LOGINI May Love You... but I Hate You More Rena thought she could move on. Yoké thought he could forget her. But when fate throws them back into each other’s lives, old feelings ignite into something far more dangerous. Jealousy becomes their language. Revenge becomes their game. And every misunderstanding pushes them deeper into a cycle of passion and hate they can’t escape. They say love conquers all… but what if love is the very reason they destroy each other? ★Sequel to Till Worlds Do Us Part
View More"Ainsley, kau tidak makan?" tanya Emily, sahabat baik Ainsley.
"Tidak, aku sudah minum," balas Ainsley. Dia masih sibuk dengan laptopnya di jam istirahat seperti ini. "Minum? Kau juga harus makan, Ainsley," kata Emily lagi. Ainsley mengalihkan pandangan dari laptop dan beralih menatap Emily. Gadis itu melempar senyum. "Tidak, Emily sayang. Aku masih kenyang. Kau makanlah," kata Ainsley kemudian kembali fokus pada laptopnya. "Ayolah, Ainsley. Ini waktunya istirahat. Jangan terus berkencan dengan benda itu," protes Emily sambil menunjuk laptop di hadapan sahabatnya. Tatapannya kesal seperti seorang gadis yang tengah cemburu ketika pasangannya mengabaikannya. Ainsley kembali tersenyum. "Emily, kau tahu kan, aku ingin menyelesaikan kuliahku lebih cepat. Jadi aku tidak boleh membuang-buang waktu." "Jadi kau berencana meninggalkan aku sendiri, Ainsley?" tanya Emily. "Emily, jika kau tidak ingin tertinggal maka kau juga harus berusaha," jawab Ainsley tanpa menatap pada Emily. "Sudahlah, kau selalu seperti ini, aku marah padamu," kata Emily kesal. Ainsley mengalihkan perhatiannya lagi. Gadis itu meraih dagu Emily lalu mencubitnya gemas. "Maafkan aku. Jangan marah, Emily sayang. Bagaimana kalau nanti malam aku traktir kau makan di restoran favoritmu? Sekarang biarkan aku menyelesaikan tugasku dulu, oke?" "Hm, baiklah. Kau kumaafkan," balas Emily masih sedikit ketus. "Kau yang terbaik. Aku mencintaimu." Emily hanya memutar bola mata malas. Ainsley terkekeh. Sahabatnya itu paling lemah jika disogok dengan makanan. Ainsley kembali fokus pada laptopnya usai mencapai kesepakatan dengan sahabatnya. Ketika jarinya sibuk menari di atas papan ketik, tiba-tiba saja seseorang datang membuat masalah. Brak! Byurr! Segelas jus berwarna merah pekat tumpah menyiram baju, kertas-kertas tugas, sekaligus laptop Ainsley yang tengah ia gunakan. Itu adalah jus buah naga. "Kau!" pekik Emily terkejut sekaligus murka. Ainsley mengepalkan tangannya kuat. Ia juga memejamkan mata kuat menahan emosinya agar tidak meledak. Dengan satu gerakan cepat Ainsley beranjak berdiri. "Ups, sorry," kata orang itu tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Kau kau kau, lagi-lagi kau! Apa kau tidak memiliki pekerjaan lain selain menyusahkanku, Dixon Hamilton!" "Hei, Ainsley, mengerjaimu adalah hobiku. Apa kau tidak senang membuat orang lain senang?" balas Dixon dengan senyum tengil bermain di bibirnya. "Dasar tidak waras!" tukas Ainsley sangat kesal. Karena ini bukan yang pertama kalinya Dixon melakukan itu pada Ainsley, maka tidak ada salahnya jika kali ini Ainsley membalas perbuatan Dixon. Ainsley meraih pasta yang dipesan Emily lalu menuangkannya di kepala Dixon. Tak hanya itu, dengan cepat Ainsley mengguyur wajah Dixon dengan sisa jus alpukat miliknya. "Oh no! Ini sangat mengagumkan," lirih