Mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan Jupiter dan Inez, tidak lah terlalu sulit. Karena Misca ikut ambil bagian dalam hal ini. Ibu setengah abad lebih itu, mempersiapkan dengan teliti dan sebaik mungkin pesta pernikahan Putra sulungnya.
Meski banyak kalangan yang terkejut akan pernikahan mendadak ini, pesta mereka berakhir dengan meriah. Penuh kegembiraan palsu dari Jupiter maupun Inez.
Bahkan ketiga sahabat pengantin—Alexi, Eric, dan Gwen—ikut hadir meramaikan pesta, meski mereka tak pernah tahu rencana rapi di balik pernikahan dua sejoli yang kerap terlihat seperti kucing dan tikus itu.
Di benak masing-masing sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang berlangsung. Tapi mereka memilih bungkam dan tak ingin ambil pusing mengenai hal itu.
Terutama Gwen yang mengetahui segalanya. Dia justru merasa mungkin ini pilihan yang tepat. Jadi Gwen hanya perlu berlega hati akan keputusan yang telah diambil ol
“Aakhh!” Jupiter berteriak ketika melihat dirinya tidak mengenakan apa pun bersama Inez di atas ranjang, pagi harinya, setelah melewati malam menyenangkan.“Jangan berisik!” Inez balas berteriak. “Kau lupa kita sudah menikah?”“Ada sesuatu yang salah, ini tidak benar!” Tidak peduli pada ucapan fakta dari Inez, Jupiter menyibak sedikit selimutnya untuk mencari-cari sesuatu.Mulutnya kembali mengeluarkan teriakan, kali ini karena bercak darah di atas seprei merah muda yang mereka tiduri bersama.“Apa yang telah kulakukan?” Begitu frustrasi, Jupiter menjambak rambutnya berulang kali.“Tentu saja malam pertama suami istri. Apa kau ingin menyangkal dan menjadi korban di sini?” Dengan sikap tidak peduli, Inez mengeluarkan dirinya dari balik selimut, tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.“Hei, hei ... apa yang kau lakukan? Pakai bajumu!” teriak Jupiter sembari mengalihkan pandan
Eric terkejut ketika Delila Restaurant miliknya dikunjungi oleh Gwen. Wanita cantik itu ibarat tamu istimewa untuk Eric.“Hei, Gwen,” sapa Eric. Sejak insiden keran air di wastafel yang patah, Eric begitu suka jika mereka saling bersentuhan.Bermodal karena persahabatan yang terjalin cukup lama, Eric—akhir-akhir ini—jika bertemu Gwen, pasti akan memeluk dan mengusap-ngusap punggungnya dengan sayang.Tidak terkecuali sore ini. Gwen hampir kewalahan dan bingung melihat Eric memeluknya dengan erat.“Sahabatku yang paling cantik, kau mau pesan apa?” Eric berbasi-basi, tapi tangannya sudah mengacak rambut Gwen.Separuh dari pengunjung Delila Restaurant, melihat Eric dan Gwen yang bertingkah layaknya pasangan tengah di mabuk asmara.Siapa yang akan percaya bahwa mereka hanya sahabat lima belas tahun selama ini? Yah, meski ada hal luar biasa lain yang terjadi, baik Eric maupun
“Ibuku ke mana?” tanya Jupiter ketika langkah kaki mengantarkannya di depan meja makan, tempat Inez duduk melamun. “Hei ... kau dengar aku?” Jupiter melambai-melambaikan tangannya di depan wajah Inez yang tidak mempedulikan kepulangannya.Inez melengos, dia pikir, wajar jika kemarahan menganggunya akhir-akhir ini, tepat setelah mereka menikah. Bukan tanpa sebab, Inez merasa seperti mengharapkan kehangatan di ranjang mereka, sementara Jupiter berteriak dan menyalahkan keadaan ketika terbangun dalam kondisi tanpa pakaian bersamanya di ranjang.“Dasar aneh! Bodoh! Harusnya aku yang berteriak! Kenapa justru dia yang berlagak jadi korban,” umpat Inez dalam hati. Dia bergegas menuju kamar dan membanting pintu.Jupiter yang bingung, semakin bingung ketika melihat masakan di atas meja. Dia sama sekali tidak berani mengatakan ini sebuah hasil masakan yang layak disantap.Me
Gwen mengangguk cepat tanpa ragu. Tentu itu mengejutkan bagi Eric. Tapi dia membuang sejenak perasaan itu, rasa terkejut itu. Dia hanya ingin menyatukan bibir mereka.Gwen mendekat, Eric melakuan hal yang sama. ‘Perang’ di antara mereka berdua dimulai. Masing-masing bergerak tidak ingin kalah. Semua terjadi begitu cepat di kantor Eric.Selama dia menjadi pemilik Delila Restaurant, tidak pernah sekalipun Eric membiarkan wanita masuk selain pelayan restoran yang ingin melaporkan tentang hasil atau keluhan mengenai pekerjaan.Tapi saat ini, bukan hanya masuk, Eric membiarkan Gwen melangkah lebih jauh. Sangat jauh, hingga menyatu ke dalam dirinya. Eric bingung, tapi dia berjanji akan melawan perasaan yang tumbuh pada Gwen.Eric tidak ingin memusnahkan rasa nyamannya sebagai seorang sahabat dalam dirinya. Sebisa mungkin, dia ingin menyeimbangkan hal itu.*****Keadaan bayi Ro
