Share

Chapter 3

Author: Darashinai
last update Last Updated: 2024-05-21 09:30:58

Paginya, aku mendatangi pos ksatria karena Vintage masih perlu menginvestigasi kejadian kemarin.

“Oh Edward, datangmu pagi sekali. Ini bahkan masih belum jam 6.” Vintage menyapaku saat aku tiba di sana.

“Aku selesai lari pagi. Maaf, apakah aku mengganggu?”

Vintage menggelengkan kepala, “Tidak, kamu datang di waktu yang tepat. Barusan laporan investigasi telah masuk.”

Vintage menunjuk beberapa kertas yang ada di depannya. Karena dia mengajakku untuk melihatnya bersama, aku mendengarkan penjelasan darinya.

“Sayang sekali, tapi kami tidak menemukan petunjuk apapun tentang siapa pelakunya. Tapi kami tahu jika terjadi pertarungan yang melibatkan pedang dan sihir secara bersamaan dari bekas di TKP.”

Kemudian Vintage menurunkan sudut mulutnya sedikit, “Tapi yang jadi aneh tetap kamu Edward. Dari bekas nya, kamu seharusnya mampu melawan walaupun pada akhirnya kalah. Tapi saat aku membawa data milikmu dari Akademi, maaf tapi kamu bukan siswa yang cemerlang bukan?”

Aku mengangguk. Tubuh Edward tidak berbakat menggunakan sihir padahal dia bersekolah di Akademi sihir prestisius. Aku melihat riwayatnya tentang praktik sihir semester 1 kemarin dan hasilnya adalah 0 besar. Edward dinilai tidak memiliki bakat sihir dari segi kuantitas Mana, ataupun kontrol mana.

“Kamu tidak bohong dan menyembunyikan identitasmu kan?” Suasananya menjadi lebih mencekam saat Vintage melihatku dengan mata menginterogasi. Dia memperhatikan gerak-gerikku dengan teliti.

Aku menggelengkan kepala, “Tidak, aku memang tidak berbakat dalam sihir ataupun bertarung. Walaupun aku menyembunyikan identitas, bukankah lebih masuk akal kalau aku pergi sebelum Tuan Vintage datang?”

Aku bangun sekitar 20 menit sebelum Vintage datang. Cukup banyak waktu untukku kabur jika aku adalah pelaku yang ada disana.

Vintage juga mendengus kecil, “Ya, aku percaya denganmu.”

Aku memiringkan kepala, “Semudah itu Tuan percaya?”

Vintage melihatku dengan tatapan lelah, “Meskipun semua kejadiannya misterius. Aku yakin jika perilakumu saat melihatku bukanlah perilaku pelaku tapi seorang korban. Pelaku mana yang tertawa seperti seorang maniak diatas darahnya sendiri dengan tatapan kosong seperti itu?”

Aku yang langsung paham tertawa kecil. Sekarang aku merasa ingin menutup seluruh wajahku dengan topeng atau semacamnya.

“Ehem, aku minta maaf atas kejadian kemarin.” kataku malu.

Vintage tertawa, “Tidak masalah tidak masalah. Aku juga tahu kalau kamu masih terkena shock atau lainnya. Apakah kamu sekarang baik-baik saja?”

Aku mengangguk, “Setelah tidur aku telah pulih kembali, ya walaupun luka di kepalaku masih ada.” Aku menunjuk perban yang mengelilingi kepalaku.

“Jadi apakah kamu mengingat sesuatu tentang kejadian kemarin?”

“Sayangnya tidak. Tidak ada ingatan yang muncul ataupun semacamnya.”

“Begitu ya…”

Vintage menyandarkan tubuhnya lelah. Aku bisa melihat kantung mata di bawah matanya menunjukkan keseriusannya dalam bekerja. 

Banyak misteri yang menyelimuti kejadianku kemarin. Siapa pelakunya? Apa motif nya? Kenapa aku? Dan lainnya. Tapi ada yang menggangguku saat tadi pagi mengelilingi kamar milik Edward.

Kamarnya sangat kosong, tidak ada barang-barang selain kepentingan Akademi. Murid pada umumnya paling tidak memiliki barang yang dia beli sendiri ataupun hadiah dari teman-temannya. Kamarnya yang kosong seperti berteriak, “Tidak ada yang hidup disini.”

Aku jadi mengingat kondisi kamarku yang mirip dengannya saat jamanku sekolah.

Apakah kejadian kemarin dan kondisi kamar Edward bersangkutan? Karena tidak ada hubungan pasti, aku tidak bisa seenaknya mengatakan hal itu.

