Share

Chapter 02

"Kau yakin baik-baik saja?" tanya Lalita kepada Rania.

Dia benar-benar mencemaskan keadaan sahabatnya yang baru saja memergoki perselingkuhan suaminya.

"Ya, aku tidak apa-apa. Maaf ya, karena aku, kita tidak jadi bertemu teman-teman," sahut Rania lirih. Dia menghela napas panjang yang begitu menyesakkan.

"Tidak masalah, kita bisa bertemu mereka lain waktu," ucap Lalita. Dia tak mengalihkan pandangan dari wajah Rania yang nampak murung.

Jelas terlihat kekecewaan menyelimuti mata Rania yang membuat Lalita sangat iba dan tak tega meninggalkan sahabatnya itu sendirian.

"Kalau kau tidak mau pulang, kau bisa menginap di rumahku malam ini," ajak Lalita.

Walau sedang terluka, tetapi Rania masih bisa menampakkan senyum manis untuk menutupi rasa sakitnya. Wanita itu menggelengkan kepala, menolak tawaran sahabatnya.

"Terima kasih, tapi aku sungguh baik-baik saja," katanya. "Aku masuk dulu," sambungnya lagi berpamitan untuk turun dari mobil.

Lalita hanya mengangguk pasrah. Dia tidak bisa memaksa Rania untuk ikut bersamanya. Terlepas dari semua itu, dia berharap semoga permasalahan yang sedang dihadapi sahabatnya itu segera mendapatkan solusi terbaik.

"Kalau ada apa-apa, hubungi aku. Aku siap membantu kapan saja," ucap Lalita tulus. Setelah berpamitan, dia pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya.

Rania menghela napas kasar begitu dia memasuki kamarnya. Langkahnya sangat gontai dan tak bersemangat. Dia menaruh tasnya, kemudian merangkak naik ke atas kasur. Terduduk sambil menekuk kedua lututnya.

Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka dengan kasar. Rania tidak terkejut, dia sudah menduganya sejak awal. Farhan pasti akan menyusul untuk menjelaskan sesuatu kepadanya atas apa yang dia lihat di restoran dan di hotel tadi.

"Rania, aku bisa menjelaskan semuanya," tutur Farhan tanpa basa-basi.

Mata Rania memerah, antara menahan marah dan juga menahan tangis. Rania menatap tajam wajah pria yang selama ini dia puja. Sosok sempurna yang selalu dia agung-agungkan sebagai suami idaman.

Tanpa kata, wanita itu turun dari ranjang dan berjalan mendekati suaminya yang nampak cemas. Entah apa yang membuatnya terlihat begitu khawatir. Atau mungkin, pria itu takut kebusukannya terbongkar.

"Apa yang ingin kau jelaskan kepadaku, hm?" tanya Rania dengan suara bergetar penuh penekanan.

Pandangannya tak beralih, tetap menatap mata pria yang ada di hadapannya.

"Semuanya." Farhan langsung menjawab. "Semua yang kau lihat tadi, itu tidak seperti yang kau pikirkan," tutur Farhan lagi.

Sebelah bibir Rania tertarik ke atas mengulas sebuah senyum simpul.

"Memangnya kau tahu apa tentang isi pikiranku?" tanya Rania sinis.

Benar, Farhan tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Rania sekarang. Bisa saja dia terlalu khawatir, sehingga berpikir bahwa istrinya itu mengetahui kebohongan yang selama ini dia sembunyikan. Padahal sebenarnya, Rania belum mengetahui apa pun.

Pria berparas tampan itu berdehem sambil mengendurkan dasi yang dia kenakan agar napasnya tidak sesak. Dia mengalihkan pandangan sesaat sambil mengulum bibirnya, lalu mendengkus kasar.

"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan sekarang, untuk itu aku-"

"Kalau kau tidak tahu apa pun tentang apa saja yang sedang aku pikirkan, lantas kenapa kau terlihat begitu cemas?" Rania sengaja memotong perkataan Farhan.

"Dari sikapmu, kau terlihat seperti seorang yang baru saja ketahuan berselingkuh. Kau takut aku tahu kebohonganmu dan kau takut aku marah. Benar begitu?" sindir Rania penuh penekanan.

Napas Farhan tercekat di kerongkongan. Semua yang dikatakan istrinya memanglah benar. Namun, Farhan tidak ingin mengaku begitu saja. Kedua alis pria itu saling bertautan, menatap Rania dengan sorot yang sulit diartikan.

