“Krisna….” Suara Radha bergetar melihat Krisna ternyata menyusulnya keluar. “Krisna, aku mohon padamu, jangan marah pada Kak Saga. Dia hanya berniat menolongku.”
Dengan satu sentakan kuat, Krisna melepaskan mengempas tubuh Radha dari Saga hingga membuat tubuh wanita mungil itu menghantam dinding. “Krisna, apa begitu caramu memperlakukan istri?!” Krisna tidak menyahuti pertanyaan kakaknya dan berpaling menatap tajam ke arah Radha. “Jadi, tidak berhasil mendapatkanku, sekarang kau beralih mengejar Saga? Begitu?” Hati Radha mencelos mendengar tuduhan Krisna. Tiap perkataan yang keluar dari bibir Krisna, terasa seperti ribuan pisau yang menusuk jantung Radha. Serendah itukah dirinya di mata Krisna? Cairan bening kembali mengambang di pelupuk mata Radha yang menatap Krisna dengan tatapan terluka. “Apa kau gila, Krisna?” Saga maju selangkah mendekati Krisna. “Bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu pada istrimu sendiri?!” “Diam kau, anak haram!” Krisna balas meneriaki Saga dengan emosi yang memuncak. Krisna meraih pergelangan tangan Radha dan menyeret paksa untuk ikut bersamanya. “Ayo pulang, Kakek Felix sedang menunggu kita.” Iris coklat Radha yang masih tampak sembab, membulat sempurna. “Kakek Felix ada di rumah?” Krisna tersenyum sinis. “Memangnya kau pikir apa alasanku datang ke sini?” Setelah itu, tanpa memedulikan Saga, Krisna menyeret serta Radha memasuki mobilnya. Beberapa puluh menit kemudian, deru mesin Rolls Royce yang dikendarai Krisna akhirnya berhenti begitu mereka sampai di rumah. Namun tidak membuat keduanya, baik Radha ataupun Krisna, langsung turun dari mobil. Krisna menoleh ke arah Radha dengan wajah serius dan sorot mata yang tajam. “Aku tidak ingin ada masalah lagi. Jadi, jangan bicara yang aneh-aneh di depan Kakek Felix. Apalagi menyinggung tentang Nindy.” Tegas Krisna. “Haruskah kau bertindak sejauh itu demi dia, Kris?” tanya Radha, lirih. Hatinya sudah cukup hancur, dan sekarang Krisna ingin menambahkan sayatan luka itu lagi dengan memperingatkannya seperti ini? “Cukup ikuti saja apa yang kukatakan, jika tak ingin kehilangan semua kemewahan yang kau dapatkan selama lima tahun ini.” Jawab Krisna seketika, dengan ekspresi yang jauh lebih dingin dari biasanya. “Cepat turun!” Manik coklat Radha kembali mengembun, menatap punggung Krisna yang semakin jauh. Entah sudah berapa kali Radha menangisi pria itu. Berharap Krisna akan peduli. Tapi nyatanya, hal itu tidak pernah terjadi. Air matanya kembali lolos perlahan di pipi. Lamunan Radha tersentak kala mendengar suara gaduh dari dalam rumah. Praaang! Baru saja Radha akan melangkahkan kaki menuju ruang keluarga untuk melihat apa yang sedang terjadi, suara berat Kakek Felix yang begitu mendominasi dan penuh amarah, menyurutkan niat Radha dalam seketika. “Dasar anak kurang ajar!” bentak Kakek Felix, murka. Tangan kanannya yang tengah memegang stik golf, menunjuk tepat di depan wajah Krisna yang setengah tertunduk, dengan luka goresan di pelipis kirinya. “Berani sekali kau membawa wanita licik itu ke Keraton, Krisna!” Krisna tak menjawab. Ia hanya terdiam, dengan wajah tak suka saat mendengar Kakek Felix menyebut Nindy sebagai wanita licik. “Apa yang kau pikirkan? Apa kau sengaja ingin membunuh kakekmu ini lebih cepat?” Berang Kakek Felix. Kepala Krisna terangkat dan menggeleng. “Tidak, Kakek.” Bantah Krisna. “Aku