Clap

Satu tepukan Vintage mengembalikan kesadaranku.

“Ya, sementara kami akan terus menyelidiki kejadian ini. Untuk beberapa hari kedepan, kamu bisa datang ke pos ini dengan jam yang sama. Aku akan terus memberikan kemajuan investigasi itu sekaligus kita berdiskusi. Walaupun di riwayat Akademi kamu tidak pandai praktik, kemampuan teorimu adalah yang terbaik di Akademi. Aku berharap lebih padamu.”

Aku mengangguk mantap dan pergi dari pos ksatria kembali ke Akademi Arcadia  sambil jogging singkat. Aku ingin makan sesuatu.

** 

Untungnya, meskipun liburan musim panas Cafetaria di gedung utama masih dibuka. Edward juga memiliki lumayan banyak uang saku, jadi aku menggunakannya tanpa ragu-ragu.

Membawa makanan ke meja, aku makan dengan tenang. Atau itulah yang aku harapkan sampai aku menyadari tatapan dari murid-murid sekitar. Tatapan mencurigakan seolah berkata, “Kenapa kau ada di sini?”

Meskipun liburan, yang mampu pulang ke kampung halaman hanyalah mereka yang punya uang dan bangsawan. Mereka yang bukan keduanya menetap di Arcadia untuk melanjutkan belajar atau bekerja di kota. Edward, juga sepertinya begitu.

Apakah Edward punya keluarga? Jika ada aku kasihan dengan mereka yang kehilangan anaknya dan tiba-tiba diganti olehku.

“Hei kau.” 

Aku memakan tomat di piring dengan garpu. Setelah ini mungkin aku akan menuju ke perpustakaan untuk mengumpulkan informasi. 

“Hei, aku memanggilmu!”

Walaupun ini adalah dunia CHC, tapi pada akhirnya itu hanyalah game yang mengambil beberapa elemen saja. Kenyataan pasti sangat berbeda dan banyak hal yang aku tidak tahu.

Sepertinya aku bisa mengalihkan pikiranku dari kematian jika seperti itu.

“Hei!? Kenapa kau mengabaikanku.”

Setelah memakan daging terakhir, aku menatap seorang perempuan berambut merah pendek dengan jepit rambut di poninya yang ada di depanku.

“Kenapa?” tanyaku.

“Kau…mengabaikanku hanya untuk makanan?”

Tanpa ragu aku mengangguk. Makanannya enak, aku fokus untuk mengingat setiap tekstur dan rasa yang diberikan tadi. Perempuan itu menatapku dengan mata merah darahnya yang dipenuhi kebencian.

Brak!!

Mejaku seketika terguncang saat dia memukul meja dengan kedua tangannya. Orang-orang di sekitar seketika sunyi dan memperhatikan kami berdua.

“Kau tidak tahu mereka semua tidak nyaman dengan adanya kau disini!? Bisa-bisa kau makan tenang seperti tidak bersalah.” Dia sepertinya berusaha menjadi perwakilan murid lain yang menatapku dengan tidak nyaman.

“Terus? Kamu mau aku ngapain?” Meskipun mereka tidak nyaman, itu terserah mereka. Kenapa perempuan ini ikut campur?

“Pergilah dari sini! Dengan begitu suasananya akan menjadi lebih nyaman.”

Aku menghela napas, “Hei, namamu siapa?” Aku tahu perempuan ini siapa tapi aku tetap menanyakannya.

“Apa hubungannya?” Tanyanya dengan nada jengkel.

“Nona Rose Vilite, siswi kelas 1-A. Sebagai bangsawan tingkat Earl bukankah kau malu melakukan hal yang jauh dari kata bijaksana?” Suara merdu datang dari jauh.

“Ha? Siapa yang mengatakan…itu…” Rose di depanku yang ingin meledak, langsung ciut saat dia melihat siapa yang mengatakannya.

“Putri Estelle!? Kenapa anda ada di sini?”

Suara terkejut mengisi seluruh Cafetaria, saat putri kerajaan tiba-tiba datang ke Cafetaria. Dengan rambut hitamnya yang seperti merepresentasikan langit malam dan mata violetnya yang seperti bersinar itu, dia mendiamkan seluruh Cafeteria hanya dengan kharismanya

Aku yang ada di sana juga terbelalak melihat kehadiran putri kerajaan di Cafetaria pagi-pagi seperti ini. Ada urusan apa dia disini?

