Share

BAB 77

last update Last Updated: 2025-08-20 12:09:56

“Bang Bendri memang jadi mudah sekali emosi sejak operasi ginjal. Dia merasa gagal memenuhi kebutuhan keluarga karena tidak bisa bekerja terlalu keras lagi. Tambahan pula kopi hasilnya tidak maksimal sejak pembangunan sutet. Mohon maklumi kejadian hari ini ya, Naura?” Wida tersenyum pada Naura yang membuang wajah.

Naura muak melihat senyum palsu Wida. Dulu, wanita itu hanya berdiam diri saat dia dimarahi Bendri karena minta uang untuk membeli seragam SMP. Sekarang, saat tahu hidupnya sudah jauh lebih baik, istri Bapaknya itu mulai bermanis mulut. Benarlah kalau ada yang mengatakan, uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Orang akan cenderung lebih menghormati orang yang berpunya.

“Sejak dulu Bang Bendri memang sudah seperti itu kepada Naura. Jadi, aku tidak heran lagi, Kak. Mana pernah dia peduli dengan Naura. Heran saja sampai tua masih tidak ada hati pada anak kandung sendiri. Mungkin menunggu sampai berkalang tanah dan diadili malaikat dulu baru dia sadar kalau selama ini
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 78

    “Berarti Naura sudah mau menikah ya, Bu? Kira-kira ….” Indra tercekat saat menyadari Aini sejak tadi berdiri di dekat sana. Lelaki itu mengembuskan napas kencang saat melihat istrinya berlari menuju kamar. “Bu? Sudah dulu ya? Indra mau berangkat sebentar lagi. Assalamualaikum.”Indra bergegas menghampiri Aini. Lelaki itu menghela napas panjang sebelum masuk ke kamar. Langkah Indra sempat terhenti saat melihat Aini duduk di kasur sambil menatap dirinya, seolah sedang menunggu. Awalnya, Indra mengira Aini pasti sudah dalam posisi bersimbah air mata seperti biasa.“Sampai kapan Abang akan terus peduli dengan Naura?” Aini berdiri dan mendekat ke arah Indra. Napasnya memburu cepat. Air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya lolos begitu saja. Sekuat hati dia berusaha tegar di hadapan suaminya, Aini tidak bisa. Sakit benar rasanya mengetahui Indra kembali mengingkari janji tidak akan peduli dengan Naura lagi untuk kesekian kalinya.“Abang butuh waktu, Aini.”“Iya, Aini tahu. Sampai kapan?

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 77

    “Bang Bendri memang jadi mudah sekali emosi sejak operasi ginjal. Dia merasa gagal memenuhi kebutuhan keluarga karena tidak bisa bekerja terlalu keras lagi. Tambahan pula kopi hasilnya tidak maksimal sejak pembangunan sutet. Mohon maklumi kejadian hari ini ya, Naura?” Wida tersenyum pada Naura yang membuang wajah.Naura muak melihat senyum palsu Wida. Dulu, wanita itu hanya berdiam diri saat dia dimarahi Bendri karena minta uang untuk membeli seragam SMP. Sekarang, saat tahu hidupnya sudah jauh lebih baik, istri Bapaknya itu mulai bermanis mulut. Benarlah kalau ada yang mengatakan, uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Orang akan cenderung lebih menghormati orang yang berpunya.“Sejak dulu Bang Bendri memang sudah seperti itu kepada Naura. Jadi, aku tidak heran lagi, Kak. Mana pernah dia peduli dengan Naura. Heran saja sampai tua masih tidak ada hati pada anak kandung sendiri. Mungkin menunggu sampai berkalang tanah dan diadili malaikat dulu baru dia sadar kalau selama ini