Emily takjub. Sekarang semua orang tengah memperhatikan Ainsley dan Dixon. "Kau tahu rasanya sekarang?" tukas Ainsley lagi. Ainsley membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pergi, namun Dixon lebih dulu meraih tangan Ainsley dan menariknya sehingga Ainsley terseret lalu masuk ke pelukan Dixon. Ainsley diam tak bergerak selama beberapa detik. Dia justru tak lepas menatap mata hijau zamrud milik Dixon. "Kau begitu nyaman berada di pelukanku, hm? Kau tidak ingin kulepaskan?" goda Dixon dengan senyum miring menghiasi bibirnya. "Jangan terlalu percaya diri!" "Ngomong-ngomong, kau sangat cantik, Ainsley," kata Dixon lagi. "Lepaskan!" seru Ainsley. Ia mendorong mundur tubuh Dixon, namun sayangnya dia terpeleset. Dengan sigap Dixon menangkap Ainsley sehingga gadis itu tidak jatuh ke lantai. "Sepertinya kau memang begitu senang berada dalam pelukanku, Ainsley," kata Dixon sambil tersenyum miring. Ia semakin puas. "Never in your wildest dream!" kata Ainsley tajam. Kali ini Ainsley mendorong Dixon dengan sangat kuat. Ia sangat ingin cepat-cepat pergi dari hadapan Dixon. Namun tidak semudah itu, Dixon tidak membiarkan Ainsley pergi begitu saja. Dixon kembali menangkap tangan Ainsley. "Siapa bilang kau akan pergi? Kau harus bertanggung jawab membersihkan pakaianku." "Tanggung jawab katamu? Lalu di mana tanggung jawabmu selama ini, huh?" tantang Ainsley. "Aku tidak suka membahas yang sudah lalu. Sekarang aku akan bertanggung jawab. Ayo, ikutlah denganku." "Hei, Dixon, kau mau membawaku ke mana?" tanya Ainsley berusaha melepaskan tangannya dari Dixon. "Kau akan tahu," balas Dixon tanpa mau melepaskan cekalan tangannya pada pergelangan tangan Ainsley. Ainsley terpaksa mengikuti langkah Dixon karena ia tak mampu menandingi kekuatan laki-laki tersebut. Ternyata Dixon membawa Ainsley ke taman kampus dan membawa Ainsley mendekati kran air, lalu Dixon menyalakan kran tersebut dan membiarkan air itu menyiram Ainsley sekaligus Dixon bersamaan. "Dixon, apa kau sudah gila? Matikan airnya sekarang! Apa kau pikir ini di halaman rumahmu sendiri? Dasar tidak tahu aturan!" Ainsley memakai penuh emosi sekaligus menahan rasa malu, namun Dixon tetap tidak mematikan keran airnya. "Ainsley, aku sedang bertanggung jawab membersihkan pakaianmu. Bukankah kau ingin aku bertanggung jawab? Kenapa sekarang kau marah-marah?" "Dasar tidak waras! Apa kau tidak bisa menggunakan otakmu untuk berpikir dengan baik?" Percuma saja Ainsley menyuruh Dixon, akhirnya ia mematikan kran air itu dengan tangannya sendiri. "Aku harap ini terakhir kalinya kau membuat masalah denganku. Jika ini terjadi lagi aku tidak akan bersikap lembut lagi padamu. Ingat itu baik-baik, Tuan Hamilton!" *** "Hatci! Hatci!" Meskipun tadi Emily sigap dan bertindak cepat, memberikan Ainsley handuk dan membawanya pulang, tetap saja itu sudah terlambat. Ainsley terlanjur terkena flu sekarang. Ainsley menggosok hidungnya yang tersumbat dan merapatkan selimut untuk menutupi tubuhnya yang kedinginan. Pintu kamar Ainsley dibuka dari luar kemudian Freddy masuk ke kamar putrinya dengan raut cemas. "Sayang, apa yang terjadi denganmu? Siapa yang membuatmu menjadi seperti ini? Siapa dia, katakan pada daddy. Berani sekali dia menyakiti putriku!" aura seorang ayah yang ingin melindungi putrinya pun keluar. Freddy selalu