"Apa maksudmu berkata seperti itu? Perlu kau ingat, aku tidak pernah melakukan kebohongan apa pun, dan aku tidak pernah berselingkuh seperti yang kau tuduhkan baru saja!" tegas Farhan.

Tak mau kalah, Farhan membalas tatapan tajam Rania. Dia bersikap seolah sedang menjadi korban prasangka buruk istrinya.

"Seharian tadi aku sibuk meeting dengan klien penting, itu sebabnya aku tidak bisa menghubungimu," ujar Farhan lagi.

Rania tersenyum simpul sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sedetik kemudian, dia kembali menatap wajah suaminya.

"Meeting apa sampai harus ke hotel segala?" tanya Rania sinis.

"Aku bahkan melihat dengan mataku sendiri, kau memperlakukan sekretarismu itu selayaknya seorang kekasih. Apa lagi yang ingin kau jelaskan?" ujar Rania. Nada suaranya meninggi karena tidak tahan lagi menyimpan semuanya dalam hati.

"Sudah berapa lama semua itu terjadi, hm?" tanya Rania. Kali ini nada suaranya melemah, tetapi masih penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Rania menarik kerah baju suaminya, geram. Iris hitam itu berkaca-kaca, perlahan tanpa sadar setetes cairan bening berhasil lolos membasahi pipinya yang putih mulus.

Deru napasnya menaik turun tak beraturan. Tangan dan seluruh tubuhnya pun bergetar akibat terlalu emosi. Kemudian, dengan penuh amarah, Rania memukul dada bidang Farhan dengan kedua tangannya sambil menangis.

"Katakan padaku, sejak kapan kau menjalin hubungan dengannya?" tanya Rania lagi dengan suara serak akibat menangis.

Farhan tidak tahan lagi dengan tuduhan yang terlontar dari mulut istrinya. Dia menarik kasar kedua tangan Rania agar berhenti memukulinya.

"Apa kurangku hingga kau tega diam-diam berselingkuh dariku?" tanya Rania lagi sambil menatap wajah Farhan dengan sorot yang nampak sangat frustrasi.

"Jaga bicaramu, Rania! Aku tidak pernah berselingkuh. Semua tuduhanmu itu menyakiti hatiku!" tegas Farhan sambil mengempaskan tangan Rania dengan kasar sehingga wanita itu sedikit oleng.

Farhan mendengkus kasar. Dia membuka jas yang masih melekat ditubuhnya, lalu melempar pakaiannya itu ke atas kasur dengan kasar.

"Buang jauh-jauh pikiran burukmu itu, Rania! Aku sudah lelah bekerja seharian, mengurus perusahaan agar bisa membelikan apa pun yang kau inginkan. Aku mengabdikan seluruh hidupku untukmu dan perusahaan kita, tapi apa yang kudapat sekarang? Kau malah menuduhku berselingkuh. Apa kau sudah tidak waras, Rania?!" bentak Farhan.

"Lelah bekerja atau lelah menutupi kebohongan perselingkuhanmu?" sindir Rania. Matanya memerah dan berkaca-kaca, menatap tajam wajah Farhan sambil mengeradkan rahangnya.

Rania kembali mencengkeram kerah baju Farhan erat-erat. Sakit yang bergejolak dalam hati membuatnya tidak merasa takut kepada suaminya itu.

"Aku bersumpah, tidak akan pernah memaafkanmu jika kau terbukti bersalah," tutur Rania dengan nada penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Rania mendorong tubuh kekar Farhan hingga pria itu sedikit tersungkur ke belakang tetapi tidak sampai terjatuh. Tak ingin mengalah, apa lagi sampai mengakui kesalahan, Farhan membalas mencengkeram lengan Rania cukup keras hingga wanita itu meringis kesakitan.

Rahang tegas itu mengeras, matanya memelotot tajam seperti siap menerkam mangsa hidup-hidup.

"Aku akan pastikan kau tidak akan menemukan bukti apa pun karena aku tidak melakukan kesalahan!" tegas Farhan. Setelah itu, dia mendorong Rania hingga istrinya itu terjatuh dan tersungkur di atas lantai.

Hampir saja kepala Rania terbentur ke papan ranjang, andai dia tidak segera menyeimbangkan tubuhnya. Tanpa perasaan, Farhan bergegas pergi meninggalkan Rania begitu saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status