Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah.
"Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang. "Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_ di tangannya. Saka ingin sekali membalas ucapan kakaknya, namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar. "Kamu menghubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat sekarang. "Tidak! Buat apa aku menghubungi mama." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya. "Lalu kenapa mama meneleponku sepagi ini?" Stela meghela napas, lantas menatap adik lelakinya itu dengan kesal. "Mana aku tau, Mungkin mama sudah datang ke rumahmu dan melihat kamu tak ada di sana." Ucap Stela semakin membuat Saka panas dingin. "kakak yakin itu yang terjadi?" Mata Saka membelalak, ia tak sanggup membayangkan amaran ibunya jika tau dirinya menghilang di malam pertamanya dengan Zelinda. Ingin rasanya Saka tak menjawab panggilan ibunya, namun dia takut itu akan menambah masalah baru, di tambah juga sang ibu jelas tak akan berhenti menelepon sampai terhubung dengan nya. Menghela napas dengan pajang, Saka memberanikan diri mengangkat ponsel miliknya. "Ya ma, ada apa?" Ucapnya mencoba tetap tenang. 'Lama sekali kamu angkat telepon mama Saka!' Suara dari seberang terdengar melengking, khas mamanya jika berteriak. "Saka baru selesai mandi ma, mama di mana?" Saka bertanya dengan perasaan was-was. 'Di rumah, tapi kita ada janji bertemu kan siang ini. Kamu ingat?' "Rumah? Di depan rumahku?" Jantung Saka mulai berdegup kencang, ia juga sempat melihat Stela sama terkejutnya dengan dirinya. 'hahaha, jangan konyol Saka, mama ada di rumah mama sendiri, lagi pula buat apa mama ada di rumahmu sepagi ini?" Saka menghela napas lega saat mendengar ibunya masih berada di rumahnya sediri. "Hahahaa, ia juga ya, ngapain mama ke rumah pagi-pagi begini." Ucap Saka mulai merasa tenang 'Dimana istrimu? Mama ingin bicara.' Baru saja dirinya merasa tenang, Saka sudah kembali panik. "Em, dia, dia, em sedang di bawah ma, aku kan di kamar sekarang dan belum berganti baju. Bagaimana jika aku hubungi mama lagi nanti." 'Ah, begitu. Baiklah jika begitu, mama tunggu telepon darimu segera. Tapi tunggu Saka, kamu tak buat masalah kan? Kamu tidak mempersulit hidup menantuku kan?' "Tidak ma, mama tenang saja. Sudah ya, Saka mau ganti baju dulu, nanti Saka hubungi lagi." 'Baiklah, mama tunggu. Bye sayang' Suara mamanya tak lagi terdengar dalam ponselnya, Saka langsung terduduk di tepi ranjang karena gemetar, kakinya bahkan kesemutan sekarang. "Hah, masih punya rasa takut rupanya?." Stela menatap dengan remeh. "Tentu saja masih, jelas saja aku masih takut pada mama." Saka menjawab sembari melihat ponselnya dengan seksama. Banyak pesan masuk di sana, pesan dari Clara tentunya, wanita itu begitu marah pada sikap Stela padanya tadi. "Ya, ya, harusnya memang begitu, jika tidak kamu mungkin akan jadi gelandangan karena di tendang dari keluarga Gunawan. Aku mau pulang dulu." Stela berdiri dari tempatnya duduk, merapikan bajunya yang sedikit kusut karena duduk terlalu lama dan mengambil tas di sofa. "Kamu mau pulang sekarang?" Saka bertanya dengan cepat, membuat Stela menatap curiga. "Ya, kenapa? Kamu akan buat masalah apa lagi setelah ini?" "Kamu tak dengar mama baru saja menelepon? Aku harus bersiap segera ke rumah dan menemui Zelinda." Stela mengangkat kedua alisnya bersamaan "Cobalah bersikap baik padanya, aku lihat dia wanita bak." "Pada siapa?" "Zelinda, istrimu." Ucap Stela kesal "Akan aku coba. Pulanglah, aku harus segera bersiap." Ucap Saka mencoba tenang di hadapan kakaknya Stela segera keluar apartemen Saka, dia membuka pintu dan mendapati Clara masih berdiri di depan pintu apartemen Saka. Clara berjalan mundur saat melihat Stela keluar dan menatapnya dengan dingin. "kenapa Kamu belum pergi? Sebegitu murahnya dirimu sampa rela menunggu di sini selama berjam-jam?" "Apa urusanmu?" Clara menjawab dengan dingin. "Dia adikku! semua yang ada urusannya dengan Saka adalah urusanku. Pergilah sebelum aku panggil keamanan dan menyeret mu keluar dari sini." Stela melewati Clara dengan acuh, namun perempuan itu segera berbalik dan mengikuti nya dari belakang. "Bagaimana jika aku tak bisa melepaskan adikmu Saka? Kamu tau, dia sangat mencintai aku dan aku yakin cintanya