hanya ....” “Tidak bisa meninggalkannya?” sergah Kakek Felix, membuat tenggorokan Krisna tercekat. “Jauhi dia, atau kupastikan wanita licik itu akan jauh lebih menderita dari apa yang telah orang tuanya dapatkan.” “Kakek, tolong ...,” Krisna memohon dengan suara serak, “jangan hukum dia karena kesalahan orang tuanya. Dia ....” “Cukup!” Potong Kakek Felix dengan suara bergetar karena marah. Wajahnya yang sudah keriput tampak merah padam, menunjukkan bahwa amarahnya telah mendidih hingga ke ubun-ubun. Krisna tak mampu lagi berkata-kata. Ia hanya berdiri di sana, menahan emosi yang berkecamuk di dalam dadanya. Radha yang berdiri tidak jauh dari mereka, merasa hatinya turut hancur melihat kondisi Krisna yang tampak tidak berdaya di hadapan Kakek Felix. Tak bisa dipungkiri, bahwa penyebab semua hal menyedihkan dan menyakitkan yang terjadi dalam kehidupan Krisna adalah karena Nindy. Dan Krisna, yang begitu gigih mempertahankan wanita itu, membuat Radha merasa semakin tidak berarti di dalam hidup suaminya sendiri. “Radha?” Suara Kakek Felix mengejutkan Radha yang tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Buru-buru Radha meraih tangan Kakek Felix dan mencium punggung tangannya dengan takzim. “Kakek ...,” salam Radha. Kakek Felix dengan suara yang dingin, berkata, “aku datang ke sini bukan untuk menerima keramahtamahan kalian berdua. Tapi untuk memberi peringatan. Termasuk kau, Radha.” Radha kembali tertunduk. Menahan sebisa mungkin ketegangan yang melanda dirinya. “Radha, kau pasti ingat bahwa aku pernah memintamu untuk menjaga Krisna dengan menjauhkannya dari wanita bernama Nindy itu, sebelum aku menerimamu. Tapi ...,” suara sumbang tawa Kakek Felix, semakin menciutkan nyali Radha, “Krisna masih tetap bersama wanita sialan itu.” Perasaan bersalah sontak menggerogoti hati Radha. Dia telah berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi permintaan Kakek Felix, dengan mencoba segala cara untuk menjauhkan Krisna dari Nindy. Namun, semakin Radha berjuang, hanya membuat jarak di antara mereka berdua semakin lebar. Dan hal itu membuat Radha merasa frustasi sekaligus putus asa. Rasanya seperti berlari tanpa arah, meski kakinya sudah kehabisan tenaga. Tidak ada satu pun istri di dunia ini yang sanggup melihat suaminya lebih bahagia bersama wanita lain. Terutama jika wanita itu pernah menjadi bagian terpenting dari masa lalu suaminya. Namun apa lagi yang bisa Radha lakukan setelah semua usahanya untuk mendapatkan hati Krisna berakhir sia-sia? Tatapan menghunus Kakek Felix semakin intens ke arah Radha. “Kau benar-benar telah mengecewakanku. Membuatku berpikir ulang untuk tetap mempertahankanmu sebagai cucu menantuku, atau menggantikanmu dengan wanita lain yang lebih berkompeten darimu.” “Kakek, ini sudah keterlaluan!” Krisna akhirnya bersuara kembali, menarik perhatian Radha yang tadi tersentak dan juga Kakek Felix ke arahnya. “Harus berapa banyak wanita lagi yang akan jadi menjadi korban dari keegoisan Kakek?” Cengkeraman tangan Kakek Felix yang keriput pada stik golf yang dipegangnya semakin erat, usai mendengar perkataan Krisna yang begitu lantang padanya. Matanya menatap tajam ke arah Krisna, "Baiklah, Krisna. Akan kubiarkan kau bersama Nindy ...,” kalimat Kakek Felix menggantung di udara, membuat Krisna sejenak tertegun. Matanya melebar, terkejut mendengar kata-kata yang tak pernah