Share

Chapter 03

"Malam ini aku akan tidur di ruang belajar. Renungkan kesalahanmu dan minta maaflah setelah kau menyadarinya," ucap Farhan kepada Rania.

Farhan membanting pintu kamar, pergi dalam keadaan marah tanpa menghiraukan tangis Rania. Malam ini, dia akan tidur di ruang belajar agar Rania bisa merenungkan kesalahannya yang sudah menuduh macam-macam, dan meminta maaf keesokan harinya.

Ya, memang tuduhan Rania tidak lah salah. Namun, ego dalam diri Farhan begitu tinggi, hingga tidak mau mengakui kesalahannya sendiri. Farhan tidak merasa bersalah atas hubungannya dengan Dinar karena sejak awal wanita itu lah yang dia cintai.

Rania tertawa sumbang selepas suaminya pergi. Lucu sekali, jelas-jelas Farhan yang bersalah, dia yang berselingkuh. Namun, pria itu malah memutar balikkan fakta, bertingkah seolah dirinya yang teraniaya.

"Seharusnya kau yang meminta maaf, kau yang harus merenungi kesalahanmu, bukan aku!" teriak Rania, frustrasi.

Tangisnya pecah tak terbendung lagi. Rania bahkan memukul-mukul dadanya yang sedari tadi terasa begitu sesak.

Luka dalam hati atas meninggal papanya karena kecelakaan mobil masih basah. Sekarang ditambah lagi dengan pengkhianatan suaminya.

Memang, Farhan tidak mengakui perselingkuhan tersebut. Namun, mata Rania masih berfungsi dengan baik, yang terlihat di restoran dan di hotel tadi bukanlah kesalahpahaman semata. Rania yakin Farhan memiliki hubungan spesial dengan sekretatisnya. Jika suaminya tidak mau mengaku, dia sendiri yang akan mencari tahu.

Getaran ponsel yang beradu dengan meja menyadarkan Farhan dari lamunannya. Dia yang sedang duduk bersandar di kursinya sambil memijit-mijit pangkal hidung, langsung mendengkus kasar sebelum akhirnya mengambil benda pipih yang menyala itu untuk menjawab teleponnya.

"Kenapa kau belum tidur, hm? Sekarang sudah larut malam, seharusnya kau sudah beristirahat." Farhan langsung menegur seseorang yang ada di seberang telepon karena menghubunginya di tengah malam seperti ini.

"Aku tidak bisa tidur karena memikirkan Mas," jawab Dinar dengan nada manja.

Ya, orang yang baru saja menghubungi Farhan adalah Dinar, kekasih gelapnya.

"Mas baik-baik saja, Dinar. Kau tidak perlu mencemaskan mas," ucap Farhan dengan suara berat.

Pria itu membenarkan posisi duduk, tangannya yang bebas kembali memijit pangkal hidungnya. Dia merasakan kepalanya berdenyut sakit saat ini. Entah karena beban pekerjaan atau karena permasalahan rumah tangga.

Hening. Tak terdengar suara sahutan dari seberang telepon selama beberapa detik, tetapi Farhan masih menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Apa Rania memarahi Mas?" tanya Dinar ragu-ragu.

Farhan mendengkus kasar. "Tidak. Semuanya baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir," katanya, menenangkan.

"Jadi, Rania belum tahu hubungan kita?" tanya Dinar lagi, memastikan.

"Saat ini Rania belum tahu mengenai hubungan kita, tapi sepertinya dia sudah mulai curiga," jelas Farhan sambil menghela napas panjang.

Satu sisi Farhan tidak ingin hubungannya dengan Dinar terbongkar karena ingin mempertahankan rumah tangganya dengan Rania. Namun, di sisi lain dia juga tidak ingin mengakhiri hubungan terlarang dengan Dinar.

Sungguh, saat ini Farhan sedang berperan sebagai pria egois dan maruk. Dia ingin memiliki dua wanita sekaligus dalam genggamannya.

"Bagaimana kalau nanti Rania tahu tentang hubungan kita, lalu dia meminta Mas untuk berpisah denganku? Apa yang akan Mas lakukan?"

Farhan mendengar nada kecemasan di dalam suara Dinar saat ini. Dia paham perasaan kekasihnya itu. Bagaimana pun, Dinar sudah memberikannya kenyamanan dan kebahagiaan yang tidak dia dapatkan dari Rania. Jadi, tidak mudah rasanya bila begitu saja mengakhiri semuanya.

"Aku sangat takut Mas Farhan akan meninggalkanku," tutur Dinar lagi dengan nada lirih menyayat hati Farhan.

"Itu tidak akan pernah terjadi, Dinar. Mas tidak akan pernah meninggalkanmu," ucap Farhan.

"Benarkah?"

"Ya."

"Janji?"

"Janji," sahut Farhan yakin.

Dari tempat yang berbeda, Dinar nampak tersenyum senang mendengar jawaban Farhan yang berjanji tidak akan meninggalkannya. Perasaan cemas takut kehilangan pria yang sangat berarti dalam hidupnya itu sedikit berkurang sekarang. Bagaimana pun, Dinar sangat yakin, Farhan akan lebih memilihnya dari pada Rania.

"Bagaimana jika Rania meminta Mas untuk memilih? Siapa yang akan Mas pilih, aku atau Rania?" tanya Dinar. Sekali lagi, dia ingin memastikan jawaban Farhan.

"Jangan berpikir macam-macam. Rania tidak akan pernah melakukan hal itu," jawab Farhan.

Pria itu menolak memilih siapa yang akan dia pertahankan di antara istri dan kekasihnya. Bagi Farhan, semua itu adalah pilihan yang sangat sulit, dan dia tidak akan pernah melakukannya. Farhan yakin akan memiliki keduanya dan hidup dengan bahagia.

"Tapi semua bisa saja terjadi. Kedepannya mungkin Rania akan tahu dan dia akan meminta Mas untuk memilih," ujar Dinar. Kali ini terdengar nada penuh penekanan di setiap kata-katanya.

"Sudah mas katakan, itu tidak akan pernah terjadi. Mas tidak akan meninggalkanmu dan Rania, oke!" tegas Farhan.

"Sudah malam, cepat tidur! Jangan dibiasakan tidur larut malam, itu sangat tidak baik untuk kesehatanmu," tutur Farhan.

"Aku tidak bisa tidur sekarang, dan aku juga merasa sedang tidak enak badan," ucap Dinar lirih. "Aku sangat merindukan Mas, aku ingin Mas ada di sini sekarang," sambungnya lagi, manja.

"Istirahatlah! Besok pagi mas akan menemuimu," ucap Farhan. "Mas tutup dulu teleponnya agar kau bisa segera tidur."

"Baiklah," sahut Dinar lirih. "I love you, calon suamiku," katanya dengan menekankan kata "calon suami".

Farhan terkekeh pelan mendengarnya. Ah, kekasihnya itu memang sangat pintar membuat moodnya cepat membaik.

"I love you too," jawab Farhan. Dia mengakhiri teleponnya dengan kecupan hangat jarak jauh.

Tanpa Farhan sadari, Rania mendengar percakapannya dari balik pintu yang terbuka sedikit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status