bukan sekedar cinta sesaat. kami sudah lama bersama dan kamu tau bagaimana dia bertahan kan?." Stela tersenyum getir, muak rasanya mengurusi wanita murahan seperti Clara, namun demi nama baik keluarganya, Stela harus memberi wanita murahan ini pelajaran. "Coba saja jika kamu memang punya keberanian untuk tetap berada di sisinya, cepat atau lambat kamu akan tersingkirkan." "Kamu menantangku kak?" Clara membelalak, dia tak percaya Stela akhirnya mengatakan hal yang pasti dia menangkan. Stela tersenyum sinis seolah meremehkan Clara. "Ya, coba saja dekati Saka, lantas lelaki yang kau bilang sangat mencintaimu itu akan jatuh miskin karena di cabut haknya sebagai pewaris utama keluarga Gunawan." Clara terdiam sebentar, ia lantas berusaha tersenyum meladeni Stela, meski senyum itu terlihat canggung sekarang. "Kamu kira aku akan percaya? Mana mungkin Saka di hapus dari ahli waris. Dia satu-satunya pewaris laki-laki Gunawan." "Karena itulah, cerdas itu peting untuk seorang wanita. Dengar baik-baik Clara, kamu tidak ada apa-apanya di banding istri Saka, dia wanita berkelas, dari keluarga baik-baik dan yang paling penting dia bukan perempuan gampangan. Lantas kamu kira jika Saka memilihmu dan meninggalkan berlian seperti Zelinda dia akan baik-baik saja? Keluarga kami tak akan mungkin menerimamu sebagai bagian dari kami. jangan mimpi terlalu tinggi!" Stela bicara terus terang, dia sedang tak mau berbasa-basi kali ini, entah itu membuat Clara sakit hati atau tidak, dia tak perduli. "Apa kamu masih akan bilang cinta jika Saka hanya lelaki biasa tanpa embel-embel pewaris kekayaan? Kamu masih mau juga bersamanya jika dia adalah gelandangan?" Clara hanya diam tanpa memberi jawaban. " Pergilah, jemputanmu sudah datang!" Stela bicara sembari menunjuk ke arah lif, terlihat empat petugas keamaan gedung sudah berjalan mendekati Clara dan dirinya. "Kamu panggil mereka? Kenapa kamu panggil scurity kemari? Aku bukan pencuri atau penjahat yang harus di paksa pergi!" Clara terdengar begitu kesal, selain dia merasa sangat sakit hati dengan ucapan Stela, dia juga tak menyangka wanita itu akan meminta scurity membawanya turun. "Bawa pak, pastikan perempuan ini tak lagi punya akses naik ke lantai ini.." "Baik nyonya, kami minta maaf atas kelalaian kami." Clara menatap binggung saat tangannya diseret ke arah lif. "Aku bukan pencuri! Aku kekasih tuan Saka Gunawan. Lepaskan aku!" Clara berteriak dengan kesal, namun dua scurity tetap membawanya masuk ke dalam. "Awas kamu Stela! Akan aku balas apa yang kamu lakukan!" Teriaknya kesal sebelum pintu lif tertutup dan lorong terasa sunyi.Malam begitu cerah, bintang banyak bertaburan di langit dan angin pantai seolah menambah kesan romantis pada malam itu. "Pelan-pelan." Ucap Saka menggandeng tangan Zelinda yanv sengaja dia minta untuk menutup mata. "Kita mau kemana?" Tanya Zelinda dengan perasaan tak menentu. "sabar dulu, kita hampir sampai." Ucap Saka dan terus menuntun Zelinda ke arah tampat mereka akan makan malam bersama. Sampi di sebuah gazebo dekat pantas, Saka membuka penutup mata Zelinda. Dengan mata yang sedikut kabur, Zelin berusaha meluhat apa yang kini ada di depannya. Sebuah meja makan bulay dengan taplak putih bersih sudah ada di depannya. lilin merah menyala di tengah meja dengan makanan pembuka yang mencuri perhatian karena bentuknya yang cantik. "Apa ini?" Zelinda bertanya dengan jantung berdegup kencang, diamerasa binggung sejaligus bahagia melihat apa yang saka usahakan untuknya malam ini. Saka menarik kursi makan dan mempersilahkan Zelinda duduk, merapikan gaun wanita itu dan barulah dia d
Saka berjalan cepat ke arah hotelnya, melewati hamparan rumput yang cukup luas, dia masuk dari area kolam renang yang tak terlalu ramai. Sebelum sampai ke dalam hotel, dirinya sudah melihat Zelinda berdiri dengan tatapan binggung seolah sedang mencari seserang. "Apa yang kamu lakaukan di sini?" Ucap Saka megejutkan Zelin. lelaki itu tiba-tiba saja berdiri di belakang Zelinda. "kenapa kamu ada di sini?" Zelin bertanya lebih dulu, dia baru saja ingin mencari Saka di area pantai namun lelaki itu sudah berada di sini. "Aku, aku sudah bilang ingin jalan-jalan. kenapa?" "kamu di sini sejak tadi?" "ya, hanya di sekitar sini. Ada apa?" Tanya saka mulai merasa cemas jika Zelinda melihatnya bersama Clara. "kamu yakin?" Zelinda bertanya lagi, ia yakin betul melihat seseorang yng mirip dengan Saka berpelukan tadi. "Apa sih, aku sedang tak ingin bercanda. Ayo masuk!" Saka berjalan meninggalkan Zelinda dan masuk lebih dulu ke area dalam hotel. Dia berharap Zelinda percaya dan tak memba
