Vintage melihatku dengan nada bingung dan menginterogasi, “Siapa kamu sebenarnya?”
“Apa?” tanyaku bingung.
“Coba katakan padaku, barusan kamu telah melakukan apa?” Vintage menekan bagian diantara matanya dengan nada lelah.
Aku memutar mataku mencari kalimat yang pas, “Aku menggambarkan kita peta Bertina?”
Brak!
Ini kedua kalinya aku melihat meja digebrak dengan sangat mudah. Aku sedikit terkejut saat Vintage melakukan hal yang sama dengan Rose.“Kau tidak hanya menggambarkan kita peta Bertina, bodoh!? Kau menggambar seluruh area di Bertina dalam sekali duduk tanpa melihat referensi dan tidak menghabiskan lebih dari 3 jam. Apalagi detail seperti ini…Bagaimana kau bisa membuatnya?” Vintage mengambil peta yang sudah selesai aku gambar dan memandangnya dengan sangat heran.
Bertina adalah nama kota yang kami tinggali sekarang. Ibukota dari kerajaan Bertinia sekaligus tempat Arcadia berada. Kemarin saat aku ke perpustakaan, aku melihat peta Bertina untuk dicocokkan dengan ingatanku dan hasilnya adalah sungguh jelek.
Kualitas petanya tidak memenuhi kriteriaku karena masih mengadaptasi peta CHC yang sudah di simplifikasi, jadi aku mencoba mengambil beberapa versi peta Bertina dan desain asli yang kubuat kemudian membentuk peta baru saat aku datang ke pos ksatria tempat Vintage berada.
Aku berkomentar, “Ada baiknya kamu memeriksanya sendiri dengan datang ke tempat-tempatnya. Sedetail apapun petanya kalau hanya karangan tidak ada gunanya.”
Ya, walaupun Bertina sebenarnya adalah peta karangan yang aku gambar.
Vintage menjawab, “Tidak, peta dengan detail seperti ini sudah ada.”
“Apa?” Aku terkejut dengan kalimat Vintage. Apa maksudnya?
Vintage meletakkan petanya dan terlihat rasa ragunya untuk memberitahuku yang dia maksud, “Dengarkan aku baik-baik Edward.”
“O-Oke?” Aku mengangguk tergesa-gesa karena nada Vintage begitu serius.
“Jangan buat peta ini lagi. Peta yang kamu buat ini biasanya hanya dimiliki bangsawan-bangsawan tinggi termasuk keluarga kerajaan. Aku juga punya, tapi itu karena aku masuk ke dalam bagian keamanan kerajaan.”
Aku menelan ludah, “Kenapa?”
“Karena peta detail seperti ini rawan untuk disalah gunakan. Jadi ada maksud dibalik peta yang disimplifikasi itu.”
Mengeluarkan suara, “Oooo…” seakan paham dengan maksud Vintage, aku langsung yakin di balik alasannya itu. Memang benar, jika peta terlalu detail akan ada banyak penjahat ataupun organisasi yang bisa menggunakannya untuk egonya sendiri.
“Oke, aku tidak akan membuatnya lagi. Tapi bagaimana dengan peta itu?” Peta yang terlanjur dibuat. Apakah harus dihancurkan?
“Hmm…kamu bisa menyimpannya, aku tahu kamu tidak akan menggunakannya untuk hal jahat. Tapi jangan pernah memberitahukannya kepada orang lain. Aku juga akan tutup mulut tentang perkara ini. Ayo kita anggap tidak terjadi apa-apa disini.” Aku dan Vintage menjalin sebuah janji di pagi hari yang cerah itu.
Menanamkan saran yang diberikan Vintage kepadaku. Aku membawa gulungan peta itu di pelukanku dan meletakkannya di kamar asramaku. Untungnya ini masih pagi, jadi tidak terlalu banyak orang yang ada di jalanan.
Menjalani rutinitas yang sama dengan kemarin, hari ini pun aku datang ke Cafetaria.
“Ah.”
“Oh kamu akhirnya tiba.”
Entah kenapa Putri Kerajaan Bertinia, Estelle Bertinia menungguku di depan pintu Cafeteria dengan kedua lengannya di pinggang. Ekspresinya seperti anak kecil yang mendapat mainan terbarunya.
Gawat, apa aku sarapan di tempat lain saja ya? Aku PD bisa tiba ke seluruh tempat makan yang buka di jam 8 pagi ini. Oke, waktunya kabur.
“Jangan kabur.”
“Ugh!?”
Estelle merapal sihir pengekang membuatku tidak bisa bergerak dari tempat itu. Dengan langkah yang pasti, dia meletakkan tangannya di pundakku.
Dengan senyuman yang memukau dia berkata, “Bagaimana kalau kita sarapan bersama?”
Aku yang seorang rakyat jelata jelas tidak bisa berkata tidak.
