Share

Bab 5. Orang Tua

Author: Liazta
last update Last Updated: 2025-05-20 18:46:12

Setelahnya, tempat tidur Amora didorong cepat oleh perawat.

Begitu melewati ambang pintu, hawa dingin langsung menyergap kulitnya.

Bagi kebanyakan calon ibu, ruang operasi adalah tempat yang menegangkan.

Namun tidak bagi Amora. Ada cahaya berbeda di matanya ketika berada di dalam ruangan bernuansa hijau itu.

Alih-alih cemas, hatinya justru berdebar riang. Di hadapannya terbentang deretan alat medis yang tertata rapi. Dia akan berjumpa dengan anaknya...

"Dokter, hasil uji lab pasien sudah keluar. Pasien memiliki golongan darah AB+." Perawat yang datang membawa hasil dari lab langsung memberi informasi kepada dokter Andi.

Golongan darah AB, cukup langka. Dokter itu menarik napas pelan dan menghembuskannya secara perlahan-lahan. "Pasien membutuhkan darah 4 kantong. Bagaimana stok di rumah sakit?" Tanya Dokter Andi.

Amora terdiam, tubuhnya menegang seketika. Baru saja ia merasakan sangat bahagia karena bisa masuk ke dalam ruangan ini, namun pernyataan dari perawat membuat hatinya kembali gelisah. Apakah semua usaha yang telah dilakukan akan berujung dengan kematian?

Bayangan kejadian 2 tahun yang lalu kini kembali muncul dalam ingatan Amora. Ketika Randy mengalami kecelakaan, tidak ada stok darah untuknya. Karena golongan darahnya termasuk langkah, AB+. Dengan penuh keikhlasan Amora datang dan menawarkan darahnya untuk menyelamatkan nyawa pria tersebut. Rasa cinta yang besar, rasa takut kehilangan membuat dia rela untuk memberikan darah sebanyak apapun yang dibutuhkan. Dia bahkan tidak memikirkan keselamatannya sendiri.

Namun kini ia kehilangan banyak darah. Apakah suaminya itu mau melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan dulu?

Tidak, suaminya itu tidak akan memberikan setetes pun darahnya. Bahkan dia tidak akan mau tahu seperti apa kondisinya saat ini. Bodoh sekali jika Amora masih berharap dengan orang itu.

"Hanya ada tersisa satu Dok. Saya sudah coba menghubungi PMI, dan ternyata di sana tidak ada stok darah golongan AB. Saya juga sudah mencoba mencari ke rumah sakit yang lain, hasilnya sama. "

"Apa bisa keluarga pasien mencarikan pendonor dengan golongan darah AB+?" tanya dokter Andi.

Namun, dokter itu kemudian diam ketika dia baru teringat bahwa pasien tidak memiliki keluarga. Suami juga tidak perduli dengan kondisinya.

Amora adalah pasien yang mendapatkan prioritas tinggi dari tim dokter dan juga perawat. Karena operasinya langsung dikawal oleh dokter Eliza. Mereka akan berusaha untuk melakukan hal terbaik.

"Saya AB, saya akan donorkan darah untuk pasien. "

Lagi-lagi ucapan dokter cantik itu bagaikan angin yang menyejukkan di saat panas terik. Dokter Eliza selalu memberikannya kesempatan hidup di saat dia sudah rela untuk mati.

"Baik dokter Eliza, silakan ke ruangan laboratorium untuk mengambil darah," kata perawat.

Eliza menganggukkan kepalanya dan mengikuti perawat tersebut.

Setelah nanti dia menyelesaikan proses persalinan, bagaimana caranya membalas Budi dari dokter Eliza.

Andaikan memiliki umur yang panjang, Amora pasti akan berusaha untuk membalas jasa dokter tersebut.

Tak lama, Amora pun mulai menjalani proses sebelum pembedahan.

Perawat memasang kateter yang ternyata memberikan rasa yang cukup sakit. Namun tetap saja rasa sakit ini tidak seberapa baginya. Setelah memasang kateter dilanjut kembali memasang infus. Karena tadi Amora sudah sempat mencabut selang infusnya. Setelah tim medisnya lengkap dan Amora disuntik Anastasia barulah proses pembedahan dilakukan.

Meskipun suasana hening, dokter tetap mengajaknya untuk bercerita. Menanyakan tinggal di mana, usia berapa dan sebagainya. Proses demi proses berjalan hingga bayi yang dinantikan keluar dari belahan perutnya.

