Cemburu kembali menjalar nenusuk kerelung hati. Nafasku mulai tersengal menahan sakit didada yang semakin menjadi. Sungguh luka yang kubuat sendiri dan kini kurasakan perihnya seorang diri pula. Gemetaran aku menggenggam sendok yang sedari tadi aku gunakan menyuap makananku. Keringat dingin sudah membasahi bajuku entah sejak kapan.Tak kusangka mendengar Ahmad menyapa Zia dari telepon saja membuat hatiku terbakar. Aku yang menyulut api aku pula yang hangus oleh api cemburu.***Ahmad povAku sangat panik melihat Cassandra mendadak tergeletak dilantai. Wajah cantik Cassandra nampak pucat dan warna kulit putihnya membiru. Segera kugendong Cassandra kekamarnya dan kurebahkan diatas pembaringannya."Dokter Aisyah, tolong datang segera ke alamat saya. Cassandra mendadak pingsan dan sangat pucat." Ucapku pada dokter Aisyah hingga terlupa aku belum mengucap salam."...................................................................""Baik dok, saya tunggu. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wa
Aku kembali ke rumah kos yang sudah sepi. Seluruh penghuninya sudah bertolak ke kampung halaman masing-masing. Hanya ada aku seorang diri dan pemilik kos yang tinggal di belakang bangunan kosan ini. Aku menenteng kantung berisi mie instan yang aku beli di warung sebelum pulang ke kosanku. Karena Lebaran sudah esok hari jadi warung-warung makan disekitar sudah tutup seluruhnya. Segera kuputar anak kunci dan masuk ke kamarku, kemudian menguncinya kembali. Kukeluarkan panci listrik yang sengaja aku bawa untuk kondisi darurat seperti saat ini. Kumasak mie kuah rasa ayam bawang ditambah telur dan sedikit bon cabe. Setelah matang segera kusajikan dengan sekotak susu strawberry dan segelas air putih.Adzan magrib dipenghujung Ramadhan berkumandang, setelah membaca doa segera kusantap menu berbukaku yang sederhana. Sembari makan kuarahkan pandangan ke layar handphone yang ramai dengan notifikasi dari grup dan juga pesan-pesan kerabat. Namun pesan atau dering panggilan dari seseorang yang din
Sepulang dari shalat ied kami mengambil rute memutar, kami berjalan melewati sebuah rumah tua dengan halaman yang luas. Ada beberapa pohon yang rindang dan ada pula bangku-bangku taman yang hampir lapuk dimakan usia. Ditempat itu dulu aku sering menghabiskan waktu soreku bersama kakak-kakakku dan juga beberapa anak tetangga.Kami sering bermain kejar-kejaran atau lompat tali sepulang mengaji, kini bangunan tua tempat mengaji itu sudah tidak dipergunakan lagi semenjak Umi Farida pemiliknya meninggal dunia. Seingatku beliau meninggal ketika aku hendak masuk pondok pesantren selepas sekolah dasar. Kudengar semenjak saat itu, bangunan ini terbengkalai begitu saja.Dari yang kudengar tanah dan bangunan itu kini dijual oleh anak satu-satunya dari Umi Farida yang tinggal di Malaysia. Ahh.. andaikan aku bisa membeli rumah itu. Angan-angan yang mungkin tidak pernah terlaksana. Dari mana bisa mendapatkan uang untuk membeli rumah sebesar itu. kupalingkan pandanganku yang sedari tadi terfokus pad
Semenjak hamil Cassandra lebih banyak berkumpul mengikuti kajian dirumah ustadzah ataupun kajian keliling kerumah-rumah masing-masing peserta kajian. Cassandra sengaja aku larang melakukan kegiatan rumah yang biasa ia kerjakan. Aku tidak mempermasalahkannya, toh aku bisa menghubungi jasa bersih-bersih rumah jika dibutuhkan, aku juga sudah berlangganan laundry, juga memesan paket catering untuk makanku dan Cassandra.Segala kebutuhan berusaha aku penuhi sehingga Cassandra tidak perlu lelah mengurus rumah tangga. Aku berharap dengan banyak berkumpul dengan orang-orang solihah dia bisa lebih banyak berpikir positif dan semakin bisa mendekatkan dirinya pada Allah. Karena jujur aku sangat terpukul melihat Cassandra yang terus-menerus bersedih selama kehamilan.Selain itu aku juga bisa mempererat ukhuwah dengan para suami yang juga mengantar para istri kajian. Kami banyak membicarakan bisnis juga belajar banyak dari pengalaman hijrah beberapa ikhwah. Karena alasan ini pula terkadang aku sej
