"Kau yakin baik-baik saja?" tanya Lalita kepada Rania.
Dia benar-benar mencemaskan keadaan sahabatnya yang baru saja memergoki perselingkuhan suaminya."Ya, aku tidak apa-apa. Maaf ya, karena aku, kita tidak jadi bertemu teman-teman," sahut Rania lirih. Dia menghela napas panjang yang begitu menyesakkan."Tidak masalah, kita bisa bertemu mereka lain waktu," ucap Lalita. Dia tak mengalihkan pandangan dari wajah Rania yang nampak murung.Jelas terlihat kekecewaan menyelimuti mata Rania yang membuat Lalita sangat iba dan tak tega meninggalkan sahabatnya itu sendirian."Kalau kau tidak mau pulang, kau bisa menginap di rumahku malam ini," ajak Lalita.Walau sedang terluka, tetapi Rania masih bisa menampakkan senyum manis untuk menutupi rasa sakitnya. Wanita itu menggelengkan kepala, menolak tawaran sahabatnya."Terima kasih, tapi aku sungguh baik-baik saja," katanya. "Aku masuk dulu," sambungnya lagi berpamitan untuk turun dari mobil.Lalita hanya mengangguk pasrah. Dia tidak bisa memaksa Rania untuk ikut bersamanya. Terlepas dari semua itu, dia berharap semoga permasalahan yang sedang dihadapi sahabatnya itu segera mendapatkan solusi terbaik."Kalau ada apa-apa, hubungi aku. Aku siap membantu kapan saja," ucap Lalita tulus. Setelah berpamitan, dia pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya.Rania menghela napas kasar begitu dia memasuki kamarnya. Langkahnya sangat gontai dan tak bersemangat. Dia menaruh tasnya, kemudian merangkak naik ke atas kasur. Terduduk sambil menekuk kedua lututnya.Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka dengan kasar. Rania tidak terkejut, dia sudah menduganya sejak awal. Farhan pasti akan menyusul untuk menjelaskan sesuatu kepadanya atas apa yang dia lihat di restoran dan di hotel tadi."Rania, aku bisa menjelaskan semuanya," tutur Farhan tanpa basa-basi.Mata Rania memerah, antara menahan marah dan juga menahan tangis. Rania menatap tajam wajah pria yang selama ini dia puja. Sosok sempurna yang selalu dia agung-agungkan sebagai suami idaman.Tanpa kata, wanita itu turun dari ranjang dan berjalan mendekati suaminya yang nampak cemas. Entah apa yang membuatnya terlihat begitu khawatir. Atau mungkin, pria itu takut kebusukannya terbongkar."Apa yang ingin kau jelaskan kepadaku, hm?" tanya Rania dengan suara bergetar penuh penekanan.Pandangannya tak beralih, tetap menatap mata pria yang ada di hadapannya."Semuanya." Farhan langsung menjawab. "Semua yang kau lihat tadi, itu tidak seperti yang kau pikirkan," tutur Farhan lagi.Sebelah bibir Rania tertarik ke atas mengulas sebuah senyum simpul."Memangnya kau tahu apa tentang isi pikiranku?" tanya Rania sinis.Benar, Farhan tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Rania sekarang. Bisa saja dia terlalu khawatir, sehingga berpikir bahwa istrinya itu mengetahui kebohongan yang selama ini dia sembunyikan. Padahal sebenarnya, Rania belum mengetahui apa pun.Pria berparas tampan itu berdehem sambil mengendurkan dasi yang dia kenakan agar napasnya tidak sesak. Dia mengalihkan pandangan sesaat sambil mengulum bibirnya, lalu mendengkus kasar."Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan sekarang, untuk itu aku-""Kalau kau tidak tahu apa pun tentang apa saja yang sedang aku pikirkan, lantas kenapa kau terlihat begitu cemas?" Rania sengaja memotong perkataan Farhan."Dari sikapmu, kau terlihat seperti seorang yang baru saja ketahuan berselingkuh. Kau takut aku tahu kebohonganmu dan kau takut aku marah. Benar begitu?" sindir Rania penuh penekanan.Napas Farhan tercekat di kerongkongan. Semua yang dikatakan istrinya memanglah benar. Namun, Farhan tidak ingin mengaku begitu saja. Kedua alis pria itu saling bertautan, menatap Rania dengan sorot yang sulit diartikan."Apa maksudmu berkata seperti itu? Perlu kau ingat, aku