Home / Romansa / Touch Me if You Dare / Part 5, Pertemuan Tengah Malam

Share

Part 5, Pertemuan Tengah Malam

Author: Cathalea
last update Last Updated: 2021-06-05 17:21:09

Jane sampai di tempat janji temu dengan Diodra tepat waktu. Dia bersyukur karena Glen menjadwal ulang pertemuan ini sehingga ia kembali bisa membangun harapan positif. Dengan percaya diri, Jane melangkah memasuki cafe mewah itu.

"Selamat datang, Nona. Apakah Anda sudah reservasi?" Sambut seorang pelayan begitu Jane masuk.

"Saya ada janji temu dengan Mrs. Diodra. Apakah beliau sudah datang?" jawab Jane balik bertanya.

"Oh, Mrs. Diodra. Beliau sudah datang sejak 5 menit yang lalu. Silakan ikut saya, Nona," jawab pelayan itu ramah.

Pelayan itu berjalan lurus menuju sebuah meja. Dari tempatnya berada, Jane bisa melihat seorang wanita duduk membelakanginya.

"Selamat malam, Mrs. Diodra. Tamu Anda sudah datang." 

Diodra menoleh, langsung melebarkan senyum ke arah Jane. Dengan sopan dia berdiri menyambut Jane. Mengulurkan tangan, kemudian menyapa Jane ramah.

"Selamat datang, Ms. Jane. Senang bertemu dengan Anda. Silakan duduk."

Jane menggantungkan tasnya di kursi, kemudian duduk di hadapan Diodra. 

"Saya mendapatkan rekomendasi Anda dari Glen Marvel. Dia bilang Anda sudah sering melakukan perkerjaan ini," ujar Diodra membuka percakapan.

"Glen benar, Nyonya. Ini portofolio saya. Mungkin bisa Anda jadikan pertimbangan. Mohon maaf, identitas klien sebelumnya saya samarkan, demi menjaga profesionalitas saya," jelas Jane sambil menyodorkan portofolionya.

"Saya percaya, karena Glen sudah memperlihatkan beberapa hasil rancangan Anda sebelumnya. Jadi begini, saya to the point saja. Saya butuh 10 rancangan untuk koleksi musim panas. Target market adalah wanita usia 25 hingga 35 tahun. Mengingat Indonesia memiliki iklim tropis, jadi sebagian dari rancangan ini akan diluncurkan juga di Indonesia. Dengan detail yang saya sebutkan tadi, kira-kira Anda butuh waktu berapa lama untuk pengerjaannya?" 

"Menjelang makanan kita datang, bagaimana kalau saya mulai membuat draftnya. Jika Anda setuju, dalam waktu 2 hari saya bisa tuntaskan detailnya," jawab Jane dengan percaya diri.

"Anda bisa lakukan secepat itu?" tanya Diodra dengan ekspresi tidak percaya.

Jane tidak menjawab, dia fokus dengan buku sketsa yang ada di hadapannya. Melihat keseriusan Jane, Diodra semakin bersemangat. 

"Bagus sekali, Ms. Jane. Jika Anda bisa menuntaskannya dalam waktu 3 hari, saya akan lipat gandakan pembayaran Anda," kata Diodra penuh semangat.

Dalam pikirannya, jika Jane bisa menyelesaikan rancangannya dalam waktu 3 hari, maka hasil rancangan itu bisa ia serahkan kepada CEO yang saat ini sedang berada di Indonesia. Jadi dia tidak perlu menunggu aproval bertingkat lagi dari kantor pusat yang pastinya memakan waktu lama. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan kredit langsung dari CEO. Jika beruntung ia bisa dipromosikan.

Jane telah menuntaskan 10 draft sketsa saat makanan yang mereka pesan datang. Diodra berdecak kagum melihat semua draft sketsa Jane yang terlihat  sempurna dan unik.

"Tidak sia-sia wanita ini dijuluki 'genius sketcher', hasil rancangannya memang menakjupkan," bisik Diodra di dalam hati.

***

Jane sampai di kontrakannya sekitar pukul 10 malam. Setelah membersihkan diri, dia langsung mengerjakan detail dari draft yang ia buat tadi.

Sementara itu, di hotel.

Aaron sedang membaca laporan yang dikirim oleh sekretaris pribadinya. Ekspresinya sangat serius. Sesekali ia menghela nafas panjang, beberapa saat kemudian dia terlihat kesal dan marah. Namun tidak jarang ia juga berdecak kagum.

