Suami Kontrak Miss Jutek

Suami Kontrak Miss Jutek

last updateLast Updated : 2025-10-11
By:  Nila SutejaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
18views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Nabila yang sudah berusia 25 tahun selalu didesak oleh kedua orangtuanya untuk segera menikah. Namun, Nabila memutuskan untuk tidak memikirkan perihal pernikahan terlebih dahulu. Nabila hanya menanggapi santai permintaan kedua orangtuanya tersebut. Banyak pria yang mendekatinya, tetapi selalu ia tolak karena masih terbayang penghianatan oleh sang mantan. Suatu ketika saat Nabila liburan ke desa tempat sahabatnya tinggal, takdir mempertemukannya dengan seorang pria bule yang bernama Adnan, dan akhirnya menjadi suami kontraknya. Namun, hal tidak terduga akhirnya terungkap tentang siapa Adnan sesungguhnya.

View More

Chapter 1

BAB 1

Nabila melangkahkan kakinya santai hendak keluar stasiun. Pikirannya melayang mengingat ucapan sang ibu.

"Kau sudah dua kali gagal dalam hal percintaan, sekarang saatnya Mama yang memilihkan pria untukmu."

"Kau itu sudah 25 tahun Nabila, sampai kapan kau akan seperti ini terus?"

"Mama akan menjodohkanmu dengan anak teman Papa."

"Jangan membantah Mama, Nabila. Mama yakin, pilihan Mama kali ini adalah yang terbaik."

Nabila menghela napas berat ia tidak ingin ada campur tangan sang ibu dalam hal pernikahan. "Yang nikah kan aku, kok Mama yang repot sih," gerutunya kesal sembari mengepalkan kedua tangannya.

Nabila terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak menyadari seseorang berlari dari arah berlawanan.

Tiba-tiba ...

BRUK!

Tubuhnya terdorong keras. Nabila jatuh tersungkur ke lantai dingin hingga tubuhnya terbentur dinding lorong stasiun.

“Aduh!” Nabila meringis, menahan sakit di punggung kanannya.

Suara napas terengah terdengar di depannya. "Ma ... maaf ... saya tidak .... "

Nabila langsung mendongak marah.

“Kamu buta ya! Jalan segede ini masih aja nabrak orang juga!” bentaknya tajam.

Pria itu terbelalak, seorang pria tinggi berhidung mancung, berambut pirang gelap, wajahnya tegas namun tampak canggung. Ia memegang sebuah tas kain ditangannya. Nafasnya masih tersengal seperti baru saja dikejar sesuatu.

“Aku sudah bilang maaf!” jawabnya.

Nabila memegangi bagian atas punggungnya yang terasa nyeri dengan penuh emosi. “Kalau minta maaf tapi nggak pakai mata, percuma! Lain kali lihat jalan!”

Pria itu menautkan alisnya, tidak terima. “Aku nggak sengaja! Dan kamu juga jalan sambil melamun!”

Nabila tertunduk diam, rahangnya mengeras, karena pria itu berkata benar. Tapi harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakuinya. Tiba-tiba saja pria itu menghela napas panjang lalu mengulurkan tangannya hendak membantu Nabila berdiri. Nabila yang masih dipenuhi emosi langsung menepis uluran tangan dari pria tersebut.

“Aku bisa berdiri sendiri,” ucap Nabila datar dan berlalu begitu saja meninggalkan pria tersebut.

Di luar stasiun, Nabila merasakan udara pagi terasa sejuk.

Ia menatap sekeliling. Tidak ada petunjuk arah ataupun papan informasi. Hanya stasiun kecil, sawah, dan beberapa orang yang sibuk dengan urusan masing-masing.

Nabila menggigit bibirnya. “Aduh … Aku harus kemana, ya?”

Ia mengambil ponselnya hendak menelepon Ningrum, sahabatnya tetapi baterai ponselnya habis. Ia lupa mengecasnya. Ia melihat sekeliling dan mendapati seorang ibu paruh baya yang sedang mengangkat karung berisi sayuran dan menghampirinya. “Bu … maaf, kalau mau ke Desa Rimba lewat mana, ya?”

Ibu itu menoleh, tersenyum ramah. “Oh, Eneng mau ke Desa Rimba, ya?” Nabila mengangguk.

“Kalau begitu, Eneng ikut mobil itu saja.” Ia menunjuk ke sebuah mobil minibus yang terlihat lumayan bersih, dan sudah dipenuhi beberapa orang yang sepertinya akan menaiki mobil itu juga. Setelah berpamitan pada si ibu, Nabila langsung berjalan menuju ke arah mobil minibus itu.

Tiba di mobil minibus, Nabila sangat terkejut ternyata sopir mobil minibus yang akan ia naiki adalah pria yang bertabrakan dengannya saat di lorong stasiun tadi. Nabila terpaksa duduk di depan samping pria itu, karena di kursi belakang sudah penuh penumpang. Sebenarnya ia ingin menaiki mobil lainnya tetapi beroperasinya sekitar dua jam lagi.

"Aku minta maaf soal tadi." Pria itu mencoba membuka percakapan sembari menyetir. Nabila terdiam dengan pandangan mata lurus ke depan, malas menanggapi.

