Aaron yang masih tidur, terjaga mendengar suara teriakan Jane yang begitu kuat dan nyaring. Atelier Jane berada tepat di sebelah kamar Aaron, jadi dia bisa mendengar dengan jelas suara Jane yang mengomel panjang lebar. Rasa penasaran mendorong dirinya untuk bangkit, lalu berjalan menuju ruangan tempat Jane berada.
"Ada apa, Jane? Pagi-pagi sudah berteriak. Mimpi indahku langsung buyar gara-gara teriakanmu," keluh Aaron, bersandar di pintu yang terbuka.
Jane menoleh, ingin melanjutkan omelannya, tapi lidahnya mendadak membeku. Aaron berdiri di hadapannya dengan rambut kusut, hanya mengenakan celana piyama, tanpa sehelai benang pun menutupi bagian atas tubuhnya. Tanpa harus mengenakan kacamata pun, Jane bisa melihat jelas setiap detail yang ada di tubuh pria itu. Dadanya yang berotot dan kotak-kotak di perutnya yang sangat kokoh mengundang jemari Jane untuk bergerak dan menyentuhnya. Rambut-rambut halus yang tumbuh di bawah pusarnya berhasil membuat otak Jane traveling
Cuaca cerah menyambut kedatangan pesawat yang membawa Aaron, Jane, dan Chris. Mereka bertolak dari bandara John F Kennedy pada pukul 13:25 waktu setempat, transit di bandara Narita selama 1 jam 25 menit, akhirnya pada pukul 23:50 WIB pesawat American Airlines itu berhasil mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Setelah mengambil bagasi, mereka bergegas menuju Toyota Camry milik Leon yang telah menunggu di parkiran. Hawa panas Jakarta langsung menerpa begitu mereka keluar dari bandara. Leon tersenyum, wajah sumringahnya terpancar nyata saat melihat ke arah Aaron dan Chris. Tapi, ia langsung memasang wajah jutek saat melihat Jane yang jalan beriringan tepat di samping Aaron. "Bos Qyu, kenapa harus bawa-bawa alien ini lagi, sih?" protes Leon dengan ciri khasnya sambil melirik ke arah Jane. Jane tertawa mendengar dirinya disebut alien. Dengan ramah ia pun menyapa Leon, "Apa kabar, Master Leon? Lama tidak berjumpa." Leon langsung ter
Cherry terkesiap kaget mendengar kata-kata Jane. Wajahnya pucat, seolah-olah aliran darahnya berjalan terbalik di tubuhnya. Tangannya bergetar. Betapapun mulutnya mampu menutupi kesalahan itu, namun anggota tubuhnya yang lain tidak mampu menyembunyikan dosa itu lebih lama. "Apa maksud kamu, Jane? Aku tidak mengerti," jawabnya gugup. Jane ingin melanjutkan kata-katanya, namun asisten Cherry masuk memberitahukan acara sudah dimulai. Beberapa saat lagi adalah giliran Cherry untuk tampil. "Ah, Jane. Sayang sekali, sepertinya hari ini kita tidak bisa berbincang lebih lama," ujar Cherry dengan ekspresi menyesal. "Aku harus segera naik ke panggung. Namaku sudah dipanggil," lanjutnya lagi. "Oh, oke. Lain waktu kita bisa berbincang lagi. Santai saja," sahut Jane. Cherry pun berlalu keluar dari ruangan itu. Tidak lama setelah Cherry pergi, Jane bergegas menuju toilet. Sesampai di sana, ia mengambil sebuah tas besar yang sebelumnya
Jane buka suara, memecah kebisuan yang selama beberapa menit memenuhi ruangan pertunjukan itu. Semua mata serentak menoleh padanya, diiringi dengan decak kagum yang tak tertahankan. Jane berjalan dengan anggun, membelah kerumunan wartawan, langsung menuju ke tengah ruangan. Stiletto yang ia pakai beradu dengan kerasnya ubin ruang pertunjukan, menciptakan irama hentakan yang indah dan menghanyutkan. Di bawah gemerlapnya lampu di ruang pertunjukkan, Jane tampil memesona dalam balutan gaun mewah berwarna peach. Kilauan payet batu swarovski yang terpasang di gaun itu membuat siluet tubuh Jane seakan berjalan di atas gelombang cahaya. Semua mata memandang terpana, tak berkedip, bagaikan tersihir pesona Jane yang sangat memikat. Wartawan pun langsung sibuk mengabadikan momen kemunculan Jane. Beberapa media streaming bahkan telah menayangkan konten mereka dengan beragam judul spekulatif. Ada yang menuliskan judul "d'Ariest Muncul di Tengah Acara Peragaan Busana JC Company".