"Gadis yang sangat sempurna," desis Aaron sambil memandangi foto Jane di layar tabletnya. Jari telunjuknya bergerak tepat di atas gambar wajah Jane,  seolah sedang mengelus wajah cantik gadis itu.

"Seandainya saja saat itu kamu tidak keras kepala. Jane ... Jane ... tiga tahun waktumu terbuang sia-sia," desisnya lagi.

Aaron meraih ponselnya, kemudian menambahkan nomor Jane ke daftar kontaknya.

"Bagaimana jika mulai besok, kamu ikuti permainanku?" tanyanya pada foto Jane. Tentu saja foto itu tidak menjawab. Tapi Aaron tetap senyum-senyum sendiri. Dia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu.

***

Jane masih terbangun hingga pukul 2 dini hari karena berusaha keras untuk menuntaskan rancangannya. 

Disaat ia lagi serius, layar ponselnya berkedip menandakan ada pesan masuk.

"Siapa yang mengirim pesan selarut ini?" Pikir Jane sambil membuka kotak pesannya.

"Kamu masih terbangun atau baru saja terbangun?"

~A.C~

A.C? Siapa A.C? Tanya Jane dalam hati. Merasa tidak mendapatkan clue, Jane meletakkan ponselnya dan kembali melanjutkan perkerjaannya.

Tapi ponselnya kembali berkedip. 

"Sepertinya kau sangat sibuk. Bisa luangkan waktu untukku? Aku di depan rumahmu."

~A. C~

Jane diliputi rasa heran ketika membaca pesan yang kedua dari pengirim misterius itu. Dia menyibak sedikit gorden yang berada tepat di samping mejanya. Dari jendela ia melihat mobil berwarna hitam parkir tepat di depan pagar rumahnya.

Jane kembali menutup rapat gorden jendelanya sambil terus berpikir, berusaha memecahkan inisial nama pengirim pesan itu. Sehingga ia tiba pada satu nama yang orangnya baru saja ia lihat tadi malam.

"Aaron Caldwell?" Bisik Jane tidak percaya. Dalam waktu itu ponsel Jane berbunyi. Panggilan masuk dari nomor yang sama. Jane menjawab panggilan itu dengan ragu.

"Ya, ini aku. Aaron," kata lelaki itu seolah bisa membaca pikiran Jane. "Keluarlah, beri aku 15 menit. Aku janji tidak akan memakanmu," lanjutnya kemudian.

Jane meraih cardigannya, kemudian berjalan menuju pintu. Jane mempercepat langkahnya karena ternyata udara malam terasa sangat dingin di kulitnya.

Pintu mobil itu terbuka, tepat saat Jane sampai di pintu pagar. Dari tempatnya berdiri Jane bisa melihat dengan jelas Aaron yang duduk di kursi belakang.

"Masuklah," katanya. Entah pengaruh suasana malam, atau apa Jane pun tidak merasa pasti. Yang jelas suara Aaron terdengar begitu hangat di telinga Jane.

Jane mengikuti permintaan Aaron, ia masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah lelaki itu.

"Apa kabar, Sir?" Sapa Jane berbasa-basi. 

Aaron tidak menjawab, justru tertawa kecil mendengar sapaan Jane yang canggung.

"Santai saja, Jane. Tidak perlu canggung begitu. Jangan anggap saya orang asing begitu. Dan jangan panggil aku 'sir'.

"Lantas saya harus memanggil Anda apa?" tanya Jane bingung.

"Terserah. Kau panggil nama boleh. Atau panggil aku 'sayang' juga boleh. Sesukamu saja,' jawab Aaron lagi. Kali ini diiringi dengan suara tawanya yang renyah.

"Saya mana berani selancang itu, Sir," ujar Jane pelan.

"Oh, Jane. Please. Jangan ciptakan jarak denganku. Terimalah aku sebagai temanmu. Serius. Aku kemari hanya ingin katakan itu. Aku ingin berteman denganmu. Jika suatu saat kita bertemu lagi, aku ingin kau lebih santai, dan dengan luwes memanggilku Aaron."

"Apa aku boleh begitu?" tanya Jane ragu.

"Khusus dirimu, boleh. Sekarang coba, panggil aku dengan namaku."

Jane masih menutup mulutnya. Dia melihat ke arah Aaron, dan mendapati sepasang mata biru milik Aaron tengah memandanginya dengan serius, menunggu Jane memanggil namanya. 

Dipandangi begitu Jane merasa jantungnya berdebar kencang. Ah, sial. Mengapa aku jadi tidak berkutik begini, sih? Maki Jane di dalam hati. 

