Home / Romansa / Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah! / Bab 1: Cinta yang Salah

Share

Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!
Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!
Author: Creamy Nyun_Nyun

Bab 1: Cinta yang Salah

last update Last Updated: 2024-04-28 09:46:57

“Ini surat pengunduran diri saya.”

Roland mendongak ke arah wanita cantik yang berdiri dan tak berkedip di depan matanya. Konglomerat generasi ketiga itu memicingkan mata pada wanita yang menarik perhatiannya dari ipad dan beberapa tumpuk dokumen kerja di atas meja.

“Kau bilang ini apa?” bariton seksi milik Roland kini berganti membelai telinga wanita cantik itu.

“Seperti yang Tuan Roland lihat, ini adalah surat pengunduran diri saya.” Wanita cantik bersuara lembut itu sedikit mendorong amplop putih di atas meja untuk mendekat kepada Roland.

“Kau serius, Michelle?” Roland setengah menggeram merapalkan nama wanita cantik itu.

“Ya! Saya serius.” Michelle Louise—si wanita cantik itu tak bergetar meyakinkan keputusannya kepada Roland.

Roland menghela napas kasar yang terdengar jelas hingga ke telinga Michelle. Kacamata yang melindungi bola mata hazel dari sinar radiasi gadget itu dilepaskan dan diletakkan tepat di samping ipad yang beberapa menit lalu sempat dipegang.

Pria tiga puluh dua tahun itu beranjak dari duduknya. Sepasang kaki berpantofel hitam mengkilap dengan size empat puluh empat centimeter itu berjalan menghampiri dan berhenti sejajar di depan Michelle.

Telunjuk hingga jari manis kanannya menyentuh daerah tulang rahang ke bawah sisi pipi Michelle. Sementara si ibu jari membelai lembut permukaan pipi kiri Michelle yang terbiasa disentuh tanpa perlu meminta izin.

“Kau marah padaku? Bukankah kemarin malam aku sudah transfer 5000 dollar? Apa kemarin malam aku bermain terlalu kasar? Atau sekarang kau lelah karena kemarin malam?” manisnya mulut Roland membujuk Michelle untuk mengubah keputusannya.

Michelle menepis tangan Roland dengan gerakan sedikit kasar. “Saya tidak bisa terus seperti ini.”

“Kau bisa tidur di kamarku jika memang masih lelah. Menurutku dua jam cukup untuk kau bisa tidur lelap. Lagi pula aku ada kepentingan pribadi sampai siang nanti.”

Roland malah menawarkan Michelle beristirahat di kamar yang terbiasa mereka masuki. Kamar itu berada di sudut ruangan di dalam CEO office.

“Saya lelah bukan karena kemarin malam, Tuan Roland.” Suara Michelle bergetar menyadarkan Roland untuk paham arah tujuan keputusannya. “Saya merasa sudah tidak bisa melayani Anda lagi, hubungan antara saya dengan Anda juga tidak benar. Itu bukan sesuatu yang sepantasnya terjadi antara atasan dan bawahannya."

Bibir Roland menyunggingkan senyuman menawan. Sayangnya, senyuman itu terang-terangan menghina penjelasan Michelle. “Setelah lama kau baru menilai semua yang kita lakukan ini tidak benar? Ke mana pikiranmu saat aku meminta di awal? Hm?!”

Lidah Michelle dipaksa kelu. Otaknya pun ikut buntu dihantam pertanyaan dari si licik Roland yang lihai berdebat. Wanita cantik berusia dua puluh empat tahun itu merundukkan pandangan dari mata kejam Roland yang menghardik galak. Si cantik bertubuh proposional itu panik ketika tubuh gagah Roland mendesaknya hingga tak berdaya menghimpit ke tepian meja.

Keintiman yang tidak diinginkan itu memaksa Michelle untuk cepat memberontak. Akan tetapi, Roland lebih sigap dan cekatan.

Kedua tangannya mencapit erat tepian meja demi memenjarakan Michelle dalam kungkungan desakan tubuhnya. Dada bidang yang terlapisi setelan jas tak luput menempel erat ke tubuh Michelle hingga tak berjarak. Sampai-sampai gemuruh jantung Michelle terasa jelas di dada Roland.

“Kenapa kau diam, Michelle? Kau lupa bagaimana dulu kau bersedia kita melakukan hal sampai sejauh ini?” Roland mendesak ke wajah Michelle, menggesek-gesekkan puncak hidungnya ke puncak hidung Michelle. “Aku meminta izin waktu itu. Michelle, daripada aku tidur dengan sembarangan wanita, bagaimana kalau kau saja yang aku tiduri? Kau lupa dengan pertanyaanku itu?!”