tak pernah membiarkan Ainsley sakit sedikit pun. Freddy selalu memanjakan Ainsley sejak kecil. "Tidak ada, Dad. Ini hanya flu kecil biasa. Setelah aku minum teh buatan Mommy aku akan lebih baik," balas Ainsley. "Dasar kau ini! Daddy tidak akan melepaskan orang itu begitu saja, lihat saja!" Freddy kukuh ingin tahu siapa pelakunya. "Emily, katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" lanjut Freddy merasa tak sabar. "I-itu, Paman. Sebenarnya tadi ada seseorang yang sengaja menjahili Ainsley. Orang itu menumpahkan jus pada Ainsley dan Ainsley berusaha membalasnya. Namun orang itu ingin Ainsley membersihkan pakaiannya. Karena sama-sama kotor akhirnya orang itu membawa Ainsley untuk membersihkan pakaian mereka dengan kran air yang ada di taman. Begitulah ceritanya, Paman Freddy," jelas Emily tak mau berbohong. "Dasar anak kurang ajar! Siapa orang itu, Emily? Dia perempuan atau pria? Katakan padaku, Emily! Beritahu aku!" Freddy mendesak. "Sudahlah, Freddy. Itu hanya masalah kecil. Lagipula itu urusan anak-anak. Sebaiknya kau tidak ikut campur," kata Brianna yang baru saja masuk ke kamar putrinya dengan membawa segelas teh madu. "Ini tehmu, Sayang." "Thank you, Mom," balas Ainsley. "Tidak bisa seperti itu, Brianna. Aku harus memberi pelajaran pada siapa pun yang mengganggu putriku." "Tidak, Dad, jangan. Mommy benar, ini hanya masalah kecil jadi tidak usah dibesar-besarkan. Lagipula jika Daddy ikut campur aku rasa dia akan menganggap aku sebagai anak manja, tukang mengadu, benar begitu kan, Mom?" kata Ainsley lalu meminum tehnya sedikit demi sedikit. "Benar sekali. Semakin kau berusaha melindungi putri kita maka orang itu akan semakin mengira Ainsley adalah gadis yang lemah. Jadi biarkan dia menyelesaikan urusannya sendiri. Jika hal seperti ini saja kau harus turun tangan jadi bagaimana kau akan melepaskan perusahaanmu pada putri kita? Dia juga sudah harus belajar bersikap bertanggungjawab, bukan?" kata Brianna menambahi. "Ya ya ya, kau menang, Brianna. Kalian selalu menang," balas Freddy. "Bukan, bukan masalah menang. Tapi apa yang aku katakan adalah benar, iya, kan?" "Ya, kau sangat benar, istriku," balas Freddy luluh. "Baiklah aku tidak akan ikut campur. Tapi, Emily, paman minta tolong padamu, tolong kau bantu Ainsley jika dia berada dalam masalah. Jangan meninggalkan dia sendirian, oke?" "Aku mengerti, Paman. Aku pasti akan melakukannya." "Terima kasih banyak, Emily." Ting tong! Bel pintu berbunyi ketika mereka masih berkumpul di kamar Ainsley. "Aku akan membukakan pintu," kata Emily. "Baiklah, tolong ya, Em," balas Ainsley. Emily mengangguk lalu pergi dengan berlari kecil mendekati pintu. "Siapa?""We have nothing left because of him." Dad said, staring at the ground. "I can't believe I trusted him that much.""Who is it, dad?" I asked."None other than your very own half brother, slash cousin, slash no relation at all, Francis.""What?" I asked. "What is he looking for? He wants to make money out of Toko Village meanwhile he is stealing from us and still gets a basic salary on top of that. How can someone love money this much? So much that you'd steal from your own..."Alice and Yoké joined us, they had heard the news too."I knew that that sneaky guy was dodgy." Alice said as she stopped behind the couch Delilah was sitting on and leaned on it.