Jane kembali menoleh ke arah Aaron, ternyata Aaron masih memandanginya dengan serius. Tatapan mereka bertemu, membuat aliran darah Jane terasa panas.

"A  ... a ... Aaron," ujar Jane pelan.

Aaron tersenyum lebar mendengar suara Jane menyebut namanya. Sementara Jane kembali menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah menahan grogi.

"Okay. Misiku sudah selesai. Kembalilah ke dalam, lanjutkan perkerjaanmu," ujar Aaron seraya membukakan pintu mobilnya untuk Jane.

Jane segera keluar tanpa berkomentar apa-apa. Jantungnya masih berdegup kencang, jadi ia tidak percaya diri untuk mengeluarkan sepatah kata pun saat ini. Ia khawatir akan dipermalukan oleh suaranya sendiri yang pasti akan bergetar dengan hebat.

Ponsel Jane kembali berkedip saat Jane selesai mengunci pintu.

"Terimakasih, Jane. Aku senang dengan pertemuan kita malam ini. Aku senang mendengar suaramu menyebut namaku. Aku menantikan pertemuan kita selanjutnya. Note: next time pastikan kau melepas maskermu saat menemuiku ~A.C~

Masker? Jane refleks menyentuh wajahnya, dan mendapati masker instan yang masih menempel di wajahnya.

Oh My God.

"Aaarrggh ...," teriak Jane malu. Dengan gusar ia tarik masker itu dan membuangnya ke tempat sampah.

"Aaron Caldwel sialan! Mengapa kau tidak katakan dari tadi?" maki Jane sambil membenamkan wajahnya ke bantal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
MonsterCar
Jane .. jena .. bisa-bisanya lupa kalo lagi pakai masker? Hahaha. Malunyaaa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Touch Me if You Dare   Extra Part 5 - Malam Panas (The End)

    Dua box bayi terlihat bergoyang pelan di samping ranjang berukuran besar, diiringi lagu pengantar tidur yang terdengar lembut lewat pengeras suara. Di dalam box bayi itu, Reagan dan Riley tidur pulas. Reagan bermakna seorang raja atau pemimpin, sedangkan Riley bermakna pendamping dan kebebasan. Digabungkan dengan nama keluarga Caldwell yang memiliki makna kebaikan dan harapan, Aaron dan Jane berharap putra putri mereka tumbuh menjadi manusia pemimpin yang berjiwa bebas tapi tetap penuh dengan kebaikan. Yah, nama adalah doa, kan. Nama yang baik adalah doa dari orang tua untuk anak-anaknya yang tercinta. Di ranjang besar itu, Aaron dan Jane duduk bersisian sambil mengamati buah hati mereka dengan tatapan haru. "Tidak terasa, mereka sudah enam bulan sekarang," ujar Jane. Dirinya bahagia sekali karena setelah melewati masa kritis saat persalinan akhirnya bisa berkumpul dengan suami dan anak-anaknya. "Kamu luar biasa, Sayang. Bisa mengurus

  • Touch Me if You Dare   Extra Part 4 - Time Fliest so Fast

    Suasana malam itu begitu tenang. Angin bertiup pelan, suhu pun tidak terlalu menusuk tulang. Orang-orang terlelap dalam kungkungan selimut hangat di musim gugur yang sejuk. Namun, tidak sama dengan yang Jane rasakan. Jarum pendek di jam dinding sudah beranjak dari angka dua, tapi Jane terlihat gelisah dalam tidurnya. Sebentar miring ke kiri, beberapa saat kemudian miring ke kanan sambil meringis menahan sakit, sementara tangannya memegang bagian bawah perutnya yang besar. Di sebelah Jane, tanpa mengetahui kondisi yang Jane alami, Aaron tidur pulas bagaikan bayi. Jane tidak membangunkan Aaron karena ia pikir rasa sakitnya akan segera hilang seperti yang sudah-sudah. Namun, rasa sakit yang Jane rasakan kali ini berbeda. Bukannya mereda, taoi justru semakin intens membuat Jane sulit untuk tidak mengerang. Jane berusaha untuk duduk, bangkit dari pembaringan, tapi sesuatu yang hangat dan basah tiba-tiba terasa mengalir di sela-sela pahanya.Jane panik, spontan