“Aku tidak lupa. Bahkan aku ingat wajahmu yang merona merah dan malu-malu menyetujuiku. Lalu kenapa sekarang kau katakan ini tidak benar?” bibir Roland bergerak-gerak sensual di permukaan bibir Michelle yang sengaja mengungkit perjanjian dua tahun lalu.

Sampai kapan pun Michelle tidak akan melupakan pertanyaan yang bersemayam abadi di memori ingatannya.

Bak gayung bersambut, Michelle yang sejatinya menyukai Roland tanpa berpikir panjang setuju pada tawaran menggoda itu. Gadis polos itu terjebak bisikan manis setan dari dari pria yang memiliki ketampanan menawan.

Harusnya Michelle protes saja saat baru satu tahun menduduki public relation officer, dia dipindahkan secara mendadak ke departemen sekretariat CEO. Harusnya dia jeli mencari sebab-akibat pada sekretaris sebelumnya yang mengibarkan bendera putih dikarenakan tak bisa menyanggupi si perfeksionis tak berhati—Roland Archer.

Sayangnya, penawaran gaji yang menggiurkan mematahkan iman Michelle. Lewat kerja keras dan kemampuannya bertahan di kursi itu, Michelle menjadi

pegawai tak tersentuh oleh pihak mana pun di perusahaan properti raksasa milik Roland. Gadis penggila kerja itu menjadi sekretaris yang paling disegani dan dicemburui di kalangan rekan-rekannya.

Roland mengaku puas pada kerja gesit Michelle. Enam bulan pertama Michele bekerja bagaikan kuda. Tanpa harus diberitahu, Michelle sigap memenuhi segala keinginan Roland. Hingga di bulan-bulan berikutnya kepuasan Roland berubah menjadi keserakahan.

Pewaris tunggal dan CEO Trilogi Group itu menatap Michelle melebihi seorang sekretaris. Penampilan ideal dan aroma tubuh yang menggoda bagaikan bisikan setan yang merangsang nafsu.

“Karena saya harus berhenti. Saya tidak bisa lagi melayani Anda dalam segala hal.” Lagi-lagi Michelle tegas mematahkan tekanan dari Roland.

Namun, tidak untuk gerak tangannya yang kalah tenaga mendorong Roland untuk menjauh dari tubuhnya.

“Jangan buat aku marah, Michelle!” bentakan kasar Roland dan tubuhnya yang menghimpit kencang menjadi pertanda kesabarannya telah habis. “Kenapa kau baru protes sekarang? Apa uang yang selalu aku beri padamu kurang? Katakan! Katakan padaku kau butuh berapa banyak!” kemarahan Roland meledak pada Michelle yang meminta mundur dalam permainan panas mereka.

Plak!

Tamparan keras dari tangan kanan Michele menyambar perih sisi pipi Roland. Michelle pun tidak takut mendapati Roland yang melotot marah dengan tulang rahangnya mengeras tegas.

“Kau berani menamparku?” Roland menggeram sinis.

“Sekalian saja Anda pecat saya dengan kesalahan fatal ini,” sahut Michelle menantang.

Roland tersenyum licik. Bukannya marah, dia malah kesetanan mengintimidasi Michelle. Roland menggendong Michelle secara mendadak. Dia tak gentar membawa Michelle masuk ke dalam kamar tidur di ruangan itu. Michelle yang memberontak sepanjang perjalanan berakhir setengah dibanting ke ranjang empuk yang terbiasa mereka gunakan.

Baru berancang-ancang ingin bangkit dalam skenario aksi kaburnya, Michelle tak berkutik oleh cengkraman tangan posesif bertenaga Roland. Di kedua sisi kepala Michelle, Roland memaku pergelangan tangan Michele yang mulai memerah lebam oleh cengkraman tangannya.

“Lepaskan saya! Ini pemerkosaan namanya, Tuan Roland!” bentak Michelle memberontak di bawah tindihan Roland yang sudah kesetanan nafsu.

“Apanya yang pemerkosaan, Michelle? Kau marah karena aku memulainya dengan kasar seperti ini?” Roland terkekeh mengejek. “Wah! Pagi-pagi kau sudah membuatku bergairah!”

Ciuman panjang penuh hasrat Roland curahkan ke bibir Michelle yang gemetaran. Bibirnya berpadu nikmat ke bibir Michelle, mengeluarkan teknik gerakan sensual yang melumpuhkan kesadaran Michelle. Padahal kemarin malam Roland baru saja menuntaskan keinginannya di bibir itu.