Aku melihat Estelle, salah satu karakter yang ku desain menghadapi Rose salah satu karakter yang juga kudesain. Situasi macam apa ini?

“Sebagai murid Arcadia, bukankah wajar jika aku datang untuk sarapan di Cafetaria?”

“Ta-tapi, i-ini kan liburan musim panas.” tanya Rose.

Estelle menyipitkan matanya, “Kenapa kau perlu tahu tindakanku, Nona Rose Vilite?”

Wajah Rose pucat saat ditanya oleh Estelle. Bagi bangsawan, otoritas putri kerajaan pasti sangatlah kuat karena itu hampir sama dengan di hadapan raja. Bahkan aku yang ada di samping penampakan itu, menelan ludah saat Estelle bertanya.

Kharismanya bukan kharisma anak 16 tahun. Aku yang tadinya muak dengan Rose pun sampai kasihan dengannya.

“Sa-saya minta maaf, putri.” Rose menundukkan kepalanya meminta maaf.

Estelle melihatnya sejenak dan tersenyum lembut, “Angkat kepalamu. Aku juga meminta maaf karena menegurmu seperti itu.”

“Ti-tidak! Itu kesalahan saya karena terlalu berpikir sempit. Kalau begitu, saya undur diri.” Rose pergi melarikan diri dari hadapan predator. Aku tidak sadar langsung menghela napas lega karena dibebaskan dari tekanan tadi. 

“Saya berterima kasih, Putri Estelle.” Aku berdiri dan memberikan salutan pada putri.

Estelle menggelengkan kepala, “Tidak, aku hanya ingin sarapan tenang tapi seleraku menjadi buruk saat melihat pertikaian tadi. Jangan terlalu dipikirkan.”

“Terimakasih putri.”

Estelle melihatku cukup lama seperti melihat sesuatu yang menarik.

“Kamu. Namamu siapa?”

“Nama saya Edward, siswa kelas 1-B.”

Wajah Estelle seketika terkejut. Dia melihatku dari kanan ke kiri atas bawah mengobservasi ku dengan detail.

Aku tidak nyaman. Aku memutuskan untuk mengambil jalan yang sama dengan Rose. Aku langsung berbalik mengambil piring kotor yang tadinya ada di meja dan menunduk kepada Estelle “Kalau begitu saya undur diri.” 

“Apa? Tunggu..!” Dia terkejut dengan gerakanku yang sangat cepat dan langsung pergi dari pandangannya.

Aku berpura-pura tidak dengar dan segera lari dari Cafetaria.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 24

    Setelah kami masuk ke dalam perbatasan, kami sampai di desa terdekat dan berpisah di sana. Mataku juga sangat terbuka saat Len menyampaikan salam perpisahan.“Kalau begitu Len, hati-hatilah di jalan.” Aku mengucapkan salam perpisahan kepada Len yang sekarang sekarang beda arah dengan kami.“Ya, terima kasih banyak atas tumpangannya. Ini 5 koin emas sebagai bayarannya.” Len mengeluarkan koin dan meletakkannya di tanganku. Aku menerimanya dengan senyuman. Kemudian Len berangkat ke Tifamursi menggunakan jasa kereta kuda yang menuju sana. Aku dan kepala sekolah melambaikan tangan ke Len sampai di tidak terlihat lagi. Len juga melambaikan tangannya dengan riang. “Apa yang sebenarnya diinginkannya?” gumam kepala sekolah. “Maksudnya?” tanyaku. Tapi kepala sekolah menggelengkan kepala, “Tidak ada apa-apa. Kalau begitu, ayo kita langsung ke hutan tingginya.” Kemudian menyentil topi penyihirnya. Sebuah gestur yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Seketika orang-orang di desa menjadi kabur d

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 23

    “Wajahmu pucat sekali.” kata kepala sekolah.“...Aku tidak menyangka aku mabuk kereta kuda.” kataku sambil melihat belakang kereta kuda yang tidak tertutup.Aku tidak pernah naik kereta kuda sebelumnya di kehidupanku sebelumnya, siapa sangka aku akan mengetahuinya di dunia game. “Ugh,” Kepalaku sakit.Sekarang kami naik kereta kuda menuju timur. Sebelum sampai ke hutan tinggi, kami perlu melewati beberapa kota terlebih dahulu dan melewati perbatasan kerajaan Bertinia sekitar 2 hari. Barulah saat itu kita bisa lanjut menuju ke bukit tinggi.Tapi belum sehari berlalu dan aku mulai menyesali keputusanku.“Kau tidak apa apa?” tanya kepala sekolah khawatir.“Apakah saya terlihat baik-baik saja?”“Maaf.”Hanya angin sepoi-sepoi sepanjang perjalanan yang membuatku rileks dan menguatkanku sekarang. Tapi ya…lebih baik daripada aku terus di Arcadia. Kepalaku terasa lebih ringan sekarang.“Chirp chirp.”Suara burung menarik perhatianku. burung kecil yang memiliki bulu kuning mendarat tepat di