Gwen membaca pesan dari grup lima sekawan dan tertawa kecil membayangkan wajah Inez dan Jupiter. Dia sungguh berharap mereka baik-baik saja.[Yap. Ayo bertemu dan maaf jika nanti aku datang terlambat lagi]“Sesuatu yang baik sedang terjadi?” Zeev yang duduk tidak jauh darinya, terlihat penasaran. Mencoba menerka isi ponsel Gwen yang masih membuat sekretaris pribadinya itu tersenyum, dan tentu saja tampak bahagia.“Oh, akan ada waktu untuk berkumpul sore ini bersama teman-temanku.” Gwen meraih bolpoin, mengetuknya pelan di meja. “Bolehkah, aku izin pulang lebih awal?”“Silahkan. Aku akan mengantarmu sampai ke tempat tujuan,” tawar Zeev.“Ti-tidak perlu, Pak. Itu akan sedikit menyusahkan Anda,” tolak Gwen.Zeev mengernyit, “Tidak ada kata penolakan. Berapa kali harus kukatakan aku tidak suka itu, Gwen Himeka.”Gwen menghela napas. Memang sulit untuk sediki
Alexi berbohong pada Eric dan Gwen, bahwa dia tidak mengendarai mobil saat ke Orchid Cafe dan butuh tumpangan pulang dari Eric.Padahal tentu, di saat situasi seperti ini, tidak akan ada satu pun dari sahabatnya yang menyadari bahwa mobil Alexi terparkir tidak jauh dari Orchid Cafe, berselang lima mobil dari tempat kendaraan Jupiter terparkir tadi.Gwen duduk diam di kursi penumpang, sementara Alexi dan Eric duduk berdampingan di kursi depan.Sebenarnya, tidak ada pemimpin di grup mereka. Tapi keempat orang itu, lebih sering tunduk dan setuju pada banyak perkataan masuk akal dan terdengar bijaksana dari Alexi Millard.Seperti sekarang, saat Alexi mengisyaratkan pada Eric agar tak bertanya apa pun pada Gwen yang tampak murung dengan pandangan sesekali tertunduk lesu, Eric mematuhinya.Tujuan pertama Eric tentu saja rumah Gwen. Jika tak ada Alexi bersama mereka, mungkin Eric akan s
Jupiter sudah siap untuk meneriaki Inez atas ucapannya yang menginginkan perpisahan, padahal itu tidak tercantum dalam surat perjanjian mereka jika pernikahan palsu ini belum melewati waktu satu tahun, maka tak ada kata perpisahan.Tapi raut kesedihan, kekecewaan, kemarahan, dan keputusasaan Inez, membungkam mulut Jupiter. Dia seharusnya tidak begini. Tidak semestinya dia kasar pada penyelamatnya.“I-Inez ... aku minta maaf. Tolong jangan ajukan perceraian padaku. Aku mohon ... jangan,” pinta Jupiter, dia mengiba dengan cara duduk berlutut di dekat ranjang, di mana Inez sedang sibuk mengancing resleting kopernya.Inez menoleh, kemarahannya sedikit surut saat melihat Jupiter berlutut dan memohon. Meski di luar sana dia terbiasa mendapat perlakuan penuh iba dari banyak pria yang mengaharap kemurahan hatinya, tapi yang seperti ini, baru terjadi setelah lima belas tahun dia mengenal Jupiter, si pria berengsek dengan sejuta pesona.
“Tentang sesuatu?” Zanna mengernyit dengan waspada. Mendadak dia curiga jika sesuatu mungkin akan segera terjadi. Dia gelisah.“Hem,” angguk Alexi, “ini ... tentang kita. Aku ... ingin mengakui sesuatu padamu.” Alexi meremas lembut tangan mantan istrinya.“Baiklah. Aku ingin mendengar pengakuanmu.” Zanna terdengar siap, meski tidak sepenuhnya siap. Dia mendengar degup jantung Alexi, begitu terasa di kepalanya yang bersandar.“Aku ... minta maaf untuk segalanya. Minta maaf karena telah berkata dan berlaku kasar padamu selama pernikahan kita. Dan yang terburuk, aku menjalin hubungan dengan wanita di atas pernikahan kita. Lalu ... yang paling buruk di antara yang terburuk, aku pernah tidak mau mengakui darah dagingku. Maaf Anna, maafkan aku,” lirih Alexi. Dia siap, jika Zanna akan memaki dan memukulinya.Zanna keluar dari sandaran kepalanya di dada Alexi, melihat pria yang teramat dicintainya itu dengan lembut. Sungguh