Share

4. Pingsan

Suara bartender itu langsung terdiam. Aku bisa pastikan jika David menutup panggilan telepon itu tanpa mau mendengar maksud tujuan si penelpon.

"Hahaha," tawaku miris, "Mana mungkin dia mau datang ke mari, dia pasti sedang sibuk dengan Lily, kan?"

Cukup lama aku berada di sana.

Hanya saja, suara berat dari belakang membuatku terkejut.

"Di mana dia?"

Itu suara David, dia datang untukku. Tapi ... mengapa?

"Memalukan!" Aku mendengar David menggerutu.

"Ya, aku memang memalukan." Mungkin karena aku mabuk, aku punya keberanian untuk membalas kata-kata David.

Namun tiba-tiba saja tubuhku terasa melayang di udara. Ternyata David memanggulku di pundaknya.

"Bruk!" Tubuhku dilempar ke dalam mobil. Setelah itu David mendekatiku. Embusan napasnya menyapu wajahku. Wajah tampan itu adalah milikku. David telah menikahiku, kami suami istri. Bagaimanapun sikapnya tadi pagi, tidak membuatku bisa membencinya.

"Jangan berharap bisa memikatku, Ana." ucap David setelah memasang sabuk pengaman untukku. Ternyata aku salah mengira, tadinya aku pikir David akan mencium bibirku. Ternyata itu hanya halusunasiku.

Aku jadi kesal mendengar hinaan David.

"Kita sudah menikah, kenapa aku tidak boleh memikat hati suamiku?" Rasa beraniku muncul sejak di dalam bar tadi. Alkohol memang benar-benar bisa menumbuhkan rasa percaya diriku.

"Jangan mimpi untuk menjadi istriku selamanya, Ana."

Aku tidak terima dengan kata-kata ketus David. "Oh ya, jadi kau lebih memilih Lily yang sudah tidak perawan itu?"

"Apa maksudmu?"

Aku melepas sabuk pengaman lalu naik ke pangkuan David. "Semalam aku sudah membuktikan jika kau adalah laki-laki pertama bagiku. Sedangkan Lily? Hahaha," aku tertawa sambil menatap David yang memandangku sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Kau harus tahu rahasia ini, David." Kuelus rahang tegas David yang mengeras. Aku tebak suamiku itu sedang kesal sekaligus penasaran.

"Katakan padaku, Ana! Jangan membuatku marah." David balik mencengkram rahangku sehingga wajah kami berjarak hanya beberapa inci saja.

"Ck, baiklah. Aku akan mengatakannya padamu."

"Dengar baik-baik, David." Aku tersenyum saat David melepaskan tangannya dari rahangku lalu memalingkan mukanya.

"Aku pernah melihat Lily bercinta dengan sopir keluarga Lopez di garasi rumah mereka. Lily juga sering melakukan ONS dengan teman laki-lakinya sejak di sekolah hingga kuliah. Wanita seperti itu yang kau inginkan untuk menyandang gelar sebagai istrimu?"

David terdiam, tapi napasnya mulai bergemuruh.

"Jawab aku, David." Kuberanikan menangkup wajah David lalu mencium bibirnya.

David tidak membalas tapi juga tidak menolakku "Sedangkan aku, istrimu, tidak pernah bersentuhan dengan laki-laki manapun selain kau, David. Kau laki-laki pertama yang menyentuhku. Aku istrimu, milikmu. Kau bisa menikmati tubuhku semaumu."

"Apa maumu dengan mengatakan semua ini?"

Aku tertawa renyah, "kita telah menikah secara resmi. Asal kau tidak menceraikanku. Aku adalah milikmu, aku akan melayanimu dengan sepenuh hatiku."

"Jangan Bercanda!" Tiba-tiba saja David mendorongku ke samping, mengembalikanku duduk di tempatku semula.

David lalu melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Sampai di pent house-nya, aku diseret masuk ke dalam rumah lalu melemparku ke atas ranjang. "Kau pikir aku akan percaya dengan omong kosongmu tadi?"

"Cih, mimpi!" David membuka jas dan kemejanya. Selanjutnya ia menarik ikat pinggangnya sehingga sedetik kemudian tubuhnya telah polos seperti semalam.

"Kau sudah menghina Lily dan aku akan menghukummu, Ana." David menyeringai lalu merobek gaunku.

Bukan ini yang kumau, kenapa kejujuranku tentang Lily berujung kesialan bagiku?

Tak lama kemuduan, David melampiaskan napsunya.

Ia menyentuhku dengan kasar dengan berbagai gaya.

"David, berhenti. Aku mohon!" Tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap. Aku kembali pingsan di bawah kungkungan suamiku sendiri.

*****

"Ah …." lirihku kesakitan.

