Share

Topeng Si Suami Idaman
Topeng Si Suami Idaman
Penulis: Rose Dreamers

Chapter 01

Sesak menyeruak dalam dada bagai tertimpa benda berat dan tumpul. Hari ini, tepat satu tahun pernikahannya dengan Farhan, pria itu mendadak sulit dihubungi. Rania pikir suaminya itu sedang sibuk dengan urusan kantor.

Namun, dugaannya sangat salah. Faktanya, saat ini Rania sedang melihat Farhan baru saja ke luar dari sebuah restoran ternama bersama seorang wanita yang sangat familiar. Nampak jelas terlihat, Farhan memperlakukan wanita itu begitu mesra.

"Rania, bukankah itu Farhan dan Dinar? Kenapa mereka terlihat sangat dekat? Tak seperti atasan dan sekretaris pada umumnya."

Rania bergeming, tak berkedip melihat bayangan sang suami yang kini sudah masuk ke mobilnya. Dia bahkan tak menghiraukan pertanyaan yang terlontar dari sahabatnya, Lalita.

"La, tolong ikuti mobil mereka!" Rania berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari mobil Farhan yang baru saja ke luar dari area parkiran. Mengurungkan niatnya yang hendak ke restoran bertemu dengan teman-temannya dan Lalita.

"Ta-tapi, Ra-" Lalita menghela napas panjang, tak melanjutkan perkataannya. Tanpa berkata apa pun lagi, dia menuruti permintaan Rania untuk mengikuti mobil yang ditumpangi Farhan.

Rania mulai merasa gundah, meskipun dia sudah mencoba menepis segala pikiran buruk, tetap saja tak bisa menenangkan perasaannya. Rania berharap apa yang akan dia lihat selanjutnya tidak sama dengan dugaannya.

Namun, hati Rania kian bergetar. Darahnya mendidih seketika saat mobil yang sedari tadi dia ikuti memasuki area hotel. Wanita cantik itu menghela napas panjang menahan cairan bening yang siap tumpah dari matanya.

"Haruskah kita turun menemui mereka?" tanya Lalita. Dia pun merasakan perasaan yang sama dengan Rania, geram dan sangat emosi dengan pemandangan yang sedang dia lihat sekarang.

Lalita hendak turun, tak sabar ingin melabrak Farhan dan Dinar. Namun, niatnya urung karena Rania segera menahannya.

"Jangan, La." Dengan mata berkaca-kaca Rania menggelengkan kepala, menahan Lalita.

"Kenapa kau melarangku turun? Kita tidak bisa diam saja membiarkan mereka melakukan hal yang tidak pantas seperti itu." Lalita gemas karena Rania hanya diam saja. Padahal jelas-jelas di depan sana mereka sedang menyaksikan perselingkuhan Farhan dan sekretarisnya dengan mata mereka sendiri.

"Bagaimana mungkin kau bisa diam saja melihat suamimu berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri?" geram Lalita. "Kenapa rasanya aku gemas sendiri melihat mereka? Rasanya ingin kujambak dan kucabik-cabik si pelakor itu dengan tanganku ini."

Lalita meremas-remas tangannya sendiri, merasa gatal tak sabar ingin menghajar si pelakor. Sementara itu, Rania tak menghiraukan perkataan Lalita. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, lalu langsung menghubungi kontak Farhan. Dari dalam mobil, Rania bisa melihat Farhan sedang meminta agar Dinar diam dan pergi masuk ke hotel lebih dulu karena dia akan menjawab telepon.

"Kau di mana sekarang? Kenapa sedari tadi kau sangat sulit dihubungi?" tanya Rania begitu teleponnya tersambung.

"Aku sedang meeting bersama klien. Tadi aku menggunakan mode silent, jadi tidak mendengar telepon darimu. Maafkan aku," tutur Farhan terdengar tenang. Sama sekali tidak ada nada bersalah atas kebohongan yang sedang dia lakukan.

"Apa kau lupa hari ini hari anniversary pernikahan kita yang pertama? Aku ingin merayakannya denganmu, tapi kau malah sibuk." Rania berucap dengan nada lirih dan bergetar menahan tangis yang akan pecah seketika.

Matanya memerah dan berkaca-kaca, satu tangannya mengepal di atas paha. Dia sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari suaminya yang sedang bersama wanita lain.

Di sampingnya, Lalita menatap Rania dengan sorot sendu. Merasa kasihan dengan nasib sahabatnya. Rania masih dalam suasana duka atas meninggal papanya dua minggu yang lalu, dan sekarang dia harus menyaksikan perselingkuhan suaminya dengan wanita lain.

"Maafkan aku, Rania. Aku sedang sibuk sekarang, aku akan segera pulang sebentar lagi dan kita akan merayakannya bersama," tutur Farhan membujuk.

Pria itu masih belum menyadari bahwa istrinya sedang menyaksikan semua yang dia lakukan sekarang.

Hening, Rania tertunduk sambil memejamkan mata. Dia menggenggam erat ponsel yang masih menempel di telinganya. Hatinya berdenyut sakit, bagai teriris-iris benda tajam.

"Kau yakin, kau sedang bersama klien sekarang?" tanya Rania. Dia berharap Farhan akan berkata jujur. Namun, seorang peselingkuh tidak akan pernah jujur demi menutupi perselingkuhannya.

"Ya," jawab Farhan singkat.

Rania menghela napas panjang, merasakan sesak yang kian menyiksa. Matanya memanas, menahan genangan cairan bening yang akan luruh. Suaranya pun mendadak tercekat di tenggorokan, sulit sekali untuk berkata-kata.

"Tapi aku melihat kau sedang berada di hotel sekarang," ucap Rania lirih.

Farhan terlihat panik. Dia langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat untuk mencari keberadaan istrinya. Kedua bola mata pria itu membulat sempurna, terkejut saat melihat Rania di dalam sebuah mobil melintas tepat di hadapannya.

"Rania ...."

"Mas Farhan mau ke mana?" tanya Dinar.

Wanita itu nampak panik saat melihat Farhan hendak pergi meninggalkannya di hotel.

"Mas harus segera pergi, Dinar. Ada hal penting yang harus mas urus," ujar Farhan sembari terburu-buru berjalan menuju ke mobilnya. Dinar terus mengikuti Farhan, tak rela kekasihnya itu pergi.

"Urusan penting apa yang membuat Mas harus pergi? Mas Farhan sudah janji akan menemaniku," ujar Dinar memelas.

Pendar mata polos itu membuat Farhan merasa tidak tega meninggalkannya. Farhan menghela napas panjang, merasa bersalah kepada kekasihnya karena tidak bisa menepati janji.

"Maafkan mas, Sayang, tapi mas harus pergi sekarang. Rania melihat kita di sini, dia pasti sangat marah sekarang," jelas Farhan. "Mas pergi dulu. Kamu langsung saja istirahat, jangan pergi ke mana-mana, oke!" sambungnya lagi.

Tanpa menunggu sahutan dari Dinar, Farhan langsung masuk ke mobilnya. Dia menyalakan mesin mobil dan langsung melesat meninggalkan kekasihnya sendirian.

"Sialan! Lagi-lagi wanita itu," umpat Dinar seraya mengepalkan tangan dan menghentakkan kakinya kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status