ia duga akan keluar dari mulut kakeknya. Namun bagi Radha, pernyataan itu terasa seperti palu godam yang menghantam keras ke dalam dadanya, membuat segala harapan dan upayanya selama ini runtuh dalam sekejap. Radha menatap Kakek Felix dengan mata yang mulai memanas, sementara bibirnya bergetar, menahan emosi yang siap meledak. Ia tahu bahwa mungkin saat ini tidak ada kata-kata yang bisa ia sampaikan untuk membela dirinya. Karena pada akhirnya, Kakek Felix memang harus menyerahkan Krisna kepada Nindy, seolah menegaskan bahwa Radha tidak pernah pantas untuk berdiri di samping Krisna. "… tapi dengan satu syarat," lanjut Kakek Felix, membuat Krisna yang semula merasa lega, kini kembali menegang. Sorot matanya yang semula penuh harap berubah menjadi waspada. Kakek Felix dikenal jarang sekali memberikan kelonggaran tanpa imbalan. “Kau harus memberikanku pengganti dirimu.”“Kau bertanya karena ingin tahu, atau ingin cepat-cepat menemui kekasih gelapmu itu?” sindir Gayatri dengan nada penuh keangkuhan. Semua orang yang berada di dalam ruangan itu, termasuk Baskara dan Mega, menatapnya dengan ekspresi terkejut. Hanya Nindy yang tampak biasa saja. Bahkan ada senyum tipis yang terukir di bibirnya, seolah menunggu reaksi yang akan diberikan Saga. Saga mengepalkan kedua tangannya, menahan gejolak amarah yang mulai merayapi dadanya. Ia menatap Gayatri dengan sorot mata tajam. “Tolong jangan mengucapkan sesuatu yang sama sekali tidak benar tentang hubungan saya dan Radha.” Gayatri mendengus sinis. “Tidak benar, katamu?” Ia melipat kedua tangannya di dada. “Jadi, menurutmu, kepedulianmu yang berlebihan terhadap Radha itu hal yang wajar? Jangan munafik, Saga. Aku sudah melihat bagaimana kau yang selalu berada di sisinya tiap kali dia bermasalah dengan suaminya. Bahkan caramu menatap Radha, aku bisa tahu bahwa ada sesuatu di antara kalian berdua. Jangan kira ak
Gayatri mengepalkan jemarinya dengan erat, menahan amarahnya yang meluap-luap. Napasnya terdengar memburu, wajahnya memerah, dan matanya menyorotkan kemarahan yang tidak bisa lagi terbendung. “Berani-beraninya Krisna menutup telepon Mamanya sendiri!” batin Gayatri, geram."Apa yang terjadi?" Suara berat dan penuh wibawa khas milik Baskara terdengar dari belakangnya. Pria itu baru saja keluar dari kamar tempat Kakek Felix beristirahat. Wajahnya terlihat lelah dan cemas. "Apa kau sudah memberi tahu Krisna tentang kondisi Ayah?"Gayatri menoleh dengan ekspresi jengkel. "Tentu saja, Mas! Aku juga sudah menyuruhnya untuk segera pulang. Tapi dia justru membantahku dan bersikeras untuk tetap menemani Radha. Kata Krisna, wanita itu pingsan!" Nada suaranya penuh kejengkelan dan ketidakpercayaan.Baskara mengernyit. "Radha pingsan?""Iya, Mas! Dan Krisna membawanya ke rumah sakit. Seolah-olah itu lebih penting daripada kondisi kakeknya sendiri!" Gayatri mendengus sinis. "Aku sudah menduga wani
Krisna terperangah. Napasnya tercekat saat melihat tubuh Radha ambruk ke tanah tanpa daya. Untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Pikirannya kosong dan tubuhnya membeku. Tetapi detik berikutnya, tanpa sadar, ia sudah berlari ke arah wanita itu."Radha!" Krisna berlutut di sampingnya, tangannya terulur untuk menyentuh wajah Radha yang pucat pasi. Dada wanita itu naik turun tak beraturan, napasnya tersengal-sengal, dan keringat dingin mulai membasahi dahinya.