Saat aku bangun, ternyata aku sedang berada di rumah sakit. Tidak ada siapapun yang menemaniku, hanya suster yang bertugas menjagaku di Ruang perawatan VVIP yang sepertinya dipilih David untukku.

Kupaksakan diri untuk menurunkan kakiku. Namun, aku merasakan sakit luar biasa.

"Nona Lopez, hati-hati." Suster bayaran David segera menghampiriku setelah mendengar suaraku.

Aku meringis, David benar-benar brutal saat menjamahku. Walaupun aku mabuk, aku masih ingat betapa kasarnya ia memperlakukanku. Matanya memancarkan ekspresi marah dan puas di saat yang bersamaan.

"Suster, saya ingin bersih-bersih," ucapku pada akhirnya.

"Silakan, Nona. Tapi dokter melarang Anda untuk membasahi … itu." Suster itu menggaruk rambutnya. "Dokter mengatakan, Anda dilarang membersihkannya karena ada luka di sana."

Aku terkesiap.

Bahkan suster saja bersimpati padaku?

Sungguh peristiwa langka, karena seorang suami meniduri istrinya hingga pingsan!

"Saya mengerti, Sus." Aku pun berjalan ke kamar mandi dipapah oleh suster itu. Dan benar saja, saat mengeluarkan hajat, rasa perih dan nyeri menyerang daerah kewanitaanku. Sungguh aku ingin membenci David, suami kejam yang tidak mencintaiku.

Kira-kira lima hari aku berada di rumah sakit, tapi David tidak pernah muncul. Bahkan mengirimkan pesan pun tidak.

Aku hanya bisa menebak jika David sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Lily dan bersiap untuk menceraikanku. Untuk itu pun aku menghubungi Mary untuk menjemputku. Dan beruntungnya, Mary langsung mengangkat panggilan teleponku.

[Apa? Kau berada di rumah sakit?! Apa yang telah terjadi, Ana? Kau harus…]

Aku langsung memotong omelan Mary. "Jemput aku di rumah sakit Santa Joseph. Lantai 5 kamar nomor 2b."

[Ana!]

Aku yakin Mary akan segera datang. Dia temanku satu-satunya. Kami berteman sejak duduk di sekolah menengah pertama. Dia yang ekstrovert sangat cocok denganku yang introvert. Karena kami berdua yatim piatu, kami semakin cocok berteman dan saling menguatkan untuk berjuang hidup di tengah-tengah keterbatasan kami.

Tidak lama kemudian Mary sudah datang. Ia berkacak pinggang lalu menatapku dengan tajam. Apa hubunganmu dengan Walles?" Saat di bawah, Mary mengatakan jika resepsionis menanyakan maksud kedatangannya. Dan Mary pun terkejut karena kamar yang kutempati direservasi dengan nama David.

"Oh, tidak!" Mary melotot padaku saat aku mengangkat jari manisku. Cincin berlian pemberian David membuat Mary bisa menebak jika aku sudah menikah dengan David Walles konglomerat yang terkenal di Georgia.

"Kau ini temanku atau bukan? Kenapa kau menikah tapi tidak memberitahuku. Apa kau berniat memutuskan hubungan pertemanan kita?!"

Aku tahu marahnya Mary karena ia terlalu sayang padaku. Mary sangat tahu jika paman George dan bibi Amanda menperlakukanku secara buruk. Bahkan kehidupan Mary lebih baik, padahal ia hidup di panti asuhan setelah kematian kedua orang tuanya.

"Maafkan aku Mary, semuanya serba tiba-tiba. Aku dipaksa menikah menggantikan Lily." Kuceritakan awal mula peristiwa pahit yang kualami gara-gara rencana licik Lily dan kedua orang tuanya.

"Lalu, kenapa kau berada di sini?" Mary menatapku tajam. Aku yakin jika Mary akan berteriak setelah aku bercerita tentang keganasan David.

Benar saja, setelah aku selesai cerita. Mary langsung menarik koperku. "Aku tidak akan membiarkanmu disakiti oleh suamimu. Pulang ke apartemenku, walaupun kecil, aku yakin lebih aman daripada tinggal di sangkar emasnya David Walles."

Aku pun setuju, setelah kejadian malam itu, aku menyerah untuk menjadi istri David. Persetan dengan balas dendamku kepada Lily, aku ingin hidup tenang sambil menunggu kelulusanku. Dan aku yakin, David akan segera mengirimkan surat cerai padaku.

Namun lagi-lagi perkiraanku salah. Saat aku dan Mary turun dari taksi, David sudah berdiri di lobi apartemennya Mary sambil bersedekap. Mata elangnya tajam menatapku.

Ia melangkah mendekatiku lalu berkata, "Istri nakal, kenapa tidak menelponku untuk menjemputmu?"

"A--ku...."

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status