**
“Hei, kenapa dia makan bersama dengan putri Estelle?”
“Aku juga tidak tahu. Saat aku datang mereka sudah duduk berhadapan seperti itu.”
“Apakah Putri Estelle tidak takut dengannya?”
“Kurasa tidak. Mungkin putri berpikir apa yang perlu ditakuti dari rakyat jelata sepertinya.”
“Tapi apakah itu baik-baik saja? Bukankah dia juga dibenci oleh profesor-profesor kita karena kemampuan akademiknya?”
“Jangan-jangan putri berusaha mengevaluasi kemampuannya sendiri?”
Banyak suara membicarakanku yang sarapan bersama putri kerajaan, Estelle Bertinia. Aku tidak bisa berkata benar atau salah karena sejak 15 menit kami duduk, tidak ada pembicaraan apapun diantara kami. Aku pun merasa keringat dingin membasahi punggungku sekarang.
Aku melirik Estelle yang ada di depanku.
Estelle Bertinia adalah karakter pembantu yang memiliki peran sebagai pengarah milik Nova. Dia dideskripsikan sebagai putri kerajaan berkharisma tinggi dengan aura misterius di sekitarnya. Terlihat tegas dan disegani, tapi saat sudah dekat dengannya dia akan mulai melembut dan menampilkan pesonanya yang lain.
Tapi yang menjadi fokus utamanya adalah kemampuan matanya. Dengan satu lirikan, dia bisa mengetahui kejujuran seseorang dari aliran Mananya. Menjadikannya karakter yang cocok untuk menginterogasi seseorang.
Gawat, apa yang harus kulakukan!?
“Sepertinya kamu dibenci ya?”
“Eh, ah…ya sepertinya begitu?”
Aku terkejut saat Estelle tiba-tiba membahas orang-orang yang terus begosip di sekitar kami. Kenapa Estelle mendekatiku? Apakah dia kesal karena kemarin aku kabur? Atau dia mendapat ketertarikan setelah bicara dengan Vintage? Bagaimana dengan Nova?
Klink
Estelle meletakkan cangkir tehnya kemudian melihatku dengan mata violetnya itu. Sama seperti kemarin aku merasa tidak nyaman dengan tatapan mata itu. Aku ingin kabur!! Tapi tidak bisa!!
“Pft,” Estelle tiba-tiba tertawa kecil, “Aku minta maaf. Tapi reaksimu sungguh menarik untuk dilihat.”
“Hahaha…” aku bisa merasakan mulutku yang berkedut berusaha tertawa. Aku juga ingat dia adalah karakter dengan kejahilan tinggi.
“Hei, apa yang kau lakukan di liburan musim panas ini?” Estelle mengikat jarinya dan melihatku.
“Mencari…jati diri.” Aku tidak bohong, karena aku tidak tahu siapa itu Edward, aku menghabiskan waktuku mengenal diriku sendiri dan dunia ini.
“Hmm…” Estelle memberikan reaksi berirama kepada jawabanku.
“Apa yang kau sembunyikan, Edward?” Pertanyaannya begitu horror untukku.
Setelah kami masuk ke dalam perbatasan, kami sampai di desa terdekat dan berpisah di sana. Mataku juga sangat terbuka saat Len menyampaikan salam perpisahan.“Kalau begitu Len, hati-hatilah di jalan.” Aku mengucapkan salam perpisahan kepada Len yang sekarang sekarang beda arah dengan kami.“Ya, terima kasih banyak atas tumpangannya. Ini 5 koin emas sebagai bayarannya.” Len mengeluarkan koin dan meletakkannya di tanganku. Aku menerimanya dengan senyuman. Kemudian Len berangkat ke Tifamursi menggunakan jasa kereta kuda yang menuju sana. Aku dan kepala sekolah melambaikan tangan ke Len sampai di tidak terlihat lagi. Len juga melambaikan tangannya dengan riang. “Apa yang sebenarnya diinginkannya?” gumam kepala sekolah. “Maksudnya?” tanyaku. Tapi kepala sekolah menggelengkan kepala, “Tidak ada apa-apa. Kalau begitu, ayo kita langsung ke hutan tingginya.” Kemudian menyentil topi penyihirnya. Sebuah gestur yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Seketika orang-orang di desa menjadi kabur d