Aaron dan Jane telah sampai di apartment mereka. Sepanjang jalan menuju apartment tadi, mereka berdua tidak bisa menahan tawa karena merasa lucu dengan tingkah Leon yang merajuk, sampai ngotot ingin menurunkan mereka semua di tengah jalan. Untung saja bujuk rayu Aaron dan Chris berhasil membuat mood pria itu kembali membaik. Jadi dia kembali melajukan mobilnya mengantarkan mereka satu per satu ke alamat masing-masing. "Ah, Leon ... Leon ... bisa-bisanya dia merajuk begitu," kata Jane sambil membuka sepatu, lalu melenggang menuju kamarnya. Namun baru beberapa langkah, niatnya terhenti. Jemari Aaron melingkari lengan Jane, kemudian menarik tubuh ramping itu sehingga tubuh mereka nyaris berdempetan. "Kau cantik sekali hari ini," ucap Aaron dengan suara serak. Menatap Jane lekat seolah tidak ingin gadis itu berlalu dari hadapannya. "Thankyou. Kamu juga selalu tampan seperti biasanya, membuatku susah untuk fokus saat di panggung tadi," sahut Jane bal
"Ah, Jane! Kau selalu tidak terduga. Mengapa kau yang melamar aku duluan, Sayang? No ... no ... no. Tarik lagi kata-katamu," protes Aaron. "Aku yang akan melamarmu dengan cara yang benar. Tunggulah, tidak akan lama," ucapnya kemudian. Aaron kembali melabuhkan ciumannya ke bibir Jane. Kali ini ia tidak lagi memedulikan hasrat menggila yang kembali harus ia tahan. Saat ini yang ada dalam pikirannya, hanya menikmati bibir gadis itu dengan sepuasnya sampai wajah mereka memerah karena nafsu. *** Sementara itu di kediaman orangtua Cherry. Cherry sudah sadar dari pingsannya sejak satu jam yang lalu. Demi menghindari wartawan, Cherry memang tidak dibawa ke rumah sakit, tapi dibawa ke rumah orangtuanya. Saat ini Cherry tengah duduk, dengan kepala tertunduk di bawah tatapan penuh penghakiman dari ayah dan ibunya. "Papa sangat kecewa dengan perbuatanmu, Cherry. Teganya kamu mencorengkan arang ke wajah kami, ke wajah keluarga kita. Bagaimana aku bisa meng
Sosok itu melambaikan tangan dengan ekspresi penuh haru. "Glen!" pekik Jane riang. Ia berlari menuju sahabatnya itu, lalu menghambur ke pelukannya. Melepas rindu setelah satu tahun lebih tidak bertemu. "Kau baik-baik saja? Bagaimana kau bisa menyelamatkan diri dari Bobby Parker waktu itu?" Tanya Jane di sela-sela pelukannya. "Aku baik-baik saja. Maaf, aku tidak bisa berbuat banyak untuk menolongmu saat itu," jawab Glen penuh penyesalan. Ingatannya melayang pada cerita Cherry yang mengatakan bahwa Jane diculik oleh orang-orang suruhan Bobby, kemudian disekap di tempat yang sama dengannya. Hanya saja saat Jane dibawa ke gudang itu, Glen sendiri masih belum sadarkan diri. Jadi ia tidak tahu seburuk apa kejadian yang Jane alami. "Aku juga minta maaf karena tidak peka dengan kejahatan Cherry selama ini," imbuhnya kemudian. "Kau tidak salah, aku rasa ini semua memang takdir kita. Jadi, mari kita lupakan semua kenangan buruk itu, Glen. Kita m
Hujan deras mengguyur kota, mengakibatkan genangan air dimana-mana. Suara guruh pun terdengar bersahutan. Sesekali cahaya kilatan kecil tampak menari-nari di langit yang kelam. Di tengah cuaca buruk begini, berada di dalam rumah ditemani segelas teh manis dan sepiring camilan hangat merupakan pilihan menyenangkan. Lalu duduk bersama orang-orang terkasih saling berbagi cerita dan impian yang akan dicapai. Sebuah harmonisasi yang sangat menghangatkan hati di tengah dinginnya angin yang berhembus di bawah curahan hujan. Itulah yang Aaron dan Jane lakukan saat ini, duduk bersantai menghabiskan malam di tengah cuaca yang tidak bersahabat. Raut wajah lega tampak terpancar di wajah Jane. Dia yang selama empat tahun terakhir berjibaku dalam pertempuran untuk memulihkan nama baiknya, akhirnya bisa menghirup nafas lega. Nama baiknya dipulihkan, karirnya melesat, bahkan ia memiliki seorang kekasih yang sangat sempurna. Pria itu mencintainya tanpa syarat dan tanpa banyak menuntu
Aaron sampai di Bandara Internasional Soekarno Hatta sekitar pukul setengah empat dini hari. Ia beruntung, tiket penerbangan paling pagi menuju New York masih tersedia. Jadi Aaron masih memiliki kesempatan untuk membelinya. Jika tidak, terpaksa ia harus menunggu jadwal berikutnya yang berarti membuatnya semakin lama bertemu dengan sang nenek. Ia pun tidak peduli lagi jika saat ini hanya mendapatkan tiket kelas ekonomi. Dalam pikiran Aaron hanya ada satu pertanyaan, bagaimana caranya ia bisa sampai secepat mungkin agar bisa melihat kondisi neneknya, lalu merawatnya hingga ia pulih kembali. Sesaat setelah duduk, Aaron berniat untuk mengirimi Jane pesan, memberi tahu gadis itu bahwa dirinya sudah berada di dalam pesawat. Namun, naas. Saking buru-burunya saat berangkat tadi, Aaron lupa membawa ponselnya. Dengan berat hati ia terpaksa meminjam ponsel orang di sebelahnya untuk mengirim kabar kepada Jane. *** Matahari sudah bersinar garang, meski waktu masih