"Ternyata kau akan ke Desa Rimba." Pria itu berusaha membuat Nabila berbicara. Namun, Nabila hanya melirik ke arah pria tersebut, masih tidak menjawab ucapan pria itu.

"Namaku Adnan, kau akan pergi ke penginapan atau kau punya saudara di Desa Rimba?" Pria itu memcoba memperkenalkan diri.

"Kau tidak perlu tahu urusanku." Nabila mendelik tajam ke arah pria itu yang bernama Adnan. Sedangkan Adnan hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Nabila.

Tidak berselang lama, Nabila melihat Ningrum yang sedang melintas bersama beberapa wanita sepantarannya, hendak memasuki sebuah gang. Nabila seketika itu juga membuka kaca mobil.

"Ningrum!" teriak Nabila sembari tersenyum lebar dan melambaikan tangan.

***

Sore itu, Ningrum mengajak Nabila keluar rumah menuju warung ayam geprek langganannya yang terlihat ramai pembeli. Aroma ayam goreng yang gurih langsung membuat keduanya tak tahan.

"Dua porsi ayam geprek level satu dan level lima, ya," ucap Ningrum sambil tersenyum.

"Siap, Mbak!" balas pegawai warung dengan cepat.

Nabila yang memang sudah sangat lapar langsung tergoda melihat ayam yang disiram sambal merah menyala, yang sudah terhidang dihadapannya. Ia menyantapnya dengan lahap, sambal pedas meledak di lidah. Ia yang memang bukan penyuka makanan pedas hanya memesan ayam geprek level satu, itupun sudah membuatnya berkeringat dan kepedesan.

Hingga suapan kelima saat gigi Nabila menggigit sesuatu yang keras dan renyah, bukan tekstur ayam biasa. Ia berhenti mengunyah. Dahinya mengernyit. Dengan penasaran ia langsung memuntahkannya ke atas telapak tangannya, matanya langsung membelalak. Terlihat sesuatu berwarna hitam dengan bulu-bulu halus menempel. Nafas Nabila tercekat.

"Aaaaaakh! Ini apaan!"

Ia langsung membuangnya diatas meja. Tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat. Perutnya mual bercampur jijik, seolah ada ribuan semut merayap di lidahnya.

Ningrum yang sedang membuka minuman langsung menoleh ke arah Nabila, "Kenapa?"

Nabila menyingkirkan sambal dengan ujung sedotan dan saat itu juga terlihat seekor kecoak dengan tubuh setengah hancur, lengkap dengan antenanya yang masih menempel, tertanam di antara sambal. Rasa mual yang dirasakan semakin menjadi-jadi. Perutnya mulai kram hebat. Ningrum yang melihat itu pun ikut merasakan mual.

"Kau panggil pemilik warung ini," pinta Nabila pada Ningrum. Sedangkan Nabila pergi ke kamar mandi untuk mencoba memuntahkan makanan yang telah dimakannya.

"Kenapa … perutku jadi sakit .…" Nabila memegangi perutnya, berjalan sedikit terhuyung menuju tempatnya semula.

Ningrum panik melihat Nabila pucat, berkeringat dingin.

"Nabila! Kamu kenapa?" tanya Ningrum khawatir.

Nabila terisak sambil terbata, "Perutku sakit sekali ...."

"Apa yang terjadi?" tanya pemilik warung yang ternyata Adnan.

Nabila dan Adnan nampak saling bertatapan sejenak, dan seketika itu juga Nabila membelalakkan matanya.

"Jadi kamu pemiliknya?" Adnan menganggukkan kepalanya.

Nabila bertolak pinggang sembari menyipitkan matanya kesal. "Kamu mau balas dendam karena aku cuekin, jadi kamu masukkan kecoak ke dalam makananku, ya!"

Adnan terlihat bingung mendengarnya, tidak mengerti maksud perkataan Nabila. Saat Adnan akan menjawab tiba-tiba saja Nabila merasakan sakit perut yang teramat sangat, entah karena pengaruh sambal atau kecoak, atau malah pengaruh keduanya. Ningrum pun meminta Adnan untuk mengantarkannya ke Puskesmas terdekat.

***

Tiba di Puskesmas yang tidak terlalu ramai. Dokter memeriksa Nabila yang sudah lemas di ranjang periksa.

"Awalnya kenapa ini?"

"Itu, Dok ... habis makan ayam geprek sambal kecoak," jawab Ningrum asal. Dokter tertawa kecil.

"Ini kemungkinan besar infeksi bakteri dari makanan yang terkontaminasi," jelas dokter. "Kecoak adalah pembawa berbagai bakteri berbahaya, termasuk E. coli dan Salmonella. Itu bisa menyebabkan sakit perut berat, muntah, hingga diare."

Ningrum terlihat syok. "Apa itu berbahaya, Dok?"

"Jika tidak ditangani, bisa menyebabkan dehidrasi atau infeksi lebih serius. Untung kalian segera datang."

Nabila diminta untuk sementara berada di Puskesmas. Ia diberikan infus, antibiotik, dan obat anti-muntah. Perutnya masih terasa sakit, namun setidaknya nyeri perutnya mulai perlahan mereda.

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status