Share

Bi Tinah Muncul

Langit tampak berselimutkan mendung, ketika pemakaman Mak yang dilangsungkan esok harinya.

Tetes demi tetes air hujan mulai turun seakan bersaing dengan mata Ria yang juga semakin lebat menjatuhkan air mata. Ah, rasanya ini seperti mimpi baginya, terhempas seakan tidak menerima kenyataan. Akhirnya Ria resmi yatim piatu. Bibinya--dari pihak Mak pun tak tahu rimbanya. Seperti tertelan bumi.

Bi Laila, setia berada disisi Ria. Tetangga dan keluarga dari pihak bapak yang datang dari provinsi berangsur bubar sejak gerimis tadi.

Tanah gundukan baru itu basah, menguarkan aroma tanah kuning. Ria ingin rasanya terus memeluk nisan kayu baru itu. Walau sebenarnya satu pelukan nyata lebih berarti dibanding seribu pelukan ke batu nisan yang hanya bisa dilakukannya saat ini. Bi Laila seakan dengan tenaga penuh mendirikan tubuh Ria yang bersimpuh. Berusaha untuk memapahnya untuk beranjak pulang ke rumah. Dingin merasuk, kuyup tak mereka pedulikan. Langkah Ria lemah, karena tak ada makanan masuk ke perutnya dari semalam. Ketika berbalik, di pintu masuk lokasi pemakaman terlihat Bi Tinah dengan balutan baju semalam yang Ia kenakan. Wajahnya tak jauh beda dengan Ria yang sembab akibat banyak berlinanganan air mata. Ria dan Bi Laila menghampiri dengan setengah berlari. Mereka saling berpelukan lalu berbalik membawa Bi Tinah kembali ke kuburan Mak. Bi Tinah tergugu menengadahkan tangan pada rintik hujan yang mulai reda jatuh ke tangannya. Tubuh Ria kembali terguncang, kembali butiran bening mendesak ke luar dari kelopak mata. Dengan cepat kedua tangan Bi Laila menahan badannya dari arah samping. Ria akhirnya tak sadarkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status