Bayi itu lahir tanpa suara. Bisa dikatakan bayi itu sudah dalam keadaan pingsan.

"Dokter, bagaimana dengan anak saya?" Amora sangat takut ketika melihat kondisi bayinya.

"Bayi anda akan langsung dibawa ke ruang nicu. Anda tidak perlu cemas. Bayi anda terlalu lama mendapatkan pertolongan," jelas dokter Andi.

"Tapi bayi saya tidak apa-apa kan dok?" Amora bertanya dengan cemas.

"Dokter anak akan langsung memeriksanya." Dokter itu berkata dengan tenang.

Gegas, Bayi Amora dibersihkan dengan cepat dan kemudian dilarikan oleh perawat untuk mendapatkan perawatan intensif di ruang NICU .

Sebagai seorang ibu Amora sangat mencemaskan anaknya.

Jika bayinya tidak selamat maka dia pun sudah tidak bersemangat untuk hidup.

Sementara itu....

Di rumah sakit yang sama, seorang pria bertubuh tinggi dan tegap tampak sibuk menatap layar laptopnya di sebuah ruang rawat.

Tubuhnya terlihat sehat, hanya selang infus di tangannya yang menandakan bahwa ia sedang sakit.

Meski dalam kondisi sakit, pria itu tetap mengerjakan pekerjaannya dan memantau perkembangan perusahaannya. Banyak yang menganggapnya gila kerja, namun sebenarnya bukan itu penyebabnya. Ia hanya sedang mengalihkan fokus hidupnya sepenuhnya pada pekerjaan, sebuah pelarian dari kenyataan yang menyakitkan.

Setiap kali ia mengingat bagaimana mantan istrinya mengkhianatinya, kondisinya semakin memburuk. Dokter bahkan telah memvonis hidupnya hanya tersisa sekitar delapan bulan, kecuali jika ia segera mendapatkan donor hati. Saat ini, yang membuatnya masih bisa duduk dan bekerja hanyalah bantuan obat-obatan dan alat medis.

Mencari pendonor hati bukanlah hal mudah, bahkan untuk seseorang yang memiliki banyak uang sekalipun. Kesesuaian hati tetap menjadi syarat utama. golongan darah AB+, yang membuat ia sulit mendapatkan pendonor.

Pria itu bernama Alvaro Dominic, berusia 32 tahun.

“Daddy...” Suara lembut seorang gadis kecil terdengar dari pintu kamar. Seorang anak perempuan cantik masuk, dengan rambut cokelat sebahu dan bola mata kecokelatan.

“Hai, sayang. Bagaimana kabarmu?” Alvaro meletakkan laptop di meja, lalu mengangkat tubuh mungil putrinya yang berusia lima tahun dan memangkunya. Semangat hidupnya sepenuhnya terdapat pada gadis kecil itu. Apa pun yang terjadi, ia akan berjuang untuk tetap hidup, demi buah hatinya.

“Aku baik sekali, Daddy. Kapan Daddy pulang ke rumah?” tanya sang putri sambil memandang wajah Alvaro.

Setiap hari, gadis kecil itu datang menjenguk ayahnya di rumah sakit. Ia selalu pulang menjelang malam, karena Alvaro tidak ingin putrinya tidur di rumah sakit yang pasti membuatnya tak nyaman.

“Mungkin sebentar lagi, Daddy sudah bosan di sini,” jawab Alvaro dengan ekspresi dibuat-buat sedih.

“Daddy jangan sedih. Aku akan sering datang ke sini. Daddy di sini tidak apa-apa, yang penting Daddy harus sembuh,” ucap gadis kecil itu penuh perhatian. Meski baru berusia lima tahun, ia sangat cerdas dan pengertian.

Ibunya sudah lama pergi, dan ia tidak ingin kehilangan ayahnya juga. Sejak saat itu, ibunya tak pernah pulang atau sekadar menjenguk.

Alvaro tersenyum dan mengangguk. Zolin, nama gadis kecil itu, memang luar biasa. Di usianya yang masih sangat kecil, ia seakan paham betul kondisi ayahnya.

“Mau makan sesuatu?” tanya Zolin.

Alvaro menggeleng pelan. penyakit yang ia derita membuatnya harus menjaga makanan. bahkan makanan favoritnya sudah lama tak bisa disentuh, digantikan oleh menu khusus dari rumah sakit.