tidak pernah melakukan kebohongan apa pun, dan aku tidak pernah berselingkuh seperti yang kau tuduhkan baru saja!" tegas Farhan.Tak mau kalah, Farhan membalas tatapan tajam Rania. Dia bersikap seolah sedang menjadi korban prasangka buruk istrinya."Seharian tadi aku sibuk meeting dengan klien penting, itu sebabnya aku tidak bisa menghubungimu," ujar Farhan lagi.Rania tersenyum simpul sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sedetik kemudian, dia kembali menatap wajah suaminya."Meeting apa sampai harus ke hotel segala?" tanya Rania sinis."Aku bahkan melihat dengan mataku sendiri, kau memperlakukan sekretarismu itu selayaknya seorang kekasih. Apa lagi yang ingin kau jelaskan?" ujar Rania. Nada suaranya meninggi karena tidak tahan lagi menyimpan semuanya dalam hati."Sudah berapa lama semua itu terjadi, hm?" tanya Rania. Kali ini nada suaranya melemah, tetapi masih penuh penekanan di setiap kata-katanya.Rania menarik kerah baju suaminya, geram. Iris hitam itu berkaca-kaca, perlahan tanpa sadar setetes cairan bening berhasil lolos membasahi pipinya yang putih mulus.Deru napasnya menaik turun tak beraturan. Tangan dan seluruh tubuhnya pun bergetar akibat terlalu emosi. Kemudian, dengan penuh amarah, Rania memukul dada bidang Farhan dengan kedua tangannya sambil menangis."Katakan padaku, sejak kapan kau menjalin hubungan dengannya?" tanya Rania lagi dengan suara serak akibat menangis.Farhan tidak tahan lagi dengan tuduhan yang terlontar dari mulut istrinya. Dia menarik kasar kedua tangan Rania agar berhenti memukulinya."Apa kurangku hingga kau tega diam-diam berselingkuh dariku?" tanya Rania lagi sambil menatap wajah Farhan dengan sorot yang nampak sangat frustrasi."Jaga bicaramu, Rania! Aku tidak pernah berselingkuh. Semua tuduhanmu itu menyakiti hatiku!" tegas Farhan sambil mengempaskan tangan Rania dengan kasar sehingga wanita itu sedikit oleng.Farhan mendengkus kasar. Dia membuka jas yang masih melekat ditubuhnya, lalu melempar pakaiannya itu ke atas kasur dengan kasar."Buang jauh-jauh pikiran burukmu itu, Rania! Aku sudah lelah bekerja seharian, mengurus perusahaan agar bisa membelikan apa pun yang kau inginkan. Aku mengabdikan seluruh hidupku untukmu dan perusahaan kita, tapi apa yang kudapat sekarang? Kau malah menuduhku berselingkuh. Apa kau sudah tidak waras, Rania?!" bentak Farhan."Lelah bekerja atau lelah menutupi kebohongan perselingkuhanmu?" sindir Rania. Matanya memerah dan berkaca-kaca, menatap tajam wajah Farhan sambil mengeradkan rahangnya.Rania kembali mencengkeram kerah baju Farhan erat-erat. Sakit yang bergejolak dalam hati membuatnya tidak merasa takut kepada suaminya itu."Aku bersumpah, tidak akan pernah memaafkanmu jika kau terbukti bersalah," tutur Rania dengan nada penuh penekanan di setiap kata-katanya.Rania mendorong tubuh kekar Farhan hingga pria itu sedikit tersungkur ke belakang tetapi tidak sampai terjatuh. Tak ingin mengalah, apa lagi sampai mengakui kesalahan, Farhan membalas mencengkeram lengan Rania cukup keras hingga wanita itu meringis kesakitan.Rahang tegas itu mengeras, matanya memelotot tajam seperti siap menerkam mangsa hidup-hidup."Aku akan pastikan kau tidak akan menemukan bukti apa pun karena aku tidak melakukan kesalahan!" tegas Farhan. Setelah itu, dia mendorong Rania hingga istrinya itu terjatuh dan tersungkur di atas lantai.Hampir saja kepala Rania terbentur ke papan ranjang, andai dia tidak segera menyeimbangkan tubuhnya. Tanpa perasaan, Farhan bergegas pergi meninggalkan Rania begitu saja."Malam ini aku akan tidur di ruang belajar. Renungkan kesalahanmu dan minta maaflah setelah kau menyadarinya," ucap Farhan kepada Rania.Farhan membanting pintu kamar, pergi dalam keadaan marah tanpa menghiraukan tangis Rania. Malam ini, dia akan tidur di ruang