Belum sampai di situ, disepanjang sudut bibir hingga ke tulang rahang Michelle bibir Roland mulai menggulirkan kecupan menggoda. Sisi telinga kanan Michelle menjadi pelabuhan sejenak bagi bibir Roland istirahat.

Namun sebelum berhenti, Roland mengembuskan napas panas dan menggigit cuping telinga Michelle dengan sengaja. Hingga sebentuk erangan ketidakberdayaan Michelle membelai gendang telinga Roland.

Roland tersenyum licik. “Mulut dan tubuhmu sangat tidak sinkron, Michelle. Atau tingkahmu tadi hanya akal-akalanmu saja untuk menggodaku agar kita bercinta lagi pagi-pagi seperti ini? Hm?!”

“S-saya ... saya mohon l-lepaskan saya.” Michelle merintih di tengah-tengah tangisannya.

Rintihan tangisan Michelle tak menembus sanubari Roland. Dia malah membuka gesper dan menurukan resleting celana dengan satu tangannya. Lalu tangannya itu meremas paha Michelle sembari menyingkap skirt serta penghalang lainnya yang menghalangi tujuan utamanya.

Tanpa penundaan Roland menuntaskan hasratnya kepada Michelle. Erangan nikmat berkali-kali lolos dari mulut Roland. Racauan pujian pun tak luput lolos di tengah-tengah miliknya terjepit nikmat di surga dunia Michelle yang selalu membuat ketagihan.

Namun tak sama seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Roland enggan menggunakan pengaman dikarenakan dorongan emosi yang memuncak. Emosinya kepalang meledak, syahwat pun tak bisa berkompromi menunda kenikmatan di depan mata.

“Jangan pakai lagi baju kusutmu itu. Di lemari masih ada stok bajumu, ‘kan?” titah Roland beranjak turun dari ranjang tidur setelah menuntaskan hasratnya.

“Tuan Roland.” Suara gemetaran Michelle melirih dengan posisinya masih meringkuk di atas ranjang. “Saya mencintai Anda.”

Roland terperanjat mendengar kejujuran Michelle. “Apa yang kau katakan?”

“Saya mencintai Anda. Saya mau ditiduri oleh Anda itu karena saya menyukai dan mencintai Anda, Tuan Roland. Saya menunggu dengan bodohnya agar Anda bisa paham dengan perasaan saya. Hati saya hancur ketika mendengar Anda akan bertunangan dan menikah,” ujar Michelle gemetaran mengakui alasan di balik keputusannya kepada Roland. “Tuan Roland, mari kita hentikan saja hubungan gila ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 140: Bisikan Manis

    Michelle terdiam dengan tatapan linglung yang kosong. Dia sulit mencerna sempurna beberapa saat pasca tenggelam dalam kenikmatan erotis yang Roland antarkan lewat lumatan bibir.Setelah mengembuskan napas panas lewat celah bibir yang agak ranum, barulah Michelle memahami kabar yang Roland sampaikan.“K-kau ... kau akan kembali ke New York?” Michelle terbata memastikan ulang dalam kesadaran tidak memercayai.Dehemen ringan Roland terdengar menanggapi, namun kemudian lenyap oleh bibirnya yang menyapu singkat bibir Michelle.“Ada beberapa pekerjaan penting yang tidak bisa diwakilkan. Aku harus turun tangan langsung untuk menyelesaikan dan memastikan semua berjalan sesuai dengan harapanku.”Hati Michelle seketika tersadar pada sosok Roland yang bukan dari kalangan biasa seperti dirinya.Sudah lebih dari seminggu Roland merawat, menemani dan tak jauh dari sisi Michelle. Selama itu pula Michelle terbuai dalam kedamaian dan kenyaman yang Roland ciptakan. Sampai Michelle lupa bahwa Roland tak

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 139: Di Pangkuan yang Menggoda

    “Dasar mesum!”Michelle membalas kejam lewat gigitan kecil yang menyakitkan di telinga Roland. Wanita itu tak terpengaruh oleh Roland yang mengerang kesakitan. Sebaliknya, Michelle merasa puas melihat Roland yang meringis sembari menggosok-gosok telinganya yang habis digigit.“Aku sedang serius berbicara, Roland!” Michelle memprotes sampai matanya menyorot tajam. “Apa kau tidak bisa serius sedikit?” lanjutnya menghardik ketus.“Apa aku terlihat tidak serius?” Roland balik memprotes dengan tangan masih menggosok-gosok telinganya yang sakit. “Selama kau mengenalku, apa aku pernah tidak serius?”Michelle terdiam karena perkataan Roland tidak bisa dibantah. Memang benar, sepanjang Michelle mengenal pria itu tak pernah sekalipun ketidakseriusan terjadi. Michelle bahkan mengingat jelas Roland yang selalu konsisten pada ucapannya. Bahkan sekalipun Michelle menganggap hal itu tidak masuk akal, Roland tidak pernah bercanda dalam hidupnya.“A-aku sedang ingin berbicara serius denganmu!” Michell

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   BAB 138: Apa Bisa Bertanggung Jawab?