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 76

    Fatih menghela napas panjang. Lelaki itu mengedarkan pandangan ke seisi rumah. Matanya menatap foto keluarga yang dipajang di dinding. Bendri beserta istri dan kedua anak gadisnya tersenyum lebar ke arah kamera. Bisa Fatih perkirakan kalau usia mereka berjarak sekitar sepuluh tahunan dari Naura. Itu artinya, saat ini dua anak Bendri masih duduk di bangku SMP dan SMA.Lelaki itu memperhatikan Naura yang sedang ditenangkan oleh Ila. Dia benar-benar bersimpati pada wanita yang hendak dia jadikan istri itu. Naura benar-benar kuat hingga bisa tetap berdiri tegak sampai detik ini. Fatih bisa mengerti kenapa wanita itu sempat ragu dan maju mundur menerima pinangannya. Terlalu banyak yang menyakiti Naura hingga membuat wanita itu takut berharap dalam hidupnya.“Belasan tahun aku hidup seperti yatim piatu. Luntang-lantung tidak tentu tujuan diombang-ambing oleh nasib sebagai anak yang terbuang. Aku bahkan masih mengenakan seragam merah putih saat Bapak meninggalkan aku sendirian di rumah yang

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 75

    “Saya suka ada disini walau sedikit kedinginan karena daerah pegunungan. Di Banjarmasin sana panas karena dekat dengan laut.” Fatih terkekeh saat menyadari hanya dia yang mengenakan baju hangat diantara mereka berempat.“Sekarang Bukit Barisan sudah tidak serimbun dulu ya, Bi? Beberapa titik bahkan terlihat jelas sekali kalau sudah mulai gundul.” Naura mengambil pisang goreng yang masih mengepul. Dia mengangguk senang saat merasakan krispi diluar dan lembut di dalam seperti akan meleleh. Bibinya memang pandai mengolah makanan sehingga menurun pada Wahid yang kini mempunyai usaha rumah makan.“Iya, pembangunan sutet untuk aliran listrik membuat banyak petani kopi harus kehilangan lahan. Mereka terpaksa melepas kebun karena ini proyek negara. Ganti rugi yang diberikan memang cukup besar. Namun, jelas tidak setara apalagi saat ini harga kopi sedang tinggi.”Naura mengangguk mengerti. Sejak dulu, daerah mereka memang sering mengalami pemadaman listrik. Dalam satu minggu, bisa tiga-empat k

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 74

    “Tidak.” Naura menggeleng cepat.“Maksudmu?” Fatih menegakkan badan. Dia bahkan mengepalkan tangan di atas paha saat menanti jawaban Naura. Dia hampir saja tak bisa menahan diri untuk memaksa wanita itu meneruskan ucapan dengan segera. Lelaki itu merasa gemas sekali saat Naura justru meraih air minum di atas meja dan menyesapnya dengan tenang.“Aku … insya Allah siap untuk berumah tangga.” Naura menunduk saat Fatih mengucap hamdalah. Tadi malam, dia merenung lama. Naura akhirnya menjalankan shalat istikharah yang sejak awal memutuskan dekat dengan Fatih sudah dia kerjakan atas saran dan ajaran Dewi. Saat mengetahui Fatih datang pagi ini, Naura merasakan kemantapan hati dan yakin kalau ini petunjuk bahwa Fatih adalah jodohnya.“Walau kata Bang Wahid hubunganmu dengan kedua orangtuamu tidak terlalu baik, tapi aku ingin kita mengunjungi mereka untuk meminta restu, Nau. Persiapkan saja diri, tak perlu terburu-buru. Setelah mendapat kepastian seperti ini, aku bisa kembali bersabar untuk me

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 73

    “Usiamu sudah dua puluh enam tahun, Nau. Memangnya kau mau menikah di usia berapa?” Fatih tak bisa bersabar lagi. Cukup baginya pendekatan selama dua bulan ini. Kalau memang Naura menolak, itu artinya dia harus mundur.Fatih jelas tidak mau membuat anak gadis orang berada pada hubungan yang tidak jelas. Naura cukup menarik baginya. Selain enak dipandang, Naura juga teman yang mengasyikkan saat sedang ngobrol. Itulah yang membuat dia ingin menyegerakan saja karena takut terjebak dosa. Tidak dia pungkiri, godaan itu cukup kuat saat ada kesempatan mereka keluar berdua. Apalagi, dia lelaki yang pernah berumah tangga.“Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kalau kau belum ada kesiapan menikah. Mungkin memang kita ditakdirkan untuk berteman saja, Nau. Sebagai seorang ayah yang memiliki anak gadis, aku jelas tidak mau kelak anakku memiliki hubungan yang abu-abu. Jadi, aku juga tidak akan membuat anak gadis orang lain berada dalam hubungan seperti itu.”Fatih menghela napas panjang. Dia menggel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status