“Abang!”Dalam sekali hentakan, Naura berada dalam gendongan Fatih. Lelaki itu tertawa saat Naura berteriak-teriak minta dilepaskan. “Sudah kubilang jangan mengundang. Kalau kau berpakaian seperti ini, Abang anggap kau sedang menggoda dan meminta untuk dinafkahi dengan segera.”“Ih, apaan? Gerah tahu!”“Pakai AC kok gerah. Jangan banyak alasan.”“Memang iya, kok.”“Kamu mau ‘kan?”“Mau apa?”“Jangan jual mahal, Naura. Kalau mau bilang saja, tinggal minta. Aku ini suamimu.”“Hmmm ….”“Ham hmm ham hmm saja, gengsimu terlalu tinggi sama suami sendiri, Nau. Rasakan ini!” Fatih tertawa senang saat Naura berseru-seru dan berusaha melepaskan diri. Namun, tidak lama kamar itu sudah tenang kembali. Keduanya tenggelam dalam rasa syahdu yang begitu melenakan.Dini hari, Naura dan Fatih terbangun untuk melaksanakan tahajud. Setelahnya, Fatih membaca Kalam Ilahi dan Naura membaca terjemahannya. Di tengah bacaan, Naura terisak hingga Fatih berhenti dan mem.luk istrinya lama.Sekian menit berlalu,
“Kalau Aini beri kesempatan, apa Abang akan berusaha melupakan Naura? Sanggupkah Abang menghapus semua tentangnya? Jangan lagi membuka media sosial yang berhubungan dengan dirinya. Berhenti memikirkan apapun tentangnya dan cobalah fokus pada keluarga kita saja seperti yang selalu Abang janjikan selama ini. Apa Abang bisa?” Aini menatap Indra. Dia membingkai wajah lelaki yang sangat dia cintai dengan kedua tangan.Lima menit berlalu, Indra tetap bungkam. Senyum Aini merekah seiring dengan air matanya yang kembali mengalir deras. Dia tahu, Indra tidak akan pernah bisa melepaskan bayang-bayang Naura. Terlalu besar perasaan lelaki itu pada wanita masa lalunya sehingga kini dia kesulitan membuka hati untuk sosok yang lainnya.“Terima kasih sudah menjadi kepala keluarga yang baik selama ini, Abang. Terima kasih sudah selalu memperlakukan Aini dan Arjun dengan sangat baik. Terima kasih karena berkenan mengambil tanggung jawab Bang Irwan untuk menikahiku.” Aini mendekat dan menyatukan kening
“Aini ….” Indra tak berkedip menatap istrinya, seperti ada yang meremas dadanya saat mendengar permintaan talak dari wanita yang selama lima tahun ini begitu patuh pada dirinya. Dia mengalihkan tatapan pada Benu yang memijat keningnya. “Bisa kami bicara berdua, Mang?”“Tentu, bicaralah.” Benu menjawab cepat. Dia menoleh ke arah Aini yang menatap lurus ke depan. Walau wajah itu basah oleh air mata, dia bisa melihat Aini sudah lebih tenang dari sebelumnya. Ada lega yang terlihat dari sorot matanya yang berkaca-kaca. Lelaki itu menghela napas panjang dan berdiri dari duduknya.Benu menepuk bahu Indra pelan sebelum meninggalkan mereka. Lelaki itu bisa melihat Indra benar-benar terpukul dengan permintaan yang Aini ucapkan. Dia menggeleng beberapa kali. Benu sangat terkejut dengan apa yang terjadi. Berbagai pertanyaan berputar di kepalanya mengenai masalah rumah tangga keponakannya.“Perbaiki jika masih bisa diperbaiki. Perjuangkan dia jika kau merasa masih ada harapan dalam rumah tangga ka
Benu memuk.l meja mendengar ucapan Indra. Lelaki itu naik pitam karena enteng sekali mulut Indra berbicara. “Kalian butuh penengah untuk menyelesaikan masalah. Jadi, turunkan ego di kepalamu yang terlalu tinggi sebagai seorang suami. Kalau bisa menyelesaikannya berdua, maka Aini tidak akan lari ke rumah ini!”Indra bungkam mendengar ucapan Benu, kepalanya tertunduk dalam-dalam. Baru kali ini dia melihat kemarahan di mata Benu. Biasanya, lelaki itu selalu menerimanya dengan baik. “Bicara, Indra, jangan jadi seorang pengecut! Apa salah Aini hingga begitu mudahnya kau menjatuhkan tangan padanya? Apa kau tidak tahu saat kau menyakiti fisiknya, maka hatinya jauh lebih sakit?” Benu mati-matian menekan emosi melihat Indra tetap bungkam. Bertanya pada Aini juga percuma karena dua hari tinggal di sana, tidak sepatah katapun keluar dari mulut keponakannya.“Pernikahan itu sakral, Indra! Akad nikah itu akad tertinggi yang islam syariatkan. Saat tanganmu menjabat tangan bapaknya Aini, kamu sedan
“Dari mata Clara, aku bisa melihat ketulusannya yang menyukai aku, Bang. Saat dia memanggilku Mama untuk pertama kalinya, ada getar tak biasa yang aku rasa. Apalagi, saat Abang bilang kalau itu adalah kata pertama yang Naura ucapkan ketika mulai belajar bicara.” Mata Naura berkaca-kaca saat mengingat momen itu. Clara yang baru saja genap berusia satu tahun dengan lantang memanggilnya Mama saat dia menghidangkan pesanan.“Ah … bergetar rasanya di dada saat itu karena menyadari ternyata, aku sudah cocok ya dipanggil Mama. Ternyata, waktu sudah berlalu cukup lama sementara aku masih tertinggal di masa lalu yang sudah jauh di belakang sana.” Naura menghela napas panjang. Tak dia pungkiri, kehadiran Clara menjadi pengobat rindunya pada ketiga j.nin yang kini sudah tenang di taman surga.Naura menghapus ujung matanya yang basah saat Fatih mengelus kepalanya. Dalam hati, dia tak pernah berhenti berdoa semoga mereka segera diberi keturunan. Sungguh, betapa Naura ingin sekali merasakan indahny
“Selamat pagi, Yang.” Fatih mem.luk pinggang Naura dari belakang saat yakin tidak ada siapa-siapa di dapur selain mereka. Lelaki itu meletakkan dagu di bahu Naura sambil mengintip ke arah wajan untuk mengetahui sedang masak apa istrinya. Dia tersenyum saat merasakan hangat tubuh Naura.“Lepas, Bang! Nanti kalau ada Mama atau Papa ke dapur bagaimana?” Naura menoleh ke arah Fatih. Wanita tersipu saat Fatih bukannya melepaskan p.lukan. Lelaki itu malah mencium pipinya hingga hampir mengenai ujung bibir. “Sana lah dulu, Bang. Naura tidak enak kalau Mama ke dapur masakannya belum juga selesai.”“Kangen.” Fatih mengendus rambut Naura. Lelaki itu terkekeh saat Naura berusaha melepaskan diri ketika dia mulai menggoda, mencoba memancing istrinya. “Ke kamar saja yuk? Mumpung Clara masih tidur. Mama juga pasti mengertilah, ‘kan pernah muda.”“Pergi!” Naura akhirnya berhasil melepaskan diri. Spatula teracung di tangan kanan, sementara tangan kiri mengepal. Dia mengembuskan napas kencang melihat F