua Bibinya pun setuju saja atas keputusan yang telah diambilnya. Apapun itu asal tekad kuat serta semangat berkobar. Mereka berharap dalam waktu setahun itu sempat untuk berlatih. Mereka tidak lagi membuka praktek lebih memprioritaskan latihan agar lebih maksimal. Untuk biaya hidup, hal yang mengejutkan modal hidup Bi Tinah dan Bi Laila memiliki tabungan dengan nominal banyak.

Diawali dengan olah fisik. Ria harus menyeimbangkan hidup dengan pola diet sehat. Ketahanan tubuh dengan berlari pagi, olah raga. Bahkan Bi Tinah tega  menyuruhnya mengangkat air dari ujung jalan hingga ke rumah. Menjadi tontonan para penduduk. Kulitnya yang dulunya putih bersih mulai menuju kewarna kecoklatan. Tepian pipi dekat telinga terlihat belang dengan pipinya, karena jejak hijab yang membekas.

Siang malam ditempa dengan dua wanita yang berkarakter berlawanan. Menjadi lebih bervariasi. Disaat  Ria merasa lelah rasa tak berdaya Bi Laila mengedipkan matanya menyuruh istirahat, sementara Bi Tinah melirik bahkan melototkan matanya ketika push-up Ria terhenti. Otot dibeberapa bagian terlihat mulai menonjol. Garis wajah terlihat lebih keras. Ria tidak kemayu lagi. Ternyata tidak mudah, berproses harus dilaluinya. Pontang panting hingga jungkir balik siang jadi malam, begitupun sebaliknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tiga Wanita Jagoan   Paman Tiok Menyesal

    Setelah bertanya pada bagian informasi. Ria menuju lantai atas rumah sakit ruangan VVIP menggunakan lift. Melangkah dengan keraguan serta bagaimana ia nantinya harus bersikap terhadap pamannya.Setelah menemukan ruangan Paman Tiok. Pamannya tersebut hanya minta berbicara berdua saja. Bi Tinah dan Bi Laila beriringan ke luar ruangan. Sedangkan Bi Wulan dan Clara seperti tak rela jika tidak ikut mendengar apa yang akan mereka bicarakan. Mereka sangat penasaran. Sayangnya Paman Tiok tetap menyuruh mereka keluar.“Ria,” lemah suara paman Tiok. “Sebenarnya kamu berpihak pada siapa? Paman ini adalah adik satu-satunya dari Bapakmu dan kau tega bekerja pada musuh pamanmu.”“Hm, itu-“ Ria mencoba berpikir mencari kata-kata yang pas untuk berbicara.“Apa?”“Itu, paman. Aku tak tahu jika kalian bermusuhan. Setahuku di pesta hotel itu bukankah kalian merger ya?” tanya Ria dengan memasang wajah polosny

  • Tiga Wanita Jagoan   Playboy Tak dianggap

    Om Tiok segera dilarikan ke rumah sakit. Bi Tinah dan Bi Laila yang saat kejadian masih menginap di rumah mereka ikut serta mengantar ke rumah sakit. Sedangkan Ria sore itu belum berada di rumah. Gadis itu masih berada di kampus, masuk kuliah dijadwal siang. Diagnosis dokter Om Tiok mengalami gangguan pada jantungnya dan oleh dokter harus diopname beberapa hari sampai pulih. Serta tetap melakukan rawat jalan nantinya. Clara dan Bi Wulan begitu panik dan cemas. Mereka berharap kejadian ini tak pernah terjadi. Kondisi perusahaan yang hampir terpuruk dan ditambah lagi kondisi kesehatan yang buruk. Bi Tinah dan Bi Laila bersikap memberi dukungan serta mendoakan agar Om Tiok segera sehat seperti sedia kala. Mata Om Tiok yang semula terpejam mulai terbuka secara perlahan. “Papa!” Clara mendekati brankar. Mata kedua gadis itu berkaca-kaca. Bi Wulan pun melakukan hal yang sama. Mama Clara tersebut mengengam tangan suaminya. “Ria