belajar agar Rania bisa merenungkan kesalahannya yang sudah menuduh macam-macam, dan meminta maaf keesokan harinya.Ya, memang tuduhan Rania tidak lah salah. Namun, ego dalam diri Farhan begitu tinggi, hingga tidak mau mengakui kesalahannya sendiri. Farhan tidak merasa bersalah atas hubungannya dengan Dinar karena sejak awal wanita itu lah yang dia cintai.Rania tertawa sumbang selepas suaminya pergi. Lucu sekali, jelas-jelas Farhan yang bersalah, dia yang berselingkuh. Namun, pria itu malah memutar balikkan fakta, bertingkah seolah dirinya yang teraniaya."Seharusnya kau yang meminta maaf, kau yang harus merenungi kesalahanmu, bukan aku!" teriak Rania, frustrasi.Tangisnya pecah tak terbendung lagi. Rania
Rania bangun pagi-pagi sekali. Meskipun dia sedang marah kepada Farhan, tetapi dia tidak melupakan kewajibannya untuk melayani sang suami yang akan berangkat ke kantor. Dia memasak, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Farhan.Sejak menikah, Farhan langsung membawa Rania tinggal di rumah yang sudah dia beli sebelumnya. Pria itu beralasan ingin belajar hidup mandiri ketika Ardan, sang mertua bertanya alasannya tidak ingin tinggal di rumah mewah milik Ardan.Farhan juga meminta agar Rania berhenti bekerja supaya bisa fokus mengurus rumah dan suami saja. Awalnya Rania keberatan karena sejak kecil dia sudah bercita-cita ingin menjadi pebisnis yang hebat. Namun, demi menghormati Farhan yang sudah menjadi suaminya, wanita itu pun setuju untuk tidak bekerja."Wangi sekali, kau masak apa pagi ini?" tanya Farhan yang baru saja tiba di dapur.Pria itu bersikap seolah tidak terjadi apa pun tadi malam. Sama sekali tidak ada raut rasa bersalah atau pun niatan untuk meminta maaf.
Farhan tertawa ringan, dia benar-benar pintar menyembunyikan kebohongannya di balik sikap yang tenang dan tutur lembutnya. Dia menghela napas panjang sesaat sebelum menjawab rasa penasaran yang menyelimuti hati Rania.Kedua tangan Farhan mencengkeram bahu Rania tanpa menyakitinya. Matanya yang teduh menatap dalam-dalam wajah sang istri hingga perlahan membuat wanita itu sedikit melemah."Seharusnya kau tanyakan langsung kepadaku malam itu juga agar tidak terjadi kesalahpahaman," ucap Farhan.Kedua alis Rania mengernyit dalam, berusaha mencerna maksud perkataan suaminya."Apa maksudmu?"Farhan kembali menghela napas panjang. "Kau salah paham, Rania," katanya. Seulas senyum manis menggoda terukir di sudut bibir Farhan sebelum melanjutkan perkataannya. "Semalam aku berbicara dengan Nara di telepon, dia bilang sangat merindukanku. Kau tahu kan kalau anak itu dekat sekali denganku, dan kita juga sudah lama tidak menemuinya."Ah, ya, Nara. Rania lupa bahwa suaminya
Seorang wanita yang masih mengenakan pakaian tidur tipis dengan wajah sedikit pucat berjalan gontai untuk membukakan pintu. Bibir tebalnya langsung memaju ke depan saat pria yang ditunggunya menampakkan wajah di hadapannya. "Kenapa Mas lama sekali?" tanya Disti kepada Farhan yang masih berdiri di ambang pintu sambil membawa kresek berwarna putih di kedua tangannya.Pria itu langsung menerobos masuk walau belum dipersilakan oleh pemilik kamar. Dia menyimpan belanjaannya di atas meja, kemudian kembali menghampiri sang kekasih.Dengan begitu mesra Farhan langsung memeluk Dinar dari belakang dan tak berhenti menciumi wajah juga leher wanita itu."Mas merindukanmu, Sayang," bisik Farhan.Embusan napas pria itu mengenai leher jenjang Dinar hingga membuat kekasihnya itu menggelinjang karena geli. Dinar langsung berbalik, saling berhadapan dengan Farhan, menatap lamat wajah tampan itu dengan pandangan yang polos dan teduh."Aku sudah cemas, kupikir Mas tidak jadi ke