    Michelle mulai menjalani rutinitas pagi setelah merasakan kondisi tubuh semakin membaik. Sejak kemarin dia sudah mulai menyiapkan sarapan pagi dan membantu Leah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.Padahal Roland sudah bersikeras melarang dan menasihati Michelle agar lebih banyak beristirahat. Tetapi, wanita itu juga bersikeras tak bisa berdiam diri karena sudah terbiasa melakukan aktivitas seperti itu.Aktivitas paginya hanya sekadar itu. Michelle sudah resmi mengundurkan diri dari firma hukum David. Barang-barang miliknya pun sudah diantar oleh pihak firma sesuai alamat tempat tinggalnya.Pagi itu di ruangan santai yang bersebelahan dengan balkon, Michelle terlihat fokus pada sebuah buku yang dipegang.Dia sampai tidak menyadari kedatangan Roland yang baru saja kembali setelah mengantar Leah ke sekolah. Sampai-sampai Michelle tidak tahu Roland telah duduk di sebelahnya.“Apa yang sedang kau pikirkan?”Michelle tersentak kaget oleh Roland yang datang tiba-tiba. Wanita itu berings

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 137: Ayah dan Gadis Kecilnya

    “Ah ... untuk makan malam nanti Leah mau menu apa?”Michelle memalingkan pandangan setelah sengaja mengalihkan pembicaraan. Wanita itu pun beranjak dari duduk di tepian ranjang yang tak lama kemudian mengeluarkan handphone dari saku depan celana.“Sepertinya akan menyenangkan jika kita makan malam di luar.” Sembari memainkan handphone, Michelle sibuk berbicara sendiri tanpa peduli bagaimana Roland beserta Leah menatapnya. “Di sekitar sini banyak restoran, ‘kan? Sepertinya menu daging dan salad sayur akan terasa nikmat,” lanjutnya masih asyik sendiri.“Mom,” Leah menginterupsi datar.“Ya?” Michelle menyahut, kemudian menatap Leah yang menyorotnya tajam penuh rasa curiga. “Leah mau menu makan malam apa?” tanya Michelle yang sengaja menyembunyikan perasaan.“Mommy masih bisa memikirkan makanan ketika aku bertanya?” seperti biasa Leah mengkritik tajam ketika keinginannya belum terpenuhi.“Dokter mengatakan pada Mommy untuk banyak makan dan beristirahat. Mommy tidak salah jika lebih memiki

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 136: Berjanjilah Padaku

    Sejak masuk ke dalam kamar tidurnya, Roland tak lagi menyembunyikan kegelisahan diri. Sejak tadi dia sudah mondar-mandir tak jelas, sementara itu napas pun berkali-kali diembuskan kasar.Selain gelisah dan cemas yang merasuki jiwa, rasa bersalah turun ikut campur mempermainkan perasaan Roland. Samar-samar dia memperhatikan sikap Leah yang perlahan-lahan murung.Jujur saja, Roland sudah berniat menguping pembicaraan Michelle bersama Leah di dalam kamar. Pria itu sudah menajamkan telinga ketika menutup rapat pintu kamar tamu.Tetapi, logikanya telah menasihati untuk sedikit lebih sabar. Roland dengan terpaksa memercayakan segalanya pada Michelle.“Sebaiknya aku menenangkan diri dengan beberapa gelas air mineral,” gumamnya lemah yang memutuskan beranjak dari kamar.Ketika keluar dari kamar mata keabu-abuannya langsung membidik kamar tamu yang berada di ujung lantai. Keberadaan kamar itu bagaikan sebuah magnet besar yang sulit mengalihkan perhatian Roland.Meski perhatian tertuju ke kamar

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 135: Bagaimana Jika Tahu? (II)