“Apa Daddy mau minum kopi?”

Alvaro tersenyum memandang putrinya. Meski baru lima tahun, Zolin sangat perhatian, bahkan cerewet soal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ayahnya. Sayangnya, bahkan kopi pun sudah tak bisa lagi disentuh. Alvaro hanya mengkonsumsi air putih dan susu khusus. agar tubuhnya tidak begitu lemes.

“Kamu sudah sarapan tadi?”

Zolin mengangguk ceria, senyum manisnya mengembang, memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Gadis kecil itu adalah alasan Alvaro tetap bertahan. Putrinya masih terlalu kecil dan sangat membutuhkannya. Jika ia tiada, siapa yang akan menjaga Zolin?

Apakah ia harus mulai memikirkan ucapan sang ibu untuk mencari istri sekaligus ibu untuk putrinya?

Jika  Zolin memiliki ibu pengganti, putri kecilnya itu tidak akan kesepian seperti ini. 

Namun mencari ibu pengganti bukanlah hal yang mudah.

Begitu banyak wanita yang mau menjadi istri Alvaro, hanya karena harta kekayaan yang ia miliki.

Adakah ibu yang baik dan menyayangi Zolin dengan tulus di luar sana?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lisa
Sepertinya amora menemukan titik terang nih ...️...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 96

    Setelah menyuapi Zolin hingga suapan terakhir, Amora menyeka bibir mungil gadis kecil itu dengan tisu, lalu mengecup ubun-ubunnya penuh sayang. Zolin bersandar di lengannya dengan manja, menguap kecil, lalu memeluk erat pinggang Amora.Di seberang meja, Alvaro sedang memangku Emran. Bayi mungil itu tertidur pulas dalam dekapannya. Wajah Alvaro terlihat begitu tenang, bahkan ada kelembutan yang jarang ditunjukkannya di tempat kerja.Amora melirik ke arah Alvaro. Senyum malu-malu tersungging di wajahnya."Mas, boleh saya pegang Emran lagi? Biar mas bisa makan," ucapnya lirih, merasa tak enak karena sejak tadi terus merepotkan.Namun Alvaro justru menggeleng pelan."Tidak usah," katanya lembut. "Emran sudah tenang, dan aku belum lapar. Kamu saja yang makan, Amora."Amora terdiam. Ia menatap pria itu dengan pandangan tak percaya. Seorang CEO, yang biasanya begitu dingin dan tak tersentuh, kini duduk santai sambil menggendong bayi... demi dirinya."Tapi saya nggak enak, mas.""Tidak apa-ap

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 95. Mendebarkan

    “Kalau Kakak Amora beneran jadi Mommy Olin, Olin boleh panggil Mommy juga nggak?” tanya Zolin polos, dengan mata berbinar dan suara yang lembut penuh harap.Amora nyaris tak mampu berkata-kata. Tenggorokannya tercekat. Ia hanya membalas dengan senyuman tipis, menyuapkan sesendok nasi ke mulut kecil Zolin, lalu membelai lembut rambut gadis kecil itu yang kini bersandar manja di bahunya.“Boleh nggak...?” bisik Zolin lagi, suaranya nyaris tak terdengar, seperti takut harapannya ditolak.Sebelum Amora sempat memberi jawaban, suara tenang namun tegas terdengar dari arah meja makan.“Kalau Amora bersedia, Tante akan sangat bahagia.”Semua menoleh. Yurika, duduk dengan anggun, menatap Amora sambil tersenyum tulus.“Zolin bukan hanya butuh pengasuh,” lanjut Yurika. “Dia butuh sosok yang bisa memberinya pelukan hangat sebelum tidur, menyuapinya dengan sabar, menemaninya di hari-hari penting... Tante melihat itu di kamu, Amora.”Ucapan itu membuat Amora terpaku. Ia tak tahu harus menjawab apa.