Krisna menarik tangan Radha dengan erat, membawanya keluar dari ruangan yang penuh dengan kekacauan. Langkahnya cepat, hampir menyeret Radha yang masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Napasnya memburu, sementara pikirannya berputar liar, mencoba memahami mengapa dia tiba-tiba merasa perlu melindungi Radha. Radha hanya bisa menurut, mengikuti Krisna dengan langkah goyah. Jantungnya masih berdegup kencang, kepalanya pening akibat kilatan kamera dan suara-suara menghakimi yang terus terngiang di telinganya. Namun, genggaman tangan Krisna yang kuat seolah memberinya perlindungan di tengah badai yang mengamuk. Mereka terus berjalan hingga mencapai taman belakang gedung, jauh dari sorotan kamera dan kerumunan orang-orang yang menggila serta haus akan berita penuh sensasi dari salah satu anggota keluarga Harlingga. Saat akhirnya Krisna melepaskan genggamannya, Radha terhuyung sedikit ke belakang. Napasnya masih tersengal, dadanya naik turun dengan cepat. “Apa... yang baru saj
Radha berdiri terperangah di tengah kerumunan wartawan yang tak kenal ampun. Kilatan kamera terus menyambar wajah Radha dan menyilaukan matanya. Suara-suara tajam dan penuh desakan dari wartawan pun turut menusuk telinganya, membuat kepalanya berdengung tanpa henti. “Nyonya Radha, benarkah Anda telah menggugat cerai Tuan Krisna?” salah satu wartawan melemparkan pertanyaan dengan nada mendesak. “Apakah benar penyebabnya adalah orang ketiga?” yang lain menambahkan tanpa memberi waktu bagi Radha untuk menjawab. Sebuah mikrofon mendekat dari arah lain, “menurut informasi yang kami terima, Anda memiliki hubungan tersembunyi dengan seorang pria dari keluarga kaya. Bisakah Anda memberi klarifikasi tentang itu?” “Dan apakah benar Anda tengah mengandung anak dari pria tersebut?” pertanyaan terakhir dilontarkan dengan nada yang lebih tajam dan mengintimidasi. Radha hanya bisa membeku, tubuhnya terasa seolah kehilangan tenaga. Kilatan kamera yang terus-menerus membuat pandangannya semakin
Krisna menegang sesaat. Kata "sayang" yang diucapkan Radha dengan nada menggoda seolah nyaris menghantam benteng pertahanannya. Mata hitamnya menatap wanita di sampingnya yang kini tersenyum manis seakan benar-benar menikmati perannya. "Apa kau sangat menikmatinya?" gumamnya pelan. Radha tertawa kecil. "Bukankah kau sendiri yang menyuruhku bersikap layaknya istri yang baik?" Krisna hanya mendengus dan menatap lurus ke depan. Langkahnya mantap saat memasuki gedung mewah tempat acara amal berlangsung. Sejak mereka muncul di pintu masuk, mata para tamu undangan yang ada di dalam ruangan itu, kompak tertuju pada mereka. Bisik-bisik di antara mereka pun mulai samar terdengar. "Oh, lihat itu! Mereka datang!" “Astaga, aku pikir ini seperti acara pengobatan raja dan ratu. Mereka berdua terlihat sangat menawan!” “Aku hanya mendengar bahwa menantu perempuan mereka sangat cantik, dan ternyata itu benar.” “Rasanya beruntung sekali bisa datang ke tempat ini. Bisa melihat wajah tampan cuc