"Maaf," ucap Rania tanpa melihat lawan bicaranya. Dia langsung berinisiatif mengambilkan ponsel orang yang dia tabrak untuk dikembalikan kepada pemiliknya."Rania?"Mendengar namanya disebut, Rania pun langsung menoleh, melihat orang yang memanggilnya. Kening Rania mengerut, mencoba mengingat wajah tampan yang ada di hadapannya."Kau mengenalku?" tanyanya bingung.Dia sampai lupa pada niatnya yang ingin mengembalikan ponsel pria tak dikenal yang baru saja dia ambil dari tanah.Pria tampan itu mengangguk, lalu mengembangkan senyum manis kepada Rania."Aku Ken," katanya. Namun, Rania masih belum bisa mengingat siapa pria itu. "Aku Kendrick," ulangnya."Kau benar-benar Rania, 'kan?" tanya Kendrick seolah ingin memastikan bahwa dirinya sedang tidak salah orang."Ya, aku Rania, tapi maaf aku tidak bisa mengingat siapa kau," ucap Rania menampakkan raut rasa bersalah karena benar-benar tidak mengenali Kendrick.Seingat Rania, dia tidak memiliki teman pri
Rania refleks mundur sambil menutup mulut dengan tangannya, menghalangi niatan Farhan yang ingin melahap bibirnya. Rania tidak ingin melakukan hal itu sekarang karena bisa merusak kembali riasan yang sudah susah payah dia kerjakan. Bukan apa, karena jika sudah berciuman Farhan pasti ingin melakukan hal yang lebih, dan itu tidak cukup waktu yang sebentar."Jangan sekarang, kau bisa merusak make up-ku," tolak Rania secara halus. Bibir tipis itu memberenggut, sangat menggemaskan. "Aku sudah susah payah berdandan, kau malah ingin merusaknya lagi," sambung Rania.Farhan terkekeh pelan lantas mencubit pelan pipi gembil Rania karena gemas. Setelah itu, Farhan merangkul pinggang ramping sang istri dan menariknya hingga merapat. Pria itu mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rania."Baiklah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan membuatmu tidak bisa tidur nanti malam," bisik Farhan yang membuat wajah Rania bersemu kemerahan karena malu."Kau-""Ayok
Hati Rania sangat sakit bagaikan kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk kemudian dilempar begitu saja. Dia mengangkat pandangannya lalu menatap Farhan yang sedang menemani Nara mewarnai gambar tanpa berkedip dan dengan sorot berkaca-kaca karena syok. Senyum dan tawa yang terukir di bibir suaminya itu mendadak terlihat bagaikan sebuah ejekan untuknya.Rania kembali tertunduk melihat layar ponsel yang masih menyala dan menampakkan foto Farhan bersama wanita lain. Tanpa sadar dia menggenggam erat benda pipih itu, seolah melampiaskan rasa sakit sekaligus kecewanya terhadap sang suami."Sayang, kau kenapa?" tanya Farhan. Entah sejak kapan pria itu memerhatikannya.Rania terdiam selama beberapa detik. Mulutnya terasa kelu, enggan untuk mengeluarkan suara. Ditatapnya dalam-dalam wajah tampan Farhan tanpa berkedip dan sorot berkaca-kaca.Ingin rasanya Rania berteriak, memarahi Farhan dan bertanya tentang foto-foto yang dia miliki sekarang. Dengan siapa dan sudah
Penglihatan Rania memang tidak salah, Farhan bertemu dengan seorang klien di restoran. Namun, Rania tidak tahu bahwa di dalam sana juga ada Dinar yang sudah menunggu kedatangan Farhan. Beberapa menit selepas meeting dengan kliennya selesai, Farhan langsung menemui Dinar yang sudah menunggunya di meja lain.Farhan menghela napas panjang sebelum menarik kursi kosong dan mendudukinya. Dia menatap Dinar yang nampak sedang bad mood selama beberapa detik."Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba ingin mas datang menemuimu?" tanya Farhan. "Kau tahu kan kalau tindakanmu itu sangat berbahaya? Rania bisa curiga kepada kita," sambung Farhan lagi.Dinar nampak cemberut, dia meminum jus miliknya melalui sedotan yang tersedia sebelum menjawab perkataan kekasihnya."Maaf, lagi pula kalau aku tidak memaksa Mas pasti tidak mau bertemu denganku," ujar Dinar sambil menggenggam tangan Farhan di atas meja."Oh, ya. Aku punya sesuatu untuk Mas," ucapnya.Mata Farhan menyipit melihat Di