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 94

    Setelah Randy mengetahui semuanya sikap putranya itu berubah drastis. Putranya itu terpuruk. Bahkan tubuhnya kian kurus, matanya kehilangan cahaya, dan dari caranya bersikap, Dewi tahu, anaknya itu membencinya.Randy sudah tak lagi memandangnya sebagai ibu. Bahkan untuk sekadar menatap wajahnya saja, ia enggan. Dan kini, Dewi tak lagi diperbolehkan datang ke perusahaan yang dulu ia bangun bersama mendiang Yusuf. Perusahaan itu sekarang milik Randy. Dewi menggenggam cangkir teh yang sudah dingin, berharap panasnya bisa kembali, seperti cinta Randy padanya. Tapi semua telah terlambat. Ia sendirian. Terasing di rumah yang dulu penuh tawa, kini hanya menjadi saksi bisu dari kebodohan dan keserakahannya sendiri. Semua ini karena Miranda. Wanita licik, yang telah memperalatnya.Air matanya jatuh, diam-diam… tanpa suara. Karena ia tahu, tidak ada lagi tempat untuknya di hati Randy.“Mami…” Miranda akhirnya membuka suara, mencoba terdengar tenang. “Apa mami ingat, kapan terakhir Randy pula

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 93. Sepi

    Bab 93Siang itu, langit mendung menggantung di atas rumah besar keluarga Sanjaya. Awan kelabu merambat perlahan, menciptakan hawa yang sesak dan menyesakkan dada. Hujan belum turun, tapi udara terasa lembab seperti mengisyaratkan badai lain yang sedang mengintai. Bukan dari langit, tapi dari dalam rumah itu sendiri.Di ruang keluarga yang lapang namun terasa mencekam, Miranda duduk di ujung sofa panjang. Tubuhnya bersandar lelah, perut besarnya bergerak pelan seiring tendangan bayi yang dikandungnya. Rona wajahnya terlihat letih, namun tetap dipaksakan tampil rapi. Lipstik merah menyala dan bulu mata palsu yang mulai miring menjadi topeng terakhir dari harga dirinya.Tak jauh dari sana, duduk seorang wanita anggun dalam balutan dress panjang selutut Rambutnya di digerai namun tetap terlihat rapi dan elegan. Wajahnya pucat, tanpa bedak, tanpa senyum. Dewi, wanita yang dulu dihormati sebagai nyonya besar rumah ini, terdiam menatap cangkir tehnya yang telah lama kehilangan uap hangatn

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 92. Retakan di Dalam Rumah

    Mobil hitam itu perlahan memasuki halaman mansion. Saat roda-roda kendaraan melewati jalur bebatuan putih yang mengarah ke pintu utama, para pelayan yang memang sudah mendapat kabar langsung bersiap menyambut.Begitu pintu mobil terbuka, Amora keluar sambil menggendong Emran yang baru saja terbangun dan merengek kecil. Di sebelahnya, Alvaro turun lebih dulu, kemudian membantu Zolin yang masih mengusap-ngusap matanya karena tertidur sepanjang jalan.“Selamat datang kembali, nona Amora!” sapa kepala pelayan sambil membungkuk sopan.“Selamat datang, Nona!” sambung pelayan-pelayan lain serempak, senyum mereka hangat, tidak dibuat-buat. Seolah mereka tahu, wanita muda yang kini berdiri di hadapan mereka bukan sekadar ‘pekerja’, tapi seseorang yang istimewa bagi keluarga ini.Amora terlihat sedikit canggung, tapi ia membalas senyum itu dengan lembut. “Terima kasih…”Suasana di teras rumah besar itu terasa tenang, hingga terdengar suara langkah dari dalam. Seorang wanita elegan muncul di amb

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 91

    Zolin tidak tersinggung. Ia hanya tersenyum kecil, lalu mendekat dan berkata dengan tenang namun penuh percaya diri.“Dulu mommy aku di rumah sakit terus, nemenin daddy. Daddy aku sakit parah, dan mommy jagain dia tiap hari. Makanya mumi nggak bisa jemput aku atau nganter aku ke sekolah.”Anak-anak langsung terdiam. Ada yang terlihat menyesal telah menyangka Zolin berbohong.“Tapi sekarang daddy aku udah sembuh,” lanjut Zolin sambil tersenyum. “Dan mulai hari ini, mumi dan daddy bakal sering jemput aku bareng-bareng!”Wajah teman-temannya berubah. Yang tadinya mencibir kini menatap Zolin dengan kagum.“Wah enak banget dijemput mommy cantik dan daddy ganteng!” ujar salah satu dari mereka.Zolin tertawa. “Iya dong! Mommy aku cantik banget, dan baik banget! Dia juga suka nyuapin aku kalau aku malas makan!”Gadis kecil itu berkata sambil membayangkan, Amora yang menyuapi ia makan.“Terus adik kamu lucuuu,” celetuk seorang anak perempuan Bukan hanya teman-teman Zolin yang penasaran. Para

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status