    Roland masih tak banyak bersuara ketika tiba di penthouse. Dia hanya berbicara sekadarnya ketika ditanya. Tak peduli bagaimana cerewetnya Leah selama di perjalanan, hal tersebut sama sekali tak memengaruhi Roland.Sikapnya itu memantik rasa penasaran Leah yang setia menggenggam tangan Michelle. Bahkan Leah sampai menatap tajam Roland yang berjalan lebih dahulu di depannya.“Karena kamar yang tersedia hanya dua, kau dan Leah akan tidur di kamar tamu di lantai atas—yang berada di sebelah kiri,” jelas Roland tanpa menoleh pada Michelle dan Leah yang mengikuti dari belakang.“Kamar tamu di lantai bawah masih belum layak untuk ditempati dan masih tahap renovasi. Jadi, sementara waktu kau dan Leah akan tinggal dalam satu kamar.” Barulah Roland berbalik menatap setelah bersuara datar.“Kami tidak masalah.” Michelle menanggapi tenang.“Barang-barang kalian akan tiba sore nanti. Sementara waktu kalian bisa menggunakan barang yang telah aku siapkan.” Roland masih bersikap sama.Michelle mengang

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 134: Bagaimana Jika Tahu? (I)

    “Apa kita tidak ke rumah sebentar untuk mengambil beberapa barangku dan Leah?”Michelle berusaha memecahkan keheningan canggung yang membentang di dalam mobil. Dia melirik ke samping di mana Roland bergeming tenang sembari fokus mengemudi. Michelle sedang samar-samar menanti tanggapan Roland yang sejak tadi menutup mulut.“Karena tidak tahu berapa lama aku dan Leah tinggal di tempatmu, sepertinya tidak salah jika kita ke rumahku untuk mengambil beberapa barang keperluan kami.” Michelle kembali mencuri perhatian dengan ketenangan yang hati-hati.Sayangnya, usaha Michelle belum mampu menarik perhatian Roland. Pria itu masih bergeming seperti semula. Seolah-olah dia mengabaikan keberadaan Michelle.Sikap Michelle itu berkaitan dengan sikap Roland yang tiba-tiba menjadi pendiam. Padahal sebelumnya Roland sangat kritis atas apa pun ucapan Michelle. Sehingga Michelle menaruh kecurigaan pada Roland yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu.Keheningan Roland dinilai gugup dan gelisah. Penda

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 133: Firasat

    ~ Beberapa hari kemudian ~Michelle mengantongi izin pulang setelah dokter memastikan kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Beberapa luka yang menggores di tubuhnya pun mulai menutup, termasuk luka memar di tangan juga sepenuhnya memudar.Meskipun sudah bisa bergerak bebas seperti biasa, Michelle tak diizinkan turun dari ranjangnya. Wanita itu hanya diperbolehkan duduk di sana.Dan tidak usah ditanyakan siapa pelaku yang membuat Michelle kesal. Dia adalah Roland—yang sibuk merapikan barang-barang milik Michelle ke dalam sebuah tas.“Kita akan lebih dulu menjemput Leah di rumah Valen, lalu setelah itu kita akan ke penthouse-ku.” Roland dengan tenangnya memberitahu sembari menyelesaikan kegiatannya merapikan barang-barang ke dalam tas.“Maksudmu dengan kita? Apa aku dan Leah juga akan ke penthouse-mu?” Michelle memprotes, sementara matanya telah menatap tajam pada Roland yang berakhir menatapnya.Sebelum bersuara, lebih dulu Roland mengancingkan tas berisi barang-barang Mich

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 132: Apa Kau Siap?

    Tidur yang Roland inginkan adalah berbaring di samping Michelle dengan tangannya menggenggam tangan Michelle. Kehangatan dari jemari yang menyatu mampu menghibur Roland yang menatap dingin langit-langit kamar inap itu.Keinginan sederhana itu membuat jiwa Michelle gelisah. Dia bertanya-tanya di dalam hati dan mulai menerka-nerka masalah apa yang Roland hadapi.Sebelum meninggalkannya bersama Valencia, Michelle mengingat Roland yang menerima telepon. Jika telepon itu berkaitan dengan pekerjaan, Roland tak akan ambil pusing sampai emosinya tak terkendali. Sehingga Michelle menyimpulkan jika telepon itu berkaitan dengan seseorang yang mampu menguras emosi seorang Roland Archer.“Tadi aku menghabiskan makananku.”Alih-alih menanyakan langsung, Michelle sengaja berbasa-basi demi bisa membangun suasana berbicara dengan Roland.Suara tawa ringan Roland merespon, sekaligus berhasil memancing perhatiannya yang lama membisu pasca ciuman erotis beberapa waktu lalu.“Kau memang harus makan dengan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status