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 22

    Beberapa hari berlalu setelah malam panjangku di ruang bawah tanah milik Profesor Libert. Amelia yang bangun dan dipuji akan keberaniannya menghadapi profesor Libert sendirian sebelum dibantu kepala sekolah menuai perhatian dari banyak kalangan. Tentu jelas, dia berusaha menjelaskan jika keterlibatannya di sana juga karena aku yang memandunya. Tapi karena tidak adanya bukti aku ada disana, dan kepala sekolah yang menyelamatkannya juga bersaksi tidak melihatku membuatnya tidak bisa berkutik kembali. Dia juga mencoba menyeretku untuk ikut menjelaskan tapi aku menolak dengan tegas membuatnya sadar jika ini semua rencanaku. Sejak saat itu, dia melihatku dengan tatapan kesal dan menolak untuk bicara padaku seolah ngambek. Yang mana itu juga sebenarnya cukup membuatku senang (asli no tipu

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 21

    “Saya tidak menyangka anda datang secepat ini Profesor Libert.” kataku. “Kau, apa yang kau lakukan?” Profesor Libert bingung melihat sihirnya yang hilang sebelum aktif. “Entahlah? Mungkin anda salah merapal?” kataku bercanda. Faktanya, sihirnya tidak berhasil karena Bertha yang sekarang dalam mode invisible di dekatku, menganalisis sihirnya dan membatalkannya sebelum sihir itu aktif. Tapi Profesor Libert tidak tahu akan hal itu dan menunjukkan wajah kesal. “Maaf Amelia, kita majukan rencananya.” Aku berbisik kepada Amelia. “Maksudmu kita langsung ke tahap akhir?” Aku mengangguk perlahan kepada pertanyaannya, “Setelah aku memberi aba-aba, mulailah melakukannya.” Setelah berdiskusi, aku mendekat lebih jauh ke Profesor Libert. Aku perlu memfokuskan perhatiannya kepadaku agar Amelia bisa bertindak. Aku mulai berbicara, “Bagaimana jika anda melakukannya kembali, profesor?” Aku merentangkan tanganku lebar. Profesor Libert yang tersulut kembali mencoba sihir yang didapatkannya dar

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 20

    “Disana ada jebakan.” kata Edward menunjuk ubin di depan Amelia. Amelia yang terkejut melangkahkan kakinya di tempat lain. Amelia kemudian melanjutkan perjalanannya di fasilitas bawah tanah di tuntun oleh Edward. Dia sempat bingung kenapa Edward bisa tahu seluk beluk dari fasilitas ini, tapi Edward hanya menjawab dengan menepuk kantong celananya. Karena seringnya Edward menjawab seperti itu, Amelia beberapa kali menjadi ragu. Tapi dia menjadi tidak peduli jika itu bisa mencegah Nova jauh dari bahaya. “Kita sampai.” Kata Edward. Di depannya adalah sebuah pintu yang terlihat terkunci dengan b

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 19

    Efek yang kuterima karena tindakanku datang dengan sangat cepat. Banyak profesor yang mengincarku di setiap kelasnya. Baik itu teori maupun praktik, jika ada celah sedikitpun mereka akan memanggilku untuk melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Akibatnya, suasana di kelas sangat buruk sampai semua orang melihatku dengan tatapan benci. Beberapa kali aku ditanya alasanku melakukan sesuatu seperti itu, tapi aku hanya memberikan alasan kecil membuat mereka pergi dengan tatapan tidak puas. Tidak salah lagi aku pasti tidak akan punya teman dari kelas yang sama. Selamat tinggal masa muda keduaku. “Ugh!?” Aku menghindar dari serangkaian serangan sihir yang menuju ke arahku saat praktik sihir. Tapi sayangnya aku tersandung batu yang ada di tanah membuatku terjatuh. Tanpa cukup Mana untuk melindungi diri, aku dengan sekuat tenaga memaksa tubuhku untuk pergi dari tempat jatuhnya serangan. Duar! Tanah tempatku terjatuh hancur setelah dihantam oleh beberapa serangan. “Cukup!” Akhirnya profe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status