Saka memutuskan keluar dari hotel tempat nya meginap dengan Zelinda, dia lantas berjalan ke arah pantai yang jaraknya hanya perlu menyeberang jalanan yang tak terlalu ramai. menikmati pemandangan pantai yang indah, membuat Saka tersenyum sendiri. Entah kapan terakhir dirinya menikmati suasana yang begitu menyenangkan seperti saat ini. "Hay!" Sebuah suara dari belakang membuat Saka terkejut. Tangan lentik dengan kuku panjang yang terawat sudah memeluknya begitu erat. Saka berbalik dengan cepat dan melihat Clara berdiri dengan bikini seksinya yang meyala terang di tengah panasnya pantai kuta sore itu. "Clara! kamu ngapain di sini?" Saka nampak tak suka melihat kedatangan pacarnya itu, entah kenapa dia merasa kali ini harusnya Clara tak berada di dekatnya. Wajah Clara nampak kesal sekarang, ia lantas melepaskan tangannya dari Saka dan melipat tangan di dada. "Aku ingin liburan ke sini, jadi aku menyusulmu. Ingat ya, aku nggak mau kamu dekat-dekat dengan si kampungan itu!" Uc
Zelin masih meyiapkan semua bajunya saat Saka datang dengan tergesa. wanita itu memilih diam, tak terlalu perduli dengan apa yang suaminya akan lakukan. Dia sudah menyiapkan baju Saka dalam koper, baju yang entah cocok atau tidak bagi suaminya. "Apa bajuku di sini?" Saka datang lebih siang dan tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar. "ya, bajumu ada di dalam koper ini. Aku hanya siapkan yang menurutku terpakai, jadi kamu bisa tambahka sendiri baju mana yang ingin kaku bawa. "Nggak usah, itu saja susah cukup. Sudah aku mau bersiap." Ucap Saka lantas berjalan menuju ke kamar mandi di rumah itu. Saka bahkan tak mandi di rumah Clara karena merasa terburu-buru untuk pulang. zelinda mengangguk dengan ucapan Saka, dia lantas menarik kopernya sendiri keluar kamar dan membiarkan lelaki itu bersiap. zelinda menunggu di lantai bawah, meminum segelas jus sebelum berangkat dan meminta Rani memberinya salad sayur yang masih segar. "Ada surat untuk nyonya." Rani menaruh amplop coklat di ata
"Apa, ke Bali?" Clara berdecak kesal mendengar Saka akan pergi bulan madu dengan Zelinda, istrinya. "Hadiah dari mama, aku tak bisa menolak Clara." Wanita itu berbalik dengan kesal dan menatap Saka dengan tajam. "Ya kamu kasih alasan apa gitu. Aku nggak rela ya kamu pergi berdua dengan wanita itu!" Ucapnya dengan tatapan tak mau kalah. "Jangan begitu Clara, aku juga tidak bisa menolak apa yang mama berikan. Jika aku tak pergi bulan madu dengan Zelin, mama bisa curiga pada kami." Clara melipat tangannya di depan dada. Mereka bertemu secara diam-diam hari ini, bertemu di rumah Clara. Saka menyewakan rumah itu untuk Clara tinggali. Saka memeluk wanita itu dari belakang dan berusaha merayunya agar mengizinkan dia pergi dengan Zelinda. Dia merasa sedang di puncak libidonya setelah kontak fisiknya dengan Zelinda pagi tadi. "Jika mama sampai curiga dan kami ketahuan, aku bisa kehilangan semuanya Clara. Jika aku kehilangan semuanya, bagaimana bisa aku membelikan rumah baru untukm
Zelinda mengendarai mobil menuju ke tempat Erlando merawat kuda-kudanya. Wanita itu memarkirkan mobilnya di area luar dan berjalan masuk mencari sosok yang dia ingin temui. "Nyonya ada di sini rupanya." Seorang staf Erlando menyapa dengan hangat. Dia adalah Bella, sekertaris yang sering ikut saat Erlando memiliki urusan bisnis. Kedatangan Zelin ke tempat itu bukanlah hal baru. Zelinda cukup sering datang untuk berkuda, dia selalu senang berada di ruangan terbuka, menimati udara yang sejuk dan merasakan adrenalinya terpacu kala menguasai laju kudanya dan merasa dirinya bisa mengendalikan laju kuda adalah sesuatu yang menyenangkan baginya. Zelin menatao Bella dengan senyum, meski dia bisa melihat bahwa Bella memang tak terlalu suka padanya sejak awal mereka bertemu. "Hay Bella, apa Elando sedang ada urusan pentingnya?." Zelinda menanyai sekertaris Erlando. Wanita itu selalu ada jika Erlando sedang mengurusi bisninya. "Iya nyonya, tuan ada pertemuan. Apa nyonya akan berkuda ha