“Wajahmu pucat sekali.” kata kepala sekolah.“...Aku tidak menyangka aku mabuk kereta kuda.” kataku sambil melihat belakang kereta kuda yang tidak tertutup.Aku tidak pernah naik kereta kuda sebelumnya di kehidupanku sebelumnya, siapa sangka aku akan mengetahuinya di dunia game. “Ugh,” Kepalaku sakit.Sekarang kami naik kereta kuda menuju timur. Sebelum sampai ke hutan tinggi, kami perlu melewati beberapa kota terlebih dahulu dan melewati perbatasan kerajaan Bertinia sekitar 2 hari. Barulah saat itu kita bisa lanjut menuju ke bukit tinggi.Tapi belum sehari berlalu dan aku mulai menyesali keputusanku.“Kau tidak apa apa?” tanya kepala sekolah khawatir.“Apakah saya terlihat baik-baik saja?”“Maaf.”Hanya angin sepoi-sepoi sepanjang perjalanan yang membuatku rileks dan menguatkanku sekarang. Tapi ya…lebih baik daripada aku terus di Arcadia. Kepalaku terasa lebih ringan sekarang.“Chirp chirp.”Suara burung menarik perhatianku. burung kecil yang memiliki bulu kuning mendarat tepat di
Beberapa hari berlalu setelah malam panjangku di ruang bawah tanah milik Profesor Libert. Amelia yang bangun dan dipuji akan keberaniannya menghadapi profesor Libert sendirian sebelum dibantu kepala sekolah menuai perhatian dari banyak kalangan. Tentu jelas, dia berusaha menjelaskan jika keterlibatannya di sana juga karena aku yang memandunya. Tapi karena tidak adanya bukti aku ada disana, dan kepala sekolah yang menyelamatkannya juga bersaksi tidak melihatku membuatnya tidak bisa berkutik kembali. Dia juga mencoba menyeretku untuk ikut menjelaskan tapi aku menolak dengan tegas membuatnya sadar jika ini semua rencanaku. Sejak saat itu, dia melihatku dengan tatapan kesal dan menolak untuk bicara padaku seolah ngambek. Yang mana itu juga sebenarnya cukup membuatku senang (asli no tipu
“Saya tidak menyangka anda datang secepat ini Profesor Libert.” kataku. “Kau, apa yang kau lakukan?” Profesor Libert bingung melihat sihirnya yang hilang sebelum aktif. “Entahlah? Mungkin anda salah merapal?” kataku bercanda. Faktanya, sihirnya tidak berhasil karena Bertha yang sekarang dalam mode invisible di dekatku, menganalisis sihirnya dan membatalkannya sebelum sihir itu aktif. Tapi Profesor Libert tidak tahu akan hal itu dan menunjukkan wajah kesal. “Maaf Amelia, kita majukan rencananya.” Aku berbisik kepada Amelia. “Maksudmu kita langsung ke tahap akhir?” Aku mengangguk perlahan kepada pertanyaannya, “Setelah aku memberi aba-aba, mulailah melakukannya.” Setelah berdiskusi, aku mendekat lebih jauh ke Profesor Libert. Aku perlu memfokuskan perhatiannya kepadaku agar Amelia bisa bertindak. Aku mulai berbicara, “Bagaimana jika anda melakukannya kembali, profesor?” Aku merentangkan tanganku lebar. Profesor Libert yang tersulut kembali mencoba sihir yang didapatkannya dar
“Disana ada jebakan.” kata Edward menunjuk ubin di depan Amelia. Amelia yang terkejut melangkahkan kakinya di tempat lain. Amelia kemudian melanjutkan perjalanannya di fasilitas bawah tanah di tuntun oleh Edward. Dia sempat bingung kenapa Edward bisa tahu seluk beluk dari fasilitas ini, tapi Edward hanya menjawab dengan menepuk kantong celananya. Karena seringnya Edward menjawab seperti itu, Amelia beberapa kali menjadi ragu. Tapi dia menjadi tidak peduli jika itu bisa mencegah Nova jauh dari bahaya. “Kita sampai.” Kata Edward. Di depannya adalah sebuah pintu yang terlihat terkunci dengan b
Efek yang kuterima karena tindakanku datang dengan sangat cepat. Banyak profesor yang mengincarku di setiap kelasnya. Baik itu teori maupun praktik, jika ada celah sedikitpun mereka akan memanggilku untuk melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Akibatnya, suasana di kelas sangat buruk sampai semua orang melihatku dengan tatapan benci. Beberapa kali aku ditanya alasanku melakukan sesuatu seperti itu, tapi aku hanya memberikan alasan kecil membuat mereka pergi dengan tatapan tidak puas. Tidak salah lagi aku pasti tidak akan punya teman dari kelas yang sama. Selamat tinggal masa muda keduaku. “Ugh!?” Aku menghindar dari serangkaian serangan sihir yang menuju ke arahku saat praktik sihir. Tapi sayangnya aku tersandung batu yang ada di tanah membuatku terjatuh. Tanpa cukup Mana untuk melindungi diri, aku dengan sekuat tenaga memaksa tubuhku untuk pergi dari tempat jatuhnya serangan. Duar! Tanah tempatku terjatuh hancur setelah dihantam oleh beberapa serangan. “Cukup!” Akhirnya profe