Kupacu mobilku menuju rumah sakit tempat ayah Zia di rawat. Tak lupa aku mampir ke mini market untuk membeli beberapa snack kesukaan Zia, madu, kurma, dan vitamin untuk Zia dan kakak-kakaknya. Setelah sampai parkiran, aku segera mengabari Cassandra bahwa aku telah sampai agar ia tak merasa khawatir."Sayang, aku sudah sampai. Kamu sedang apa?" Tanyaku melalui sambungan telepon."................................................""Iya, pasti aku sampaikan. Ingat, jaga kesehatanmu ya sayang, jangan terlalu banyak pikiran. Aku mencintaimu, Sayang." ".....….........................................""Aku belum bertemu Zia, aku masih di parkiran. Aku tutup dulu ya teleponnya. Takutnya mereka membutuhkan aku.""................................""Wa'alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh."Kusimpan lagi ponselku dan segera menemui Zia yang ayahnya kini sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Kulangkahkan kaki menuju ruang rawat Ayah mertua. Setelah jarak tak jauh lagi, kulihat Zia tengah du
"Sayang, Ayah Zia meninggal. Aku minta ijin untuk beberapa hari disini menemani Zia. Aku janji tidak akan lama." Kutulis pesan pada Cassandra."Innalilahi wa innailaihi raji'un. Iya sayang, tolong sampaikan belasungkawaku pada Zia. Dan juga tolong tarik tunaikan uang untuk Zia dariku. Akan aku transfer habis ini." Balasnya dalam barisan kata-kata."Oke, makasih pengertiannya sayangku. Kau sedang apa?" Tanyaku lagi masih dalam mode perpesanan."Aku sedang bersama dokter Aisyah. Kami sedang sarapan di rumah sakit." Balasnya"Siapa yang sakit, sayang?" Tanyaku."Tidak ada yang sakit, aku mau kontrol aja. Dokter Aisyah menawari barengan ke rumah sakit. Jadi aku ikut dan sarapan dulu di kantin." Jawabnya."Oh, begitu. Ya sudah lanjutkan, nanti kabari ya kondisi bayi kita. Hati-hati sayang, aku mau mandi dulu." Pamitku pada Cassandra sebelum menyambar handuk dan masuk kamar mandi.***"Kaaaaak, aku sudah selesai masak nih. Jangan lama-lama dikamar mandinya." Ucap Zia sambil menggedor pintu
Beberapa hari sudah aku menemani Zia dirumah almarhum ayahnya, kadang kami bercanda kadang pula kami menangis mengenang ayah mertua. Seringkali kakak-kakak Zia datang dengan suami mereka untuk saling menguatkan satu sama lain. Terkadang aku dan Zia hanya berdua saja berbincang berusaha mengalihkan kesedihan agar tak berlarut-larut.Seperti saat ini, kami sedang mengobrol santai sambil minum teh ditemani kue bolu buatan kak Bilqis."Sayang, kuliah kamu gimana?" Tanyaku"Ya ini aku tinggal selesaikan dinas yang terakhir ini, tugas akhirku juga sudah selesai." Jawabnya santai sambil menyomot bolu lembut buatan sang kakak."Oh, terus rencanamu kedepannya gimana?" Tanyaku lagi."Entahlah kak, awalnya aku ingin kembali kerumah ini menemani ayah dan bekerja di klinik bersalin dekat sini saja. Tapi Ayah..." Kalimatnya terpotong dan terdengar isakan tangisnya lagi."Maaf sayang, aku nggak bermaksud membuat kamu sedih lagi." Ucapku tak enakan."Nggak apa-apa kok kak, aku mungkin..." Ucapannya ya
"Ahhh.. akhirnya sampai juga.. huft capek juga ternyata." Ucap Zia sembari merebahkan diri di atas kasur hotel yang telah ia pesan melalui aplikasi beberapa hari lalu.Hembusan angin yang hangat terasa ketika jendela kamar itu dibuka. "Baru juga sampai udah capek, katanya mau honeymoon?" Goda Ahmad yang sedang meneguk sekaleng soda di balkon kamar hotel mereka. "Hehehehe, iya juga ya. Baru sampai. Hehehehe." Ucap Zia sambil terkekeh."Cengengesan aja kamu, hayo ngebayangin apa?" Ahmad masuk ke kamar dan melempar tubuhnya ke atas kasur.Wiiiiiing... Tubuh Zia terpental dan jatuh lagi ke atas kasur."Astaghfirullah, kak Ahmaaaad... Ngeselin banget sih. Aku sampe terbang." Omel Zia masih dalam mode bahagia."Terbang apanya, orang cuma loncat dikit doang." Ucap Ahmad santai yang malah membuat Zia terpingkal-pingkal."Dasar selera humor rendah, apa coba yang lucu?" Tanya Ahmad pura-pura heran.Zia tiba-tiba bergerak cepat dan seketika sudah berada di