  • Tiga Wanita Jagoan   Baku Tembak II

    Afran mengangkat wajah dan kesempatan itu digunakan oleh asisten Om Tiok melepaskan tembakan ke arah Afran. Beruntung saja, tangan Ria lebih cepat menyerang dengan menyentak pergelangan tangan itu, sepersekian detik sebelum menarik pelatuk dengan telunjuknya. Amunisi yang keluar dari ujung laras pistolnya meleset, dan hanya memecahkan vas bunga di sudut ruangan.Tanpa menyia-nyiakan waktu Ria kembali menyerang. Kali ini gadis itu mencengkram lengan asisten Om Tiok. Bagas juga sibuk membawa Om Tiok menepi ke sudut ruangan dan mengunci pergerakan lelaki itu.“Bersihkan semuanya,” perintah Bagas kepada pasukan timnya yang di luar.Secepat kilat pria berambut belah tengah itu berlari ke arah asisten om Tiok yang berusaha meraih pistolnya yang tergeletak di lantai. Bagas menarik pelatuk pistol G2nya. Suara letusan senjata api menggaung di udara bersamaan dengan suara erangan dari pria yang terkapar di lantai. Pria itu mengerang kesakitan. Tangan kir

  • Tiga Wanita Jagoan   Baku Tembak I

    “Melihat rincian hari rapat hari ini yang tidak begitu bagus, sebaiknya Bapak bersiap akan kemungkinan terburuk.” Asisten Om Tiok mengingatkan bosnya itu dengan hati-hati. Om Tiok yang berwajah kelam melakukan tarikan napas dalam. “Atur pertemuan tertutup dengan Afrandio, pria itu harus menerima pelajaran akan ulahnya ini.” Om Tiok memerintahkan pada bawahannya tersebut. Ria menerima perintah untuk ikut serta. Sebenarnya Bi Tinah tidak setuju karena niatnya akan mengajukan pembatalan kontrak. Namun, urung karena kemarin belum berhasil menemui Afran secara langsung. Bertolak belakang dengan Bi Laila yang masih memberi kesempatan untuk Ria menambah pengalaman bertualang memicu adrenalin katanya. Afran bersama Ria serta Bagas memenuhi undangan Om Tiok untuk datang pada sebuah tempat pertemuan berupa resort di pinggiran kota. Penjagaan begitu terlihat jelas, beberapa pria pasukan keamanan Om Tiok siaga. Terletak di sebuah lahan yang luas. Bangunan i

  • Tiga Wanita Jagoan   Pengaruh Pemberitaan

    Afran melemparkan Koran yang diserahkan oleh Bagas itu dengan kesal. Pemberitaan yang membuat emosinya naik. Berita heboh terbaca pada deadline surat kabar maupun pemberitaan media elektronik. Terlihat sebuah foto yang terlihat vulgar. Foto Afran dan Clara bersisian sedang berjalan dan satu lagi foto ketika Afran membuat napas buatan. Judul besar : Akankah Pewaris MT Company Grup dan Afrandio Company Grup akan bersatu. “Segera hapus cepat pemberitaan-pemberitaan itu dengan cepat. Tim bekerja harus cepat, cek ip asal berita, lakukan tekanan. Naikkan berita tentang skandal Pak Tiok. Agar sahamnya segera turun,” perintah Afran dengan cepat. “Siap!” Bagas segera menepi serta terlihat sibuk memberi intruksi melalui earphone ht berkomunikasi dengan markas. Sedang Afran menyandarkan punggung serta mengoyang kursi singgasananya dengan pelan. Ia tak menduga juga akan rencana Clara. Untungnya dia telah dulu mempersiapkan hal lain dengan matang. P

  • Tiga Wanita Jagoan   Mimpi dan Aksi Clara

    Mata beriris hazel itu mengerjap. Afran mendesah panjang. Liburan terpaksa ini begitu menyiksa baginya. Clara yang berada di kamar sebelah begitu merepotkan. Malam tadi ia baru saja membawa gadis itu ke club. Ternyata ia baru tahu untuk urusan minum, gadis itu jago mabuk. Berbeda dengannya yang masih bisa terkontrol. Ia sadar tal boleh lepas kendali akibat minuman keras. Ia melirik jam digital di atas nakas, angka telah menunjukan ke 11 : 45, mendekati tengah hari. Pantas saja perutnya mulai bernyanyi minta diisi. Malam tadi ia kembali ke kamar hampir dini hari, setelah mengantar Clara ke kamarnya. Anehnya lagi Afran mimpi yang tak pernah diduga untuk pelepasan hormon testosterone bersama Ria. Mimpi itu begitu terasa menjiwai. Membuat ia merasa jengah sendiri. Mengapa celana mesti basah karena mimpi dewasa dengan gadis kampung pikirnya. Ia pun beranjak ke kamar mandi. Menguyur tubuhnya agar terasa segar. Bahkan ia berlama-lama meletakkan kepala pada guyuran shower un

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status