Uma was awake, and as soon as we entered his ward and he saw us, he smiled, looked away and began sobbing. He covered his hand over his eyes and sobbed. "Aww." We chorused in unison, as if we had planned to. "Don't cry babe." He's girlfriend, Esther said, quickly walk-runned to him. She sat on the side of his bed and hugged him. She hugged him for a while as he continued crying. "We are here..." She told him, she looked sad too. "We love you and we'll always be here for you." Yoké stood behind next to his bed, the opposit side to where Esther was and placed his hands on the cotside. I came over to her side and she stood up to let
I stopped at the door way before entering the living room. He was in a navy blue suit, standing next to the couch, instead of sitting. Rosalie had just brought him his drink. He briefly pointed towards the table where she was supposed to place his drink. I went to sit on the couch opposite the one dad was standing next to. Yoké stayed at the room door post and leaned against it.Dad paced to and fro and stopped where he had started."So we've lost more than half of our clients..." Dad said, voice still powerful although the sad message.I kept quiet and watched him."We've lost most of our projects we were busy with, the clients asked to cancel their contracts or else they'd take us to court. Most of our employees, has resigned because they see the downfall. They know that we won't be able to pay them. Only the loyal ones remain."He then shrugged. "Maybe they're not even loyal. Maybe they are just
We stopped a block away from the motel just incase there were people put in place by Nathan to watch Yoké. But we could see the motel from here. It was a cheap old building. So cheap that the light of the ‘M’ in ‘Motel was flickering so bad that you’d think it would just die any moment. “So what will happen is you’ll give me Nathan’s phone so that when I get in, I can ask him which room number he is at.” The woman half turned to talk to me.“But I’m going in with you.” I told her.She shook her head. “I may not have been entirely loyal to your father but I’m not bad enough of a worker to put your life in potential danger.”“What do you mean danger? I’m—”“I have a gun. Although I’m going in there alone, I know how to defend myself up to a certain point. We don’t know whether Nathan’s men are in there, or around here, in some building, possibly watching us right now. What happens if they fire at us?”“They’ll never fire at me—”“You d
"Yoké...""Gen— Genesis is that— oh my, are you okay?”“I’m fine Yoké. I’m fine.”“What— how did you— Did Nathan put you on the phone with me?”“No Yoké. You don’t ever have to worry about Nathan ever again. He’s in custody…”“Nathan is in custody?”“He’s gone. He’ll never stand between us again. It’s all good now.”“No, no, no Geny. You don’t know Nathan, he’ll never be ‘gone’. You have to hang up right now and never call this number again.”“I’m telling you, my love. It’s over for him. The police have him and my dad knows about him—”“Look Nathan can’t be in custody. We have a— Look, I’m sorry Geny but you and I can’t ever be together. It will never work. Just p
I slammed the car door and fell back on the back seat. The woman, who was supposed to shut the already shut door for me gave me an unbelievable look and then got into the driver's seat."So what happened to your twin? Isn't he going to come with us?" I asked, bitterly."I understand you're upset that your father won't help you with your boyfriend but you don't have to take it out on me, or the car door." She told me looking back at me.We maintained eye contact for a while until she turned back and fastened her seat belt. She started the car and we were on the road again after a few minutes.I was too angry to care about how much this woman was looking at me in the rear view mirror."What?" I suddenly asked after a while of more rear view eye contact.She suddenly stopped the car causing me to fall forward and hit against her seat."Hey!" I shouted as I sat back in my seat. "Are you crazy?""Look, I'm not sure whether or not Mr












Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments