Share

Part 5, Pertemuan Tengah Malam

Jane sampai di tempat janji temu dengan Diodra tepat waktu. Dia bersyukur karena Glen menjadwal ulang pertemuan ini sehingga ia kembali bisa membangun harapan positif. Dengan percaya diri, Jane melangkah memasuki cafe mewah itu.

"Selamat datang, Nona. Apakah Anda sudah reservasi?" Sambut seorang pelayan begitu Jane masuk.

"Saya ada janji temu dengan Mrs. Diodra. Apakah beliau sudah datang?" jawab Jane balik bertanya.

"Oh, Mrs. Diodra. Beliau sudah datang sejak 5 menit yang lalu. Silakan ikut saya, Nona," jawab pelayan itu ramah.

Pelayan itu berjalan lurus menuju sebuah meja. Dari tempatnya berada, Jane bisa melihat seorang wanita duduk membelakanginya.

"Selamat malam, Mrs. Diodra. Tamu Anda sudah datang." 

Diodra menoleh, langsung melebarkan senyum ke arah Jane. Dengan sopan dia berdiri menyambut Jane. Mengulurkan tangan, kemudian menyapa Jane ramah.

"Selamat datang, Ms. Jane. Senang bertemu dengan Anda. Silakan duduk."

Jane menggantungkan tasnya di kursi, kemudian duduk di hadapan Diodra. 

"Saya mendapatkan rekomendasi Anda dari Glen Marvel. Dia bilang Anda sudah sering melakukan perkerjaan ini," ujar Diodra membuka percakapan.

"Glen benar, Nyonya. Ini portofolio saya. Mungkin bisa Anda jadikan pertimbangan. Mohon maaf, identitas klien sebelumnya saya samarkan, demi menjaga profesionalitas saya," jelas Jane sambil menyodorkan portofolionya.

"Saya percaya, karena Glen sudah memperlihatkan beberapa hasil rancangan Anda sebelumnya. Jadi begini, saya to the point saja. Saya butuh 10 rancangan untuk koleksi musim panas. Target market adalah wanita usia 25 hingga 35 tahun. Mengingat Indonesia memiliki iklim tropis, jadi sebagian dari rancangan ini akan diluncurkan juga di Indonesia. Dengan detail yang saya sebutkan tadi, kira-kira Anda butuh waktu berapa lama untuk pengerjaannya?" 

"Menjelang makanan kita datang, bagaimana kalau saya mulai membuat draftnya. Jika Anda setuju, dalam waktu 2 hari saya bisa tuntaskan detailnya," jawab Jane dengan percaya diri.

"Anda bisa lakukan secepat itu?" tanya Diodra dengan ekspresi tidak percaya.

Jane tidak menjawab, dia fokus dengan buku sketsa yang ada di hadapannya. Melihat keseriusan Jane, Diodra semakin bersemangat. 

"Bagus sekali, Ms. Jane. Jika Anda bisa menuntaskannya dalam waktu 3 hari, saya akan lipat gandakan pembayaran Anda," kata Diodra penuh semangat.

Dalam pikirannya, jika Jane bisa menyelesaikan rancangannya dalam waktu 3 hari, maka hasil rancangan itu bisa ia serahkan kepada CEO yang saat ini sedang berada di Indonesia. Jadi dia tidak perlu menunggu aproval bertingkat lagi dari kantor pusat yang pastinya memakan waktu lama. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan kredit langsung dari CEO. Jika beruntung ia bisa dipromosikan.

Jane telah menuntaskan 10 draft sketsa saat makanan yang mereka pesan datang. Diodra berdecak kagum melihat semua draft sketsa Jane yang terlihat  sempurna dan unik.

"Tidak sia-sia wanita ini dijuluki 'genius sketcher', hasil rancangannya memang menakjupkan," bisik Diodra di dalam hati.

***

Jane sampai di kontrakannya sekitar pukul 10 malam. Setelah membersihkan diri, dia langsung mengerjakan detail dari draft yang ia buat tadi.

Sementara itu, di hotel.

Aaron sedang membaca laporan yang dikirim oleh sekretaris pribadinya. Ekspresinya sangat serius. Sesekali ia menghela nafas panjang, beberapa saat kemudian dia terlihat kesal dan marah. Namun tidak jarang ia juga berdecak kagum.

"Gadis yang sangat sempurna," desis Aaron sambil memandangi foto Jane di layar tabletnya. Jari telunjuknya bergerak tepat di atas gambar wajah Jane,  seolah sedang mengelus wajah cantik gadis itu.

"Seandainya saja saat itu kamu tidak keras kepala. Jane ... Jane ... tiga tahun waktumu terbuang sia-sia," desisnya lagi.

Aaron meraih ponselnya, kemudian menambahkan nomor Jane ke daftar kontaknya.

"Bagaimana jika mulai besok, kamu ikuti permainanku?" tanyanya pada foto Jane. Tentu saja foto itu tidak menjawab. Tapi Aaron tetap senyum-senyum sendiri. Dia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu.

***

Jane masih terbangun hingga pukul 2 dini hari karena berusaha keras untuk menuntaskan rancangannya. 

Disaat ia lagi serius, layar ponselnya berkedip menandakan ada pesan masuk.

"Siapa yang mengirim pesan selarut ini?" Pikir Jane sambil membuka kotak pesannya.

"Kamu masih terbangun atau baru saja terbangun?"

~A.C~

A.C? Siapa A.C? Tanya Jane dalam hati. Merasa tidak mendapatkan clue, Jane meletakkan ponselnya dan kembali melanjutkan perkerjaannya.

Tapi ponselnya kembali berkedip. 

"Sepertinya kau sangat sibuk. Bisa luangkan waktu untukku? Aku di depan rumahmu."

~A. C~

Jane diliputi rasa heran ketika membaca pesan yang kedua dari pengirim misterius itu. Dia menyibak sedikit gorden yang berada tepat di samping mejanya. Dari jendela ia melihat mobil berwarna hitam parkir tepat di depan pagar rumahnya.

Jane kembali menutup rapat gorden jendelanya sambil terus berpikir, berusaha memecahkan inisial nama pengirim pesan itu. Sehingga ia tiba pada satu nama yang orangnya baru saja ia lihat tadi malam.

"Aaron Caldwell?" Bisik Jane tidak percaya. Dalam waktu itu ponsel Jane berbunyi. Panggilan masuk dari nomor yang sama. Jane menjawab panggilan itu dengan ragu.

"Ya, ini aku. Aaron," kata lelaki itu seolah bisa membaca pikiran Jane. "Keluarlah, beri aku 15 menit. Aku janji tidak akan memakanmu," lanjutnya kemudian.

Jane meraih cardigannya, kemudian berjalan menuju pintu. Jane mempercepat langkahnya karena ternyata udara malam terasa sangat dingin di kulitnya.

Pintu mobil itu terbuka, tepat saat Jane sampai di pintu pagar. Dari tempatnya berdiri Jane bisa melihat dengan jelas Aaron yang duduk di kursi belakang.

"Masuklah," katanya. Entah pengaruh suasana malam, atau apa Jane pun tidak merasa pasti. Yang jelas suara Aaron terdengar begitu hangat di telinga Jane.

Jane mengikuti permintaan Aaron, ia masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah lelaki itu.

"Apa kabar, Sir?" Sapa Jane berbasa-basi. 

Aaron tidak menjawab, justru tertawa kecil mendengar sapaan Jane yang canggung.

"Santai saja, Jane. Tidak perlu canggung begitu. Jangan anggap saya orang asing begitu. Dan jangan panggil aku 'sir'.

"Lantas saya harus memanggil Anda apa?" tanya Jane bingung.

"Terserah. Kau panggil nama boleh. Atau panggil aku 'sayang' juga boleh. Sesukamu saja,' jawab Aaron lagi. Kali ini diiringi dengan suara tawanya yang renyah.

"Saya mana berani selancang itu, Sir," ujar Jane pelan.

"Oh, Jane. Please. Jangan ciptakan jarak denganku. Terimalah aku sebagai temanmu. Serius. Aku kemari hanya ingin katakan itu. Aku ingin berteman denganmu. Jika suatu saat kita bertemu lagi, aku ingin kau lebih santai, dan dengan luwes memanggilku Aaron."

"Apa aku boleh begitu?" tanya Jane ragu.

"Khusus dirimu, boleh. Sekarang coba, panggil aku dengan namaku."

Jane masih menutup mulutnya. Dia melihat ke arah Aaron, dan mendapati sepasang mata biru milik Aaron tengah memandanginya dengan serius, menunggu Jane memanggil namanya. 

Dipandangi begitu Jane merasa jantungnya berdebar kencang. Ah, sial. Mengapa aku jadi tidak berkutik begini, sih? Maki Jane di dalam hati. 

Jane kembali menoleh ke arah Aaron, ternyata Aaron masih memandanginya dengan serius. Tatapan mereka bertemu, membuat aliran darah Jane terasa panas.

"A  ... a ... Aaron," ujar Jane pelan.

Aaron tersenyum lebar mendengar suara Jane menyebut namanya. Sementara Jane kembali menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah menahan grogi.

"Okay. Misiku sudah selesai. Kembalilah ke dalam, lanjutkan perkerjaanmu," ujar Aaron seraya membukakan pintu mobilnya untuk Jane.

Jane segera keluar tanpa berkomentar apa-apa. Jantungnya masih berdegup kencang, jadi ia tidak percaya diri untuk mengeluarkan sepatah kata pun saat ini. Ia khawatir akan dipermalukan oleh suaranya sendiri yang pasti akan bergetar dengan hebat.

Ponsel Jane kembali berkedip saat Jane selesai mengunci pintu.

"Terimakasih, Jane. Aku senang dengan pertemuan kita malam ini. Aku senang mendengar suaramu menyebut namaku. Aku menantikan pertemuan kita selanjutnya. Note: next time pastikan kau melepas maskermu saat menemuiku ~A.C~

Masker? Jane refleks menyentuh wajahnya, dan mendapati masker instan yang masih menempel di wajahnya.

Oh My God.

"Aaarrggh ...," teriak Jane malu. Dengan gusar ia tarik masker itu dan membuangnya ke tempat sampah.

"Aaron Caldwel sialan! Mengapa kau tidak katakan dari tadi?" maki Jane sambil membenamkan wajahnya ke bantal.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
MonsterCar
Jane .. jena .. bisa-bisanya lupa kalo lagi pakai masker? Hahaha. Malunyaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status