  • Touch Me if You Dare   Extra Part 3 - Pesta Bertabur Cinta

    Ballroom mansion keluarga Caldwell tampak gemerlap oleh hiasan pesta. Wajah sumringah penuh bahagia tampak menghiasi seluruh anggota keluarga Caldwell yang berdiri menyambut para tamu undangan yang datang. Mereka tampak memesona dalam balutan dress warna silver yang dirancang oleh Jane. Sementara itu Aaron dan Jane duduk bersanding di kursi yang memang disediakan untuk sepasang pengantin yang berbahagia itu. Jane tampak memukau dengan gaun pengantin rancangannya berwarna putih berhiaskan kristal swarovski. Di sampingnya Aaron tampak gagah dengan tuxedo berwarna senada. Mereka tidak hentinya saling melempar senyum bahagia. Sesekali terlihat Aaron melayangkan kecupan kecil di tangan dan kening Jane. Terkadang terlihat Jane mengatakan sesuatu, Aaron tertawa lalu mencubit hidung istrinya itu. Di lain kesempatan, balas Aaron yang membisikkan sesuatu yang langsung disambut Jane dengan tawa. "Mereka mesra sekali," ucap Claire dengan tatapan iri. "Aku t

  • Touch Me if You Dare   Extra Part 2 - Kado Spesial

    "Kau juga mau, kan, Lindsay?" tanya Jane tanpa melepaskan pandangan dari pintu. Mendengar namanya disebut, Lindsay menjulurkan kepala lewat pintu, melihat ke arah Jane yang memberi tanda agar ia masuk. Lindsay pun memberanikan diri untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar. Ia melangkah canggung, melambaikan tangan dengan kikuk ke arah Jane. "Hai," sapanya gugup. "Lama tak bertemu ..., Jane," lanjutnya. Dari suara Lindsay, Jane tahu jika wanita cantik yang berada di depannya itu sedang merasa gugup dan tidak begitu nyaman mengingat hubungan buruk mereka di masa lalu. Jane melebarkan senyum, berusaha memberikan kesan hangat pada pertemuan mereka kali ini. "Kau semakin cantik saja, Zizi," sambut Jane ramah. Lindsay terperangah, mendengar Jane menyebut nama panggilan masa kecilnya itu. Sudah lama ia tidak mendengar orang memanggilnya begitu, bahkan papanya sendiri, hingga akhir hayatnya pun tak lagi ingat jika Lindsay punya pan

  • Touch Me if You Dare   Extra Part-1-Reuni Keluarga

    Daun-daun berwarna coklat jatuh satu persatu dari tangkainya, dihembus angin musim gugur yang terasa dingin menyentuh kulit. Tanah dan jalanan dipenuhi dedaunan yang berwarna kuning kecoklatan, kontras dengan langit yang berwarna abu-abu polos tanpa awan yang menutupi. Di tengah cuaca musim gugur yang sejuk, kendaraan yang membawa Aaron dan Jane melaju dalam kecepatan sedang dari bandara menuju mansion keluarga Caldwell. Setelah melalui penerbangan panjang selama 24 jam lebih, akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat dengan mulus di Kennedy. Mengingat kehamilan Jane yang mulai berat, memasuki trimester ke tiga, Aaron menyarankan Jane untuk istirahat dulu di hotel yang tidak jauh dari bandara. Namun, Jane menolak. Ia ingin secepatnya sampai di mansion, agar bisa menikmati istirahat sepuasnya. Tepat pukul empat sore, mereka akhirnya sampai di mansion keluarga Caldwell. Di depan pintu South Wing, Jane melihat Ny. Elaine dan Benyamin berdiri bersisian salin

  • Touch Me if You Dare   Part 70, Terimakasih Cinta

    "Anda sudah mendengar siapa saya kan, Tuan Aaron. Saya Bima Anggara, pria yang saat ini diakui Jane sebagai calon suaminya." Udara terasa membeku. Aaron terpaku, tak mampu bereaksi banyak mendengar kata-kata pria di depannya itu. Ia tidak bisa membantah, karena apa yang pria itu katakan sudah dikonfirmasi langsung oleh Jane. Jika ada yang menanyakan, apakah dirinya baik-baik saja saat ini? Jawabannya sudah pasti tidak. Aaron terpukul, harga dirinya terbanting keras. Aaron merasa seperti pecundang di antara mereka. "Sayangnya ... itu semua tidak benar," cicit pria itu lagi. Kali ini suaranya terdengar sumbang, menyuarakan sebuah ironi. "Jangan khawatir, Tuan Aaron. Saya dan Jane tidak memiliki hubungan apa-apa selain partner bisnis. Namun, jika saja Anda tidak datang hari ini, status itu bisa saja berubah," ujar Bima dengan senyum mengembang di wajahnya. "Bima, pleaase," rengek Jane. Kecewa karena pria itu menolak berkerjasama dengan ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status